Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Persalinan Lama (Prolong)
2.1.1 Definisi Persalinan Lama (Prolong)
Persalinan lama atau sering disebut dengan persalinan distosia
merupakan persalinan abnormal. (Prawirohardjo, 2014). Partus lama
adalah persalinan dengan kemajuan sangat lambat dengan jumlah
waktu persalinan lebih dari 20 jam pada primipara dan 14 jam pada
multipara. (Oxorn, 2010).
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primipara dan lebih dari 14 jam pada multipara. Persalinan pada
primipara biasanya leboh lama 5-6 jam daripada multipara. Bila
persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi baik
terhadap ibu maupun terhadap janin, serta dapat meningkatkan angka
kematian ibu dan anak. (Mochtar,2012)
Pada umumnya batas-batas normal persalinan adalah :
Primipara, Mean : 13-14 jam
Median : 10,6 jam
Modus : 7 jam
Multipara, Mean : 8 jam
Median : 6 jam
Modus : 4 jam

2.1.2 Etiologi Persalinan Lama (Prolong)


Partus lama penyebabnya sangat komplek dan tentu saja tergantung
pada pengawasan pada masa kehamilan, pertolongan persalinan yang
baik, dan penatalaksanaannya. (Mochtar,2012)
Faktor-faktor penyebab partus lama antara lain :
1. Kelainan letak janin
2. Kelainan panggul
3. Kelainan his
4. Pimpinan persalinan yang salah
5. Janin besar
6. Adanya kelainan kongenital
7. Primi tua
8. Perut gantung atau grandemulti
9. Ketuban pecah dini
Penyebab prolong atau sering disebut dengan partus lama antara
lain yaitu kelainan his, kelainan janin, kelainan jalan lahir.
(Prawirohardjo, 2014).
1. Jenis Kelainanan His
Kelainan tenaga (kelainan his). His yang abnormal dalam
kekuatan maupun sifatnya menyebabkan jalannya
persalinanan menjadi terhambat dan persalinan menjadi macet.
1. Inersia uteri
Kelainan ini terletak pada kontraksi uterus yang
tidak terlampau kuat, lebih aman, singkat, dan jarang
dari biasanya. Keadaan umum ibu baik, ibu merasakan
nyeri tetapi tidak seberapa. Morbiditas ibu dan
mortalitas janin aman selama ketuban masih utuh dan
persalinan tidak berlangsung lama. Diagnose inersia
uteri paling sulit ditegakkan pada fase laten. Kontraksi
uterus disertai nyeri yang terjadi tidak menunjukkan
adanya pembukaan dan penipisan serviks maka hal
tersebut tidak bisa ditegakkan sebagai dasar utama
diagnose bahwa persalinan sudah dimulai.
2. His terlampau kuat
His yang terlampau kuat bukan merupakan
penyebab distosia atau persalinan lama. Tetapi his yang
terlampau kuat merupakan bagian dari subbab dari
kelainan his.
Persalinan yang terjadi kurang dari 3 jam atau sering
disebut partus presipitatus yang ditandai dengan his yang normal,
tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya terletak pada
kekuatan his. Akibat dari partus precipitatus yaitu bagi ibu akan
mengalami perlukaan luas pada jalan lahir. Bayi bisa mengalami
perdarahan didalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami
tekanan yang kuat. (Prawirohardjo,2014)
a. Incoordinate uterine action
Tonus otot uterus meningkat diluar his, dan kontraksinya
tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi
kontrasksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah yang menyebabkan his
tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.(Prawiroharjo,2014)
1. Kelainanan janin. Persalinan macet dapat terjadi apabila bentuk
atauletak janin yang tidak sesuai.
2. Kelainanan jalan lahir. Kelainan bentuk atau ukuran jalan lahir yang
tidak sesuai juga dapat menghambat proses persalinan sehingga
persalinan bisa macet. (Prawirohardjo,2014)
3. Kelainanan Kala I
a. Fase laten memanjang
Menurut Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase
laten berkepanjangan apabila lama fase ini lebih lama dari 20 jam
pada nulipara dan 14 jam pada multipara. Kedua patokan ini adalah
persentil ke-95. Dalam laporan sebelumnya, Friedman menyajikan
data mengenai durasi fase laten pada nulipara. Durasi rata-ratanya
8,6 jam(+2 SD 20,6 jam) dan rentangnya dari 1 sampai 44 jam.
