Anda di halaman 1dari 57

ACARA I

ANATOMI DAN HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI JANTAN


Tinjauan Pustaka
Alat reproduksi jantan penting dipelajari karena menyangkut proses
keberlanjutan kehidupan. Mamalia bereproduksi secara seksual melalui
proses kopulasi menggunakan alat reproduksi jantan bagian luar yaitu penis
yang berfungsi mengeluarkan spermatozoa. Organ-organ dari alat reproduksi
jantan yaitu testis, epididymis, ductus deferens, urethra dan glandula asesoris
(kelenjar prostata, kelenjar vesikularis, dan kelenjar bulbourethralis). Menurut
Dellmann dan Brown (1992), sistem reproduksi jantan terdiri dari testis yang
dikelilingi tunica vaginalis, epididymis, ductus deferens, kelenjar aksesori
(kelenjar vesikulosa, prostat, dan bulbouretralis), urethra, dan penis yang
dilindungi oleh preputium. Menurut Frandson (1992), sistem reproduksi
berhubungan erat dengan sistem urin. Keduanya sering dikenal dengan
nama sistem urogenital. Urethra digunakan sebagai saluran baik sistem urin
maupun sistem reproduksi jantan.
Testis
Menurut Safitri (2003), testis merupakan gonad jantan yang berfungsi
untuk menghasilkan spermatozoa melalui suatu proses yang disebut dengan
spermatogenesis. Letak testis berbentuk vertikal di dalam scrotum dan
mempunyai berat sekitar 275 gram yang dalam keadaan normal kedua testis
mempunyai ukuran yang sama dan dapat bergerak bebas di dalam scrotum.
Testis merupakan organ utama dari sistem reproduksi jantan yang berperan
penting dalam spermatogenesis dan steroidogenesis. Spermatogenesis
berlangsung pada lapisan epitel tubuli semeniferi testis untuk menghasilkan
spermatozoa, sedangkan steroidogenesis berlangsung di sel-sel Leydig
jaringan interstisial testis untuk mensintesis hormon steroid jantan, androgen
(Wahyuni, 2012). Testis berkembang lebih awal dibandingkan organ
1

reproduksi yang lain, karena testis harus menjadi pendukung perkembangan


organ reproduksi yang lain dengan menghasilkan hormon testosteron.
Ukuran testis yang semakin besar akan meningkatkan panjang tubulus
seminiferus yang merupakan tempat produksi spermatozoa (Samsudewa dan
Purbowati, 2006). Ada hubungan dekat antara besamya scrotum dengan
bobot badan, sedangkan menurut ukuran lingkar scrotum akan meningkat
dengan bertambahnya usia hewan karena semakin dewasa hewan maka
akan terjadi pertambahan jumlah tubulus seminiferus yang menyebabkan
ukuran testis menjadi lebih besar dan ukuran lingkar scrotum menjadi besar
pula (Safitri, 2003).
Testis agak bervariasi dari spesies ke spesies dalam hal bentuk,
ukuran, dan lokasi, tetapi struktur dasarnya adalah sama. Masing-masing
testis terdiri dari banyak sekali tubulus seminiferosa yang dikelilingi oleh
kapsul berserabut atau trabekula, melintas masuk dari tunica albuginea untuk
membentuk kerangka atau stroma, untuk mendukung tubulus seminiferosa.
Trabekula ini bergabung membentuk korda fibrosa, yaitu mediastinum testis
(Frandson, 1992).
Rete testis terdiri dari saluran-saluran yang beranastomose dalam
mediastinum testis. Saluran-saluran ini terletak di antara tubulus seminiferosa
dan duktuli eferen yang berhubungan dengan ductus epididymis dalam
kepala epididymis. Sel-sel Leydig menghasilkan hormon kelamin jantan
testosteron yang terdapat di dalam jaringan pengikat antara tubulus
seminiferosa (Frandson, 1992).
Menurut Dellmann dan Brown (1992), bila testis diangkat dari skrotum,
lapis parietal tunica vaginalis tetap melekat pada skrotum, sedangkan lapis
viseralis, pembalut peritoneum pada testis dan epididymis tetap bertaut pada
kapsula testis di bawahnya, yakni tunica albuginea. Lapis viseralis tunica
vaginalis terdiri dari mesotel dan jaringan ikat yang melekat pada tunica
albuginea. Tunica albuginea merupakan kapsula yang padat, terdiri dari
2

jaringan ikat padat tidak teratur. Materi utamanya adalah serabut kolagen da
sedikit serabut elastik. Tunica albuginea berlanjut dengan trabekula yang
disebut septula testis, yang arah susunannya memusat ke mediastinum
testis.
Jaringan ikat yang mengisi ruang intertubular mengandung pembuluh
darah dan limfe, fibrosit, sel-sel mononuklear bebas, dan sel-sel interstisial
endokrin (sel Leydig). Sel Leydig ini menghasilkan hormon androgen
testikular (testosteron) dan juga banyak mengandung hormon estrogen.
Bentuk sel-sel interstisial endokrin tidak teratur, sel-selnya polihedral dengan
inti bulat dengan kandungan kromatin perifer. Tubuli seminiferi konvoluti
berbentuk buluh yang berliku-liku dengan diameter 200 sampai 400 m
dibalut oleh epitel banyak lapis yang mengandung dua jenis sel dasar yang
berbeda, yakni sel Sertoli dan sel spermatogenik (Dellmann dan Brown,
1992).
Epididymis
Epididymis merupakan saluran spermatozoa yang panjang dan
berbelit, terbagi atas caput, corpus, dan cauda epididymis, melekat erat pada
testis dan dipisahkan oleh tunika albugenia. Organ tersebut berperan penting
pada proses absorpsi cairan yang berasal dari tubulus seminiferus testis,
pematangan, penyimpanan dan penyaluran spermatozoa ke ductus deferens
sebelum bergabung dengan plasma semen dan diejakulasikan ke dalam
saluran reproduksi betina (Wahyuni, 2012). Menurut Safitri (2003), fungsi dari
epididymis

adalah

untuk

memberikan

lingkungan

yang

baik

waktu

pematangan spermatozoa sehingga dapat meningkatkan kemampuan


motilitas

dan

kesuburannya.

Proses

pendewasaan

spermatozoa

di

epididymis berlangsung lebih sempurna dengan bertambahnya umur.


Maturasi spermatozoa terjadi di dalam ductus epididymis, yang terdiri dari
daerah caput, corpus dan cauda. Cauda epididymis merupakan tempat
penyimpanan spermatozoa dengan jumlah terbesar, yaitu sekitar 75%
3

(Noviana et al., 2000).


Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferosa lewat ductulus
eferens menuju kepala epididymis. Epididymis merupakan pipa panjang dan
berkelok-kelok yang menghubungkan vasa eferensia pada testis dengan
ductus eferens (vas deferens) (Frandson, 1992). Ductus epididymis sangat
berliku-liku dan mengulir. Panjang ductus cukup bervariasi di antara spesies
dan diperkirakan panjangnya 40 meter pada sapi dan babi jantan, dan 70
meter pada kuda jantan. Transpor

spermatozoa melalui epididymis

memerlukan 10 sampai 15 hari pada sebagian besar mamalia (Dellmann dan


Brown, 1992).
Epididymis dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan
ekor. Kepala (caput epididymis) membentuk suatu penonjolan dasar dan
agak berbentuk mangkok yang dimulai pada ujung proximal testis.
Epididymis berbentuk U, berbeda-beda dalam ukurannya dan menutupi
seluas satu per tiga dari bagian depan testis. Saluran epididymis tersusun
dalam lobuli dan mengandung ductuli efferentes testis melalui serosa.
Saluran tersebut terakhir yang menghubungkan rete testis dengan saluran
epididymis berjumlah 13 sampai 15 buah. Caput epididymis di dekat ujung
proximal testis menjadi pipih dan bersambung ke badan (corpus epididymis)
dan berjalan distal sepanjang tepi posterior testis. Corpus menjelma menjadi
cauda epididymis pada ujung distal testis. Saluran epididymis menjadi lebih
kasar di dekat ligamentum testis (Feradis, 2010).
Ductus deferens
Ductus deferens adalah sepasang saluran dari ujung distal cauda
masing-masing epididymis yang ujungnya didukung oleh lipatan peritoneum,
melewati sepanjang corda spermatika, melalui canalis inguinalis ke daerah
panggul. Ujung ductus deferens yang membesar dekat urethra adalah
ampulla. Ductus deferens memiliki lapisan tebal otot polos di dinding dan
tampaknya memiliki fungsi tunggal transportasi spermatozoa (Yusuf, 2012).
4

