Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT


“M T B S“

A. Pengertian

MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau

Integrated Management of Childhood Illness (IMCI dalam bahasa Inggris)

adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana

BALITA sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia0-5 tahun (balita)

secara menyeluruh.

Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahundan dibagi menjadi dua

kelompok sasaran yaitu kelompokusia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok

usia 2 bulansampai 5 tahun (Depkes RI, 2008).

MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu

pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan

upaya yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan kematian sekaligus

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak balita di unit rawat jalan

kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu, Polindes, Poskesdes, dll.

Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) merupakan suatu

pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana bayi dan balita sakit yang datang

berobat ke fasilitas rawat jalan di pelayanan kesehatan dasar.

MTBS mencakup upaya perbaikan manajemen penatalaksanaan

terhadap penyakit seperti pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga,

malnutrisi, serta upaya peningkatan pelayanan kesehatan, pencegahan

penyakit seperti imunisasi, pemberian vit K, Vit A dan konseling pemberian

ASI atau makan.

1
MTBS digunakan sebagai standar pelayanan bayi dan balita sakit

sekaligus sebagai pedoman bagi tenaga keperawatan ( bidan dan perawat )

khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan dasar ( Modul MTBS 1, 2008 )

Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk

mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi

dan balita.Dikatakan lengkap karena meliputi upaya kuratif

(pengobatan), preventif (pencegahan), perbaikan gizi, imunisasi dan

konseling (promotif).

Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan

MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam

upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.

B. Perlunya MTBS di Puskesmas

Pada sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas,

keluhan tunggal kemungkinan jarang terjadi, menurut data WHO, tiga dari

empat balita sakit seringkali memiliki banyak keluhan lain yang menyertai

dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi

fokus MTBS.Pendekatan MTBS dapat mengakomodir hal ini karena dalam

setiap pemeriksaan MTBS, semua aspek/kondisi yang sering menyebabkan

keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa.

Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis

intervensi yang cost effective yang memberikan dampak terbesar pada beban

penyakit secara global. Bila Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut

membantu dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan dan membuka akses

2
bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan

yang terpadu.

C. Sejarah Penerapan MTBS di Indonesia

MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara

Kementerian Kesehatan RI, WHO, Unicef dan IDAI (Ikatan Dokter Anak

Indonesia).Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated

Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan terpadu

dalam tatalaksana balita sakit.MTBS bukan merupakan program

kesehatan,tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana BALITA sakit

secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. WHO memperkenalkan

konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan

kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan

bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.

Ada 3 komponen dalam penerapan strategiMTBS yaitu:

1. Komponen I

Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus

balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan)

2. Komponen II

Memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita

lebih efektif

3. Komponen III

Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah

dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan

3
pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai

“Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat”).

D. Tujuan MTBS

1. Menilai, mengklasifikasi dan mengetahui resiko dari penyakit yang

timbul

2. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah

3. Menurunkansecara bermakna angka kematian dan kesakitan yang terkait

penyakit tersering pada balita.

4. Dapat meningkatkan upaya penemuan kasus secara dini, memperbaiki

manajemen penanganan dan pengobatan, promosi serta peningkatan

pengetahuan bagi ibu – ibu dalam merawat anaknya dirumah serta upaya

mengoptimalkan system rujukan dari masyarakat ke fasilitas pelayanan

primer dan rumah sakit sebagai rujukan.

5. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan

kesehatan anak.

6. Sebagai pedoman kerja bagi petugas dalam melayani BALITA sakit.

7. Meningkatkan keterampilan petugas.

8. Memperbaiki sistem kesehatan.

4
Praktek MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan

yaitu:

1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita

sakit (petugas kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS

dapat memeriksa dan menangani pasien balita)

2. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi

didalam pendekatan MTBS)

3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah

dan upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan

pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan)

E. Ruang Lingkup MTBS

Proses manajemen kasus disajikan dalam suatu bagan yang

memperlihatkan urutan langkah – langkah dan penjelasan cara

pelaksanaannya. Langkah – langkahnya yaitu :

1. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan – 5

tahun.

Menilai anak maksudnya adalah melakukan penilaian dengan cara

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

2. Menentukan tindakan dan memberi pengobatan.

Membuat klasifikasi diartikan membuat sebuah keputusan mengenai

kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat

keparahannya.Memilih suatu kategori atau klasifikasi untuk setiap

gejala utama yang berhubungan dengan berat ringannya penyakit.

Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan,

5
bukan sebagai diagnose spesifik penyakit. Menentukan tindakan dan

memberi pengobatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan klasifikasi,

memberi obat untuk diminum di rumah dan juga mengajari ibu

tentang cara memberikan obat serta tindakan lain yang harus

dilakukan di rumah.

3. Memberi konseling bagi ibu.

Memberi konseling bagi ibu juga termasuk menilai cara pemberian

makan anak, member anjuran pemberian makan yang baik untuk anak

serta kapan harus membawa anaknya kembali ke fasilitas kesehatan.

4. Manajemen terpadu bayi muda umur kurang dari 2 bulan,

memberi pelayanan tindak lanjut.

Manajemen terpadu bayi muda meliputi menilai dan membuat

klasifikasi, menentukan tindakan dan member pengobatan, konseling,

dan tindak lanjut pada bayi umur kurang dari 2 bulan baik sehat

maupun sakit. Pada prinsipnya, proses manajemen kasus pada bayi

muda umur kurang dari 2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur

2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.

F. Proses Manajemen Kasus BALITA sakit dengan pendekatan MTBS

Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS untuk

melakukan penilaian/pemeriksaan dengan cara menanyakan kepada orang

tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah anak kemudian memeriksa

dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'. Kemudian akan

diklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan

pemeriksaan.

6
Contoh begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS,

ketika anak sakit datang berobat, petugas kesehatan akan menanyakan kepada

orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda

bahaya umum seperti:

1. Apakah anak bisa minum/menyusu?

2. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?

3. Apakah anak menderita kejang ?

Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak

letargis/tidak sadar?Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan

utama lain:

1. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?

2. Apakah anak menderita diare?

3. Apakah anak demam?

4. Apakah anak mempunyai masalah telinga?

5. Memeriksa status gizi

6. Memeriksa anemia

7. Memeriksa status imunisasi

8. Memeriksa status pemberian vitamin A

9. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain

Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan

mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu petugas melakukan

langkah-langkah tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam

penilaian/klasifikasi. Tindakan yang dilakukan dapat berupa:

1. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah

7
2. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah

3. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di

rumah, misal aturan penanganan diare di rumah

4. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan

selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat

5. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatandan lain-

lain

G. Penilaian Tanda dan Gejala.

Pada penilaian tanda dan gejala, yang dinilai adalah ada atau tidaknya

tanda bahaya umum.

1. Penilaian pertama,

Keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum, tarikan dinding

dada kedalam, stridor, nafas cepat.

2. Penilaian kedua,

Keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis atau tidak sadar, mata

cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek, gelisah, rewel,

haus atau banyak minum, adanya darah dalam tinja.

3. Penilaian ketiga,

Tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umum, kaku kuduk,

dan adanya infeksi local seperti kekeruhan pada kornea mata, luka pada

mulut, mata bernanah, adanya tanda pre syock seperti nadi lemah

ekstremitas dingin muntah darah, berak hitam, perdarahan hidung, nyeri

ulu hati, dan lain-lain.

8
4. Penilaian keempat.

Tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga, adanya pembengkakan,

dan lain-lain.

5. Penilaian kelima.

Tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus, bengkak pada

kedua kaki, telapak tangan pucat, status gizi dibawah garis merah pada

pemeriksaan berat badan menurut umur.

H. Penentuan Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan

9
Berikut klasifikasi dan tingkat kegawatan pada BALITA berdasarkan

penilaian MTBS :

1. Klasifikasi Pneumonia

a. Pneumonia berat, apabila adanya tanda bahaya umum, tarikan

dinding dada kedalam, adanya stridor.

b. Pneumonia, apabila ditemukan tanda frekuensi nafasyang sangat

cepat.

c. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada pneumonia dan hanya

keluhan batuk.

2. Klasifikasi Dehidrasi

a. Dehidrasi berat, apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak

sadar, mata cekung, turgor jelek sekali.

b. Dehidrasi ringan atau sedang, dengan tanda gelisah, rewel, mata

cekung, haus, turgor jelek.

c. Diare tanpa dehidrasi, apabila tidak cukup adanya tanda dehidrasi.

3. Klasifikasi Diare Persisten

a. Diare persisiten berat, diare lebih dari 14 hari dan adanya tanda

dehidrasi.

b. Diare persisten, tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi.

4. Klasifikasi Disentri

Apabila diarenya disertai dengan darah dalam tinja.