Dengan demikian, lama fase laten sebesar 20 jam pada ibu nulipara
dan 14 jam pada ibu multipara mencerminkan nilai maksimum
secara statistic. (Prawirohardjo,2014)
b. Fase aktif memanjang
Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk
persalinan pada nulipara adalah 1,2 cm/ jam atau penurunan kurang
dari 1 cm/jam, maka kecepatan normal minimum 1,5 cm/jam.
Secara spesifik ibu nulipara yang masuk fase aktif pembukaan 3-4
cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8-10 cm dalam 3-4
jam. Untuk multipara kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per
jam atau penurunan kurang dari 2 cm/jam. (Prawirohardjo,2014)
c. Penurunan kepala janin pada persalinan aktif
Tidak masuknya kepala janin pada permulaan persalinan,
walaupun secara statistic merupakan faktor resiko untuk
distosia,seharusnya tidak dianggap pasti mengisyaratkan adanya
disporposi sefalopelvik. Hal ini terutama berlaku untuk ibu
multipara karena penurunan kepala janin saat persalinan biasanya
terjadi relative belakangan. (Prawirohardjo,2014)
4. Kelainanan Kala II
a. Kala Dua
Tahap ini dimulai dari pembukaan lengkap dan berakhir
saat janin lahir. Pada ibu nulipara duranyinya 50 menit pada ibu
multipara durasinya 20 menit, tetapi angka ini sangat bervariasi.
Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah
melebar , dua atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan
lengkap mungkin cukup untuk melahirkan janin. Namun
sebaliknya jika terjadi pada ibu yang panggul sempit atau janin
besar atau dengan gaya ekspulsif akibat anastesia regional atau
sedasi yang berat, maka kala 2 dapat sangat memanjang.
(Prawirohardjo,2014)
Pemahaman kita tentang durasi normal persalinan tersamar
oleh banyaknya variable klinis yang mempengaruhi pimpinan
persalinan. Kilpatrick dan Laros melaporkan bahwa rata-rata lama
persalinan kala I dan kala II adalah sekitar 9 jam pada nulipara
tanpa anastesi regional, dan batas atas persentil 95 adalah 18,5 jam.
Waktu yang serupa untuk ibu multipara adalah sekitar 6 jam
dengan persentil 95 adalah 13,5 jam. Mereka mendefinisikan awal
persalinan sebagai waktu saat ibu merasa kontraksi teratur yang
nyeri setiap 3 sampai 5 menit menyebabkan pembukaan serviks.
(Prawirohardjo,2014)
Menurut hasil penelitian Pamingki Ritno,dkk menyebutkan
bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian partus lama
antara lain terdapat hubungan umur, kelainan letak janin , janin
besar , ketuban pecah dini dengan kejadian partus lama.(R, Astini,
& Astuti, 2017). Menurut hasil penelitian Lusiana Gustom
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur
ibu bersalin, paritas, kelainan his, CPD, KPD, san kelaianan letak
janin dengan kejadian partus lama.(Gultom, 2015)
2.1.3 Patofisiolgi Persalinan Lama
Partus lama akan berdampak buruk baik pada ibu maupun pada
janin. Pada ibu,partus lama menimbulkan efek berbahaya diantaranya
terdapat kenaikan pada insiden atonia uteri, laserasi, perdarahan,
infeksi intrapartum, rupture uteri, kelelahan pada ibu dan syok,
sedangkan pada janin dapat menyebabkan asfiksia, kaput
suksedaneum, molase kepala janin, cidera akibat tindakan ekstrasi dan
pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran dapat mengakibatkan
terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi
paru-paru dan infeksi sistemik pada janin. Keadaan-keadaan tersebut
dapat meningkatkan mordibitas dan mortalitas janin (Oxorn, 2010).
