Diseksi Aorta
Diseksi Aorta
PENDAHULUAN
Diseksi aorta adalah sebuah kondisi dimana terjadi robekan pada tunica intima aorta
yang mengakibatkan darah mengalir ke dalam dinding aorta. Robekan tersebut menyebabkan
nyeri yang hebat dan juga bila tidak ditangani dapat mengakibatkan ruptur aorta dan juga
kematian.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi1
Diseksi aorta dapat didefinisikan sebagai robekan pada tunica intima sehingga
menyebabkan darah mengalir masuk ke dalam dinding aorta. Diseksi aorta merupakan
sebuah bagian dari spektrum yang dinamakan acute aortic syndrome.
2.2. Epidemiologi
Secara umum, aorta dimulai dari bagian atas ventrikel kiri dengan diameter
sekitar 3cm dan kemudian naik (ascending) lalu melengkung (arch) ke arah posterior
dan lateral dan kemudian tepat pada pangkal paru kiri turun (descending) pada sisi
kiri lateral kolumna vertebralis. Aorta kemudian masuk ke rongga abdomen melalui
hiatus diafragmatikus dan berakhir pada tingkat L4. Aorta secara garis besar dapat
dibagi menjadi aorta ascenden, arcus aorta, dan aorta descenden.
Aorta ascenden hanya memiliki satu cabang yaitu arteri coroner yang
menyalurkan darah ke jantung. Percabangan ini terdapat tepat di atas pangkal valvular
semilunaris.
Arcus aorta dimulai setinggi batas atas artikulasi sternokostalis ke-2 pada sisi
kanannya, dan berjalan ke atas, ke belakang, dan ke kiri di depan trachea; kemudian
mengarah ke belakang pada sisi kiri trachea dan akhirnya turun lewat sisi kiri tubuh
pada setinggi vertebra thoracic ke-4 berlanjut menjadi aorta descenden. Sehingga
terbentuk dua kurvatura: aorta yang melengkung ke atas serta yang melengkung ke
depan dan ke kiri. Batas atasnya kira-kira 2,5 cm di bawah batas superior manubrium
sterni.
Arcus aorta dilindungi oleh pleura di anterior dan margo anterior dari pulmo.
Saat pembuluh melintas ke belakang sisi kirinya bersentuhan dengan pulmo sinistra
dan pleura. Melintas ke bawah pada sisi kiri bagian tersebut pada arcus terdapat 4
nervus: nervus frenikus sinistra, kardiakus superior cabang nervus vagus sinistra,
cabang nervus kardiakus superior dari trunkus simpatikus sinistra, dan trunkus vagus
sinistra. Saat nervus terakhir tadi melintasi arcus ia memberikan cabang rekuren, yang
melingkar di bawah pembuluh dan melintas ke atas pada sisi kanan. Vena interkostalis
melintas oblik ke atas dan ke depan pada sisi kiri arcus, di antara nervus frenikus dan
vagus. Pada sisi kanan terdapat pleksus kardiakus profunda, nervus rekuren sinistra,
esofagus, dan duktus torasikus; trachea berada di belakang kanan dari pembuluh. Di
atas adalah arteri brakiosefalika, karotis komunis sinistra, dan arteri subklavia sinistra,
yang muncul dari lengkungan arcus dan bersilangan berdekatan di pangkalnya dengan
vena inominata sinistra. Di bawah adalah bifurkasio arteri pulmonalis, bronkus
sinistra, ligamentum arteriosum, bagian superfisial dari pleksus kardiakus, dan nervus
rekuren sinistra. Ligamentum arteriosum menghubungkan arteri pulmonari sinistra
dengan arcus aorta
Aorta descenden dibagi menjadi dua bagian sesuai dengan rongga tubuh yang
dilewatinya. Kedua bagian tersebut adalah aorta thoracalis dan abdominalis
Cabang pericardial
Terdiri dari pembuluh darah kecil yang terdistribusi pada permukaan posterior
pericardium.
Arteri bronchialis
Terdapat satu arteri bronchialis dextra berasal dari aorta intercostalis pertama
dan terdapat dua arteri bronchialis sinistra yang berasal dari aorta thoracalis.
Bagian superior arteri bronchialis sinistra muncul berlawanan dengan vertebra
thoracic ke V, bagian inferior terdapat tepat dibawah bronchus sinistra. Tiap-
tiap pembuluh berjalan di bagian belakang masing-masing bronchus,
bercabang disepanjang tube bronchus, memvaskularisasinya. Juga pada
jaringan jaringan longgar pulmo, limfonodi bronchialis, dan esophagus.