Ductus deferens merupakan kelanjutan dari ductus epididymis yang


setelah membuat lengkung tajam pada ujung ekor, kemudian berlanjut lurus
membentuk ductus deferens dengan ciri histologinya. Bagian awal ductus
deferens terdapat dalam funiculus spermaticus, dan dalam rongga perut
berlanjut dalam bentuk lipatan peritoneum (plica ductus deferentis). Lipatan
mukosa ductus deferens dibalut oleh epitel silinder banyak lapis, sebelum
mencapai akhir saluran, epitel berubah menjadi silinder sebaris. Sel-sel
silinder memiliki mikrovili pendek dan bercabang di dekat epididymis.
Jaringan ikat longgar pada propria-submukosa banyak mengandung
pembuluh darah, fibroblas, dan serabut elastik. Tunika muskularis terdiri dari
campuran susunan melingkar, memanjang, dan miring (kuda, sapi, dan babi
jantan), namun pada ruminansia kecil dan karnivora, lapis dalam melingkar
dan lapis luar memanjang. Lamina serosa dengan komponen biasa
membalut organ tersebut. Tunika muskularis pada bagian terminal ductus
deferens terdiri dari susunan bervariasi dari berkas otot polos yang dikelilingi
oleh jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah dari tunika adventisia.
Lumen bagian ductus deferens yang berkelenjar dan celah lebar dari kelenjar
ke dalam lumen mengandung sejumlah spermatozoa pada semua hewan
piaraan (Dellmann dan Brown, 1992).
Vas deferens atau ductus deferens mengangkut spermatozoa dari
ekor epididymis menuju ke urethra. Dindingnya mengandung otot-otot licin
yang penting dalam mekanisasi pengangkutan semen waktu ejakulasi.
Diameter ductus deferens mencapai 2 mm dan konsistensinya seperti tali.
Kedua vas deferens yang terletak berdampingan di atas vesica urinaria,
lambat laun menebal dan membesar membentuk ampullae ductus deferens
(Feradis, 2010).
Kelenjar Tambahan
Kelenjar vesikularis. Kelenjar vesikularis adalah sepasang kelenjar
lobular yang mudah diidentifikasi karena bentuk yang menonjol. Kelenjar
5

vesikularis pada sapi memberikan kontribusi lebih dari setengah dari volume
total cairan semen. Senyawa organik yang ditemukan di sekresi kelenjar
vesikularis adalah unik dan tidak ditemukan dalam jumlah besar di tempat
lain di dalam tubuh (Yusuf, 2012).
Kelenjar prostata. Kelenjar prostata adalah kelenjar tunggal yang
terletak di sekitar dan sepanjang urethra di bagian posterior saluran
ekskretoris dari kelenjar vesikularis. Semua prostata pada domba tertanam
dalam otot urethra seperti bagian dari jaringan kelenjar pada sapi dan babi
hutan. Kelenjar prostata berkontribusi kecil untuk volume cairan semen di
sebagian besar spesies (Yusuf, 2012).
Kelenjar bulbourethralis. Kelenjar bulbourethralis atau cowpery
adalah sepasang kelenjar yang terletak di sepanjang urethra dekat titik luar
dari panggul. Ukuran dan bentuknya seperti kenari pada sapi. Kelenjar ini
melekat pada otot bulbospongiosum, berkontribusi sangat sedikit untuk
volume cairan semen (Yusuf, 2012).
Urethra
Urethra adalah saluran tunggal yang memanjang dari persimpangan
ampulla ke ujung penis. Ini berfungsi sebagai saluran ekskretoris baik urin
maupun semen. Selama ejakulasi pada sapi, terdapat campuran lengkap
konsentrasi spermatozoa dari ductus deferens dan epididymis dengan cairan
dari kelenjar aksesori pada bagian pelvis urethra untuk membentuk semen
(Yusuf, 2012).
Penis
Penis adalah organ kopulasi jantan, membentuk secara dorsal di
sekitar urethra dari titik urethra di bagian pelvis, dengan lubang urethra
eksternal pada ujung bebas dari penis. Sapi, babi hutan, dan domba memiliki
lentur sigmoid, sebuah lengkungan S pada penis yang memungkinkan untuk
ditarik kembali sepenuhnya ke dalam tubuh. Ketiga spesies tersebut dan
kuda memiliki otot penis retractor, sepasang otot polos yang relaks yang
6

memudahkan perpanjangan penis dan kontraksi untuk menarik penis kembali


ke dalam tubuh (Yusuf, 2012). Preputium merupakan invaginasi kulit yang
tertutup pada ujung penis. Ini memiliki asal embrio sama dengan labia minora
pada betina. Hal ini dapat dibagi ke dalam bagian prepenile, yang merupakan
lipatan luar, dan bagian penis, atau lipatan dalam. Lubang kulit preputium ini
dikelilingi oleh rambut preputial panjang (Yusuf, 2012).
Penis adalah organ kopulatoris hewan jantan, mempunyai tugas
ganda yaitu pengeluaran urin dan perletakkan semen ke dalam saluran
reproduksi betina. Penis terdiri dari akar, badan, dan ujung bebas yang
berakhir pada glans penis. Bagian ujung atau glans penis terletak bebas
dalam preputium. Badan penis terdiri dari corpus cavernosum penis yang
relatif besar dan diselaputi oleh suatu selubung fibrosa tebal dan berwarna
putih, tunica albuginea. Urethra dikelilingi oleh corpus cavernosum urethra,
suatu struktur yang relatif lebih kecil di bagian ventral. Kedua corpora
cavernosa bersifat seperti spons dan terbagi atas rongga-rongga yang dapat
dianggap sebagai kapiler-kapiler yang sangat membesar dan bersambung
dengan venae penis (Feradis, 2010).
Penis terdiri dari dua struktur erektil, corpora cavernosa penis dan
corpus spongiosum penis, mengitari urethra spongiosa dan glans penis.
Corpora

cavernosa penis

muncul

dari

tuberositas ischiadiscus

dan

membentuk badan penis (corpus penis). Corpora cavernosa penis dibalut


oleh tunica albuginea, berbentuk jaringan ikat pekat tidak teratur dan tebal,
mengandung serabut elastik dan otot polos. Glans penis dibalut oleh tunica
albuginea yang kaya akan serabut elastik, berlanjut membentuk trabekula
yang mengitari rongga yang mengandung jaringan erektil, mirip dengan
corpus spongiosum penis (pada kuda) atau plexus caverna besar (pada
anjing). Glans penis ditutup oleh preputium. Bagian kranial penis dan glans
penis terletak dalam kantung terdiri dari lipatan kulit berbentuk buluh disebut
preputium yang terdiri dari bagian luar dan bagian dalam (Dellmann dan
7

Brown, 1992).
Materi dan Metode
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum anatomi organ reproduksi
jantan adalah pita ukur, timbangan sartorius dan kertas kerja. Alat yang
digunakan dalam praktikum histologi organ reproduksi jantan adalah
mikroskop cahaya, pensil warna, dan kertas kerja.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum anatomi organ
reproduksi jantan adalah preparat basah organ reproduksi sapi Limousin
jantan umur 2,5 tahun dengan berat 520 kg. Bahan yang digunakan dalam
praktikum histologi organ reproduksi jantan adalah preparat testis, ductus
deferens, epididymis, dan penis.
Metode
Metode yang digunakan pada praktikum anatomi organ reproduksi
jantan antara lain bagian-bagian alat reproduksi domba jantan diamati,
diketahui fungsi, dibedakan setiap organ, ditimbang, dan diukur dengan
seksama dengan pita ukur oleh praktikan. Setelah penimbangan dan
pengukuran masing-masing bagian alat reproduksi sapi jantan selesai,
diterangkan kembali oleh praktikan apa yang telah dikerjakan selama
praktikum.
Metode yang digunakan pada praktikum histologi organ reproduksi
jantan antara lain preparat histologi testis, ductus deferens, epididymis, dan
penis diamati oleh praktikan dengan menggunakan mikroskop cahaya.
Bagian-bagian

alat

reproduksi

jantan

tersebut

diidentifikasi.

pengamatan digambar di kertas kerja dengan pensil warna.

