Anda di halaman 1dari 18

I.

Definisi
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan infeksi
virus hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan
tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus
nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel
hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang
biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hepar
II. Etiologi
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia.
Virus ini termasuk DNA virus.Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm
yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat
Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan
(HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis
B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis
penting, karena menyebabkan perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya.
Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis
B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian
mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan
mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan
menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid
dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya
DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan
kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah,
mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik
penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka
terjadi keadaan karier sehat.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama
yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai
infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut
fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah
portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten.
Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah
portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi
hepatitis kronik aktif.

III. Faktor Predisposisi

Faktor Host (Penjamu)


Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan
anak (25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya
umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah
23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%.8 Hal ini berkaitan dengan terbentuk
antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi
hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada
bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun
belum berkembang sempurna.
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual
dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan,
pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter
bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium
dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan
material manusia (darah, tinja, air kemih).

Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg.
Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu
adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam
penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan Australia. Subtype
ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia,
Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China.

Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi
perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
e. Daerah unit bank darah
f. Daerah tempat pembersihan
g. Daerah dialisa dan transplantasi.
h. Daerah unit perawatan penyakit dalam

IV. Sumber dan Cara Penularan


Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:
a. Darah
b. Saliva
c. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
d. Feces dan urine
e. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau
serangga penghisap darah.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk
jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus
hepatitis B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara
penting yaitu:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg
positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko
terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain
berkaitan dengan kelompok etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap
virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual.

V. Tanda dan Gejala

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B


dibagi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang
sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari
tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas :
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia,
mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap.
Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum,
SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2) Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan
splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua.
setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi
hati abnormal.
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium
menjadi normal.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir
dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang
berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan
fisik, hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan
muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria
dan uremia.

Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu


dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Kira-kira
5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini
terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap.

VI. Patofisiologi
(terlampir)
VII. Pemeriksaan Penunjang

Oleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka diagnosis


seringkali hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala baru
dapat diketahui pada waktu menjalani pemeriksaan rutin atau untuk pemeriksaan
dengan penyakit-penyakit yang lain.
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B:
a. HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)
Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat oleh
sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu tersebut
terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai
positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah
lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi
karier VHB. HbsAg positif makapasien dapat menularkan VHB.
b. Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)
Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya
antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit
hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat
vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang
mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah
mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah
terinfeksi VHB.

c. HbeAg
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif
menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau membelah/memperbayak diri.
Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10
minggu maka akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg
positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada
orang lain maupun janinnya.
d. Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg
yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.
e. HbcAg (antigen core VHB)
Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati
yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.
f. Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)
Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti
HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc
positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau
orang tersebut penah terinfeksi VHB.
2. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif dan terjadi
replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan perburukan penyakit
semakin besar.
3. Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B-nya aktif
dan memerlukan pengobatan anti virus.
4. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah protein
yang dibuat oleh sel hati yang kanker.
5. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
6. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging), untuk
mengetahui timbulnya kanker hati.
7. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien calon
yang baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi

VIII. Penatalaksanaan

Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak
hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan
bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung
lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat.Pemakaian obat-obatan hepatotoxic
hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingatpada
hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan
post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap
diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaantransaminase serum
dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara periodik. Janin baru lahir tidak perlu
diberi pengobatankhusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit hepatitis virus, yang perlu dilakukan ialah
pada ibu hamil yang HBsAg positif bayinya perlu dilindungi dengan segera sesudah lahir
sedapat mungkin dalam waktu dua jam bayi diberi suntikan HBSIG dan langsung
divaksinasi dengan vaksin hepatitis B . Pemberian HBIG hanya pada ibu yang selain
HBsAg pasitif, HBe nya juga positif. Vaksin ini diulangi lagi sampai 3 kali dengan interval
satu bulan atau sesuai dengan skema vaksin yang digunakan. Selain itu pada kasus
seperti ini para dokter dan tenaga medis harus diberi vaksin juga. Pengelolaan secara
konservatif adalah terapi pilihan untuk penderita hepatitis virus dalam kehamilan.
Prinsipnya ialah suportif dan pemantauan gejala penyakit.
Pada awal periode simptomatik dianjurkan :
1. Tirah baring
pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak
terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali pada mereka dengan umur tua dan
keadaan umum yang buruk
2. Diet
Tidak ada larangan spesifik terhadap makanan tertentu bagi penderita penyakit
hepatitis. Sebaiknya semua makanan yang dikonsumsi pasien mengandung cukup kalori
dan protein. Satu-satunya yang dilarang adalah makanan maupun minuman beralkohol.
jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah – muntah, sebaiknya diberikan infus.
Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori (30 – 35 kalori / kg BB)
dengan protein cukup (1 g / kg BB). Pemberian lemak seharusnya tidak perlu dibatasi.
Dulu ada kecenderungan untuk membatasi lemak, karena disamakan dengan kandung
empedu.

2. Medikamentosa :
a. Interferon adalah protein alami yang disintesis oleh sel-sel sistem imun tubuh sebagai
respon terhadap adanya virus, bakteri, parasit, atau sel kanker.
Ada tiga jenis interferon yang memiliki efek antivirus yaitu :
• interferon alfa,
• interferon beta
• interferon gamma.
Efek antivirus yang paling baik diberikan oleh interferon alfa. Interferon alfa bekerja hampir
pada setiap tahapan replikasi virus dalam sel inang. Interferon alfa digunakan untuk
melawan virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Interferon diberikan melalui suntikan. Efek
samping interferon timbul beberapa jam setelah injeksi diberikan.
Efek samping dari pemberian interferon diantaranya adalah :
• rasa seperti gejala flu
• demam
• mengigil
• nyeri kepala
• nyeri otot dan sendi.
Setelah beberapa jam, gejala dari efek samping tersebut mereda dan hilang. Efek samping
jangka panjang yang dapat timbul adalah gangguan pembentukan sel darah yaitu
menurunnya jumlah sel granulosit (granulositopenia) dan menurunnya jumlah trombosit
(trombositopenia), mengantuk bahkan rasa bingung.
b. Lamivudin : Lamivudin adalah antivirus jenis nukleotida yang menghambat enzim reverse
transcriptase yang dibutuhkan dalam pembentukan DNA. Lamivudin diberikan pada
penderita hepatitis B kronis dengan replikasi virus aktif dan peradangan hati. Pemberian
lamivudin dapat meredakan peradangan hati, menormalkan kadar enzim ALT dan
mengurangi jumlah virus hepatitis B pada penderita.
Terapi lamivudin untuk jangka panjang menunjukkan menurunnya resiko fibrosis, sirosis dan
kanker hati. Namun lamivudin memiliki kelemahan yang cukup vital yaitu dapat
menimbulkan resistensi virus.
Efek samping yang mungkin muncul dari pemberian lamivudin antara lain:
• rasa lemah
• mudah lelah
• gangguan saluran pencernaan
• mual, muntah
• nyeri otot
• nyeri sendi
• sakit kepala
• demam, serta kemerahan.
Efek samping yang berbahya lainnya adalah radang pankreas, meningkatnya kadar asam
laktat, dan pembesaran hati. Namun umumnya efek samping tersebut dapat ditolerir oleh
pasien. Terapi lamivudin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil..
c. Adepovir dipivoksil : Adepovir dipivoksil berfungsi sebagai penghenti proses penggandaan
untai DNA (DNA chain terminator), meningkatkan jumlah sel yang berperan dalam sistem
imun (sel NK) dan merangsang produksi interferon dalam tubuh. Kelebihan adepovir
dipivoksil dibandingkan dengan lamivudin adalah jarang menimbulkan resistensi virus.
Efek samping yang ditimbulkan adepovir dipivoksil antara lain:
• nyeri pada otot
• punggung
• persendian dan kepala.
Selain itu terdapat juga gangguan pada saluran pencernaan seperti mual atau diare, gejala
flu, radang tenggorokan, batuk dan peningkatan kadar alanin aminotransfrase. Gangguan
fungsi ginjal juga dapat terjadi pada dosis berlebih.
d. Entecavir : Entecavir berfungsi untuk menghambat enzim polymerase yang dibutuhkan
dalam sintesis DNA virus. Kelebihan entecavir adalah jarang menimbulkan resistensi virus
setelah terapi jangka panjang.
Sedangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah :
• nyeri kepala
• pusing
• mengantuk
• diare
• mual
• nyeri pada ulu hati dan insomnia
e. Telbivudin : Telbivudin adalah jenis antivirus yang relatif baru. Terapi telbivudin diberikan
pada pasien hepatitis B dengan replikasi virus dan peradangan hati yang aktif. Telbivudin
berfungsi menghambat enzim DNA polymerase yang membantu proses pencetakan material
genetic (DNA) virus saat bereplikasi. Meski belum didukung data yang cukup bahwa
telbivudin aman bagi ibu hamil, sebaiknya terapi telbivudin tidak diberikan pada ibu hamil
mupun menyusui.
f. Efek samping dari terapi telbivudin antara lain :
• mudah lelah
• sakit kepala
• pusing
• batuk
• diare
• mual
• nyeri otot, dan rasa malas.
Vitamin K dapat diberikan pada kasus dengan kecenderungan pendarahan. Bila pasien dalam
keadaan prekoma atau koma, penagannn seperti pada koma hepatik.

IX. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Penderita datang untuk berobat dengan keluhan tiba-tiba tidak nafsu
makan, malaise, demam (lebih sering pada HVA). Rasa pegal linu dan sakit
kepala pada HVB, dan hilang daya rasa lokal untuk perokok.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
2. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Yang Lalu
3. Riwayat Penyakit Yang Lalu
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
5. Pengkajian Kesehatan
a. Aktivitas
• Kelemahan
• Kelelahan
• Malaise
b. Sirkulasi
• Bradikardi (hiperbilirubin berat)
• Ikterik pada sklera, kulit, membran mukosa
c. Eliminasi
• Urine gelap
• Diare feses warna tanah liat
d. Makanan dan Cairan
• Anoreksia
• Berat badan menurun
• Mual dan muntah
• Peningkatan oedema
• Asites

e. Neurosensori
• Peka terhadap rangsang
• Cenderung tidur
• Letargi
• Asteriksis
f. Nyeri / Kenyamanan
• Kram abdomen
• Nyeri tekan pada kuadran kanan
• Mialgia
• Atralgia
• Sakit kepala
• Gatal (pruritus)
g. Keamanan
• Demam
• Urtikaria
• Lesi makulopopuler
• Eritema
• Splenomegali
• Pembesaran nodus servikal posterior
h. Seksualitas
• Pola hidup / perilaku yang meningkatkan resiko terpajan

B. Diagnosa Keperawatan
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
hepatitis:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar
yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap
hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan
pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen, asites, penurunan ekspansi paru karena kehamilan.
7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular
dari agent virus

C. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2.
a. Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
b. Intervensi
1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan
tawarkan pagi paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan
menurunkan kapasitasnya.
3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak
sedap yang menurunkan nafsu makan.
4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan
pemasukan
5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi,
sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan
membebani hepar.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar
yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
a. Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis
kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)
b. Intervensi
1) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan
untuk intensitas nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh
karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada
individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih
efektif mengurangi nyeri.
2) Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
• Akui adanya nyeri
• Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan
bahwa ia mengalami nyeri
3) Berikan informasi akurat dan
• Jelaskan penyebab nyeri
• Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang
sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang
penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
4) Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek
hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk
mengurangi nyeri.
4. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi hepar.
a. Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi peningkatan suhu
b. Intervensi
1) Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
2) Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya
2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu
timbulnya dehidrasi
3) Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi
kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh
melalui penguapan
4) Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan
jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam
kulit.

5. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap


hepatitis
a. Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi kelelahan yang berlebihan
b. Intervensi
1) Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung
lebih tenang
2) Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga
metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit.
3) Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-
kemampuan dan minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang
sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang
kurang penting
4) Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu
puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan
keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang
dapat menimbulkan keletihan
5) Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap
asertif, teknik relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan


pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
a. Hasil yang diharapkan :
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
b. Intervensi
1) Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
 Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril,
lanolin)
 Keringkan kulit, jaringan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung
syaraf
2) Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan
dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan
sensitivitas melalui vasodilatasi
3) Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan
kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak
pruritus
4) Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru karena kehamilan.
a. Hasil yang diharapkan :
Pola nafas adekuat
b. Intervensi
1) Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi
cairan dalam abdomen
2) Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
3) Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma
dan meminimalkan ukuran sekret
4) Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
5) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia

8. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular


dari agent virus
a. Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
b. Intervensi
1) Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk
menangani semua cairan tubuh
• Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen
• Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
• Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat,
jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis
2) Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh
dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang
terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi
infeksius dan mencegah transmisi penyakit
3) Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan
pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi
infeksi
4) Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan
yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan
kemungkinan orang lain terinfeksi
D. Evaluasi
1. Kebutahan nutrisi terpenuhi
2. Rasa nyeri hilang atau berkurang
3. Suhu tubuh dalam batas normal
4. Kien menunjukan kekuatan untuk melakukan ADL
5. Tidak terjadi gangguan integritas kulit
6. Pola nafas efektif
7. Terjadi penurunan risiko transmisi infeksi

Anda mungkin juga menyukai