Arteri esofageal
Terdapat empat atau lima arteri esofageal yang berasal dari bagian depan aorta,
dan turun oblik ke bawah menuju esophagus, membentuk rantai anastomosis
sepanjang esofagus dan beranastomosis juga dibagian atas dengan cabang
esophageal dari arteri thyroidea inferior dan dibagian bawah dengan arteri
phrenica inferior sinistra dan arteri gastrica inferior.
Cabang mediastinal
Cabang mediastinal terdiri dari sejumlah pembuluh darah kecil yang
menyalurkan darah untuk kelenjar getah bening dan jaringan ikat longgar pada
mediastinum posterior.
Arteri interkostalis
Terdapat sembilan pasang arteri interkostalis aorta yang berasal dari bagian
sinistra sesuai dengan posisi aorta yang berada di sebelah kiri vertebra. Tiap
Arteri subkostalis
Arteri ini berada di bawah tulang iga terakhir. Masing-masingnya melintasi
batas bawah dari costae XII dibelakang ginjal dan didepan m. Quadratus
lumborum, ditemani dengan nervus thoracicus XII, kemudian bergabung
dengan aponeurosis posterior dari m. Transversus abdominis, dan melintas
didepan otot tersebut dan m. Obliquus internus. Arteri ini beranastomosis
dengan arteri epigastrica superior, intercostalis inferior, dan lumbalis. Tiap
arteri subcostalis memberi cabang posterior yang mirip distribusinya dengan
ramus posterior arteri intercostalis.
Cabang phrenicus superior
Merupakan pembuluh kecil yang berasal dari bagian bawah aorta thoracica;
terdistribusi ke bagian posterior dari permukaan atas diafragma, dan
beranastomosis dengan arteri musculophrenicus dan pericardiophrenicus.
Sama seperti aorta thoracalis, aorta abdominalis memiliki banyak cabang yang
dibagi ke dalam tiga cabang besar yaitu cabang visceral, parietal, dan terminal.
Arteri celiaca
Arteri ini mempercabangkan tiga cabang besar yaitu arteri gastrica sinistra,
hepatica, dan splenica.
Arteri mesenterika superior
Arteri ini mempercabangkan arteri pancreaticoduodenalis inferior, intestinalis,
ileocolica, dan colica dextra.
Arteri mesenterika inferior
Arteri ini mempercabangkan arteri colica sinistra, sigmoidea, dan
hemorrhoidalis superior.
Arteri suprarenalis media
Arteri ini merupakan dua pembuluh darah kecil yang melewati bagian lateral
dan sedikit keatas, melintasi crura diafragmatika, ke glandula suprarenalis,
dimana kemudian beranastomosis dengan cabang suprarenal dari arteri
phrenica inferior dan arteri renalis.
Arteri renalis
Arteri ini adalah dua pembuluh besar, yang muncul dari tiap sisi aorta, tepat
sehinga membentuk sudut hampir tegak lurus dengan aorta. Sisi kanan lebih
panjang daripada sisi kiri dan sisi kiri lebih tinggi daripada sisi kanan. Sebelum
mencapai hilus renalis, tiap arteri bercabang menjadi empat atau lima cabang
empat pada tiap sisi, dan berasaldari bagian belakang aorta, berlawanan
berukuran kecil yang berasal dari arteri sacralis media. Mereka beranastomosis
dengan arteri intercostalis inferior, subcostalis, iliolumbalis, iliaca circumflexi
dari tiap arteri lumbalis dan dari ramus posterior dari otot tetangganya.
Penyebab dari diseksi aorta adalah adanya sobekan pada tunica intima yang
menyebabkan darah masuk ke dalam dinding aorta4. Sobekan ini disebut sebagai entry
tear dan pathognomonic untuk diseksi aorta4. Hal ini dapat disebabkan oleh dinding
aorta yang lemah sehingga rentan sobek ketika dihadapkan dengan tekanan darah
yang tinggi4.
Faktor risiko dari diseksi aorta ada yang bersifat congenital dan acquired.