Hasil

Hasil dan Pembahasan


Preparat praktikum anatomi organ reproduksi jantan yang digunakan
adalah organ reproduksi dari sapi jantan bangsa Limousin umur 2,5 tahun
dengan berat badan 520 kg. Menurut Dellmann dan Brown (1992), sistem
reproduksi jantan terdiri dari testis yang dikelilingi tunika vaginalis,
epididymis, ductus deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat,
dan bulbouretralis), urethra, dan penis yang dilindungi oleh preputium. Setiap
organ reproduksi memiliki fungsi masing-masing. Berdasarkan pengamatan
dan pengukuran terhadap organ reproduksi pada sapi Limousin jantan
berumur 2,5 tahun dan berat 520 kg tersebut diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel I. 1. Ukuran Organ Reproduksi Jantan
Nama Bagian

Panjang

Lebar

Keliling

Tinggi

Berat

Tebal

Testis
Epididymis
Ductus
Deferens
Ampula Ductus
Deferens
Kelenjar
Vesikularis
Corpus Prostata
Kelenjar
Bulbourethralis
Penis

10,5 cm
-

4 cm
-

14 cm
-

109,3 gr
14,5 gr

4,5 cm
-

58 cm

6 cm

2 cm

10 cm

6 cm

2 cm

25 gr

11 cm

6 cm

3 cm

2,5 cm

1 cm

3,7 gr

14 cm

Testis
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan testis memiliki panjang
10,5 cm, lebar 4 cm, keliling 14 cm, tebal 4,5 cm, dan berat 109,3 gram.
Testis berbentuk oval memanjang dan terletak dengan sumbu panjangnya
vertikal di dalam scrotum; pada sapi dewasa panjangnya berkisar dari 10
sampai 12 cm dan diameter 6 sampai 8 cm (Ball and Peters, 2004). Menurut
Kuswahyuni (2009), berat testis pada sapi bos indicus adalah sekitar 451
9

gram. Hasil praktikum apabila dibandingkan dengan literatur menunjukkan


bahwa panjang dan berat berada di bawah kisaran normal. Menurut
Frandson (2010), perbedaan ukuran ini dapat disebabkan oleh perbedaan
umur, berat badan, dan bangsa sapi. Menurut Noviana et al. (2000), ukuran
testis akan terus berkembang sejalan dengan bertambahnya umur namun
saat mencapai dewasa tubuh ukuran testis akan mencapai angka yang tetap
dan tidak berubah.
Menurut Samsudewa dan Endang (2006), perkembangan organ
reproduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh pakan,
hormonal,

dan

lingkungan.

Jenis

pakan

sangat

mempengaruhi

perkembangan organ reproduksi sebelum mencapai dewasa kelamin. Apabila


pakan yang dikonsumsi sebelum dewasa kelamin tidak mencapai standar
maka perkembangan reproduksi tidak akan mencapai optimal.

Menurut

Susilo (2013), pertumbuhan bobot badan dan testis dipengaruhi oleh peranan
hormon testosteron. Hormon testosteron dapat mempengaruhi pertambahan
bobot badan karena hormon testosteron dapat menstimulasi sintesis protein
otot dan hal ini dapat terjadi langsung dalam otot karena terdapat reseptor
androgen.

Menurut

penelitian

Yunardi

(1999)

dalam

Susilo

(2013),

peningkatan umur berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan ukuran


panjang. Menurut Frandson (1992), kastrasi merupakan suatu istilah yang
biasanya dipakai untuk menghilangkan testis pada hewan jantan. Kastrasi
dimaksudkan untuk mencegah hewan-hewan dengan kualitas genetik yang
rendah untuk bereproduksi.

10

Gambar I. 1. Anatomi testis


Testis merupakan organ utama yang menghasilkan sel sperma untuk
proses reproduksi (Ulum et al., 2013). Jaringan ikat yang mengisi ruang
intertubular mengandung pembuluh darah dan limfe, fibrosit, sel-sel
mononuklear bebas dan sel-sel interstisial endokrin (sel Leydig). Jumlah sel
interstisial bervariasi pada spesies yang berbeda, dan tergantung pula pada
umur hewan. Sel-sel interstisial endokrin (sel Leydig) tersusun dalam
kelompok atau berbentuk tali, sehingga tidak tiap sel dekat dengan kapiler.
Antara sel-sel yang berbatasan tersebut, terdapat kanalikuli interselular serta
gap junction. Bentuk sel-sel interstisial endokrin tidak teratur, sel-selnya
polihedral dengan inti bulat dengan kandungan kromatin perifer (Dellmann
dan Brown, 1992).

Gambar I. 2. Histologi testis


(Anonim, 2008)
Spermatogenesis adalah suatu proses dimana sel-sel kelamin primer
dalam testis menghasilkan spermatozoa. Jumlah kromosom direduksi
11

menjadi separuh jumlah normal yang terdapat dalam sel-sel somatik pada
masing-masing
Spermatogenesis

spesies

selama

meliputi

meiosis

serangkaian

dalam

tahapan

spermatogenesis.

dalam

pembentukan

spermatozoa. Spermatogonia, sel-sel yang pada umumnya terdapat pada


perifer tubulus seminiferus, jumlahnya bertambah secara mitosis kemudian
spermatosit primer, dihasilkan oleh spermatogonia, mengalami migrasi
menuju pusat tubulus dan mengalami pembelahan meiosis yang mana
kromosom-kromosom bergabung dalam pasangan-pasangan yang kemudian
satu dari masing-masing pasangan menuju ke masing-masing dari dua
spermatosit sekunder. Dua spermatosit sekunder yang terbentuk dari masingmasing spermatosit primer terbagi secara mitosis menjadi empat spermatid.
Masing-masing spermatid mengalami serangkaian perubahan nukleus dan
sitoplasma (spermiogenesis) dari sel yang bersifat non-motil menjadi sel motil
dengan membentuk flagelum (ekor) untuk membentuk spermatozoa.
Spermatozoa adalah sel kecambah yang mana setelah masak bergerak
melalui epididymis yang membuahi ovum setelah terjadi kapasitasi pada
hewan betina. Spermatozoa aktif bergerak setelah menyentuh bahan-bahaan
yang disekresikan oleh kelenjar aksesoris (Frandson, 1992).

Gambar I. 3. Spermatogenesis
(Anonim, 2012)
Hormon yang diproduksi oleh testis ada 3 baik yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi spermatogenesis. Ketiga hormon ini

12

adalah testosteron, estradiol, dan inhibin. Sel Leydig memproduksi


testosteron dan ditempatkan di dekat tubulus seminiferus. Sel sertoli terletak
di dekat tubulus seminiferus dan memproduksi estradiol serta inhibin.
Menurut Frandson (1992), sel-sel Leydig berfungsi untuk menghasilkan
hormon kelamin jantan testosteron. Menurut Dellmann and Brown (1992), sel
sertoli bentuknya tidak teratur dan memanjang. Basisnya yang luas
menopang pada lamina basalis dan sisa sitoplasmanya mengarah ke lumen
tubulus seminiferus. Sel sertoli memiliki fungsi nutritive, protektif dan
menunjang sel-sel spermatogenik. Hasil praktikum yang diperoleh sesuai
dengan literatur.
Mekanisme hormonal dalam pengaturan proses spermatogenesis
secara lengkap sebetulnya tidak diketahui namun pada kenyataannya adalah
bahwa 10 perkembangan spermatogenesis pada usia dewasa tergantung
pada hipothalamus, kelenjar hypophysis dan fungsi sel leydig (sebagai
penghasil testosteron) dalam testis. Spermatogenesis tidak dapat diawali
oleh FSH dan testosteron apabila tidak terdapat kelenjar hypophyisis. FSH
diperlukan untuk perkembangan androgen binding protein (ABP) dan untuk
perkembangan barrier testis-darah dan fungsi lain dari sel. Testosteron
secara

sendirian

spermatogenesis

tanpa
pada

bantuan

waktu

hormon

pertama

kali

lain
fungsi

akan
sel

memelihara
sertoli

baru

berkembang. Produksi spermatozoa bagaimanapun akan meningkat jika


terdapat FSH. FSH diketahui dapat meningkatkan produksi spermatogonia
dengan cara mencegah diferensiasi spermatogonia tipe A. Lima puluh persen
dari spermatogonia tipe A akan mengalami degenerasi. Pengurangan jumlah
spermotogonia tipe A juga dapat terjadi karena peningkatan aktivitas seksual,
sedangkan level FSH sendiri pada jantan akan meningkat kadarnya oleh
aktivitas seksual dan menurun oleh pengaruh inhibin. Hormon androgen
ditransportasikan dari tempat produksi (sel Leydig) untuk mempengaruhi
perkembangan sel germinatif. Androgen binding protein yang diproduksi oleh
13

sel sertoli dan dikeluarkan menuju bagian adluminal, membantu androgen


dalam jumlah besar menuju caput epididymis. Sintesa androgen binding
protein oleh sel sertoli ini tergantung pada stimulasi FSH tetapi hanya setelah
sel sertoli dipengaruhi oleh hormon androgen (Lestari, 2007).

