Anda di halaman 1dari 33

ASIMILASI BUNYI PADA SEORANG ANAK

USIA 2,5 TAHUN: SUATU ANCANGAN


PSIKOLINGUISTIK

OLEH :
JUTIA LARASATI
MURSALATI URVA MADANI
RANI SAHFITRI
REVENSYAH SIHOMBING
SITI RAHMADHANI SIREGAR

KELAS : REGULER - E

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN, 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan Rahmat dan Karunia – Nya dalam penyusunan Laporan Mini Riset,
oleh Mahasiswa Universitas Negeri Medan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia dapat
terlaksana dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mara
Untung Ritonga selaku dosen pembimbing dalam penyelesaian Laporan Mini Riset
ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam laporan ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Walaupun demikian, kami telah
berusaha semaksimal mungkin untuk mendekati kebenarannya. Kami berharap
semoga laporan yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kami juga
mengharapkan kritik dan saran agar kami dapat memperbaiki untuk laporan yang
berikutnya.

Medan, November 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 3
C. Batasan Masalah ............................................................................................... 3
D. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3
F. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pemerolehan Fonologi .................................................................................... 5
B. Keuniversalan dan Pemerolehan Bunyi .......................................................... 5
C. Teori Kontras dan Proses ................................................................................ 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ........................................................................................... 13
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 13
C. Subjek Penelitian ............................................................................................ 13
D. Prosedur Penelitian ......................................................................................... 14
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 14
F. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ................................................................................................................ 16
B. Pembahasan ..................................................................................................... 28
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................................... 28
B. Saran ............................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat bayi lahir ke dunia, menangis merupakan salah satu bentuk
komunikasi yang dapat dilakukan olehnya untuk pertama kali. Tangisan bayi
tersebut membuat kedua orang tuanya bahagia karena hal ini menunjukkan bahwa
keadaan bayi tersebut normal selain keadaan tubuhnya yang sempurna. Tangis
bayi selain mengandung arti yang dapat dikomunikasikan, menurut Kaswanti
(1990:101) tangis membantu si bayi untuk membiasakan diri dengan aliran udara
yang keluar masuk lewat rongga suara, dan juga untuk mengenali pola
pernafasannya yang berubah. Karena bunyi bahasa berasal dari larynx,
rangsangan awal seperti itu sangatlah penting.
Pada saat bayi menangis itu maka pola pernafasan yang berubah akan
berkembang menjadi hembusan nafas panjang yang akan menghasilkan bunyi
bahasa. Selanjutnya bayi itu akan mengalami masa pertumbuhan dari waktu ke
waktu dan tumbuh menjadi seorang anak. Namun pada saat pertumbuhannya itu
pun bayi sudah mulai mengeluarkan bunyi-bunyi mulai usia 2-3 bulan seperti
bunyi konsonan velar yang mirip [s] dan bunyi letupan velar yang mirip dengan
[k] dan [g] (Kaswanti, 1990 :108). Proses ini terus berkembang sampai akhirnya
anak dapat mengeluarkan satu kata, dua kata, tiga kata dan akhirnya satu kalimat.
Tahap-tahap ini disebut dengan pemerolehan bahasa.
Tahap-tahap dalam proses pemerolehan bahasa pada seorang anak
merupakan suatu hal yang menarik. Oleh karena itu para pakar linguistik tertarik
untuk meneliti tentang pemerolehan bahasa tersebut, maka sejak dahulu sampai
sekarang sudah banyak penelitian tentang pemerolehan bahasa. Kajian
pemerolehan bahasa ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui bagaimana
cara otak manusia itu bekerja. Menurut Chomsky dalam Dardjowidjoyo (2000:19)
bahwa manusia mempunyai apa yang dia namakan faculties of the mind, yakni
semacam kapling-kapling intelektual (dan abstrak) dalam benak/otak mereka.

1
Diantara kapling tersebut diperuntukkan untuk penggunaan dan pemerolehan
bahasa.
(Firmansyah, 2018) Kajian bahasa yang terjadi didalam bidak fonologi
merupakan kesalaha berbahasan dalam tataran pengucapan suatu makna atau arti
yang sesungguhnya, yang apabila diucapkan oleh anak usia kisaran 2-3 tahun
akan menjadi makna atau bunyi yang berbeda dalam segi pengucapannya. Tetapi
jika dilihat dari segi arti sama saja akan tetapi bunyi yang disampaikan berbeda
dari kata sebenarnya, namun makna yang dimiliki tetapsama.
Anak usia 2-3 tahun masih sulit dalam mengucapkan fonem-fomen,
seperti, fonem “R”, “S”, dan “L”. Seperti kata “LAGI”, biasanya anak usia 2-3
tahun belum bisa mengucapkan secara jelas. Fonem “L” biasanya mereka (anak)
mengganti dengan fonem “A” yang asal katanya “LAGI” menjadi “AGIH”, ada
penambahan fonem “H” dibelakan fonem “I” , lalu kata “RAMBUT”, mereka
biasanya mengucapkan dengan kata “AMBUT” bisa terlihat bahwa ada
penghilangan fonem “R” dan haya menyebutkan dari fonem “A” saja dan fonem
“R” dihilangkan begitu saja , selanjutnya kata “SUSU” mereka (anak) biasanya
mengucapkan dengan kata “CUCU” ada penghilangan dan pergantian fonem “S”,
menjadi fonem “C”. Tidak bisa dipungkiri bahwa anak usia 2-3 tahun masih
banyak mengalami kesalah berbahasa walaupun mereka (anak) memang pada
dasarnya belum pasih dalam mengucapkan kata-kata, atau fonem-fomen yang
sulit bagi mereka. Oleh karena itu disini peneliti mencoba menganalisis kesalah
berbahasa pada anak usia 2-3 tahun dilihat dalam tatanan fonologi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan berbahasa
pada anak usia 2-3 tahun serta kata-kata apa saja yang menjadi kesalahan
pengucapan bahasa itu sendiri. Desain penelitian yang dilakukan adalah: (1) tahap
awal adalah tahap persiapan untuk mengidentifikasi dan pencarian studi pustaka
khususnya dengan referensi jurnal terkait. (2) setelah masalah teridentifikasi dan
dasar-dasar studi pustaka terkumpul, tahap berikutnya mengadakan pengumpulan
data dengan observasi langsung atau pengamatan. (3) setelah terkumpul, dicatat,
didokumentasikan, lalu dianalisis dengan memanfaatkan sumber yang ada. (4)