Kelainan kongenital yang paling sering berhubungan dengan diseksi aorta adalah
Sindrom Marfan4. Selain daripada kelainan kongenital tersebut, kelainan lain seperti
Sindrom Ehlers-Danlos, Sindrom Turner, stenosis aorta kongenital, dan katup aorta
bicuspid8. Beberapa faktor risiko acquired adalah hipertensi tidak terkontrol, infeksi
sifilis, dan riwayat operasi jantung sebelumnya, terutama yang menyangkut katup
aorta4. Usia tua di atas 60 dan jenis kelamin laki-laki juga merupakan faktor risiko
dari diseksi aorta4.
2.6. Patofisiologi4,9
Sobekan ini menimbulkan nyeri pada pasien karena pada tunica adventisia
terdapat nervus vaskularis. Seringkali, saluran normal atau yang disebut dengan true
lumen (TL) tertekan oleh FL dan menyebabkan terhambatnya aliran darah ke bagian
proksimal hingga menyebabkan iskemia jaringan yang diperdarahi (aortic
insufficiency). Diseksi aorta juga dapat menutup ostia coronaria sehingga
menyebabkan infark miokardium. Komplikasi paling ditakutkan dari diseksi aorta
adalah tersobeknya aorta secara keseluruhan sehingga terjadi hemopericardium dan
cardiac tamponade.
Diseksi aorta sebenarnya adalah bagian dari sebuah spektrum yang dinamakan
acute aortic syndrome (AAS). Selain dari diseksi aorta, terdapat 2 kondisi lain dalam
sindrom ini yaitu hematoma intramural dan penetrating aortic ulcer. Hematoma
intramural terjadi akibat adanya ruptur dari vasa vasorum yang mengakibatkan
pendarahan pada tunica intima. Intramural hematoma dipikirkan adalah awal dari
diseksi aorta dan pada 20% kasus intramural hematoma ditemukan berkembang
menjadi diseksi aorta. Pada penetrating aortic ulcer terdapat sobekan pada atheroma
di dinding aorta yang menembus tunica media. Hal ini menyebabkan perdarahan ke
dalam tunica media.
Klasifikasi DeBakey
Tipe I Ascending and descending thoracic aorta
Tipe II Only ascending thoracic aorta
Tipe IIIa Only descending aorta
Tipe IIIb Descending aorta and abdominal aorta
Klasifikasi Stanford
Tipe A Ascending aorta with/without descendent
aorta
Tipe B Descendent aorta only
Tabel 1. Klasifikasi diseksi aorta
Nyeri dada/pungung
Nyeri dada adalah gejala yang paling sering pada AD akut. Onset mendadak
nyeri dada dan / atau nyeri punggung yang parah adalah fitur yang paling khas.
Rasa sakit dapat berupa tajam, merobek, seperti pisau, dan biasanya berbeda
dari penyebab lain dari nyeri dada; onset yang tiba-tiba adalah karakteristik
yang paling spesifik. Situs paling umum nyeri adalah dada (80%), sedangkan
nyeri punggung dan perut masing-masing dialami 40% dan 25% dari pasien.
Nyeri dada ke arah anterior lebih sering dikaitkan dengan Tipe A AD,
sedangkan pasien dengan diseksi tipe B lebih sering dengan rasa sakit di
bagian belakang atau perut. Presentasi klinis dari kedua jenis AD dapat sering
tumpang tindih. Rasa sakit dapat bermigrasi dari titik asal ke situs lain,
mengikuti alur diseksi yang meluas melalui aorta.
Regurgitasi aorta
Regurgitasi aorta di AD meliputi pelebaran pangkal aorta dan anulus, robekan
anulus atau puncak katup , perpindahan ke bawah dari satu puncak ke bawah
garis penutupan katup, kehilangan tahanan puncak, dan gangguan fisik dalam
penutupan katup aorta oleh flap intima. Tamponade perikardial dapat diamati
pada <20% pasien dengan AD akut tipe A.
Iskemia miokard
Iskemia miokard atau infark ditemukan pada 10-15% pasien dengan AD. Pada
kasus obstruksi koroner yang lengkap, EKG dapat menunjukkan elevasi
segmen ST. Selain itu, iskemia miokard dapat diperburuk oleh regurgitasi
aorta akut, hipertensi atau hipotensi, dan syok pada pasien dengan atau tanpa
adanya penyakit arteri koroner. Hal ini dapat menjelaskan pengamatan bahwa
sekitar 10% dari pasien yang dengan akut tipe B AD memiliki tanda-tanda
iskemia pada EK. Jika dinilai secara sistematis, peningkatan troponin dapat
ditemukan sampai dengan 25% dari pasien yang dirawat dengan Tipe A AD.
Baik peningkatan troponin dan kelainan EKG, yang dapat berfluktuasi dari
waktu ke waktu, dapat membuat dokter kesulitan untuk mendiagnosis sindrom
koroner akut dan keterlambatan diagnosa dan pengelolaan AD akut.
Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif dalam keadaan AD umumnya berkaitan dengan
regurgitasi aorta. Meskipun lebih sering terjadi pada AD tipe A,gagal jantung
juga dapat ditemui pada pasien dengan AD Tipe B , hal ini menunjukkan
etiologi tambahan gagal jantung, seperti iskemia miokard, disfungsi diastolik
yang sudah ada, atau hipertensi yang tidak terkendali. Data register
menunjukkan bahwa komplikasi ini terjadi pada < 10% dari kasus AD.
Efusi pleura
Efusi pleura luas yang dihasilkan dari perdarahan aorta yang menuju ke
mediastinum dan ruang pleura jarang terjadi karena biasanya pasien tidak
dapat bertahan hidup hingga tiba di rumah sakit. Efusi pleura kecil mungkin
dapat terdeteksi pada 15-20% pasien dengan AD, dengan pola perantara
distribusi hampir sama Tipe A dan Tipe B.
Sinkop
Sinkop adalah gejala awal yang signifikan dari AD, terjadi sekitar 15% dari
pasien dengan AD tipe A dan di 5% dari mereka yang mengalami tipe B. Hal
ini terkait dengan peningkatan risiko kematian di rumah sakit karena seringkali
hal ini terkait dengan komplikasi yang mengancam jiwa, seperti tamponade
jantung atau diseksi pembuluh darah supra-aorta.
Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi saat serangan atau selama di rumah sakit yang
meningkat pada 20% pasien dengan AD akut tipe A dan sekitar 10% pada
pasien dengan AD tipe B. Hal ini mungkin hasil dari hipoperfusi ginjal atau
infark, faktor sekunder untuk keterlibatan arteri ginjal pada AD, atau mungkin
karena hipotensi berkepanjangan. Pengujian Serial kreatinin dan pemantauan
output urin diperlukan untuk deteksi dini kondisi ini.
2.9. Diagnosis10,11,12
Seperti pada umumnya, diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, perlu ditanyakan manifestasi
klinis dari diseksi aorta. Manifestasi klinis yang paling sering adalah nyeri dada
dan/atau punggung. Perlu ditanyakan onset dan karakteristik nyeri dimana pada
diseksi aorta nyeri bersifat akut dan terasa seperti ada sesuatu yang robek. Nyeri pada
diseksi aorta dapat terjadi pada dua tahap yaitu pada saat tunica intima mengalami
robekan dan pada saat terjadi ruptur aorta. Nyeri pada dada biasa terjadi pada Stanford
tipe A dan pada punggung biasa pada Stanford tipe B. Pasien yang datang dengan
nyeri dada akut dan memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol harus
meningkatkan kecurigaan terhadap diseksi aorta. Pada pemeriksaan fisik, biasa
ditemukan takikardi dan hipertensi. Bila pasien mengalami hipotensi, patut dicurigai
adanya ruptur aorta, tamponade jantung, regurgitasi aorta, dan infark miokardium
akut. Jika terjadi oklusi pada bagian aorta distal, pulsasi ekstremitas dapat hilang.
Murmur yang terdengar menandakan adanya regurgitasi aorta. Terakhir, pasien dapat
mengalami penurunan kesadaran karena menurunnya aliran darah ke otak.
Ketika dicurigai pasien mengalami diseksi aorta, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk memastikan diagnosis. Umunya, diagnosis diseksi aorta ditegakkan
melalui pencitraan. Modalitas pertama adalah foto rontgen thorax. Jika tidak
ditemukan abnormalitas, pasien dengan kondisi hemodinamik yang stabil dapat
menjalani pemeriksaan CT-SCAN atau MRI. Pada pasien dengan kondisi
hemodinamik yang buruk pilihan modalitasnya adalah ekokardiografi.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, kimia darah, dan enzim jantung harus dilakukan
pada pasien dengan diseksi aorta. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat
ditemukan leukositosis yang menandakan sebuah kondisi stress. Penurunan
haemoglobin dan hematokrit menandakan adanya ruptur aorta dan harus
diwaspadai. Pada pemeriksaan kimia darah peningkatan blood urea nitrogen
dan kreatinin menandakan adanya gangguan pada arteri renalis. Peningkatan
enzim jantung menandakan adanya gangguan pada arteri coroner dan
menyebabkan iskemia miokardium. Pemeriksaan fibrin degradation product
(FDP) juga dapat membantu dalam menentukan patensi FL. Nilai FDP yang
lebih tinggi dari 12.6ug/mL menandakan lumen FL paten sedangkan nilai FDP
5.6ug/mL atau lebih tinggi dapat menandakan adanya thrombosis total pada
FL.