Gambar I. 4. Feedback Hormon pada Spermatogenesis


(Anonim, 2013)
Determinasi abnormalitas spermatozoa berbeda-beda di antara
peneliti maupun laboratorium. Menurut Chenoweth (2005) cit. Riyadhi (2012),
abnormalitas spermatozoa terbagi dalam dua kategori, yakni berdasarkan
sekuen proses pembentukan spermatozoa (primer dan sekunder) dan
berdasarkan dampaknya bagi fertilitas. Kategori kerusakan spermatozoa
bersifat primer adalah yang terjadi pada saat spermatogenesis, sedangkan
sekunder jika kejadiannya setelah spermiasi. Pengelompokkan kelainan
mayor dan minor didasarkan pada dampaknya terhadap fertilitas jantan
tersebut. Kelainan mayor akan berdampak besar pada fertilitas, sebaliknya
kelainan yang bersifat minor dampaknya kecil pada fertilitas. Menurut Ax et
al. (2000) cit. Riyadhi (2012), mengelompokkan abnormalitas spermatozoa ke
dalam tiga kategori, yaitu primer (mempunyai hubungan erat dengan kepala
spermatozoa dan akrosom), sekunder (keberadaan droplet pada bagian
tengah ekor), dan tersier (kerusakan pada ekor). McPeake dan Pennington
(2009) cit. Riyadhi (2012), mengelompokkan abnormalitas dalam dua
kategori, yaitu primer (yang meliputi abnormalitas kepala dan bentuk
14

midpiece, abnormalitas midpiece dan tightly coiled tails) dan sekunder


(kepala normal yang terputus, droplet dan ekor yang membengkok).

Gambar I. 5. Bentuk abnormal spermatozoa


(Anonim, 2010)
Testis turun dari rongga tubuh ke dalam scrotum pada saat hewan
lahir melalui saluran atau kanal inguinal. Penurunan testis kadang-kadang
tidak terjadi, atau hanya satu testis saja yang turun. Hal tersebut disebut
dengan criptorchidism (Blakely dan Bade, 1998). Menurut Feradis (2010),
criptorchidism

adalah suatu keadaan dimana testis gagal menggantung

keluar menuju scrotum dan tetap tinggal di abdomen. Pengeluaran hormon


dari testis tidak nyata terpengaruh dan perkembangan hewan serta
aktivitasnya sebagai pejantan dapat berjalan dengan baik, tetapi tidak dapat
memproduksi spermatozoa yang normal sehingga ternak menjadi infertil.
Penurunan satu testis saja disebut unilateral criptorchidism. Kedua testis
apabila tidak turun disebut bilateral criptorchidism. Unilateral criptorchidism
dapat mengakibatkan kelainan dalam efisiensi reproduksi, sedangkan
bilateral criptorchidism menyebabkan keadaan yang lebih berat yaitu seekor
hewan jantan menjadi steril (Blakely dan Bade, 1998).

15

Gambar I. 6. Penurunan testis


(Frandson, 1992)
Epididymis
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa
berat epididymis adalah 14,5 gram. Menurut Stout (2012), berat rata-rata
epididymis adalah 36,1 gram. Hasil praktikum berada di bawah kisaran
normal. Menurut Frandson (1992), perbedaan ukuran ini dapat disebabkan
oleh perbedaan umur, berat badan, dan bangsa sapi.
Epididymis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu caput (kepala), corpus
(badan), dan cauda (ekor). Fungsi epididymis adalah sebagai transportasi
sperma, tempat pemadatan sperma, tempat pemasakan sperma, dan tempat
penimbunan sperma. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wahyuni (2012),
epididymis merupakan saluran spermatozoa yang panjang dan berbelit,
terbagi atas caput, corpus, dan cauda epididimidis, melekat erat pada testis
dan dipisahkan oleh tunika albuginea. Organ tersebut berperan penting pada
proses absorpsi cairan yang berasal dari tubulus seminiferus testis,
pematangan, penyimpanan dan penyaluran spermatozoa ke ductus deferens
sebelum bergabung dengan plasma semen dan diejakulasikan ke dalam
saluran reproduksi betina.

16

Cauda epididymis

Corpus epididymis
Caput epididymis
Gambar I. 7. Anatomi epididymis
Epididymis mamalia merupakan alat kelamin aksesori dinamik,
tergantung pada androgen testikularis untuk memelihara status diferensiasi
epitel (Dellmann dan Brown, 1992). Berdasarkan hasil praktikum, secara
histologis epididymis dibungkus oleh membran yaitu mukosa, musculus, dan
membran yang sangat tipis yang disebut membran serosa. Membran mukosa
berfungsi untuk menghasilkan mukus atau lendir sebagai pelicin agar proses
transpor spermatozoa lebih mudah. Musculus berfungsi untuk membantu
pergerakan spermatozoa di dalam epididymis dengan gerak meremas dan
mendorong. Membran serosa berfungsi untuk melindungi epididymis dari
kontaminan dan mikroorganisme dari luar. Epididymis berupa saluran yang
dilewati sperma yang berbentuk seperti pipa yang lunak. Lubang epididymis
disebut lumen.
Ductus epididymis dibalut oleh epitel banyak lapis, dikitari oleh sedikit
jaringan ikat longgar dan otot polos dengan susunan melingkar. Lumen
cauda epididymis dan saluran eksternal lainnya, ductus deferens dan urethra
adalah serupa pada saluran tubuler dari saluran reproduksi betina. Tunika
serosa di bagian luar, diikuti dengan otot daging licin pada bagian tengah dan
lapisan paling dalam adalah epithelial (Dellmann dan Wrobel, 1992).
Epididymis mempunyai empat fungsi yaitu, pengangkutan, penyimpanan,
pemasakan, dan pengentalan (konsentrasi) sperma. Struktur ini, yang

17

panjangnya diperkirakan sekitar 40 meter berperan untuk menyalurkan


sperma dari testes ke kelenjar kelamin aksesoris. Air diserap kembali guna
meningkatkan konsentrasi. Pemasakan dicapai karena ekskresi sel dan
sperma disimpan terutama pada epididymis bagian ekor (cauda) (Frandson,
1992).

Gambar I. 8. Histologi Epididymis


(Anonim, 2010)
Ductus deferens
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa
panjang ductus deferens adalah 58 cm, dengan panjang ampulla ductus
deferens sebesar 6 cm dan lebar 2 cm. Menurut Rianto dan Endang (2010),
panjang ampulla berkisar 10 sampai 14 cm, dan diameternya 1,0 sampai 1,5
cm. Ukuran ductus deferens tidak normal jika dibandingkan dengan literatur
yang ada. Perbedaan ukuran disebabkan oleh umur ternak, bangsa, dan
genetik. Menurut Yusuf (2012), ductus deferens memiliki lapisan tebal otot
polos di dinding dan tampaknya memiliki fungsi tunggal transportasi
spermatozoa, sedangkan ampulla berfungsi sebagai depot penyimpanan
jangka pendek untuk semen. Spermatozoa matang hanya dalam waktu
singkat di dalam ampulla.