Terdapat dua dampak yang akan terjadi akibat dari partus lama
yaitu akan berdampak pada ibu dan janin. Dampak yang akan terjadi
pada ibu antara lain yaitu infeksi puerperalis. Infeksi ini sering terjadi
apabila partus lama disertai dengan pecahnya ketuban. Pecahnya
ketuban menyebabkan bakteri pada cairan amnion dapat menembus
amnion dan menginfeksi janin. Akibat lain dari aspirasi cairan amnion
pada janin yaitu dapat menyebabkan janin pneumonia. Selain itu ibu
dapat mengalami rupture uteri, pembentukan fistula, cedera otot-otot
panggul akan pasti terjadi saat persalinan pervaginam, terlebih apabila
partus lama.(Prawirohardjo, 2014)
Dampak yang terjadi pada janin antara lain adalah Asfiksia pada
bayi, Caput Succedaneum, dan Molase pada kepala janin. Caput
Succedaneum ini dapat terjadi apabila panggul sempit yang akan
membuat kepala bagian bawah janin mengalami benjolan dan akan
menghilang beberapa hari kemudian. (prawirohardjo, 2014)
2.1.4 Penanganan
Penatalaksanaan umum penderita dengan partus lama yaitu yaitu
dipasang infus RL atau NaCl 0,9 % (1 kolf digrojok dan ditetes cepat
pada kolf selanjutnya) , dexametason 10 mg (2 ampul) secara
intravena, pemberian Ceftriaxon 1gr/IV , Cefotaxime 1-2 gr/IV, dan
pasang oksigen 2-3 liter per menit. Untuk pertolongan persalinannya
dapat dilakukan partus spontan,ekstraksi vacum, ekstraksi fosep,
manual aid pada letak sungsang, embriotomi bila janin meninggal,
Seksio Sesarea, dan lain-lain tergantung dengan evaluasi
obstetric.(Mochtar, 2012).
Penanganan partus lama yang disebabkan oleh kelainan- kelainan
yang lain:
1. Inersia uteri
Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin,
turunnya bagian terbawah janin dan keadaan panggul. Kemudian
buat rencana untuk pengambilan tindakan yang akan dilakukan.
Misal pada letak kepala :
a. Berikan oksitosin drip 5-10 unit dalam 500 cc dektrosa 5 %,
dimulai dengan 12 tpm, dinaikkan setiap 10-15 menit sampai
40-50 tpm. Tujuan pemberian oksitosin adalah untuk
mempercepat pembukaan serviks.
b. Pemberian oksitosin tidak perlu terus-menerus, bila tidak
memperkuat his setelah beberapa lama pemberian oksitosin,
hentikan dan anjurkan ibu untuk beristirahat. Pada malam hari
berikan ibu obet penenang misalnya valium 10 mg dan besok
berikan kembali drip oksitosin.
c. Apabila inersia disertai dengan CPD, maka sebaiknya
dilakukan SC
d. Apabila awalnya his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri
sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24
jam pada primipara dan lebih dari 14 jam pada multipara,
sebainya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya seperti ekstraksi
vacuum atau fosep, bahkan SC. (Mochtar,2012)
2. Tetania uteri
His yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga
tidak ada relaksasi Rahim. Hal ini sering menyebabkan partus
presipitatus. (Mochtar,2012)
Penanganan tetania uteri antara lain :
a. Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebagainya
untuk menghambat kelahiran janin yang terlalu cepat
(4-6 jam) kemudian.
b. Apabila ada tanda-tanda obstruksi , persalinan harus
segera diselesaikan dengan SC
c. Pada partu presipitatus tidak banyak yang bisa
dilakukan karena bayi lahir tiba-tiba dan terlalu cepat.
3. Aksi uterus inkoordinasi (Incoordinate Uterine Action)
a. Untuk mengurangi rasa cemas, takut dan tonus otot,
berikan obat-obat anti sakit dan obat penenang (sedative
dan analgetika) seperti morfin, petidin, dan valium.
b. Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan
berlarut-larut, persalinan dapat diselesaikan dengan
ekstraksi vacuum,ekstraksi fosep, atau SC sesuai
dengan hasil pemeriksaan dan evaluasi. (Mochtar,2012)
2.2 Konsep Molase
2.1.1 Definisi Molase
Molase merupakan suatu kemampuan kepala janin yang dapat
berubah bentuk dan ukuran karena ada hubungan yang memungkinkan
pinggir tulang satunya dapat menyisip di bawah pinggir tulang satunya
(ovelapping).(Manurung, 2014)
Molase atau moulage adalah kemampuan kepala janin untuk
merubah bentuknya dengan demikian menyesuaikan diri dengan
panggul ibu yang akan dilalui. (Sukarni,dkk,213)
Molase atau penyusupan merupakan indikator penting tentang
seberapa kepala janin dapat menyesuaikan dengan panggul ibu.
Lakukan penilaian penyusupan kepa setiap melakukan VT.
(Fitriana,dkk, 2018)
Molase atau penyusupan adalah indikator sejauh mana kepala janin
dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang panggul) ibu.