Salah satu pemeriksaan penunjang yang memiliki tingkat sensitivitas dan
spesifitas cukup tinggi adalah smooth-muscle myosin heavy-chain assay.
Peningkatan lebih dari 2.5 dalam 24 jam pertama memiliki tingkat sensitivitas
91% dan spesifisitas 98%.
Foto rontgen
Gambar 9. Pelebaran mediastinum pada X-RAY Thorax AP
Walaupun tersedia dengan mudah dan umumnya berperan untuk evaluasi di
unit gawat darurat, foto thoraks mempunyai keterbatasan dalam
mengkonfirmasi suatu keadaan diseksi aorta, dengan sensitivitas dan
spesifitasnya masing-masing 64% dan 86%. Secara klasik ditemukan
pelebaran mediastinum atau adanya abnormalitas kontur aorta pada 75%
subjek dengan diseksi aorta. Jika dijumpai gambaran kalsifikasi pada aorta,
pemisahan jarak dari bagian yang mengalami kalsifikasi pada tunika intima ke
bagian terluar dari aorta lebih dari 1 cm yang disebut sebagai ‘calcium sign’
merupakan suatu gambaran sugestif walaupun bukan diagnosa pasti adanya
diseksi aorta.
Namun penting untuk diketahui 15% pasien-pasien diseksi aorta memberikan
gambaran foto thoraks yang normal. Petunjuk lain yang berkaitan dengan
adanya diseksi aorta ialah efusi perikard dan efusi pleura serta adanya deviasi
trakea keatas, namun temuan ini tidak spesifik. Oleh karena itu adanya
gambaran foto thoraks yang normal tidak serta merta menyingkirkan diagnosis
suatu sindroma akut aorta.
CT scan
2.11. Prognosis6,9
Tanpa pengobatan,resiko kematian selama fase inisial dari diseksi aorta akut
sangat tinggi. Secara umum diyakini, sekitar 10-15% pasien meninggal pada 15 menit
pertama kejadian. Sekitar 50% bertahan hidup dalam 48 jam, dan hanya 10% yang
dapat bertahan setelah 3 bulan. Tanpa pengobatan, hanya 8% pasien dengan diseksi
aorta pars ascendens yang bertahan lebih dari 1 bulan, dan 75% pasien-pasien diseksi
aorta pars descendens yang dapat bertahan selama 1 bulan.
Prognosis pasien-pasien dengan diseksi aorta akut telah membaik secara
signifikan sebagai hasil dari diagnosa yang lebih dini dan lebih akurat, terapi medis
yang efektif dan teknik bedah yang semakin baik. Pada sebuah penelitian yang
mengamati pasien-pasien diseksi aorta yang mendapatkan terapi medis hanya 43%
pasien-pasien dengan diseksi tipe A yang bertahan hidup 1 bulan pertama pasca
kejadian diseksi dan 91% pasien –pasien dengan diseksi tipe B. Angka harapan hidup
selama 5 tahun pada pasien- pasien yang selamat dari kejadian diseksi aorta yang
kemudian mendapat terapi medis, menunjukkan tidak ada perbedaan antara tipe A dan
B. Beberapa faktor dapat mempengaruhi prognosis jangka panjang pada pasien-pasien
yang mendapatkan pengobatan; hal ini termasuk usia, ada tidaknya komplikasi serius
sebelum pemberian terapi,dan ukuran diameter aorta pars descendens (> 5 cm).
BAB III
KESIMPULAN
Manifestasi paling sering dari diseksi aorta adalah nyeri dada dan/atau punggung yang
terjadi secara akut dengan karakteristik seperti dirobek. Faktor risiko yang paling sering
terjadi pada pasien dewasa adalah hipertensi sehingga pasien yang datang dengan
karakteristik nyeri tersebut disertai riwayat hipertensi yang tidak terkontrol patut
menimbulkan kecurigaan terhadap diseksi aorta. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
takikardi, hiper/hipotensi, dan murmur.
Ketika dicurigai pasien menderita diseksi aorta, pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Harus dilakukan pemeriksaan
darah lengkap, kimia darah, dan enzim jantung bagi semua pasien yang dicurigai menderita
diseksi aorta. Diagnosis biasanya ditegakkan oleh pencitraan. Foto rontgen thorax AP biasa
menjadi pilihan pertama karena mudah dan murah untuk dilakukan. Akan tetapi, karena
sensitivitas dan spesifitas foto rontgen yang rendah bila tidak ditemukan kelainan diagnosis
diseksi aorta belum dapat disingkirkan. Disarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
seperti CT-SCAN, MRI, atau ekokardiografi.
Terdapat dua pilihan tatalaksana yaitu terapi farmakologis dan pembedan. Terapi
farmakologis adalah pilihan pertama pada pasien dengan diseksi aorta descendens dan
bertujuan menurunkan laju nadi dan tekanan darah. Tindakan pembedahan adalah pilihan
pertama pada diseksi aorta ascenden dan descenden yang memiliki komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Erbel R et al. 2014 ESC Guidelines on the diagnosis and treatment of aortic disease :
Document covering acute and chronic aortic diseases of the thoracic and abdominal
aorta of the adult. The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Aortic Diseases
of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2014l35(41)2873-926.
2. Lemaire S. Epidemiology of thoracic aortic dissection. Nat Rev Cardiol.
2011;8(2):103-13.
3. Melvinsdottir I, Lund S, Agnarsson B, Sigvaldason K, Gudbjartsson T, Geirsson A.
The incidence and mortality of acute thoracic aortic dissection: results from a whole
nation study. Eur J Cardiothorac Surg. 2016;50(6):1111-17.
4. Criado F. Aortic dissection, a 250-year perspective. Tex Heart Inst J. 2011;38(6):694-
700.
5. Strauss C, Kebede T, Porten B, Garberich R, Calcaterra D, Manunga J, Harris K. Why
the delay? Identification of factors which delay diagnosis of acute aortic dissection.
Jour Minnea Heart Inst Found. 2017;1(1):13-8.
6. Elefteriades J, Olin J, Halperin J, Ziganshin B. Diseases of The Aorta. In: Fuser V,
Harrington R, Narula J, Eapen Z, editors. Hurst’s The Heart, 14e. 14th ed. New York:
McGraw-Hill Medical; 2013.
7. Standring S, Gray H. Anatomy. Gray's anatomy. 41st ed. Edinburgh: Churchill
Livingstone; 2015.
8. Redington A, Smallhorn J, Therrien J, Webb G. Congenital heart disease in the adult
and pediatric patient. In: Zipes D, Libby P, Bonow R, Mann D, Tomaselli G,
Braunwald E. Braunwald’s Heart Disease: A textbook of Cardiovascular Medicine.
11th ed. Philadelphia:Elsevier;2019.
9. Mussa F, Horton J, Moridzadeh R, Nicholson J, Santi T, Eagle K. Acute aortic
dissection and intramural hematoma. JAMA. 2016;316(7):754-63.
10. Erbel R et al. 2014 ESC Guidelines on the diagnosis and treatment of aortic disease :
Document covering acute and chronic aortic diseases of the thoracic and abdominal
aorta of the adult. The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Aortic Diseases
of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2014l35(41)2873-926.
11. Leitman M, Suzuki K, Wengrofsky A. Early recognition of acute thoracic aortic
dissection and aneurysm. World J Emerg Surg. 2013;8(1):47.
12. Hagiwara , Shimbo T, Kimira A, Sasaki R, Kobayashi K, Sato T. Using fibrin
degradation products level to facilitate diagnostic evaluation of potential acute aortic
dissection. J Thromb Thrombolysis. 2013;35(1):15-22.
13. Hiratzka L et al. 2010 ACCF/AHA/AATS/ACR/ASA/SCA/SCAI/SIR/STS/SVM
guidelines for the diagnosis and management of patients with Thoracic Aortic Disease:
a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines, American Association for Thoracic
Surgery, American College of Radiology, American Stroke Association, Society of
Cardiovascular Anesthesiologists, Society for Cardiovascular Angiography and
Interventions, Society of Interventional Radiology, Society of Thoracic Surgeons, and
Society for Vascular Medicine. Circulation. 2010;121(13):e266-369.