2
mengevaluasi untuk mendapatkan data hasil observasi untuk dijadikan hasil
penelitian.

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana proses pemerolehan fonologi anak usia 2,5 tahun ditinjau dari
sudut teori pemerolehan fonologi?
2. Apa yang menyebabkan kesalahan berbahasa asimilasi pada anak dalam
bidang tataran fonologi?
3. Apa saja kata-kata yang menjadi kesalaan pengucapan kata-kata anak usia
2,5 tahun?

C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna dan
mendalam maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat
perlu dibatasi variabelnya. Oleh sebab itu penulis membatasi hanya berkaitan
dengan pemerolehan bahasa anak dan kesalahan berbahasa asimilasi.

D. Rumusan masalah

1. Bagaimana proses pemerolehan fonologi anak pada usia 2,5 tahun ditinjau
dari sudut teori pemerolehan fonologi?
2. Apa saja kata-kata yang menjadi kesalaan pengucapan kata-kata anak usia
2,5 tahun?

E. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dibuat, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan proses pemerolehan bahasa anak dalam bidang
tataran fonologi.

3
2. Untuk menganalisis kata-kata yang menjadi kesalahan pengucapan kata-kata
anak usia 2.5 tahun.

F. Manfaat
Dari penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
mendeskripsikan proses pemrolehan bahasa anak pada tataran fonologi dan
menganalisis kata-ta yang menjadi kesalahan pengucapan kata-kata anak usia 2,5
tahun.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pemerolehan Fonologi
Salah satu distingtif karakteristik yang sangat menonjol pada manusia adalah
menggunakan bahasa. Salah satu bagian dari bahasa manusia yang menarik untuk
dipelajari adalah mengenai pengucapan; bunyi ujaran yang diartikulasikan dan
dirasakan oleh manusia dalam menggunakan bahasanya. Perkembangan sistem
fonologi anak-anak dimulai jika anak-anak dapat mengucapkan kata pertama dalam
bahasa yang benar yaitu untuk menyampaikan arti.
Dengan demikian pemerolehan sistem bunyi yang sebenarnya dimulai pada saat
anak-anak mengucapkan kata pertama untuk tujuan komunikasi ketika anak-anak
berusia kurang lebih 1 tahun (1;0).
Menurut Ingram (1987:420) dalam pemerolehan fonologi setiap individu
mempunyai variasi, yaitu : (1) variasi performance yang timbul berdasarkan
keturunan dalam bentuk pilihan yang berbeda atau kemampuan perbedaan tipe belajar
sehingga menentukan perbedaan diantara anak. (2) variasi lingkungan yang
disebabkan oleh perbedaan dalam input pada anak yang berbeda. (3) variasi linguistik
yang timbul dari sejumlah pilihan yang berbeda pada piranti pemerolehan bahasa
yang menyediakan pemerolehan terutama jenis struktur. Dengan demikian jenis
variasi individu dalam pemerolehan fonologi dipengaruhi berdasarkan ketiga variasi
tersebut.

B. Keuniversalan Dan Pemerolehan Bunyi


Jacobson dalam Dardjowidjojo(2000:21) mengemukakan adanya keuniversalan
dalam bunyi-bunyi bahasa itu sendiri serta urutan pemerolehannya. Anak
memperoleh bunyi-bunyi ini melalui suatu cara yang konsisten dan pemerolehan
bunyi pun berjalan serasi dengan kodrat bunyi itu sendiri. Bunyi pertama yang
dikeluarkan oleh anak adalah kontras antara vokal dan konsonan. Ada tiga vokal yang
sifatnya universal artinya ketiga bunyi vokal tersebut terdapat dalam bahasa manapun

5
(Jacobson, 1971:8-20) sebagaimana terlihat pada Gambar 1 sebagai berikut :

I U

A
Gambar 1. Sistem Vokal Minimal

Pada kenyataannya ada juga bahasa yang memiliki lebih dari tiga vokal tetapi
tidak ada bahasa yang memiliki kurang dari tiga vokal tersebut. Bahasa Indonesia
termasuk bahasa yang memiliki lebih dari tiga vokal yaitu [a i u o ε ∂ ‫] כ‬.
Jacobson (1971:7-20) mengemukakan bahwa konsonan kontras pertama yang
muncul yaitu oposisi antara oral dengan nasal ([p-t] – [m-n]) dan disusul oleh labial
dengan dental ([p]-[t]). Menurut fakta bahwa inventori bunyi-bunyi dapat saja
berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya tetapi hubungan sesama
bunyi itu sendiri mempunyai sifat universal. Hukum Solidaritas Tak-terbalikkan
Laws of Irreversible Solidarity dirumuskan sebagai berikut :
1. Jika suatu bahasa mempunyai konsonan hambat velar (velar stops), maka bahasa
tersebut tentu mempunyai konsonan hambat dental dan bilabial. Contoh : jika
bahasa X mempunyai [k]-[g], bahasa ini pasti mempunyai [t]-[d] dan [p]-[b].
2. Jika suatu bahasa mempunyai konsonan frikatif, bahasa tersebut pasti
mempunyai konsonan hambat. Contoh : jika bahasa X mempunyai [f]-[v], bahasa
ini pun pasti mempunyai [p-b], [t-d], [k-g].
3. Jika suatu bahasa mempunyai konsonan afrikat, bahasa tersebut tentu memiliki
konsonan frikatif dan konsonan hambat. Contoh : jika bahasa X mempunyai (ts]
dan [d ] bahasa ini pasti mempunyai [f-v], [t-d], [k-g].
Menurut hukum tersebut di atas perlu dipahami pula bahwa kebalikannya adalah
tidak benar. Dardjowidjoyo (2000:23) memvisualisasikan hukum Solidaritas Tak-
terbalikkan sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Pemerolehan bunyi itu ada urutannya.
Vokal minimal pasti akan diperoleh lebih awal daripada vokal-vokal lainnya.

6
Demikian pula halnya dengan konsonan yaitu konsonan hambat akan diperoleh lebih
dahulu daripada frikatif, dan frikatif diperoleh lebih awal daripada afrikat. Implikasi
lain menurut urutan tersebut bahwa anak tidak mungkin dapat menguasai afrikat atau
frikatif sebelum anak menguasai hambat velar.

Tabel 1. Urutan Pemerolehan Bunyi

Cara/Titik Labio-
Bilabial Dental Alveopalatal Velar Urutan
Artikulasi dental
Afrikat ts d 3
Frikatif f 2
v
Hambat p t k 1
b d g

Keterangan : tanda panah menunjukkan arah dan urutan pemerolehan bunyi tersebut
menguasai konsonan hambat. Bahkan dalam masing-masing kelompok ada pula
urutan pemerolehannya seperti, kontras antara bilabial [b] dengan dental [d] akan
dikuasai lebih awal daripada antara bilabial [b] dengan velar [g] atau dental [d]
dengan velar [g]; kontras antara bilabial-dental [b-d] diakuasai sebelum bunyi
alveopalatal [tsd]. Bunyi likuid dan glaid akan dikuasai oleh anak belakangan dan
bunyi gugus konsonan dikuasai lebih belakangan lagi.
Berdasarkan Tabel 1 terlihat juga bahwa pemerolehan bunyi pada anak dimulai
dari bunyi yang mudah menuju ke bunyi yang sukar. Hal ini dapat dikatakan bahwa
anak mengikuti kaidah yang disebut the Law of Efforts (kaidah Usaha Minimal).
Adapun ukuran mudah-sukarnya suatu bunyi berdasarkan pada cara artikulasinya
dan jumlah fitur distingtif yang terdapat pada masing-masing bunyi. Maka makin
sukar artikulasinya dan makin banyak fitur distingtifnya makin belakangan bunyi itu
untuk dikuasai oleh anak.

7
Adapun mengenai tingkat kerumitan suatu bunyi diukur berdasarkan jumlah
fitur-fitur yang dikeluarkan bunyi itu dalam satu sistem. Dengan demikian menurut
Jacobson dalam Simanjuntak (1987:27) mengemukakan bahwa bunyi yang diperoleh
anak bukan bunyi atau fon secara persendirian tetapi oposisi-oposisi fonemik (fitur-
fitur berkontras). Sistem fonologi anak selalu mempunyai struktur sendiri dan
mempunyai persamaan sistematik dengan sistem fonologi orang dewasa dalam
bentuk substitusi, dalam tiap tahap perkembangannya.

C. Teori Kontras Dan Proses


Teori pemerolehan fonologi ini telah diperkenalkan oleh David Ingram pada
tahun 1974, yaitu suatu teori yang menggabungkan bagian–bagian penting dari teori
Jacobson, teori Stampe, dan diselaraskan dengan teori perkembangan Piaget
(Simanjuntak, 1987). Menurut teori Jacobson anak-anak tidak mempelajari bunyi-
bunyi secara tersendiri melainkan mempelajari kontras-kontras di antara bunyi-bunyi
ini. Sebaliknya teori Stampe menekankan bahwa fonologi anak-anak sebagaimana
juga fonologi orang dewasa diatur oleh rumus-rumus. Sedangkan menurut Teori
Piaget perkembangan fonologi ini terjadi melalui asimilasi dan akomodasi yang terus
menerus mengubah struktur untuk menyesuaikan dengan kenyataan. Anak harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia tinggal agar dapat terus berkembang
dan hidup. Selanjutnya dalam perkembangan anak harus terus menerus mencapai
suatu keseimbangan di antara apa yang ia telah lakukan dengan apa yang baru dalam
lingkungannya.
Dengan demikian pemerolehan fonologi anak menurut teori Ingram berdasarkan
ketiga teori tersebut di atas bahwa anak memperoleh sistem fonologi orang dewasa
dengan cara menciptakan strukturnya sendiri dan akan merubah struktur ini apabila
pengetahuannya mengenai sistem orang dewasa semakin baik. Peristiwa ini dapat
digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut :

Kata orang dewasa Sistem Anak-anak Kata Anak-anak.

8
Misalnya anak menetapkan pola dasar KV sebagai struktur kata dasarnya. Maka
semua kata baru dari orang dewasa akan diasimilasikan dengan pola struktur ini.
Kemudian pada waktu yang bersamaan pula, anak mempelajari lebih banyak tentang
kata-kata yang diucapkan oleh orang dewasa, maka struktur sistem yang telah
diciptakannya akan disesuaikan untuk menyimpan kata-kata yang dikeluarkan oleh
orang dewasa tadi dengan menciptakan pola baru KVK.
Pada tahap selanjutnya terjadinya sistem anak-anak harus diketahui dengan cara
mempertimbangkan bagaimana anak-anak mengamati dan memproduksi ucapan-
ucapan. Oleh karena itu persepsi anak masih belum lengkap, maka pemerolehan
sistem anak-anak harus digambarkan sebagai berikut :

Kata orang dewasa Persepsi Organisasi


Produksi Kata anak-anak

Berdasarkan skema tersebut di atas menjelaskan bahwa satu uraian yang tepat
mengenai pemerolehan fonologi anak haruslah mampu menjelaskan ketiga tahap di
atas yaitu persepsi, organisasi, dan produksi. Anak selalu melakukan pemilihan kata.
Ha ini mencerminkan secara tidak langsung apa yang dapat diamati oleh anak.
Tahap-tahap pemerolehan fonologi menurut Ingram sesuai dengan tahap
perkembangan kognitif Piaget sebagai berikut :
1. Persepsi (belum produktif) terdiri dari :a) tahap vokalisasi praucapan (0;4-1;0)
ialah tahap sebelum kata-kata pertama muncul yang dimulai dengan mendekut,
membabel. b) tahap fonologi primitif (1;0-1;6) yaitu mulai muncul ucapan satu
kata dalam pemerolehan sintaksis.

2. Pengeluaran merupakan tahap proses yang aktif terutama dalam pemerolehan


rumus-rumus yang dimulai ketika berusia 1;6. Ada dua peristiwa penting yaitu (a)
terjadinya pertumbuhan perbendaharaan kata-kata yang tiba-tiba cepat dan (b)
munculnya ucapan-ucapan dua kata.

9
Membabel merupakan suatu bentuk latihan pada seorang bayi dan mempunyai
hubungan yang erat dengan seluruh proses pemerolehan fonologi untuk
mencerminkan kata-kata yang diucapkan oleh orang dewasa. Jadi membabel adalah
suatu latihan peniruan yang akan bergerak maju sampai vokalisasi spontan tercapai.
Pada tahap (2) pemerolehan fonologi tersebut di atas merupakan tahap
perkembangan fonologi yang cepat sekali. Namun pada tahap ini juga anak mulai
mengembangkan kemampuan persepsinya dan anak memperoleh satu daftar unsur
fonetik yang luas, mulai kehilangan beberapa jenis proses fonologi yang sederhana
serta mulai memperoleh satu sistem kontras fonologi. Menurut teori Ingram bahwa
teori Jacobson tidak seluruhnya benar misalnya Ingram menemukan bahwa diantara
konsonan yang pertama muncul terdapat juga konsonan dental dan konsonan frikatif.
Pemerolehan satu bunyi pada anak berlangsung secara perlahan-lahan. Anak selalu
berubah diantara ucapan yang benar dan yang tidak benar secara progresif sampai
ucapan orang dewasa tercapai.
Ingram dalam Fletcher (1979 : 135-140) mengemukakan proses-proses Fonologi
sebagai berikut :
1. Proses Substitusi ialah penggantian satu segmen oleh segmen lain. Proses ini terdiri
dari :
a. Stopping : bunyi konsonan frikatif diganti dengan bunyi konsonan stop.
Contoh : dalam bahasa Inggris, “sea” [ti:]; “sing” [tiŋ:]
b. Fronting : bunyi konsonan velar dan palatal diganti dengan bunyi konsonan
alveolar.
Contoh : dalam bahasa Inggris , “shoe” [zu’]; “shop” [za’p]
c. Gliding : bunyi-bunyi konsonan likuid ([l], [r]) diganti dengan bunyi glide [w] atau
[j].
Contoh : dalam bahasa Inggris, “lap” [[j ep] ; “ready” [wedi]
d. Vocalization : satu suku kata konsonan diganti dengan satu vokal (terutama terjadi
dalam bahasa Inggris).
Contoh : “apple” [apo]; “bottle” [babu]
e. Vowel neutralization : bunyi-bunyi vokal berubah menjadi vokal tengah.

10
Contoh : “back” [bat]; “hug” [had]

2. Proses Asimilasi yaitu kecenderungan untuk mengasimilasikan satu segmen


kepada segmen lain dalam suku kata. Proses-proses ini terdiri dari :
a. Penyuaraan : bunyi- bunyi konsonan cenderung disuarakan jika muncul di depan
satu vokal dan tidak disuarakan apabila muncul di akhir suku kata.
Contoh : “paper” [be:ba] ; “tiny” [daini]
b. Keharmonisan konsonan : bunyi-bunyi konsonan cenderung berasimilasi satu sama
lain dalam konteks K1 VK2 (X). Pola-pola yang sering muncul :
i. Asimilasi velar : konsonan-konsonan apikal cenderung berasimilasi dengan
konsonan velar yang berdekatan.
Contoh : “duck” [gΛk]; “tongue” [gΛŋ]
ii. Asimilasi bibir : konsonan-konsonan apikal cenderung berasimilasi dengan
konsonan bibir berdekatan.
Contoh : “tub” [bΛb]; “tape” [bejp]
iii. Denasalisasi : satu konsonan nasal akan didenasalisasikan jika muncul di
lingkungan satu konsonan tidak nasal.
Contoh (dalam bahasa Perancis) : “mouton” (biri-biri) [pot ] “malade” (sakit) [bala:d]
c. Asimilasi vokal progresif : satu vokal yang tidak mendapat tekanan suara
diasimilasikan kepada vokal yang mendapat tekanan suara yang muncul di depan atau
di belakangnya.
Contoh : “Bacon” [bú:du]; “hammer” [ha:ma]

3. Proses Struktur Suku Kata yaitu anak-anak cenderung menyederhanakan struktur


suku kata. Pada umumnya penyederhanaan suku kata ini berlaku ke arah suku kata
KV. Proses-proses ini terdiri dari :
a. Reduksi kelompok : satu kelompok konsonan direduksikan menjadi satu konsonan
saja.
Contoh : “play” [pe]; "train” [ten]

11
b. Penghapusan konsonan akhir : satu suku kata KVK dipendekkan menjadi KV
dengan menghapuskan konsonan akhir.
Contoh : “bike” [bai]; “more” [mΔ]
c. Penghapusan suku kata yang tidak mendapat tekanan suara : satu suku kata yang
tidak mendapat tekanan suara dihapuskan jika suku kata itu mendahului satu suku
kata yang mendapat tekanan suara.
Contoh : “banana” [nǽnΛ]; “potato” [dédo]
d. Reduplikasi : dalam kata panjang suku kata KV diulang.
Contoh : “cookie” [gege]; “water” [wawa]

12
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut Arikunto
(2007: 234) penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu,
tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu variabel, gejala, atau
keadaan. Dengan demikian, data yang diperoleh disajikan melalui ungkapan verbal
sehingga dapat menggambarkan sebagaimana kondisi yang sebenarnya. Hal tersebut
sejalan dengan Djajasudarma (1993: 15) yang mengatakan bahwa dalam penelitian
deskriptif, data yang dikumpulkan bukanlah angka, tetapi dapat berupa kata-kata atau
gambaran sesuatu. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap
apa yang sudah diteliti.
Deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat
alamiah itu sendiri. Data yang dikumpulkan dapat berasal antara lain dari naskah,
wawancara, catatan, lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi. Penelitian deskriptif
bertujuan mendeskripsikan hasil analisis dengan apa adanya. Kajian deskriptif
biasanya dilakukan terhadap struktur internal bahasa, yakni struktur bunyi (fonologi),
struktur kata (morfologi), struktur kalimat (sintaksis), struktur wacana, dan struktur
makna (semantik) (Chaer, 2007: 9).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini kami lakukan di rumah seorang anak berumur 2,5 tahun yang
beralamat di Jl. Kapten Rahmad Buddin Gg. Jambu Lingkungan 09 pada tanggal 19
September 2019.

C. Subjek Penelitian

13
Subjek penelitian ini adalah seorang anak bernama Salwa Amira Azhar berumur
2,5 tahun.

D. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah penelitian sebagai berikut :
1. Rekam pembicaraan dengan anak
2. Catat data hasil rekaman
3. Analisis data
4. Transkrip data
5. Membuat laporan

E. Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
simak. Metode simak merupakan cara peneliti untuk memperoleh data dengan cara
menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2005: 92).
Istilah menyimak, tidak hanya berkaitan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi
juga penggunaan bahasa secara tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang
berwujud teknik sadap, teknik catat, dan teknik rekam.
Teknik sadap adalah cara untuk mendapatkan data yang dilakukan dengan
menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang. Dalam penelitian ini
yang disadap adalah kosa kata bahasa yang diucapkan anak yang mengalami
kesalahan penggunaan fonem. Penyadapan kosa kata yang mengalami kesalahan
penggunaan fonem tersebut berdasarkan hasil rekaman dalam teknik rekam. Teknik
rekam dalam hal ini adalah rekaman percakapan dengan anak tersebut. Kemudian,
hasil dari rekaman yang telah disadap (kosa kata yang mengalami kesalahan
penggunaan fonem) dicatat catatan yang telah disiapkan.
Kegiatan ini termasuk dalam teknik catat. Teknik catat digunakan untuk
mempermudah peneliti menganalisis kosa kata-kosa kata yang mengalami kesalahan
penggunaan fonem berdasarkan bentuk-bentuk kesalahan fonemnya. Pengumpulan
data ini dilakukan selama 1 hari.

14
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Data yang
dikumpulkan bukanlah angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu
(Djajasudarma, 1993: 15). Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengumpulkan
informasi mengenai suatu fenomena secara objektif dan apa adanya. Analisis
deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk. Teknik analisis data
yang kami lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengolah kata-kata yang
diucapkan anak lalu ditranskripkan agar bisa dibaca oleh orang yang normal. Setelah
data dianalisis dan disajikan secara deskriptif, hasilnya ditinjau dari segi teoretis
untuk mengetahui mengapa demikian.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Dari hasil pengolahan dengan teknik analisis data deskriptif, maka diperoleh data
sebagai berikut :

Vokal [a] [ ati ] “roti”


[ ahil ] “akhir”

[i] [ ibo ] “ibro”


[ itan ] “ikan”
[ ijah ] “Zulkhaidjah”

[e] [ es kim ] “es krim”

Konsonan c [ cawa ] “ salwa”


[ cot ] “ shod”
t [ tantik ] “ cantik”
[ teyu ] “ telur”
b [ bobon ] “ bombon/ permen”
[ beyum ] “ belum”
s [ sibu ] “ seribu”
[ saban ] “ sya’ban”
[ sawal ] “ syawal”

16
[ sin ] “ syin”

n [ ntak ] “ mintak”
[ ndah ] “ udah”
m [ matan ] “ makan”
[ mpar ] “ lempar”
[ madan ] “ ramadhan”
l [ labiul ] “ rabiul”
d [ dil awal ] “ jumadil awal”
[ da ] “ dal “
J [ jal ] “ djal”
[ ja ] “ jai”
R [ ro ] “ ra’ ”
P [ pupuk ] “ kerupuk”

Berdasarkan table diatas menunjukkan bahwa perkembangan vocal tampaknya


mengikuti perkembangan teori universal seperti yang dinyatakan Jacobson yaitu
semua vocal sudah muncul pada pemerolehan fonologi anak.
No Ujaran Anak Bahasa yang Asimilasi Keterangan
Sebenarnya
1 Cawa Salwa [s] = [c] Kata yang
diucapkan oleh
Salwa terdapat
pergantian fonem
“S” menjadi “ c
”dan
penghilangan

17
[l] = [-] fonem “ l ” serta
perubahan bunyi
tetapi maknanya
masih bisa
dipahami.

2 Ibo Ibro [r] = [-] Kata yang


diucapkan oleh
Salwa terdapat
penghilang fonem
“ r “ serta
terjadinya
perubahan bunyi
tetapi masih bisa
dipahami.
3 Tantik Cantik [c] = [t] Kata yang
diucapkan oleh
Salwa terdapat
pergantian fonem
“ c ” menjadi “ t ”
dan terjadi
perubahan bunyi
tetapi masih bisa
dipahami
walaupun
pengucapannya
sedikit berbeda.
4 Bobon Bombon/ [m] = [-] Kata yang
permen diucapkan oleh

18
Salwa terdapat
penghilangan
fonem “ m ” dan
terjadi perubahan
bunyi tetapi
masih bisa
dipahami.
5 Sibu Seribu [e] = [-] Kata yang
diucapkan oleh
[r] = [-] Salwa terdapat
penghilangan
fonem “ e ” dan
“r” dan terjadi
perubahan bunyi
fonem tetapi
masih bisa
dipahami
walaupun sedikit
berbeda
pengucapannya.
6 Ntak Minta [m] = [-] Kata yang
[i] = [-] diucapkan oleh
[k] = [+] Salwa terdapat
penghilangan
fonem “ m ” dan
“I” dan terjadi
penambahan
fonem “ k ” dan
terjadi perubahan

19
bunyi tetapi
masihbisa
dipahami.
7 Beyum Belum [l] = [y] Kata yang
diucapkan oleh
Salwa terjadi
pergantian fonem
“l” menjadi “y”.
8 Itan Ikan [k] = [t] Kata yang
diucapkan oleh
Salwa terdapat
pergantian fonem
“k” menjadi “t”
9 Es kim Es krim [r] = [-] Kata yang
diucapkan oleh
Salwa terjadi
penghilang
fonem “r” .
10 Matan Makan [k] = [t] Kata yang
diucapkan oleh
Salwa terjadi
pergantian fonem
“k” menjadi “t”.
11 Mpa Lempar [l] = [-] Kata yang
[e] = [-] diucapkan oleh
[r] = [-] Salwa terjadi
penghilangan
fonem “l” dan
“e”. dan terjadi

20
perubahan bunyi
tetapi masih bisa
dipahami
walaupun sedikit
berbeda
pengucapannya.
12 Labiul Rabiul [r] = [l] Kata yang
diucapkan oleh
Salwa terjadi
pergantian fonem
“r” menjadi “l”.
13 Ahil Akhir [k] = [-] Kata yang
[r] = [l] diucapkan oleh
Salwa terjadi
penghilangan
fonem “k” dan
pergantian fonem
“r” menjadi “l”.
14 Dil awal Jumadil awal [j] = [-] Kata yang
[u] = [-] diucapkan oleh
[m] = [-] Salwa terjadi
[a] = [-] penghilangan
suku kata “juma”
.
15 Saban Sya’ban [y] = [-] Kata yang
diucapkan salwa
terjadi
pengurangan
fonem y.

21
16 Madan Ramadhan [r] = [-] Kata yang
[a] = [-] diucapkan salwa
[h] = [-] mengalami
pengurangan
suku kata “Ra”
dan fonem “h”.
17 Sawal Syawal [y] = [-] Kata yang
diucapkan oleh
salwa mengalami
penambahan
femon “y”
18 Ijah Zulkhoidjah [z] = [-] Kata yang
[u] = [-] diucapkan oleh
[l] = [-] salwa mengalami
[k] = [-] perubahan kata
[h] = [-] menjadi “Ijah”
[o] =[-]
[d] = [-]

19 Lijah Zulhijjah [z] =[-] Kata yang kata


[u] = [-] salwa mengalami
[d] = [-] perubahan dari
[h] =[-] “Zulidjah”
menjadi “ Lijah”.
20 Da Dal [l] = [-] Kata yang
diucapkan salwa
mengalami
penambahan
fonem “L”.

22
21 Ja Djal [d] =[-] Kata yang
[l] = [-] diucapkan salwa
mengalami
pengurangan
fonem “D”
22 Lo Ra [a] = [o] Kata ynag
[r] = [l] diucapkan salwa
mengalami
perubahan fonem
dari fonem “a”
menjadi “o”.
23 Ja Jai [i] = [-] Kata yang
diucapkan salwa
mengalam
pengurangan
fonem “I”.
24 Sin Syin [y] = [-] Kata yang
diucapkan salwa
mengalami
pengurangan
fonem “Y”.
25 Cot Shod [s] = [c] Kata yang
[h] = [-] ucapkan salwa
mengalami
perubahan kata
dari kata” sho”
menjadi “cot”.
26 Pupuk Kerupuk [k] = [-] Kata yang
[e] = [-] diucapkan salwa

23
[r] = [-] mengalami
[p] = ?????? perubahan kata “
kerupuk” menjadi
“pupuk”.
27 Yoh Loh [l] = [y] Kata yang
diucapkan oleh
salwa mengalami
perubahan fonem
“l” menjadi “y”.
28 Ndah Udah [u] = [n] Kata yang
diucapkan oleh
salwa mengalami
perubahan fonem
“n” menjadi “u”.
29 Teyu Telur [l] = [y] Kata yang
[r] = [-] diucapkan oleh
salwa mengalami
perubahan kata “
telur” menjadi “
teyur”, juga
mengalami
perubahan fonem
“l” menjadi “y”,
dan penghilangan
fonem “r”.

24
B. Pembahasan
Ditinjau dari segi fonologi fonem-fonem mana yang dikuasai oleh anak pada
awal pemerolehan fonologi ternyata berhubungan erat dengan perkembangan
neurofisiologi anak. Kemudian proses, tahap-tahap perkembangan, maupun unsur-
unsur bahasa yang sedikit demi sedikit dikuasai oleh anak terlihat sama di seluruh
dunia sehingga dikatakan bahwa pemerolehan bahasa itu bersifat universal.

Psikolinguistik dalam Pemerolehan Bahasa


Kata pemerolehan merupakan kata baru dalam bahasa Indonesia. Kata
pemerolehan tidak sama dengan perolehan. Kata pemerolehan mengacu kepada
proses, sedangkan kata perolehan mengacu kepada hasil. Jika dipadankan kata
pemerolehan ini identik dengan kata bahasa Inggris acquisition. Oleh sebab itu, frase
pemerolehan bahasa merupakan bentuk turunan dari language acquisition. Topik
tentang pemerolehan bahasa bukan merupakan topik yang menarik sebelum
berkembangnya ilmu yang disebut Psikolinguistik pada abad ke-XX.
Jadi, konsep tentang pemerolehan bahasa relatif jauh lebih muda usianya
dibandingkan dengan pembelajaran bahasa. Ada dua teori tentang pemerolehan
bahasa yaitu: (a) Teori aliran Behaviorisme Menyatakan bahwa perkembangan
bahasa anak-anak itu melalui penambahan sedikit demi sedikit. Jadi, seolah-olah
pemerolahan bahasa itu bersifat linear atau garis lurus. Makin hari makin bertambah
juga sampai akhirnya lengkap seperti bahasa orang dewasa. (b) Teori aliran
Rasionalisme Dinyatakan bahwa perkembangan bahasa anak itu mengikuti suatu pola
perkembangan tertentu. Setiap pola perkembangan bahasa itu mempunyai tata bahasa
sendiri-sendiri pula, yang mungkin saja tidak sama dengan tata bahasa orang dewasa
(tata bahasa yang sebenarnya). Pada setiap pola perkembangan bahasa berikutnya,
tata bahasa yang tidak benar itu secara berangsur diperbaikinya menuju tata bahasa
yang benar.
Sebagai contoh bahwa tata bahasa anak itu berbeda dengan tata bahasa orang
dewasa, sebagaimana penelitian Braine, yang dikutip oleh David Ingram (1989)
seperti contoh berikut:

25
Child : “want other one spoon, Daddy.”
Father : “you mean, you want the other spoon.”
Child : “yes, I want other the spoon, please, Daddy.”
Father : “can you say “the oder spoon”?
Child : “other… other.. spoon”
Father : “say... “other.”
Child : “other.”
Father : “spoon.”
Child : “spoon.”
Father : “other… spoon.”
Child : “other… spoon. Now give me the other one spoon.”
Pola-pola atau tingkat-tingkat perkembangan bahasa anak itu, yang biasa disebut
dengan tingkat pemerolehan bahasa. Tingkat pemerolehan bahasa yang ditemukan
pada penelitian ini terdapat seperti dibawah ini:
1. Masa Holofrase (1;0 - 2:0)
Masa holofrase yang berlangsung antara umur 1;0 sampai dengan 2;0. Pada masa
ini, anak-anak mengucapkan satu kata dengan maksud sebenarnya menyampaikan
sebuah kalimat. Saat seorang anak menyebutkan [cucu] [caca] [yaya] [mamma] [tata]
[nanna] yang kemungkinan berarti susu, kakak, saya, makan atau mama, kakak, yang
mana, maka maksud anak tersebut mungkin untuk menyampaikan sebuah kalimat
sepert ―saya ingin minum susu‖, ― mainan kakak‖, ―saya yang punya benda itu‖,
―saya ingin makan mama‖, ―saya ingin ikut kakak‖, ―yang mana kepunyaan saya‖.
Atau mungkin juga kalimat lain (tergantung pada konteks anak tersebut menunjuk
atau menginginkan sesuatu yang ada disekitarnya).
Perlu juga dicatat di sini, walaupun dikatakan bahwa masa holofrase anak
mengucapkan sebuah kata, namun tidaklah berarti bahwa kata-kata yang diucapkan
oleh anak itu memang sudah lengkap. Karena seperti yang kita fahami bahwa kata-
kata anak itu tentu belum bias seperti ucapan orang dewasa. Sejalan dengan
pernyataan Bambang Kaswanti Purwo menyebutkan bahwa dapat saja terjadi dalam
membabel itu anak mengucapkan kata-kata (mirip kata-kata yang tidak mempunya

26
makna. Misalnya, anak -anak mengucapkan kata konwkonw yang artinya kodok.
Kata konwkonw ini jelas tidak ada (mungkin dalam bahasa mana pun), namun anak
mencoba menggunakan anamatophea atau kata tiruan bunyi karena kodok
mengeluarkan bunyi kongkong dalam pendapatnya.
Pada masa ini anak sudah mulai mengucapkan dua buah kata. Pada awalnya
ucapan dengan dua buah kata ini mungkin saja gabungan dari dua buah holofrase
seperti [ma] dan [cucu] yang berarti ―mama sedang membuatkan susu buat saya‖.
Akhirnya barulah mengucapkan dua buah kata yang sebenarnya seperti [ju di] untuk
―yang itu, baju kepunyaan adik.‖

2. Masa Permulaan Tata Bahasa (2;6 – 3;0)


Pada Masa Permulaan Tata Bahasa anak mulai menggunakan bentuk-bentuk
bahasa yang lebih rumit, seperti penggunaan afiksasi. Kalimat-kalimat yang
diucapkan pada umumnya adalah kalimat-kalimat yang hanya berisi kata inti saja dan
tidak terdapat kata tugas. Jadi, kalimat kalimat yang mirip dengan kalimat telegram,
dan oleh karena itu bisa juga dinamakan telegraphic sentence (kalimat telegram).
Selain empat fase yang telah dikemukakan diatas, penulis juga mengkombinasikan 4
tahapan lanjutan yang seirama dengan perkembangan kognitif pada anak yang lebih
detii sesuai dengan temuan yang diperoleh mengenai proses linguistic yang terjadi
pada anak yang sesungguhnya berbeda-beda.

27
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan data pemerolehan fonologi
pada anak umur 2,5 tahun khususnya pada Salwa sebagai subjek penelitian.
Pemerolehan fonologi Salwa khususnya pada bunyi vokal sudah dikuasai semua
sesuai dengan teori Jacobson. Jadi ada beberapa bunyi bunyi konsonan yang sudah
mulai kedengaran baik apabila berada di awal kata, tengah, maupun akhir kata. Ada
juga yang muncul pada posisi tertentu saja dan bahkan ada juga yang bunyi konsonan
yang belum muncul sama sekali. Beberapa bunyi konsonan apabila berada di awal
kata mengalami penghapusan.
Ada pula bunyi konsonan yang letaknya berada di akhir kata tidak
dibunyikan. Hal ini sesuai dengan teori kontras dan proses (Ingram) yaitu terjadinya
proses penghapusan konsonan akhir. Selanjutnya ditemukan juga proses penghapusan
suku kata yang tidak mendapat tekanan suara (Teori Ingram). Adapula konsonan
yang mengalami proses substitusi menurut teori kontras dan proses (Teori Ingram).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa pemerolehan fonologi khususnya
bunyi vokal sudah dikuasai anak umur 2, khususnya Salwa yaitu [ a i u e o ].
Sedangkan bunyi konsonan yang sudah dikuasai oleh Salwa ada 14. Sedangkan bunyi
konsonan yang belum diperoleh yaitu [ f g r q v x z ].
Ada beberapa bunyi yang belum muncul, atau baru muncul secara parsial,
maka tentunya Salwa mengganti bunyi-bunyi tersebut dengan bunyi –bunyi yang
lain. Adanya proses penggantian ini bergerak dari satu bunyi ke bunyi yang lain
sesuai dengan kemampuan fisiologisnya. Proses ini mengikuti pola umum, yaitu
suatu bunyi diganti oleh bunyi yang lain yang secara fonetis berdekatan.
Pemerolehan fonologi ini berkaitan erat dengan pemerolehan leksikon. Dari
data yang diperoleh ada bunyi yang muncul karena meniru ucapan orang dewasa dan
ada juga bunyi yang muncul dari kata yang diperoleh setelah melihat bendanya.

28
Kemudian ada yang muncul secara spontan sesuai dengan situasi atau muncul karena
suatu kegiatan yang sering dilakukan oleh subjek sehingga subjek sudah pernah
mengalaminya.
Jadi dapat berlanjut atau tidaknya suatu bunyi untuk menjadi bagian dari
fonologi yang diterima anak memang ditentukan oleh masukan yang diterima oleh
anak. Masukan-masukan inilah yang dapat menentukan bahasa mana yang akhirnya
diperoleh oleh anak tersebut.

B. Saran
Setelah melakukan penelitian ini, peneliti menyarankan untuk menambah teori
jika subjek penelitian lebih dari satu.

29
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Dardjowidjojo. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nugraha, Via, dkk. 2018. Analisis Kesalahan Berbahasa pada Anak Usia 2-3 tahun
dilihat dari Tatanan Fonologi. Jurnal Parole. Volume 1 No.4.
Eviyanti, Evi, dkk. Pemerolehan Fonologi pada Anak Umur 2-3. Diakses pada 22
November 2019. 11:30.
Dardjowidjojo. 2000. Echa: Kisah Pemeroleham Bahasa Anak Indonesia. Jakarta:
Grasindo.

30

Anda mungkin juga menyukai