Semakin besar tumpang tindih atau derajat molase semakin
menunjukkan resiko CPD. Ketidakmampuan untuk berakomodasi atau
disporposi ditunjukkan melalui derajat penyusupan atau tumpang tindih
(molase) yang berat sehingga tulang kepala yang saling menyusup, sulit
dipisahkan. Apabila asa dugaan kepala-panggul maka penting untuk
tetap memantau kondisi janin serta kemajuan persalinan. Lakukan
tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan
CPD ke fasilitas kesehatan rujukan. (Mutmainainnah, Annisa
UI,dkk.2017)
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam , nilai penyusupan antar
kepala tulang (molase) kepala janin. Berikut adalah lambing-lambang
yang digunakan :
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi.
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih , tetapi masih dapat
dipisahkan
3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan.(Mutmainainnah, Annisa UI,dkk.2017)
2.1.2 Etiologi Molase
Molase terjadi akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng
tulang tengkorak saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-
sutura besar, suatu proses yang disebut dengan molase (molding,
moulage). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak
dengan promontorium bertumpang tindih dengan tulang di sebelahnya,
hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang
oksipital terdorong ke bawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini
sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak,
apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan
robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan
intracranial pada janin.(Prawirohardjo, 2014)
2.1.3 Patofisiologi Molase
Molase yang parah dapat menyebabkan perdarahan subdura fatal
akibat robeknya septum durameter, terutama tentorium serebli.
Robekan semacam ini sering dijumpai baik pada persalinan dengan
komplikasi maupun persalinan normal.
Fraktur tengkorak juga dijumpai setelah dilakukan upaya paksa pada
persalinan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan spontan
maupun seksio sesarea. Fraktur mungkin tampak sebagai alur dangkal
atau cekungan berbentuk seperti sendok tepat di posterior sutura
koronaria. Alur dangkal sering dijumpai tetapi karena hanya mengenai
lempeng tulang eksternal, fraktur ini tidak berbahaya. Namun, yang
berbentuk seperti sendok, apabila tidak diperbaiki secara bedah dapat
menyebabkan kematian neonates karena fraktur ini meluas mengenai
seluruh ketebalan tengkorak dan membentuk tonjolan-tonjolan
permukaan dalam yang melukai otak. Pada kasus ini, bagian tengkorak
yang cekung sebaiknya dielevasi atau dihilangkan.(Prawirohardjo,
2014)
2.1.4 Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan yang dialami oleh ibu bersalin sebagai berikut:
1. Masuknya kepala janin dalam PAP
Masuknya kepala ke dalam PAP terutama pada primigravida terjadi
pada trimester terakhir kehamilan. Sedangkan, pada multigravida terjadi
pada permulaan persalinan. Proses tersebut diawali dengan sutura
sagitalis melintang menyesuaikan dengan letak punggung. Pada saat itu
kepala dalam posisi fleksi ringan. Jika sutura sagitalis dalam diameter
anteroposterior dari PAP, maka masuknya kepala menjadi sulit karena
menempati ukuran yang terkecil dari PAP. Masuknya kepala melewati
PAP, dapat dalam keadaan sinklitismus yaitu bila sutura sagitalis
terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat diantara simpisis dan
promontorium. Pada posisi sinklitismus os parietale depan dan belakang
sama tingginya.(Fitriana,2018)
Jika sutura sagitalis berada sedikit ke depan mendekati simpisis atau
sedikit ke belakang mendekati promontorium, maka yang posisi
tersebut adalah asinklitismus.(Fitriana,2018)
Ada 2 jenis asinklitismus yaitu asinklitismus posterior dan
asinklitismus anterior. Asinklitismus posterior adalah sutura sagitalis
mendekati simpisis dan os parietale belakang lebih rendah daripada os
parietale depan. Sedangkan asinklitismus anterior adalah sutura sagitalis
yang mendekati promontorium sehingga os parietale depan lebih rendah
dari os parietale belakang. (Marmi,2011)
Derajat sedang asinklitismus pasti terjadi pada persalinan normal,
tetapi apabila berat gerakan ini dapat menimbulkan disporposi cepalo
pelvik dengan panggul yang berukuran normal sekalipun.
(Marmi,2011).