5. Klasifikasi Risiko Malaria

a. Klasifikasi dengan resiko tinggi

10
Klasifikasi penyakit berat dengan demam(suhu 37,5 derajat celcius

atau lebih) apabila ditemukan tanda bahaya umum disertai dengan

kaku kuduk.

b. Klasifikasi resiko rendah

Klasifikasi penyakit berat dengan demam apabila ada tanda bahaya

umum atau kaku kuduk,

c. Klasifikasi malaria

Apabila tidak ditemukan tanda demam atau campak.

d. Klasifikasi demam mungkin bukan malaria

Apabila hanya ditemukan pilek atau adanya campak.

e. Klasifikasi tanpa resiko

f. Klasifikasi Penyakit berat dengan demam

Apabila ditemukan tanda bahaya umum dan kaku kuduk

g. Klasifikasi demam bukan malaria

Apabila tidak ditemukan tanda bahaya umum dan tidak ada kaku

kuduk

6. Klasifikasi Campak

a. Campak dengan komplikasi berat

Apabila ditemukan adanya tandabahaya umum, terjadi kekeruhan

pada kornea mata, adanya tandaumum campak, adanya batuk, pilek

atau mata merah.

b. Campak dengan komplikasi

Apabila ditemukan tanda mata bernanah serta luka dimulut.

c. Campak,

11
Apabila hanya tanda khas campak yang tidak disertai tanda klasifikasi

diatas.

7. Klasifikasi DBD (demam kurang dari 7 hari)

a. DBD

Apabila ditemukan tanda seperti petekie, tanda syock.

b. Mungkin DBD

Apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah, bintik perdarahan

bawah kulit,dan uji torniqet negatif.

c. Mungkin bukan DBD

Apabila hanya ada demam.

8. Klasifikasi masalah telinga

a. Klasifikasi mastoiditis

Apabila ditemukan adanya pembengkakan dan nyeri dibelakang

telinga.

b. Infeksi telinga akut.

Apabila adanya cairan atau nanah yang keluar dari telinga dan telah

terjadi kurang dari 14hari serta adanya nyeri telinga.

c. Infeksi telinga kronis.

Apabila ditemukan adanya cairan atau nanah yang keluar dari telinga

dan terjadi 14 hari lebih.

d. Tidak ada infeksi telinga

Apabila tidak ada ditemukan gejala seperti di atas.

9. Klasifikasi status gizi

a. Klasifikasi gizi buruk (anemia berat),

12
Apabila BB sangat kurus, adanya bengkak pada kedua kaki serta pada

telapak tangan, ditemukan adanya kepucatan.

b. Klasifikasi bawah garis merah (anemia),

Apabila ditemukan tanda telapak tangan agak pucat, BB menurut

umur dibawah garis merah.

c. Tidak bawah garis merah dan tidak anemia

Apabila tidak ada tanda seperti diatas.

I. Penentuan Tindakan Dan Pengobatan

1. Pneumonia

a. Pengobatan pneumonia berat :

1) Berikan dosis pertama antibiotika

2) Kotrimoksazol dan amoksilin.

3) Lakukan rujukan segera

b. Apabila pneumonia saja

1) Berikan antibiotika yang sesuai selam 5 hari,

2) Berikan pelega tenggorokan dan pereda batuk,

3) Beri tahu ibu atau keluarga,

4) Lakukan kunjungan ulang setelah 2 hari.

c. Apabila batuk bukan pneumonia

1) Berikan pelega tenggorokan,

2) Beri tahu ibu dan keluarga, dan

3) Lakukan kunjungan ulang setelah 5 hari.

2. Dehidrasi

a. Pengobatan dehidrasi berat :

13
1) Berikan cairan intravena secepatnya, berikan oralit, berikan 100

ml/kg RL atau NACL

2) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi,

apabila belum membaik berikan tetesan intravena cepat.

3) Berikan oralit (kurang lebih 5ml/kg/jam) segera setelah anak mau

minum.

4) Lakukan monitoring kembali setelah 6 jam pada bayi dan 3 jam

pada anak.

5) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI

b. Pengobatan dehidrasi ringan atau sedang :

4) Lakukan pemberian oralit 3 jam pertama.

5) Lakukan monitoring setelah 3 jam pemberian terhadap tingkat

dehidrasi.

c. Pengobatan tanpa dehidrasi :

1) Berikan cairan tambahan sebanyak anak mau, dan lakukan

pemberian oralit apabila anak tidak memperoleh ASI eksklusif.

2) Lanjutkan pemberian makan.

3. Diare Persisten

Tindakan ditentukan oleh dehidrasi, kemudian jika ditemukan adanya

kolera, maka pengobatan yang dapat dianjurkan adalah pilihan pertama

antibiotik Kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah Tetrasiklin.

14
4. Disentri

Tindakan pada disentri dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik yang

sesuai, misalnya pilihan pertamanya adalah Kotrimoksazol dan pilihan

keduanya adalah asam Nalidiksat.

5. Risiko Malaria

Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi risiko malaria

adalah sebagai berikut.

a. Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara

intramuskukar. Selanjutnya anjurkan anak tetap berbaring dalam 1

jam dan ulangi suntikan kina pada 4 dan 8 jam kemudian. Selanjutnya

12 jam sampai anak mampu meminum obat malaria secara oral dan

jangan memberikan suntikan kina sampai dengan lebih dari 1 minggu

dan pada risiko rendah jangan berikan pada anak usia kurang dari 4

bulan.

b. Pemberian obat antimalaria oral ( untuk malaria saja) dengan

ketentuan dosis sebagai berikut untuk pilihan antimalaria pertama

adalah klorokuin + primakuin dan pilihan kedua adalah sulfadoksin

primetin + primakuin (untuk anak ≥ 12 bulan) dan tablet kina (untuk

anak <12 bulan).

c. Lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah pemberian klorokuin

dan apabila dalam waktu tersebut terdapat muntah maka ulangi

pemberian klorokuin.

d. Pemberian antibiotik yang sesuai.

e. Mencegah penurunan kadar gula darah.

15
f. Pemberian parasetamol apabila terjadi demam tinggi (≥ 38,5 derajat

celcius).

6. Campak

Pada campak dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:

a. Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat, maka tindakannya

adalah pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, salep mata

tetrasiklin, atau kloramfenikol.

b. Apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian parasetamol

dianjurkan jika disertai demma tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian

apabila campak disertai komplikasi mata dan mulut ditambahkan

dengan pemberian gentian violet, jika hanya campak saja tidak

ditemukan penyakit atau komplikasi lain, maka tindakannya hanya

diberikan vitamin A.

7. Demam Berdarah Dengue

Pada demam berdarah dengue, tindakan yang dapat dilakukan antara lain

apabila ditemukan syok, maka segera diberi cairan intravena, pertahankan

kadar gula darah. Bila dijumpai demam tingg , maka berikan parasetamol

dan caira atau oralit bila dilakukan rujukan selama perjalanan.

Ketentuan pemberian cairan pra-rujukan pada demam berdarah:

a. Berikan cairan ringer laktat, jika memungkinkan beri glukosa 5% ke

dalam ringer laktat melalui intravena atau apabila tidak berikan oralit

atau cairan per oral selama perjalanan.

b. Apabila tidak ada, berikan cairan NaCl 10-20 ml/kgBB/30menit.

16
c. Pantau selama setelah 30 menit dan bila nadi teraba, berikan cairan

intravena dengan tetesan 10 ml/kgBB dalam 1 jam. Apabila nadi tidak

teraba berikan cairan dengan tetesan 15-20 ml/kgBB dalam 1 jam.

8. Klasifikasi Masalah Telinga

Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telinga dapat

dilakukan antara lain dengan memberikan dosis pertama untuk antibiotik

yang sesuai. Parasetamol dapat diberikan apabila dijumpai demam tinggi,

apabila ada ifeksi akut pada telinga, maka pengobatan sama seperti

mastoiditis krnis ditambah dengan mengeringkan telinga dengan kain

penyerap.

9. Klasifikasi Status Gizi

Tindakan yang dapat dilakukan antara lain pemberian vitamin A. Apabila

anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan dijumpai

adanya anemia, maka dapat dilakukan pemberian tablet zat besi. Jika

berada di daerah risiko tinggi malaria, dapat diberikan antimalaria oral

dan pirantel pamoat hanya diberikan untuk anak usia 4 bulan atau lebih

dan belum pernah diberikan dalam 6 bulan terakhir serta hasil

pemeriksaan tinja positif.

17
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2008. Modul MTBS Revisi tahun 2008.

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2013. Modul Field Lab Edisi Revisi.

Keterampilan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/06/mtbs-manajemen-terpadu-balita-

sakit.html#ixzz2pT4oetBN

http://wulandaryputri.blogspot.com/2013/05/manajemen-terpadu-balita-

sakitmtbs.html

18

Anda mungkin juga menyukai