Bahasa Cuy
Bahasa Cuy
DOSEN PENGAMPU :
Prof. Rustam Effendi, M.Pd., Ph.D.
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
KELAS 3D
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia SD 1 untuk membuat
makalah tentang “ Perkembangan Pemerolehan Bahasa Anak ”.
Makalah ini telah kami buat dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan
bantuan dari pihak anggota kelompok sehingga dapat membuat dan menyelesaikan
makalah ini. Untuk itu kami banyak mengucapakn terima kasih kepada pihak yang
telah membantu dalam hal pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunanan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan di
dalamnya, dari segi bahasa maupun kalimat yang kurang sempurna. Oleh karena itu
kami meminta kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat yang berguna bagi para pembaca.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2
A. Perkembangan Bahasa Pada Anak............................................................2
1. Tahap Perkembangan Kata dan Kalimat Pada Anak...........................2
2. Hakikat Perkembangan Bahasa............................................................3
3. Perkembangan Pragmatik.....................................................................8
4. Perkembangan Semantik dan Proses Kognitif.....................................10
5. Perkembangan Morfologis dan Sintaktik.............................................12
6. Perkembangan Fonologis.....................................................................13
7. Perkembangan Membaca dan Menulis................................................14
B. Pemerolehan Bahasa Anak.......................................................................16
1. Pengaruh Pembelajaran Pada Urutan Pemerolehan Bahasa................16
2. Pengaruh Pembelajaran Pada Proses Pemerolehan Bahasa.................17
3. Pengaruh Pemebelajaran Pada Kecepatan Pemerolehan Bahasa.........17
BAB III PENUTUP..............................................................................................18
A. Kesimpulan...............................................................................................18
B. Saran.........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa seseorang
dapat berinteraksi dengan orang lain. Dengan bahasa maka akan terjadi hubungan
timbal balik antara seseorang dengan orang lain. Manusia hidup dalam suatu
lingkungan masyarakat. Karena dalam kehidupan manusia selalu membutuhkan
orang lain. Seseorang akan mengerti apa yang dimaksudkan oleh mitra tutur
dengan bahasa yang digunakan. Sehingga pesan atau informasi yang dapat
tersampaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Bahasa Pada Anak?
2. Bagaimana Pemerolehan Bahasa Pada Anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Bagaimana Perkembangan Bahasa Pada Anak
2. Mengetahui Bagaimana Perkembangan Bahasa Pada Anak
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Bahasa Anak
Kalimat satu kata yang lazim disebut ucapan holofrasis oleh banyak
pakar dapat dianggap bukan sebagai kalimat, karena maknanya sukar
diprediksikan. Kalimat bagi mereka dalam pemerolehan sintaksis baru dimulai
kalau anak itu sudah dapat menggabungkan dua buah kata (Iebih kurang
ketika berusia dua tahun). Kata-kata yang dapat diucapkan oleh kanak-kanak
itu, sebagai ujaran kalimat, biasanya berupa kata-kata satu suku atau dua suku
kata berupa rangkaian VK, KV, atau KVKV (am, ta, baba). Owens (2004) .
2
1.3 Kalimat Dua Kata
Kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua buah kata,
sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata. Dalam menggabungkan kata, anak
mengikuti urutan kata yang terdapat pada bahasa orang dewasa. Urutan dua
kata itu seperti dilaporkan Bloom (1993) dan Brown (2003), sebagai berikut:
setelah penguasaan kalimat dua kata mencapai tahap tertentu, maka
berkembanglah penyusunan kalimat yang terdiri dari tiga buah kata. Menurut
Brown (2003) konstruksi kalimat tiga kata ini sebenarnya merupakan hasil
dari penggabungan atau perluasan dari konstruksi dua kata sebelumnya yang
digabungkan. Misalnya, konstruksi adik minum digabungkan menjadi
konstruksi adik minum susu.
3
Bayi mulai memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari satu
tahun, sebelum dapat mengucapkan suatu kata. Mereka memperhatikan muka
orang dewasa dan menanggapi orang dewasa, meskipun tentu saja belum
menggunakan bahasa dalam arti yang sebenarnya. Mereka juga dapat
membedakan beberapa ucapan orang dewasa (Eimas, lewat Gleason, 1985:2)
4
memahami kosakata lebih banyak. Mereka dapat bergurau, bertengkar, dengan
teman temannya dan berbicara dengan sopan dengan orang tua dan guru
mereka
5
Piaget yakin bahwa perkembangan kognitig anak mendahului perkembangab
bahasanya.
1. lahir - 2 tahun •Periode sensorimotor Anak • Fase fonologis Anak bermain dengan
6
3 lahir 2-7 tahun •Periode Praoprasional Anak •Fase sintatik
logis.
3. lahir 7-11 tahun • Periode Operasional anak dapat •Fase semantik Anak dapat
7
Membaca dan menulis memerlukan perubahan pokok dalam
penggunaan bahasa. Bahasa buku atau teks menjadi lebih penting daripada
bahasa untuk hubungan sosial dan hubungan antar pribadi. Anak dituntut
dapat menggunakan kata-kata dengan makna yang tepat. Anak-anak Indonesia
yang kebanyakan mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua
mungkin tidak mudah menghadapi hal ini.
3. Perkembangan Pragmatik
Perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa merupakan hal yang paling
penting dalam bidang pertumbuhan bahasa pada periode usia sekolah. Selama
periode usia sekolah, proses kognitif meningkat sehingga memungkinkan anak
menjadi komikator yang lebih efektif. Apabila anak telah memperoleh struktur
bahasa yang lebih banyak, dia dapat lebih berkonsentrasi pada pendengar.
Anak-anak mulai mengenal adanya berbagai pandangan mengenai suatu topik.
Mereka dapat mendeskripsikan sesuatu, tetapi deskripsi yang mereka buat lebih
bersifat personal dan tidak mempertimbangkan makna informasi yang
disampaikannya bagi pendengar. Informasi tersebut biasanya tidak selalu benar,
karena tercampur dengan hal-hal yang ada dalam khayalannya (Owens, 1992:
358).
3.1 Kemampuan Membuat Cerita
Anak-anak berumur lima dan enam tahun menghasilkan berbagai macam
cerita. Cerita-cerita anekdot yang paling banyak mereka hasilkan. Isinya
tentang hal-hal yang terjadi di rumah mereka masing-masing dan di
masyarakat sekitarnya.cerita-cerita tersebut mencerminkan kelompok sosial
budaya dan suasana yang berbeda-beda. Meskipun setiap masyarakat
memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mendengar dan menghasilkan
empat macam cerita, namun sebaran, frekuensi, dan pengembangannya
berbeda-beda. Keempat jenis cerita tersebut ialah cerita pengalaman bersama
orang lain atau tentang yang dibaca, penjelasan tentang kejadian, cerita
tentang pengalaman sendiri, dan cerita fiksi (Owens, 1992: 359).
8
Kemampuan membuat cerita tersebut seharusnya sudah diperkenalkan
kepada anak sejak anak memasuki usia prasekolah. Dengan demikian anak
pada saat memasuki usia sekolah dasar, anak-anak tidak asing lagi dengan
jenis cerita dan mengembangkan kemampuan verbal anak-anak agar menjadi
semakin baik.
3.2 Perkembangan Kemampuan Membuat Cerita
Anak-anak berumur enam tahun sudah dapat bercerita sederhana tentang
acara televisi atau film yang mereka lihat. Kemampuan ini selanjutnya
berkembang secara teratur, sedikit demi sedikit.
Pada usia tujuh tahun anak-anak mulai dapat membuat cerita yang agak
padu. Mereka sudah mulai dengan mengemukakan masalah, rencana untuk
mengatasi masalah, dan penyelesaian masalah tersebut, meskipun belum
jelas siapa yang melakukannya.
Pada umur delapan tahun anak-anak menggunakan penanda awal dan
akhir cerita, misalnya “Akhirnya mereka hidup bahagia. Kemampuan
membuat alur cerita yang agak jelas baru mulai diperoleh oleh anak-anak
pada usia lebih dari delapan tahun.
3.1 Perbedaan Bahasa Anak Laki-laki dan Perempuan
Pada waktu duduk di kelas-kelas rendah sekolah dasar, bahasa anak
laki-laki dan perempuan mulai mencerminkan perbedaan. Perbedaan ini
dapat dilihat pada kosakata yang digunakan dan gaya bercerita.
3.1 Penggunaan Kosakata
Pada umumnya penggunaan kosakata pada anak perempuan lebih banyak
dan lebih tertata. Sedangkan anak laki-laki penggunaan kosakatanya lebih
sedikit.
3.3 Gaya Bercerita
Perempuan cenderung menggunakan cara-cara tidak langsung dalam
meminta peretujuan dan lebih banyak mendengarkan, sedangkan laki-laki
cenderung memberitahu. Perempuan menganggap perannya dalam
percakapan adalah sebagai fasilitator, sedangkan laki-laki sebagai pemberi
informasi.
9
Anak laki-laki biasanya kurang banyak berbicara dan lebih banyak
berbuat. Sedangkan anak perempuan biasanya banyak bicara seperti bercerita
kepada teman akrabnya.
10
4.2 Bahasa Figuratif
Anak usia sekolah juga mengembangkan bahasa figuratif yang
memungkinkan penggunaan bahasasecara benar-benar. Yang termasuk jenis
bahasa figuratif ialah ungkapan, metafora, kiasan, dan peribahasa. Ungkapan
adalah pernyataan pendek yang telah digunakan bertahun-tahun dan tidak
dapat dianalisis secara gramatikal.
Rumah makan
Kamar kecil
Makan hati
Kepala batu
Bahasa figuratif lebih mudah dipahami dalam konteks dari pada secara
terpisah oleh anak adolesen. Makna bahasa figuratif disimpulkan oleh anak
dari penggunaan yang berulang-ulang dapam konteks yang berbeda-beda.
11
5. Perkembangan Morfologis dan Sintaktik
Ada tiga jenis bentuk pasif : (1) dapat dibalik, (2) tidak dapat dibalik
yang pelakunya berupa instrumen, dan (3) tisak dapat dibalik yang
pelakunya berupa manusia. Bentuk pasid yang sapat dibalik artinya
onjeknya dapat dijadikan subjek dan sebaliknya. Contoh "ani dikejar Amir",
dapat dibalik "Amir dikejar Ani" contoh bentuk pasif yang kedua " mangga
dilempar dengan batu" tidak mungkin dibalik "batu dilempar dengan mangga"
sedangkan contoh bentuk pasif yang ketiga "Buku saya dipinjam olwh Jono"
kalimat ini tidak mungkin di balik " Jono dipinjam oleh buku saya".
12
pada awal kalimat ini mulai jarang muncul. Kata penghubung yang
menghubungkan klausa mulai sering digunakan pada umur 12 tahun. Yang
paling banyak digunakan adalah kata penghubung "karena" , "jika", dan
"supaya".
6. Perkembangan Fonologis
13
Sebelum usia prasekolah, anak juga mempelajari konteks perubahan
vokal. Contoh: bunyi o pada toko berbeda dengan o pada tokoh, u pada paru
berbeda dengan u pada paruh. Demikian juga bunyi i pada gandi berbeda
dengan i pada gandik.
a. Perkembangan membaca
Ada beberapa fase perkembangan membaca. Dalam fase pramembaca,
yang terjadi sebelum umur 6 tahun, anak-anak mempelajri perbdeaan huruf
dan perbedaan angka yang satu dengan yang lainnya, sehingga kemudian
dapat mengenal setiap huruf dan setiap angka. Kebanyakan anakdapat
mengenal nama mereka jika ditulis. Biasanya, dengan lewat lingkungan
misalnya tanda-tanda dan nama benda yang dilihatnya, kata-kata yang
dikenalnya sedikit demi sedikit akan lepas dari konteksnya sehingga akhirnya
anak dapat mengenal kata-kata tersebut dalam bentuk tulisan. Kira-kira 60%
dari anak-anak berumur 3 tahun dan 80% dari yang berumur 4 dan 5 tahun di
Amerika mengenal kata staf (Goodman, lewat Owens, 1992: 400).
Pada fase ke-1, yaitu sampai dengan kira-kira kelas dua, anak
memusatkan pada kata-kata lepas dalam cerita sederhana. Supaya dapat
membaca, anak perlu mengetahui system tulisan, cara mencapai kelancaran
membaca, terbebas dari kesalahan membaca. Untuk itu anak dapat
mengintegrasikan bunyi dan sistem tulisan.
Pada umur 7 atau 8 kebanyakan anak memperoleh pengetahuan
tentang huruf, suku kata dan kata yang diperlukan untuk dapat membaca.
Pengetahuan ini dalam kebanyakan Negara banyak yang diperoleh di sekolah.
Pada fase ke-2, kira-kira ketika berada di kelas tiga dan empat, anak
dapat menganalisis kata-kata yang tidak diketahuinya menggunakan pola
tulisan dan kesimpulan yang didasarkan konteksnya. Pada fase ke-3, dari kelas
empat sampai dengan kelas dua SLTP tampak adanya perkembangan pesat
dalam membaca yaitu membaca tidak lagi pada pengenalan tulisan tetapi pada
pemahaman. Pada fase ke-4, yakni akhir SLTP sampai dengan SLTA, remaja
menggunakan keterampilan tingkat tinggi misalnya inferensi (penyimpulan)
dan pengenalan pandangan penulis untuk meningkatkan pemahaman.
Akhirnya pada fase ke-5, tingkat perguruan tinggi dan seterusnya, atau orang
14
dewasa dapat mengintegrasikan hal-hal yang dibaca dengan pengetahuan yang
dimilikinya dan menanggapi secara kritis materi bacaan (Owens,
1992:400-401).
b. Perkembangan Menulis
Ada kesejajaran anatar perkembangan kemampuan membaca dan
menulis. Pada umumnya penulis yang baik adalah pembaca yang baik,
demikian juga sebaliknya. Proses menulis dekat dengan menggambar dalam
hal keduanya mewakili symbol tertentu. Namun, menulis berbeda dengan
menggambar, dan hal diketahui oleh anak ketika berumur sekitar 3 tahun
(Gibson dan Levin, lewat Owens, 1992:403).
Anak-anak mulai dengan menggambar, kemudian menulis “cakar
ayam”, barulah membuat bentuk-bentuk huruf. Mula-mula anak sekolah
menulis, meskipun ia tidak mengetahui nama-nama huruf. Kata-kata yang
dikenalnya dengan baik, misalnya namanya sendiri menolong anak belajar
bahwa huruf yang berbeda melambangkan bunyi-bunyi yang berbeda.
Banyak kesalahan ejaan yang terjadi di kelas-kelas rendah sekolah
dasar yang bersifat fonologis, yakni berupa penghilanhan, penggantian, atau
penambahan fonem khususnya pada bunyi klaster, dan penggantian bunyi
berdasarkan persamaan fonologis (misalnya bawa diganti pawa).
Anak-anak kelas 1 dan 2 (kelas-kelas rendah sekolah dasar) belum
memperhatikan pembaca, masih bersifat egosentrik. Kira-kira ketika berada di
kelas 3 atau 4 barulah terjadi perubahan. Mereka mulai memperhatikan reaksi
pembaca. Mereka mulai merevisi dan menyunting tulisannya (Bertlett, lewat
Owens, 1992:406). Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan sintaktik (tata
kalimat) yang mereka kuasai. Pada umumnya pada periode usia sekolah terjadi
perkembangan kemampuan menggunakan kalimat dengan lengkap baik secara
lisan maupun tertulis. Terjadi pula penimgkatan penggunaaan klausa dan frase
yang kompleks serta penggunaan kalimat yang bervariasi.
15
B. Pemerolehan Bahasa Anak
Pada bagian ini yang dimaksudkan dengan pemerolehan bahasa adalah bahasa
Indonesia yang bagi kebanyakan anak Indonesia merupakan bahasa kedua.
Beberapa pakar meyatakan bahwa perkembangan bahasa kedua anak yang
diperoleh dari pembelajaran tidak berbeda secara signifikan (berarti) dengan
diperoleh secara alami. Baik pemerolehan bahasa lewat pembelajaran maupun
yang secara alami memiliki proses dan urutan yang sama. Selanjutnya beberapa
penulis tentang pengajaran bahasa telah menganjurkan agar diupayakan
pengalaman belajar bahasa yang alami di sekolah, dan menghilangkan penilaian
structural, yang difokuskan pada pembentulan kesalahan bentuk bahasa (Freeman
dan Long, 1991:299).
16
dipelajari. Hasilnya mendukung hasil penelitian sebelumnya, yakni
menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara morfem oleh pembelajar
bahasa kedua dalam ketiga konteks tersebut. Pica menyimpulkan bahwa
pembelajaran bahasa kedua di sekolah mempunyai pengaruh yang terbesar
dalam pemerolehan bahasa (Freeman dan Long, 1991: 309).
Selanjutnya dengan menganalisis kesalahan yang dilakukan ketiga
kelompok tersebut, pica menemukan bahwa kelompok pembelajar yang tidak
pernah menerima pembelajaran secara formal disekolah cenderung
menghilangkan morfem, misalnya morfem /-ing/ dan /-s/.
Manfaat yang dapat ditarik dari hasil penelitian tersebut dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, khususnya bagi anak-anak di kelas
rendah ialah perlu diingat jangan sampai pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah menekankan pada penggunaan kaidah semata. Pemerolehan bahasa
yang mendekati pemerolehan bahasa yang alami perlu diusahakan. Caranya
dengan menggunakan konteks-konteks berbahasa yang sebenarnya, yang dekat
dengan kehidupan anak. Misalnya saja dimunculkan topic-topik “menjaga
adik”, “membantu ayah dan ibu”, “mengatur peralatan belajar”, dan
sebagainya.
3. Pengaruh Pembelajaran pada Kecepatan Pemerolehan Bahasa
Long (1983) lewat Freeman dan Long (1991) mengkaji sebelas hasil
penelitian tentang capaian belajar bahasa kedua, yang menggunakan tiga
kelompok belajar yaitu yang memperoleh pembelajaran saja, yang
memperoleh pembelajaran dan juga berada dalam lingkungan yang
menggunaka bahasa yang dipelajari, dan yang memperoleh bahasa secara
alami tanpa pembelajaran di sekolah. Ia menemukan, enam penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak yang menerima pembelajaran bahasa di
sekolah mengalami perkembangan pemerolehan bahasa lebih cepat.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang
anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa anak dimulai dari
lingkungannya terutama lingkungan keluarga, ini disebut pemerolehan bahasa
pertama yang terjadi dalam kehidupan awal anak. Anak-anak dalam proses
pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4 strategi, yaitu imitasi,
produktivitas, umpan balik dan prinsip operasi. Sedangkan pemerolehan bahasa
kedua dimaknai saat seseorang memperoleh bahasa lain setelah terlebih dahulu ia
menguasai sampai batas tertentu bahasa ibu (bahasa pertama).
Setiap anak mempunyai language acquisition device (LAD), yaitu kemampuan
alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-anak merupakan
periode yang penting untuk belajar bahasa. Jika pengenalan bahasa tidak terjadi
sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa
yang baik akan dialami seumur hidup.
B. Saran
Sebagai calon pendidik, mahasiswa diharapkan benar-benar memahami materi
pemerolehan dan perkembangan bahasa anak. Karena materi ini akan memberikan
wawasan kepada mahasiswa tentan bagaimana sesungguhnya cara anak-anak
belajar bahasa dan sejak kapan anakanak mulai belajar bahasa. Pemahaman yang
baik mengenai hal itu, tentu akan memudahkan mahasiswa untuk menciptakan
suasana pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai dengan ssituasi, kebiasaan,
dan strategi belajar bahasa anak yan memungkinkannya menguasai bahasa dengan
baik dan benar.
18
DAFTAR PUSTAKA
19