Ketidakmampuan untuk berakomodasi atau disporposi ditunjukkan
melalui derajat penyusupan atau tumpang tindih (molase) yang berat
sehingga tulang kepala yang saling menyusup, sulit dipisahkan. Apabila
ada dugaan kepala-panggul maka penting untuk tetap memantau kondisi
janin serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal
yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan CPD ke fasilitas kesehatan
rujukan. (Mutmainainnah, Annisa UI,dkk.2017)
2. Majunya kepala janin
Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke
dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II. Pada
multigravida majunya kepala dan masuknya ke dalam rongga panggul
terjadi bersamaan. Majunya kepala dengan gerakan-gerakan lain, yaitu
fleksi, putaran paksi dalam, dan ekstensi. majunya kepala janin ini
disebabkan tekanan cairan uterin, tekanan langsung oleh fundus uteri
oleh bokong, kekuatan mengejan, melurusnya badan bayi oleh
perubahan bentuk rahim. (Fitriana,2018)
3. Fleksi
Dengan majunya kepala biasanya juga fleksi betambah hingga ubun-
ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun-ubun besar. Keuntungan dari
bertambahnya fleksi adalah ukuran kepal yang lebih kecil melalui jalan
lahir, yaitu diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm). fleksi ini
disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapatkan
tahanan dari pinggir atas panggul,serviks,dinding panggul atau dasar
panggul. (Marmi,2011)
4. Putaran paksi dalam
Putaran paks dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian
rupa, sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan
dan ke bawah simpisis. Pada presentasi belakang pada bagian kepala
terendah, biasanya daerah ubun-ubun kecil dan bagian ini akan
memutar ke depan dank e bawah simpisis. Putaran paksi dalam mutlak
diperlukan untuk kelahiran kepala, karena putaran. (Fitriana,2018)
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar pangul,
terjadilah ekstensi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan
lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan atas sehingga
kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Pada kepala
bekerja dua kekuatan, yang satu mendesak ke bawah dan satunya
disebabkan oleh tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas.
Resuitantenya adalah kekuatan ke arah depan atas. (Marmi,2011)
6. Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir, maka kepala janin memutar kembali ke arah
punggung janin untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi
karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut dengan putaran
resusitasi. Selanjutnya putaran diteruskan hingga belakang kepala
berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak. Gerakan yang terakhir
ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena
ukuran bahu menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari
pintu bawah panggul. (Marmi,2011)
7. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah simpisis dan
menjadi hypomochlion untuk melahirkan bahu belakang. Kemudian
bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan bayi lahir searah
dengan paksi jalan lahir. (Marmi,2011)
2.1.5 Hubungan partus lama dengan kejadian molase kepala janin
2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Pada janin
Pada ibu : Asfiksia
Atonia uteri
Caput
Laserasi suksedaneum
Perdarahan Molase kepala
janin
Infeksi
puerperalis
Rupture uteri
Syok

Keterangan :

Tidak diteliti

Diteliti
2.4 Hipotesis
H1 : Ada Hubungan Antara Partus Lama Dengan Kejadian
Molase Pada Kepala Janin Di Ruang Bersalin RS Aura
Syifa Kabupaten Kediri
H0 : Tidak Ada Hubungan Antara Partus Lama Dengan
Kejadian Molase Pada Kepala Janin Di Ruang Bersalin RS
Aura Syifa Kabupaten Kediri
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,2017. Profil Kesehatan Jawa Timur.
Surabaya
Fitria, Yuni,dkk.2018. Asuhan Persalinan : Konsep Persalinan secara
Komprehensif dalam Asuhan Kebidanan : Yogjakarta: Pustaka Baru Pers
Gultom, L.2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Partus Lama Pada
Ibu Bersalin di RSU Haji Medan Tahun 2014. Jurnal ilmiah PANMED, Volume
X, Nomor 1, hlm 18-25. Diakses pada 10 September 2019 pukul 10.00 WIB.
Manurung, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta.
Mochtar, R.2012. Synopsis Obstetric Fisiologis dan Patologis.Jakarta: EGC.
Mutmainah,Anisa UI,dkk. 2017. Asuhan Persalinan Normal dan Bayi Baru
Lahir.Yogjakarta: ANDI
Oxorn, Harry;Forte, Wiliam, 2010, Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan,
YEM, Yogyakarta

Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Pt bina pustak


sarwono.
R.P.A, Astini,Y, dkk.2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Partus Lama.
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume XII, Nomor 1, hlm 155-160. Diakses pada
10 September 2019 jam 13.00

Sukarni,dkk.2013. Kehamilan, Persalinan, dan Nifas. Yogjakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai