Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK


ACARA II
HISTOLOGI JANTAN

Disusun oleh :
Givari Cahya Oktovidhar
13/349122/PT/06536
XII
Asisten : Nadya Irsalina Nur Kholis

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK


BAGIAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
ACARA II
HISTOLOGI JANTAN

Tinjauan Pustaka
Menurut Dellmann dan Brown (1992), sistem reproduksi jantan
terdiri dari testis yang dikelilingi tunica vaginalis, epididymis, ductus
deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat, dan
bulbouretralis), urethra, dan penis yang dilindungi oleh preputium. Menurut
Frandson (1992), sistem reproduksi berhubungan erat dengan sistem urin.
Keduanya sering dikenal dengan nama sistem urogenital. Urethra
digunakan sebagai saluran baik sistem urin maupun sistem reproduksi
jantan.
Testis
Testis agak bervariasi dari spesies ke spesies dalam hal bentuk,
ukuran, dan lokasi, tetapi struktur dasarnya adalah sama. Masing-masing
testis terdiri dari banyak sekali tubulus seminiferosa yang dikelilingi oleh
kapsul berserabut atau trabekula, melintas masuk dari tunica albuginea
untuk membentuk kerangka atau stroma, untuk mendukung tubulus
seminiferosa. Trabekula ini bergabung membentuk korda fibrosa, yaitu
mediastinum testis (Frandson, 1992).
Rete testis terdiri dari saluran-saluran yang beranastomose dalam
mediastinum testis. Saluran-saluran ini terletak di antara tubulus
seminiferosa dan duktuli eferen yang berhubungan dengan ductus
epididymis dalam kepala epididymis. Sel-sel Leydig menghasilkan hormon
kelamin jantan testosteron yang terdapat di dalam jaringan pengikat
antara tubulus seminiferosa (Frandson, 1992).
Menurut Dellmann dan Brown (1992), bila testis diangkat dari
skrotum, lapis parietal tunica vaginalis tetap melekat pada skrotum,
sedangkan lapis viseralis, pembalut peritoneum pada testis dan
epididymis tetap bertaut pada kapsula testis di bawahnya, yakni tunica
albuginea. Lapis viseralis tunica vaginalis terdiri dari mesotel dan jaringan
ikat yang melekat pada tunica albuginea. Tunica albuginea merupakan
kapsula yang padat, terdiri dari jaringan ikat padat tidak teratur. Materi
utamanya adalah serabut kolagen da sedikit serabut elastik. Tunica
albuginea berlanjut dengan trabekula yang disebut septula testis, yang
arah susunannya memusat ke mediastinum testis.
Jaringan ikat yang mengisi ruang intertubular mengandung
pembuluh darah dan limfe, fibrosit, sel-sel mononuklear bebas, dan sel-
sel interstisial endokrin (sel Leydig). Sel Leydig ini menghasilkan hormon
androgen testikular (testosteron) dan juga banyak mengandung hormon
estrogen. Bentuk sel-sel interstisial endokrin tidak teratur, sel-selnya
polihedral dengan inti bulat dengan kandungan kromatin perifer. Tubuli
seminiferi konvoluti berbentuk buluh yang berliku-liku dengan diameter
200 sampai 400 µm dibalut oleh epitel banyak lapis yang mengandung
dua jenis sel dasar yang berbeda, yakni sel Sertoli dan sel spermatogenik
(Dellmann dan Brown, 1992).
Epididymis
Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferosa lewat ductulus
eferens menuju kepala epididymis. Epididymis merupakan pipa panjang
dan berkelok-kelok yang menghubungkan vasa eferensia pada testis
dengan ductus eferens (vas deferens) (Frandson, 1992). Ductus
epididymis sangat berliku-liku dan mengulir. Panjang ductus cukup
bervariasi di antara spesies dan diperkirakan panjangnya 40 meter pada
sapi dan babi jantan, dan 70 meter pada kuda jantan. Transpor
spermatozoa melalui epididymis memerlukan 10 sampai 15 hari pada
sebagian besar mamalia (Dellmann dan Brown, 1992).
Epididymis dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan
ekor. Kepala (caput epididymis) membentuk suatu penonjolan dasar dan
agak berbentuk mangkok yang dimulai pada ujung proximal testis.
Epididymis berbentuk U, berbeda-beda dalam ukurannya dan menutupi
seluas satu per tiga dari bagian depan testis. Saluran epididymis tersusun
dalam lobuli dan mengandung ductuli efferentes testis melalui serosa.
Saluran tersebut terakhir yang menghubungkan rete testis dengan saluran
epididymis berjumlah 13 sampai 15 buah. Caput epididymis di dekat ujung
proximal testis menjadi pipih dan bersambung ke badan (corpus
epididymis) dan berjalan distal sepanjang tepi posterior testis. Corpus
menjelma menjadi cauda epididymis pada ujung distal testis. Saluran
epididymis menjadi lebih kasar di dekat ligamentum testis (Feradis, 2010).
Ductus Deferens
Ductus deferens merupakan kelanjutan dari ductus epididymis yang
setelah membuat lengkung tajam pada ujung ekor, kemudian berlanjut
lurus membentuk ductus deferens dengan ciri histologinya. Bagian awal
ductus deferens terdapat dalam funiculus spermaticus, dan dalam rongga
perut berlanjut dalam bentuk lipatan peritoneum (plica ductus deferentis).
Lipatan mukosa ductus deferens dibalut oleh epitel silinder banyak lapis,
sebelum mencapai akhir saluran, epitel berubah menjadi silinder sebaris.
Sel-sel silinder memiliki mikrovili pendek dan bercabang di dekat
epididymis. Jaringan ikat longgar pada propria-submukosa banyak
mengandung pembuluh darah, fibroblas, dan serabut elastik. Tunika
muskularis terdiri dari campuran susunan melingkar, memanjang, dan
miring (kuda, sapi, dan babi jantan), namun pada ruminansia kecil dan
karnivora, lapis dalam melingkar dan lapis luar memanjang. Lamina
serosa dengan komponen biasa membalut organ tersebut. Tunika
muskularis pada bagian terminal ductus deferens terdiri dari susunan
bervariasi dari berkas otot polos yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan
banyak pembuluh darah dari tunika adventisia. Lumen bagian ductus
deferens yang berkelenjar dan celah lebar dari kelenjar ke dalam lumen
mengandung sejumlah spermatozoa pada semua hewan piaraan
(Dellmann dan Brown, 1992).
Vas deferens atau ductus deferens mengangkut spermatozoa dari
ekor epididymis menuju ke urethra. Dindingnya mengandung otot-otot licin
yang penting dalam mekanisasi pengangkutan semen waktu ejakulasi.
Diameter ductus deferens mencapai 2 mm dan konsistensinya seperti tali.
Kedua vas deferens yang terletak berdampingan di atas vesica urinaria,
lambat laun menebal dan membesar membentuk ampullae ductus
deferens (Feradis, 2010).
Penis
Penis adalah organ kopulatoris hewan jantan, mempunyai tugas
ganda yaitu pengeluaran urin dan perletakkan semen ke dalam saluran
reproduksi betina. Penis terdiri dari akar, badan, dan ujung bebas yang
berakhir pada glans penis. Bagian ujung atau glans penis terletak bebas
dalam preputium. Badan penis terdiri dari corpus cavernosum penis yang
relatif besar dan diselaputi oleh suatu selubung fibrosa tebal dan berwarna
putih, tunica albuginea. Urethra dikelilingi oleh corpus cavernosum
urethra, suatu struktur yang relatif lebih kecil di bagian ventral. Kedua
corpora cavernosa bersifat seperti spons dan terbagi atas rongga-rongga
yang dapat dianggap sebagai kapiler-kapiler yang sangat membesar dan
bersambung dengan venae penis (Feradis, 2010).
Penis terdiri dari dua struktur erektil, corpora cavernosa penis dan
corpus spongiosum penis, mengitari urethra spongiosa dan glans penis.
Corpora cavernosa penis muncul dari tuberositas ischiadiscus dan
membentuk badan penis (corpus penis). Corpora cavernosa penis dibalut
oleh tunica albuginea, berbentuk jaringan ikat pekat tidak teratur dan
tebal, mengandung serabut elastik dan otot polos. Glans penis dibalut
oleh tunica albuginea yang kaya akan serabut elastik, berlanjut
membentuk trabekula yang mengitari rongga yang mengandung jaringan
erektil, mirip dengan corpus spongiosum penis (pada kuda) atau plexus
caverna besar (pada anjing). Glans penis ditutup oleh preputium. Bagian
kranial penis dan glans penis terletak dalam kantung terdiri dari lipatan
kulit berbentuk buluh disebut preputium yang terdiri dari bagian luar dan
bagian dalam (Dellmann dan Brown, 1992).
Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum histologi organ
reproduksi jantan adalah mikroskop cahaya, pensil warna, dan kertas
kerja.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum histologi organ
reproduksi jantan adalah preparat testis, ductus deferens, epididymis, dan
penis.

Metode
Metode yang digunakan pada praktikum histologi organ reproduksi
jantan antara lain preparat histologi testis, ductus deferens, epididymis,
dan penis diamati oleh praktikan dengan menggunakan mikroskop
cahaya. Bagian-bagian alat reproduksi jantan tersebut diidentifikasi. Hasil
pengamatan digambar di kertas kerja dengan pensil warna.
Hasil dan Pembahasan

Menurut Dellmann dan Brown (1992), sistem reproduksi jantan


terdiri dari testis yang dikelilingi tunika vaginalis, epididymis, ductus
deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat, dan
bulbouretralis), urethra, dan penis yang dilindungi oleh preputium. Setiap
organ reproduksi memiliki fungsi masing-masing. Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan didapatkan hasil pengamatan organ reproduksi
jantan sebagai berikut.
Testis
Testis merupakan organ utama yang menghasilkan sel sperma
untuk proses reproduksi (Ulum et. al., 2013). Jaringan ikat yang mengisi
ruang intertubular mengandung pembuluh darah dan limfe, fibrosit, sel-sel
mononuklear bebas dan sel-sel interstisial endokrin (sel Leydig). Jumlah
sel interstisial bervariasi pada spesies yang berbeda, dan tergantung pula
pada umur hewan. Sel-sel interstisial endokrin (sel Leydig) tersusun dalam
kelompok atau berbentuk tali, sehingga tidak tiap sel dekat dengan
kapiler. Antara sel-sel yang berbatasan tersebut, terdapat kanalikuli
interselular serta gap junction. Bentuk sel-sel interstisial endokrin tidak
teratur, sel-selnya polihedral dengan inti bulat dengan kandungan
kromatin perifer (Dellmann dan Brown, 1992).

Gambar 1. Histologi Testis


(Anonim, 2008)
Spermatogenesis adalah suatu proses dimana sel-sel kelamin
primer dalam testis menghasilkan spermatozoa. Jumlah kromosom
direduksi menjadi separuh jumlah normal yang terdapat dalam sel-sel
somatik pada masing-masing spesies selama meiosis dalam
spermatogenesis. Spermatogenesis meliputi serangkaian tahapan dalam
pembentukan spermatozoa. Spermatogonia, sel-sel yang pada umumnya
terdapat pada perifer tubulus seminiferus, jumlahnya bertambah secara
mitosis kemudian spermatosit primer, dihasilkan oleh spermatogonia,
mengalami migrasi menuju pusat tubulus dan mengalami pembelahan
meiosis yang mana kromosom-kromosom bergabung dalam pasangan-
pasangan yang kemudian satu dari masing-masing pasangan menuju ke
masing-masing dari dua spermatosit sekunder. Dua spermatosit sekunder
yang terbentuk dari masing-masing spermatosit primer terbagi secara
mitosis menjadi empat spermatid. Masing-masing spermatid mengalami
serangkaian perubahan nukleus dan sitoplasma (spermiogenesis) dari sel
yang bersifat non-motil menjadi sel motil dengan membentuk flagelum
(ekor) untuk membentuk spermatozoa. Spermatozoa adalah sel
kecambah yang mana setelah masak bergerak melalui epididymis yang
membuahi ovum setelah terjadi kapasitasi pada hewan betina.
Spermatozoa aktif bergerak setelah menyentuh bahan-bahaan yang
disekresikan oleh kelenjar aksesoris (Frandson, 1992).

Gambar 2. Spermatogenesis
(Anonim, 2012)
Hormon yang diproduksi oleh testis ada 3 baik yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi spermatogenesis. Ketiga
hormon ini adalah testosteron, estradiol, dan inhibin. Sel Leydig
memproduksi testosteron dan ditempatkan di dekat tubulus seminiferus.
Sel sertoli terletak di dekat tubulus seminiferus dan memproduksi estradiol
serta inhibin. Menurut Frandson (1992), sel-sel Leydig berfungsi untuk
menghasilkan hormon kelamin jantan testosteron. Menurut Dellmann and
Brown (1992), sel sertoli bentuknya tidak teratur dan memanjang.
Basisnya yang luas menopang pada lamina basalis dan sisa
sitoplasmanya mengarah ke lumen tubulus seminiferus. Sel sertoli
memiliki fungsi nutritive, protektif dan menunjang sel-sel spermatogenik.
Hasil praktikum yang diperoleh sesuai dengan literatur.
Mekanisme hormonal dalam pengaturan proses spermatogenesis
secara lengkap sebetulnya tidak diketahui namun pada kenyataannya
adalah bahwa 10 perkembangan spermatogenesis pada usia dewasa
tergantung pada hipothalamus, kelenjar hypophysis dan fungsi sel leydig
(sebagai penghasil testosteron) dalam testis. Spermatogenesis tidak
dapat diawali oleh FSH dan testosteron apabila tidak terdapat kelenjar
hypophyisis. FSH diperlukan untuk perkembangan androgen binding
protein (ABP) dan untuk perkembangan barrier testis-darah dan fungsi lain
dari sel. Testosteron secara sendirian tanpa bantuan hormon lain akan
memelihara spermatogenesis pada waktu pertama kali fungsi sel sertoli
baru berkembang. Produksi spermatozoa bagaimanapun akan meningkat
jika terdapat FSH. FSH diketahui dapat meningkatkan produksi
spermatogonia dengan cara mencegah diferensiasi spermatogonia tipe A.
Lima puluh persen dari spermatogonia tipe A akan mengalami degenerasi.
Pengurangan jumlah spermotogonia tipe A juga dapat terjadi karena
peningkatan aktivitas seksual, sedangkan level FSH sendiri pada jantan Commented [u1]: Jangan idepan

akan meningkat kadarnya oleh aktivitas seksual dan menurun oleh


pengaruh inhibin. Hormon androgen ditransportasikan dari tempat
produksi (sel Leydig) untuk mempengaruhi perkembangan sel germinatif. Commented [u2]:

Androgen binding protein yang diproduksi oleh sel sertoli dan dikeluarkan Commented [u3]:

menuju bagian adluminal, membantu androgen dalam jumlah besar


menuju caput epididymis. Sintesa androgen binding protein oleh sel sertoli
ini tergantung pada stimulasi FSH tetapi hanya setelah sel sertoli
dipengaruhi oleh hormon androgen (Lestari, 2007).

Gambar 3. Feedback Hormon pada Spermatogenesis


(Anonim, 2013) Commented [u4]:

Determinasi abnormalitas spermatozoa berbeda-beda di antara


peneliti maupun laboratorium. Menurut Chenoweth (2005) cit. Riyadhi
(2012), abnormalitas spermatozoa terbagi dalam dua kategori, yakni
berdasarkan sekuen proses pembentukan spermatozoa (primer dan
sekunder) dan berdasarkan dampaknya bagi fertilitas. Kategori kerusakan
spermatozoa bersifat primer adalah yang terjadi pada saat
spermatogenesis, sedangkan sekunder jika kejadiannya setelah
spermiasi. Pengelompokkan kelainan mayor dan minor didasarkan pada
dampaknya terhadap fertilitas jantan tersebut. Kelainan mayor akan
berdampak besar pada fertilitas, sebaliknya kelainan yang bersifat minor
dampaknya kecil pada fertilitas. Menurut Ax et al. (2000) cit. Riyadhi
(2012), mengelompokkan abnormalitas spermatozoa ke dalam tiga
kategori, yaitu primer (mempunyai hubungan erat dengan kepala
spermatozoa dan akrosom), sekunder (keberadaan droplet pada bagian
tengah ekor), dan tersier (kerusakan pada ekor). McPeake dan
Pennington (2009) cit. Riyadhi (2012), mengelompokkan abnormalitas
dalam dua kategori, yaitu primer (yang meliputi abnormalitas kepala dan
bentuk midpiece, abnormalitas midpiece dan tightly coiled tails) dan
sekunder (kepala normal yang terputus, droplet dan ekor yang
membengkok).

Gambar 4. Bentuk Abnormal Spermatozoa


(Anonim, 2010)
Testis turun dari rongga tubuh ke dalam scrotum pada saat hewan
lahir melalui saluran atau kanal inguinal. Penurunan testis kadang-kadang
tidak terjadi, atau hanya satu testis saja yang turun. Hal tersebut disebut
dengan criptorchidism (Blakely dan Bade, 1998). Menurut Feradis (2010),
criptorchidism adalah suatu keadaan dimana testis gagal menggantung
keluar menuju scrotum dan tetap tinggal di abdomen. Pengeluaran
hormon dari testis tidak nyata terpengaruh dan perkembangan hewan
serta aktivitasnya sebagai pejantan dapat berjalan dengan baik, tetapi
tidak dapat memproduksi spermatozoa yang normal sehingga ternak
menjadi infertil.
Penurunan satu testis saja disebut unilateral criptorchidism. Kedua
testis apabila tidak turun disebut bilateral criptorchidism. Unilateral
criptorchidism dapat mengakibatkan kelainan dalam efisiensi reproduksi,
sedangkan bilateral criptorchidism menyebabkan keadaan yang lebih Commented [u5]: Cari gambar

berat yaitu seekor hewan jantan menjadi steril (Blakely dan Bade, 1998). Commented [u6]: Jangan lupa masukin di dapus & copy
bukunya.
Gambar. Penurunan testis
(Frandson, 1992)

Epididymis
Epididymis mamalia merupakan alat kelamin aksesori dinamik,
tergantung pada androgen testikularis untuk memelihara status
diferensiasi epitel (Dellmann dan Brown, 1992). Berdasarkan hasil
praktikum, secara histologis epididymis dibungkus oleh membran yaitu
mukosa, musculus, dan membran yang sangat tipis yang disebut
membran serosa. Membran mukosa berfungsi untuk menghasilkan mukus
atau lendir sebagai pelicin agar proses transpor spermatozoa lebih
mudah. Musculus berfungsi untuk membantu pergerakan spermatozoa di
dalam epididymis dengan gerak meremas dan mendorong. Membran
serosa berfungsi untuk melindungi epididymis dari kontaminan dan
mikroorganisme dari luar. Epididymis berupa saluran yang dilewati sperma
yang berbentuk seperti pipa yang lunak. Lubang epididymis disebut
lumen.
Ductus epididymis dibalut oleh epitel banyak lapis, dikitari oleh
sedikit jaringan ikat longgar dan otot polos dengan susunan melingkar.
Lumen cauda epididymis dan saluran eksternal lainnya, ductus deferens
dan urethra adalah serupa pada saluran tubuler dari saluran reproduksi
betina. Tunika serosa di bagian luar, diikuti dengan otot daging licin pada
bagian tengah dan lapisan paling dalam adalah epithelial (Dellmann dan
Wrobel, 1992). Epididymis mempunyai empat fungsi yaitu, pengangkutan,
penyimpanan, pemasakan, dan pengentalan (konsentrasi) sperma.
Struktur ini, yang panjangnya diperkirakan sekitar 40 meter berperan
untuk menyalurkan sperma dari testes ke kelenjar kelamin aksesoris. Air
diserap kembali guna meningkatkan konsentrasi. Pemasakan dicapai
karena ekskresi sel dan sperma disimpan terutama pada epididymis
bagian ekor (cauda) (Frandson, 1992).

Gambar 5. Histologi Epididymis


(Anonim, 2010)

Ductus Deferens
Ductus deferens merupakan kelanjutan dari ductus epididymis yang
setelah membuat lengkung tajam pada ujung ekor, kemudian berlanjut
lurus membentuk ductus deferens dengan ciri histologinya. Bagian awal
ductus deferens terdapat dalam funiculus spermaticus. Rongga perut,
berlanjut dalam bentuk lipatan peritoneum (plica ductus deferentis).
Lapisan mukosa ductus deferens dibalut oleh epitel silindris banyak lapis,
sebelum mencapai akhir saluran saluran, epitel berubah menjadi silinder
sebaris. Sel-sel silinder di dekat epididymis memiliki mikrovili pendek dan
bercabang (Dellmann dan Brown, 1992).
Berdasarkan praktikum histologi yang dilakukan dengan
menggunakan preparat ductus deferens domba terdiri dari lumen, sel
epitel, lamina propia, musculus circular, musculus longitudinal dalam,
musculus longitudinal luar, dan tunika serosa. Secara histologis, ductus
deferens tersusun atas jaringan fibrosa. Bagian-bagiannya berbentuk
musculus-musculus yang meliputi musculus longitudinal luar, musculus
sirkuler (di tengah), dan musculus longitudinal dalam. Bagian sel epitel
terdapat lamina propria dan lumen.

Gambar 6. Histologi Ductus Deferens


(Anonim, 2010) Commented [u7]:

Ujung terminal ductus deferens, terlepas apakah membentuk


ampulla (pada kuda, ruminansia, anjing) atau tidak (pada babi, kucing),
mengandung kelenjar tubuloalveolar bercabang sederhana dalam propria-
submukosa. Tunika muskularis pada bagian terminal ductus deferens
terdiri dari susunan bervariasi dari berkas otot polos, yang dikelilingi oleh
jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah dari tunika adventisia.
Lumen bagian ductus deferens yang berkelenjar dan celah lebar dari
kelenjar ke dalam lumen mengandung sejumlah spermatozoa pada
semua hewan piaraan (Dellmann dan Brown, 1992).
Ductus deferens berfungsi menyalurkan semen yang telah masak
dari ekor epididymis menjauhi kelenjar-kelenjar kelamin aksesoris,
vesicula seminalis (seminal vesicles), kelenjar cowpery, dan kelenjar
prostata (yang umumnya disebut kelenjar-kelenjar kelamin sekunder).
Kelenjar-kelenjar itulah yang menghasilkan cairan yang lazim disebut
semen. Cairan semen tersebut banyaknya antara 5 sampai 10 cc dan
diejakulasikan melalui penis ke dalam saluran reproduksi betina.
Rangsangan kelamin menyebabkan sejumlah darah dipompakan ke
dalam ruang-ruang didalam penis sehingga mengakibatkan ereksi dengan
cara meluruskan flexura sigmoidea, dengan demikian kopulasi dapat
berlangsung. Flexura sigmoidea setelah kopulasi mengalami kontraksi
oleh kerja otot retractor penis yang bekerja menarik penis masuk ke dalam
bungkus pelindungnya (Frandson,1992).
Penis
Penis adalah organ kopulasi yang dimilki hewan jantan. Penis
berfungsi untuk mengeluarkan urin dan perletakan semen ke dalam
saluran reproduksi hewan betina. Bagian yang membentuk huruf S dalam
keadaan relaks disebut dengan flexura sigmoidea yang mempunyai
jaringan pengikat lebih tinggi dari jaringan erektil (Frandson, 1992).
Berdasarkan hasil pengamatan, penis berisi bagian-bagian yaitu
tunica albuginea, corpus cavernosum urethra, corpus cavernosum penis,
uretra dan lumen. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui
bagian yang menyusun penis adalah tunica albuginea, jaringan ikat,
corpus cavernosum penis yang berfungsi untuk menegangkan penis,
urethra, dan corpus cavernosum urethra yang berfungsi untuk
merelekskan penis. Menurut Dellmann dan Brown (1992), penis terdiri dari
dua struktur erektil, corpus cavernosa penis, corpus spongiosum penis,
mengitari urethra spongiosa dan glands penis. Corpus cavernosa penis
dibalut oleh tunica albuginea, berbentuk jaringan ikat pekat tidak teratur
dan tebal, mengandung serabut elastik dan otot polos. Glans penis dibalut
oleh tunica albuginea yang kaya akan serabut elastik, berlanjut
membentuk trabekula yang mengitari rongga yang mengandung jaringan
erektil, mirip dengan korpus spongiosum penis (pada kuda) atau pleksus
kaverna besar (pada anjing).

Gambar 7. Histologi Penis


(Anonim, 2010) Commented [u8]: naikin
Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka dapat disimpulkan


bahwa organ reproduksi jantan secara histologinya terdiri atas testis,
epididymis, ductus deferens, dan penis. Testis bagian dalam terdapat
tunika albugenia yaitu jaringan pembungkus testis bagian luar, jaringan
ikat putih dibawah tunika vaginalis propia, tubulus seminiferus dan sel
leydig. Epididymis disusun oleh sel-sel pembuluh darah, lumen
epididymis, sel interstitial, dan tubulus seminiferus. Ductus deferens
bagian dalam terdapat sel epithel, tunika serosa, muskulus sirkuler,
muskulus longitudinal luar dan dalam, lamina propia dan juga lumen.
Penis tersusun atas sejumlah sel-sel uretra, tunika albugenia, lumen,
corpus cavernosum penis, dan corpus cavernosum urethra. Penis terdiri
dari dua struktur erektil, corpus cavernosum penis, corpus spongiosum
penis, mengitari urethra spongiosa, dan glands penis.
Daftar Pustaka

Anonim. 2008. Testis. Available at:


http://anatomyforme.blogspot.com/2008/04/endocrine-histology-
plenty-of-histo.html. Diakses tanggal 2 Oktober 2014.
Anonim. 2010. Ductus Deferens. Available at:
http://www.google.co.id/imglanding?q=ductus+deferens&hl=id&gbv=
2&tbs=isch. Diakses tanggal 24 November 2013.
Anonim. 2010. Abnormalitas spermatozoa. Available at
http://wombwithastory.blogspot.com. Diakses tanggal 7 Desember
2013.
Anonim. 2010. Epididymis. Available at
http://www.webpathology.com/image.asp?n=4&Case=27
Anonim. 2010. Histologi jantan Available at
http://instruction.cvhs.okstate.edu/Histology/HistologyReference/hrm
alers.htm Accestion date 7 Desember 2013
Anonim. 2012. Gametogenesis in Human: Spermatogenesis and
Oogenesis. Available at:
http://www.yourarticlelibrary.com/biology/gametogenesis-process-in-
human-spermatogenesis-and-oogenesis/11843/. Diakses tanggal 2
Oktober 2014
Anonim. 2013. What are the hormones involved in regulation of
spermatogenesis. Available at:
http://www.biology.lifeeasy.org/97/what-are-the-hormones-involved-
regulation-spermatogenesis. Diakses pada 2 Oktober 2014.
Blakely and Bade. 1998. Ilmu
Dellmann, H.D dan Karl-Heinz Wrobel. 1992. Buku Teks Histologi
Veteriner. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Feradis. 2010. Reprodusi Ternak. Alfabeta. Bandung.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Lestari, Tita Damayanti. 2007. Peran Inhibin pada Proses Reproduksi
Ternak. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Riyadhi, Muhammad, R. Iis Arifiantini, dan Bambang Purwantara. 2012.
Korelasi morfologi abnormalitas primer spermatozoa terhadap
umur pada beberapa bangsa sapi potong. Agroscientiae. Volume
19 Nomor 2 Agustus 2012. Commented [u9]: after 6 before 0

Ulum, Fakhrul Mokhamad., Paramitha, Devi., Muttaqin, Zultinur., Utami,


Nur Fitri., Utami, Nindya Dwi., Gunanti, dan Deni Noviana. 2013.
Pencitraan Ultrasonografi Organ Reproduksi Domba Jantan Ekor
Tipis Indonesia. Acta Veterinaria Indonesiana. ISSN 2337-3202, E-
ISSN 2337-4373 Vol. 1, No. 2: 54-59, Juli 2013.

Anda mungkin juga menyukai