18

Gambar I. 9. Anatomi ductus deferens


Pejantan dapat tetap mempertahankan fungsi seksualnya tetapi
kemampuan fertilitasnya dihilangkan untuk tujuan manajemen atau tujuan
lain. Cara yang dipakai dalam hal ini adalah vasectomi. Vasectomi ini
dilakukan dengan cara pembedahan atau pemotongan ductus deferens,
sehingga spermatozoa tidak dapat melanjutkan perjalanan dari epididymis
menuju ke sistem urogenitalis. Struktur ductus deferens yang keras dan
berotot itu memudahkan bagi kita untuk menemukan letaknya, kemudian
ductus deferens dipotong sepanjang 5 sampai 7 cm. Kegunaan dari
vasectomi adalah untuk menentukan estrus pada ternak betina, dan
menggertak estrus pada ternak betina pada waktu laktasi atau pada saat
bukan musim kawin (Feradis, 2010).
Ductus deferens merupakan kelanjutan dari ductus epididymis yang
setelah membuat lengkung tajam pada ujung ekor, kemudian berlanjut lurus
membentuk ductus deferens dengan ciri histologinya. Bagian awal ductus
deferens terdapat dalam funiculus spermaticus. Rongga perut, berlanjut
dalam bentuk lipatan peritoneum (plica ductus deferentis). Lapisan mukosa
ductus deferens dibalut oleh epitel silindris banyak lapis, sebelum mencapai
akhir saluran saluran, epitel berubah menjadi silinder sebaris. Sel-sel silinder
di dekat epididymis memiliki mikrovili pendek dan bercabang (Dellmann dan
Brown, 1992).
Berdasarkan praktikum histologi yang dilakukan dengan menggunakan

19

preparat ductus deferens domba terdiri dari lumen, sel epitel, lamina propia,
musculus circular, musculus longitudinal dalam, musculus longitudinal luar,
dan tunika serosa. Secara histologis, ductus deferens tersusun atas jaringan
fibrosa. Bagian-bagiannya berbentuk musculus-musculus yang meliputi
musculus longitudinal luar, musculus sirkuler (di tengah), dan musculus
longitudinal dalam. Bagian sel epitel terdapat lamina propria dan lumen.

Gambar I. 10. Histologi ductus deferens


(Anonim, 2010)
Ujung terminal ductus deferens, terlepas apakah membentuk ampulla
(pada kuda, ruminansia, anjing) atau tidak (pada babi, kucing), mengandung
kelenjar tubuloalveolar bercabang sederhana dalam propria-submukosa.
Tunika muskularis pada bagian terminal ductus deferens terdiri dari susunan
bervariasi dari berkas otot polos, yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan
banyak pembuluh darah dari tunika adventisia. Lumen bagian ductus
deferens yang berkelenjar dan celah lebar dari kelenjar ke dalam lumen
mengandung sejumlah spermatozoa pada semua hewan piaraan (Dellmann
dan Brown, 1992).
Ductus deferens berfungsi menyalurkan semen yang telah masak dari
ekor epididymis menjauhi kelenjar-kelenjar kelamin aksesoris, vesicula
seminalis (seminal vesicles), kelenjar cowpery, dan kelenjar prostata (yang
umumnya disebut

kelenjar-kelenjar kelamin sekunder). Kelenjar-kelenjar

itulah yang menghasilkan cairan yang lazim disebut semen. Cairan semen

20

tersebut banyaknya antara 5 sampai 10 cc dan diejakulasikan melalui penis


ke dalam saluran reproduksi betina. Rangsangan kelamin menyebabkan
sejumlah darah dipompakan ke dalam ruang-ruang didalam penis sehingga
mengakibatkan ereksi dengan cara meluruskan flexura sigmoidea, dengan
demikian kopulasi dapat berlangsung. Flexura sigmoidea setelah kopulasi
mengalami kontraksi oleh kerja otot retractor penis yang bekerja menarik
penis masuk ke dalam bungkus pelindungnya (Frandson,1992).
Kelenjar Tambahan
Kelenjar vesikularis. Berdasarkan hasil praktikum yang telah
dilakukan, diketahui bahwa panjang kelenjar vesikularis adalah 10 cm,
lebarnya 6 cm, tingginya 2 cm, dan beratnya 25 gram. Menurut Frandson
(1992), kelenjar vesikularis berukuran panjang 10 sampai 15 cm dan
diameter 2 sampai 4 cm. Hasil praktikum dibandingkan dengan literatur
masih berada di kisaran normal. Menurut Rianto dan Endang (2010), faktor
yang mempengaruhi perbedaan kelenjar vesikularis adalah umur, berat
badan dan genetik. Menurut Yusuf (2012), senyawa organik dalam kelenjar
vesikularis adalah unik dan tidak ditemukan dalam jumlah besar di tempat
lain. Beberapa senyawa tersebut diantaranya adalah fruktosa dan sorbitol
merupakan sumber energi untuk spermatozoa serta fosfat dan karbonat yang
merupakan buffer penting dalam melindungi perubahan pH semen yang
merugikan spermatozoa.
Kelenjar vesikularis

Gambar I. 11. Anatomi kelenjar vesikularis

21

Kelenjar prostata. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh panjang


korpus prostata yaitu 11 cm dan lebar 6 cm. Kelenjar prostata terdapat pada
setiap hewan jantan domestik. Kelenjar ini menghasilkan sekresi alkalin yang
membantu memberikan karakteristik pada cairan semen (Frandson, 2009).
Kelenjar prostata menghasilkan sekresi alkalin yang membantu memberikan
bau yang karakteristik pada cairan semen (Frandson, 1992). Sekresi kelenjar
prostata banyak mengandung ion anorganik (Na, Cl, Ca, dan Mg) (Widayati
et. al., 2008).
Kelenjar
prostata

Gambar I. 12. Anatomi kelenjar prostata


Kelenjar bulbourethralis. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data
pengukuran dan penimbangan kelenjar bulbourethralis yaitu panjang 3 cm,
lebar 2 cm, tinggi 2 cm, dan berat 4,9 gram. Menurut Ball and Peters (2004),
panjang kelenjar bulbourethralis adalah 2,5 cm dengan lebar 1 cm. Hasil
yang diperoleh terdapat perbedaan dengan hasil dari literatur, perbedaan
tersebut dapat disebabkan perbedaan umur, berat badan, dan bangsa sapi
(Frandson, 2009). Sekreta kelenjar bulbourethralis berfungsi sebagai
pembilas bagi saluran urethra (Mohamad et. al., 2001). Saluran urethra
dibersihkan karena dalam urine terkandung ammonia yang toksik bagi
sperma, sehingga sperma akan banyak yang mati sebelum bisa membuahi
sel telur.

22

Kelenjar bulbourethralis

Gambar I. 13. Anatomi kelenjar bulbourethralis


Urethra
Urethra adalah saluran tunggal yang memanjang dari persimpangan
ampulla ke ujung penis. Ini berfungsi sebagai saluran ekskretoris baik urin
maupun semen. Selama ejakulasi pada sapi, terdapat campuran lengkap
konsentrasi spermatozoa dari ductus deferens dan epididymis dengan cairan
dari kelenjar aksesori pada bagian pelvis urethra untuk membentuk semen
(Yusuf, 2012). Urethra berfungsi untuk menyalurkan sperma dan urine..
Menurut letaknya urethra dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pars pelvina, pars
bulbourethralis dan pars penis. Bagian belakang dari vesica urinaria terdapat
bangunan kecil (coliculus seminalis). Bagian depannya adalah muara
bersama dari ampulla dan saluran kelenjar vesikularis (Widayati et al., 2008).
Urethra membentang dari daerah pelvis ke penis dan berakhir pada ujung
glans sebagai orificium urethrae externa (Feradis, 2010).
Spermatozoa adalah sel kecambah yang mana setelah masak
kemudian bergerak melalui epididymis. Spermatozoa mampu membuahi
ovum setelah terjadinya kapasitasi pada hewan betina. Spermatozoa itu
menjadi aktif bergerak setelah menyentuh bahan-bahan yang disekresikan
oleh kelenjar-kelenjar aksesoris yaitu kelenjar vesikularis, kelenjar prostata,
dan kelenjar bulbourethralis yang kemudian disebut cairan semen (Frandson,
1992).

23

Penis
Berdasarkan praktikum, ukuran penis yang didapat adalah sepanjang
14 cm. Menurut Ball and Peters (2004), panjang gland

penis dari sapi

dewasa adalah sekitar 8 cm sedangkan panjang penis saat ereksi dapat


mencapai 15 cm. Hasil yang diperoleh terdapat perbedaan dengan literatur,
menurut Frandson (2010), perbedaan ukuran ini dapat disebabkan oleh
perbedaan umur, berat badan, dan bangsa sapi.
Penis merupakan organ kopulasi pada hewan jantan yang berguna
untuk menyalurkan sperma. Penis terdiri dari tiga bagian yaitu akar, badan,
dan ujung atau kepala (Reece, 2009). Penis mempunyai dua tipe dasar yaitu
vascular penis dan

fibroelastic penis. Vascular penis berisi dua corpora

cavernosa yang disatukan oleh septum dan satu corpus spongiosum yang
mengelilingi urethra. Fibroelastic penis memiliki tunika tebal dari serat
kolagen padat dan jaringan erektilnya dikelilingi oleh jaringan fibroelastik
(Frandson, 2009). Menurut Junqueira dan Carneiro (1992), penis terdiri atas
3 massa silindris dari jaringan erektil dan ditambah urethra, di bagian luar
dibungkus oleh kulit. Jaringan erektil yang terdapat dalam penis antara lain 2
buah corpora cavernosum penis yang terletak di sisi dorsal dan sebuah
corpus cavernosum urethra yang treletak di sisi ventral mengelilingi urethra.
Corpus cavernosum dilapisi olleh jaringan penyambung keras yang kuat,
tunica albugenia. Corpus cavernosum penis dan urethra terdiri atas
pelebaran pembuluh-pembuluh darah yang tidak teratur yang dibatasi oleh
endotel.

24

Gambar I. 14. Anatomi penis


Penis adalah organ kopulasi yang dimilki hewan jantan. Penis
berfungsi untuk mengeluarkan urin dan perletakan semen ke dalam saluran
reproduksi hewan betina. Bagian yang membentuk huruf S dalam keadaan
relaks disebut dengan flexura sigmoidea yang mempunyai jaringan pengikat
lebih tinggi dari jaringan erektil (Frandson, 1992).
Berdasarkan hasil pengamatan, penis berisi bagian-bagian yaitu
tunica albuginea, corpus cavernosum urethra, corpus cavernosum penis,
uretra dan lumen. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bagian
yang menyusun penis adalah

tunica albuginea, jaringan ikat, corpus

cavernosum penis yang berfungsi untuk menegangkan penis, urethra, dan


corpus cavernosum urethra yang berfungsi untuk merelekskan penis.
Menurut Dellmann dan Brown (1992), penis terdiri dari dua struktur erektil,
corpus cavernosa penis, corpus spongiosum penis, mengitari urethra
spongiosa dan glands penis. Corpus cavernosa penis dibalut oleh tunica
albuginea, berbentuk jaringan ikat pekat tidak teratur dan tebal, mengandung
serabut elastik dan otot polos. Glans penis dibalut oleh tunica albuginea yang
kaya akan serabut elastik, berlanjut membentuk trabekula yang mengitari
rongga yang mengandung jaringan erektil, mirip dengan korpus spongiosum
penis (pada kuda) atau pleksus kaverna besar (pada anjing).

25

Gambar I. 15. Histologi penis


(Anonim, 2010)
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa sistem reproduksi jantan terdiri dari testis, epididymis, ductus
deferens, kelenjar vesikularis, kelenjar prostata, kelenjar bulbourethralis,
urethra, dan penis yang memiliki fungsi berbeda-beda. Fungsi testis adalah
untuk menghasilkan spermatozoa dan hormon tetosteron. Fungsi epididymis
adalah untuk pematangan, pemadatan, transport, dan penampungan
spermatozoa. Fungsi ductus deferens untuk saluran spermatozoa dari testis
ke penis. Fungsi kelenjar vesikularis untuk memberi nutrien pada
spermatozoa. Fungsi kelenjar bulbourethralis untuk membersihkan saluran
dari sisa urin. Fungsi kelenjar prostata untuk menjadi buffer agar pH
spermatozoa tetap terjaga. Ukuran dari bagian-bagian sistem reproduksi
dipengaruhi oleh faktor umur, berat badan, dan bangsa ternak dan konsumsi
pakan.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa organ reproduksi jantan secara histologinya terdiri atas testis,
epididymis, ductus deferens, dan penis. Testis bagian dalam terdapat tunika
albugenia yaitu jaringan pembungkus testis bagian luar, jaringan ikat putih

26

dibawah tunika vaginalis propia, tubulus seminiferus dan sel leydig.


Epididymis disusun oleh sel-sel pembuluh darah, lumen epididymis, sel
interstitial, dan tubulus seminiferus. Ductus deferens bagian dalam terdapat
sel epithel, tunika serosa, muskulus sirkuler, muskulus longitudinal luar dan
dalam, lamina propia dan juga lumen. Penis tersusun atas sejumlah sel-sel
uretra, tunika albugenia, lumen, corpus cavernosum penis, dan corpus
cavernosum urethra. Penis terdiri dari dua struktur erektil,

corpus

cavernosum penis, corpus spongiosum penis, mengitari urethra spongiosa,


dan glands penis.
Daftar Pustaka
Anonim.
2008.
Testis.
Available
at:
http://anatomyforme.
blogspot.com/2008/04
/endocrine-histology-plenty-of-histo.html.
Diakses tanggal 2 Oktober 2014.
Anonim. 2010. Abnormalitas spermatozoa. Available at http://wombwithastory
.blogspot.com. Diakses tanggal 1 Desember 2014.
Anonim. 2010. Ductus Deferens. Available at: http://www.google.co.id/
imglanding?q=ductus+deferens&hl=id&gbv=2&tbs=isch.
Diakses
tanggal 24 November 2014.
Anonim. 2010. Epididymis. Available at
image.asp?n=4&Case=27

http://www.webpathology.com/

Anonim. 2010. Histologi jantan Available at


.edu/Histology/HistologyReference/hrmalers.htm
71Desember 2014

http://.cvhs.okstate
Accestion date

Anonim. 2012. Gametogenesis in Human: Spermatogenesis and Oogenesis.


Available at: http://www.yourarticlelibrary.com/biology/gametogenesisprocess-in-human-spermatogenesis-and-oogenesis/11843/. Diakses
tanggal 2 Oktober 2014
Anonim. 2013. What are the hormones involved in regulation of
spermatogenesis. Available at: http://www.biology.lifeeasy.org/97/whatare-the-hormones-involved-regulation-spermatogenesis. Diakses pada
2 Oktober 2014.
Ball, P. J. H. and A. R Peters. 2004. Reproduction in Cattle 3rd edition.
Blackwell Publishing. England.
27

Blakely, J dan Bade,H.D. 1998. Ilmu Peternakan Edisi keempat. Gadjah


Mada University Press.Yogyakarta
Dellmann, H.D dan Karl-Heinz Wrobel. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Feradis. 2010. Reprodusi Ternak. Alfabeta. Bandung.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Kuswahyuni, I. S. 2009. Pengaruh lingkar scrotum dan volume testis
terhadap volume semen dan konsentrasi sperma pejantan
simmental, limousine, dan brahman. Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Lestari, Tita Damayanti. 2007. Peran Inhibin pada Proses Reproduksi Ternak.
Universitas Padjadjaran. Bandung.
Mohamad, Kusdiantoro., Novelina, Safitri., Adnyane, I Ketut Mudite., dan
Srihadi Agungpriyono. 2001. Morfologi dan Kandungan Karbohidrat
Kelenjar Aksesori Organ Reproduksi Tikus Jantan pada Umur
Sebelum dan Sesudah Pubertas. Hayati, Desember 2001. Vol. 8,
No. 4
Noviana Citra, Aried Boediono, dan Tutik Wesdiyati. 2000. Morfologi dan
histomorfometri testis dan epididymis kambing kacang (Capra Sp.)
dan domba lokal. Media Veteriner.
Reece, O. W. 2009. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals
4th edition. Wiley-Blackwell. Iowa.
Rianto, R dan Endang. P. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar
Swadaya. Yogyakarta.
Riyadhi, Muhammad, R. Iis Arifiantini, dan Bambang Purwantara. 2012.
Korelasi morfologi abnormalitas primer spermatozoa terhadap umur
pada beberapa bangsa sapi potong. Agroscientiae. Volume 19 Nomor
2 Agustus 2012.
Safitri, Diana. 2003. Karakteristik Potensi Reproduksi Domba Lokal Sumatra
Jantan pada Periode Pubertas sampai Dewasa Tubuh. Skripsi
Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor
Samsudewa, Daun dan Endang Purbowati. 2006. Ukuran Organ Reproduksi
Domba Lokal Jantan Pada umur yang Berbeda. Seminar Nasional
teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.
Stout, Michael A. 2012. Comparison of Epididymal and Ejaculated Sperm
Collected from the Same Holstein Bulls. Lousiana State University.
28

Amerika.
Susilo, Joko. 2013. Organ reproduksi Jantan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ulum, Fakhrul Mokhamad., Paramitha, Devi., Muttaqin, Zultinur., Utami,
Nur Fitri., Utami, Nindya Dwi., Gunanti, dan Deni Noviana. 2013.
Pencitraan Ultrasonografi Organ Reproduksi Domba Jantan Ekor
Tipis Indonesia. Acta Veterinaria Indonesiana. ISSN 2337-3202, EISSN 2337-4373
Vol. 1, No. 2: 54-59, Juli 2013.
Wahyuni, Sri, Srihadi Agungpriyono, Muhammad Agil, dan Tuty Laswardi
Yusuf.
2012. Histologi dan histomorfometri testis dan epididymis
Muncak
(mutiacus Munctjak Munjtak) pada periode ranggah
keras. Jurnal Veteriner.
Yusuf, Muhammad. 2012. Ilmu Reproduksi Ternak. Lembaga Kajian dan
Pengembangan Pendidikan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

29

ACARA II
ANATOMI DAN HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA
Tinjauan Pustaka
Sistem reproduksi betina untuk ternak sapi terdiri dari dua ovarium dan
sistem saluran. Sistem saluran mencakup oviduct, uterus, tanduk uterus,
vagina, dan vulva. Organ dalam didukung oleh ligamentum yang terdiri dari
mesovarium yang mendukung ovarium, mesosalpinx yang mendukung
oviduct, dan mesometrium yang mendukung uterus. Sokongan ligamentum
pada sapi dan domba, secara dorsolateral pada daerah ilium dan ovarium
berlokasi di dekat pelvis (Yusuf, 2012).
Kelenjar Hypophysis
Hypophysis terdiri dari suatu adenohypophysis (lobus anterior),
termasuk pars tuberalis, pars intermedia (lobus interdia), pars distalis, dan
neurohypophysis (lobus posterior). Adenohypophysis memiliki 6 tipe sel. Selsel yang disebut kromofob merupakan prekursor inaktif bagi sel-sel yang
dianggap

memproduksi

hormon-hormon

adenohypophysis.

Klasifikasi

kromofil (sel-sel yang aktif), didasarkan pada pengamatan mikroskopi


elektron disertai dengan reaksi-reaksi pewarnaannya yang dikaitkan dengan
hormon-hormon yang dihasilkannya. Asidofil meliputi somatotrof yang
menghasilkan STH dan laktotrof yang menghasilkan prolaktin (PRL). Basofil
mencakup FSH gonadotrof yang menghasilkan FSH, LH gonadotrof yang
menghasilkan LH, tirotrof yang menghasilkan TSH, dan kortikotrof yang
menghasilkan ACTH. Hormon MSH (melanocyte stimulating hormone) dapat
ditemukan dibentuk dari ACTH di dalam sel-sel lobus intermedia dari
adenohypophysis (Frandson, 1992).
Ovarium
Ovarium adalah organ primer (atau esensial) reproduksi pada betina,
seperti halnya testes pada hewan jantan. Ovarium dapat dianggap bersifat
30

endoktrin atau sitogenik (menghasilkan sel), karena mampu menghasilkan


hormon yang akan diserap langsung kedalam peredaran darah, dan juga
ovum (jamaknya ova), yang dapat dilepaskan dari kelenjar (Frandson, 1992).
Keutamaan organ ini karena menghasilkan gamet betina (sel telur) dan
hormon (estrogen dan progesteron). Sapi, kuda, dan domba betina adalah
monotocous, biasanya melahirkan satu pada kehamilan setiap periode. Oleh
karena itu, satu sel telur dihasilkan pada setiap siklus berahi. Babi
merupakan ternak polytocous, menghasilkan 10 sampai 25 sel telur setiap
siklus berahi dan melahirkan beberapa anak pada setiap periode kehamilan
(Yusuf, 2012).
Ovarium adalah organ primer (atau esensial) reproduksi pada betina,
seperti halnya testes pada hewan. Ovarium dapat dianggap bersifat endokrin
atau sitogenik (menghasilkan sel), karena mampu menghasilkan hormon
yang akan diserap langsung ke dalam peredaran darah dan juga ovum
(jamaknya ova), yang dapat dilepaskan dari kelenjar. Ovarium merupakan
sepasang kelenjar yang terdiri dari ovarium kanan yang terletak di belakang
ginjal kanan dan ovarium kiri yang terletak di belakang ginjal kiri. Jarak antara
ovarium dan ginjal yang bersangkutan, bervariasi dari spesies ke spesies
(Frandson, 1992).
Oviduct
Menurut Yusuf (2012), terdapat keterkaitan anatomi antara ovarium
dan oviduct. Panjang dan diameter oviduct bervariasi pada setiap mamalia.
Oviduct dapat dibagi ke dalam empat bagian fungsional, yaitu fimbriae;
bentuk saluran abdominal terbuka dekat dengan ovarium, infundibulum,
ampulla, dan isthmus; yang menghubungkan antara oviduct dengan uterus.
Panjang ampulla sekitar setengah dari total panjang oviduct, menyatu
dengan perbatasan isthmus. Isthmus terhubung langsung dengan uterus.
Oviduct adalah saluran yang berpasangan dan berkonvolusi, yang
menghantarkan ova dari tiap ovarium menuju ke tanduk uterus dan juga
31

tempat terjadinya fertilisasi ova oleh spermatozoa. Bagian dari oviduct yang
berdekatan terhadap ovarium berkembang membentuk semacam corong
yang disebut infundibulum. Bagian ujung infundibulum membentuk suatu
fimbriae. Infundibulum ini nampaknya berperan aktif dalam ovulasi, paling
tidak

dalam

melingkupi

sebagian

atau

keseluruhan

ovarium

dan

mengarahkan ovum menuju kebukaan abdominal dari oviduct (Frandson,


1992).
Lapisan dalam oviduct merupakan membran mukosa yang sangat
berlipat-lipat, yang terutama tertutup oleh epitel silia kolumnar sederhana.
Selama masa birahi dan sebelum kelahiran, sel-sel yang tidak bersilia
menjadi bersifat sekretoris aktif. Bagian sisa dari dinding oviduct mencakup
submukosa jaringan ikat, suatu lapis otot polos melingkar bagian dalam suatu
lapis otot polos longitudinal bagian luar, dan pada posisi superfisial suatu
lapis jaringan ikat yang tertutup oleh peritoneum. Baik silia maupun otot
berperan

dalam

pergerakan

ovum

dan

mungkin

juga

pergerakan

spermatozoa (Frandson, 1992). Menurut Dellman dan Brown (1992), tuba


uterina (oviduktus) bersifat bilateral, strukturnya berliku-liku yang menjulur
dari daerah ovarium ke kornua uterina dan menyalurkan ovum, spermatozoa,
dan zigot. Tiga segmen tuba uterina dapat dibedakan, yakni infundibulum
yang berbentuk corong besar, ampula bagian berdinding tipis yang mengarah
ke belakang dari infundibulum, dan isthmus, segmen berotot sempit yang
berhubungan langsung dengan uterus.
Uterus
Uterus merupakan saluran alat kelamin yang berbentuk buluh, berurat
daging licin, untuk menerima ovum yang telah dibuahi atau embrio dari
oviduct, dan pemberian makanan dan perlindungan bagi fetus, selanjutnya
untuk mendorong fetus ke arah luar pada saat kelahiran. Bentuk morfologi
uterus pada berbagai spesies hewan berbeda-beda menurut derajat
persenyawaan dari saluran muller pada periode embrional. Dinding uterus
32

terbagi menjadi 3 lapis yaitu lapisan serosa di sebelah luar, lapisan


muskularis di sebelah tengah (myometrium), dan lapisan mukosa di sebelah
dalam. Lapisan mukosa disebut juga endometrium mengelilingi lumen uterus
(Hardjopranjoto, 1995).
Uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang telah
berkembang menjadi embrio). Dinding uterus terdiri dari tiga lapis yaitu
mukosa-submukosa atau endometrium, tunika muskularis atau miometrium,
dan tunika serosa atau perimetrium. Ruminansia memiliki endometrium
dengan penebalan terbatas, disebut karunkula. Karunkula ini banyak
mengandung fibroblast dan vaskularisasinya ekstensif (Dellman dan Brown,
1992).
Cervix
Cervix berdinding tebal dan elastis, bagian anterior yang menuju
badan uterus sedangkan ujung posterior menjorok ke vagina. Kebanyakan
spesies, panjang cervix berkisar antara 5 sampai 10 cm dengan diameter luar
2 sampai 5 cm. Cervix terdiri dari saluran yang merupakan pembukaan ke
dalam uterus yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi mikroba terhadap
uterus, namun juga dapat berfungsi sebagai reservoir sperma setelah
perkawinan (Yusuf, 2012). Kebanyakan program pemuliabiakan perhatian
lebih banyak kepada pejantan, sistem reproduksi pada hewan betina jauh
lebih penting dan rumit, oleh karena itu, perlulah dipelajari lebih rinci agar
didapat pengertian tentang anatominya serta fungsi tiap organ atau bagian,
manakala saat dewasa kelamin ternak itu dicapai.
Vagina
Menurut Frandson (1992), vagina adalah bagian dari saluran
reproduksi yang pada rongga pelvis di antara uterus dan vulva. Vagina
adalah jalur partus untuk lewatnya fetus dan alat penerima penis dari
pejantan saat kopulasi. Menurut Yusuf (2012), panjang vagina berkisar antara
25 sampai 30 cm pada sapi dan kuda, dan 10 sampai 15 cm pada kambing
33

dan domba. Vagina adalah berbentuk tabung, berdinding tipis dan cukup
elastis.
Vulva
Vulva, atau alat kelamin luar, terdiri dari vestibula depan dengan
bagian-bagian terkait dan ruang depan labia. Vestibula adalah bagian dari
sistem saluran betina yang umum bagi sistem reproduksi dan saluran
kencing. Panjangnya sekitar 10 sampai 12 cm pada sapi dan kuda, setengah
panjang tersebut pada babi dan seperempatnya pada domba dan kambing.
Bagian luar vulva terdiri dari labia minora, lipatan dalam atau bibir vulva, dan
labia majora, lipatan luar atau bibir vulva. Labia minora homolog dengan
preputium (selubung) pada jantan dan tidak menonjol. Labia majora homolog
dengan skrotum pada jantan, merupakan bagian dari sistem betina yang
dapat terlihat secara eksternal. Labia majora pada sapi ditutupi dengan
rambut halus hingga clitoris mucosa. Clitoris sekitar 1 cm secara ventral di
dalam labia (Yusuf, 2012).
Clitoris
Clitoris homolog dengan penis hewan jantan, terletak jauh dari daerah
kaudal vestibulum, dekat komisura ventralis dari vulva. Clitoris terdiri dari
corpora cavernosa clitoridis yang bersifat erektil, glans clitoridis yang
rudimenter, dan prepusium clitoridis. Corpus cavernosum clitoridis adalah
homolog dengan corpus cavernosum penis. Prepusium clitoridis merupakan
lanjutan mukosa-submukosa vestibulum. Memiliki lapis parietal dan lapis
viseral. Lapis viseral mengandung banyak ujung saraf, seperti corpuskulus
genitalis, corpuskulus Krause, corpuskulus Vater Pacini dan folikel getah
bening. Rongga antara lapis parietal dan lapis viseralprepusium adalah fosa
klitoridis. Fosa ini jelas pada anjing dan kuda betina, tetapi tidak tampak pada
sapi dan babi betina (Dellman dan Brown, 1992).

34

Materi dan Metode


Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum anatomi organ reproduksi
betina adalah pita ukur dan kertas kerja. Alat yang digunakan pada praktikum
histologi alat reproduksi betina adalah mikroskop cahaya, kertas kerja, dan
pensil warna.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum anatomi organ
reproduksi betina yaitu preparat basah (segar) berupa organ reproduksi sapi
PO berumur 1 tahun berjenis kelamin betina dengan berat badan 190 kg.
Bahan yang digunakan pada praktikum histologi organ reproduksi betina
antara lain preparat histologi ovarium, oviduct, dan uterus.
Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum anatomi organ reproduksi
betina antara lain preparat yang sudah di sediakan dilihat dan diamati bagianbagiannya lalu dipahami fungsi dari bagian-bagian yang terdapat pada
preparat. setelah preparat dilihat lalu dibandingkan dengan bentuk dan
ukuran normal.
Metode yang dilakukan pada saat praktikum histologi organ reproduksi
betina adalah membedakan masing-masing preparat histologi untuk diketahui
peran dari masing-masing sel dalam rangka membantu fungsi reproduksi
secara keseluruhan. Semua hasil pengamatan digambar menggunakan
pensil warna pada kertas kerja. Gambar yang diperoleh diberi keterangan
bagian-bagiannya masing-masing.
Hasil dan Pembahasan
Preparat praktikum anatomi organ reproduksi betina yang digunakan
adalah organ reproduksi dari sapi betina bangsa PO umur 1 tahun dengan

35

berat badan 190 kg. Berdasarkan pengamatan dan pengukuran terhadap


organ reproduksi pada sapi PO betina berumur 1 tahun dan berat 190 kg
tersebut diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel II. 1. Ukuran Organ Reproduksi Betina
Organ reproduksi
Bursa Ovarium
Ovarium
Oviduct
Corpus Uteri
Cornu Uteri
Cerviks Uteri

Panjang (cm)
4
2,5
18
9
13
8

Lebar (cm)
1,5
2
5

Vulva
Vestibulum
Portio Vaginales Cervices

8
8
19

Tinggi (cm)
1
-

Kelenjar Hypophysis
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat diketahui bahwa
adenohypophysis terdiri dari bagian chromofile dan chromofobe. Menurut
Frandson (1992), di dalam adenohypophysis terdapat enam tipe sel. Sel-sel
yang disebut chromofobe merupakan prekursor inaktif bagi sel-sel yang
dianggap

memproduksi

hormon-hormon

adenohypophysis.

Klasifikasi

chromofile (sel-sel yang aktif), didasarkan pada pengamatan mikroskopi


elektron disertai dengan hormon-hormon yang dihasilkannya. Acidophile
meliputi somatotrof yang menghasilkan STH dan laktotrof yang menghasilkan
prolaktin (PRL). Basophile mencakup FSH gonadotrof yang menghasilkan
LH, tirotrof yang menghasilkan TSH, dan kortikotrof yang memproduksi
ACTH. Hormon MSH (melanocyte stimulating hormon) dapat ditemukan
dibentuk dari ACTH di dalam sel-sel lobus intermedia dari adenohypophysis.
Menurut Frandson (1992), hormon yang jelas-jelas diproduksi oleh
adenohypophysis

adalah

STH

(somatotropic

hormone),

ACTH

(adrenokortikotropic hormone), TSH (tirotropin stimulating hormone), FSH

36

(follicle stimulating hormone), LH (luteinizing hormone), dan LTH (luteotropic


hormone). Hormon-hormon ini kesemuanya adalah polipeptida. TSH, FSH,
dan

LH

juga

mengandung

karbohidrat

sehingga

merupakan

suatu

mukoprotein. STH (somatotropic hormone) merangsang pertumbuhan sel-sel


tubuh yang dapat berkembang dan khususnya efektif pada jaringan otot dan
tulang. STH mempunyai pengaruh penting di dalam meningkatkan sintesis
protein di dalam tubuh dan mencegah pemecahan protein secara berlebihan
di

dalam

tubuh.

Hormon

ini

meningkatkan

pemecahan

glikogen

(glikogenolisis), selain itu juga meningkatkan glukoneogenesis (sintesis


glukosa) dari prekursor yang bukan asam amino seperti piruvat, laktat, dan
gliserol (Frandson, 1992).
Pengaruh

utama

ACTH

(adrenokortikotropic

hormone)

adalah

hipertrofi dan hiperplasia dari jaringan adrenal korteks dan bukannya adrenal
medula, meningkatkan produksi hormon steroid adrenal korteks dan
mengurangi lemak, kolesterol, dan asam askorbat (vitamin C) di dalam selsel adrenal korteks. Hubungan antara kelanjar pituitari dan adrenal korteks
penting untuk mempertahankan homeostatis dalam tubuh hewan. Kerja
langsung dari ACTH hampir menyerupai STH dalam banyak hal (Frandson,
1992).
FSH (follicle stimulating hormone) menyebabkan berkembang dan
membesarnya folikel di dalam ovarium dengan elaborasi resultan estrogen
dari folikel. LH (luteinizing hormone) akan meningkat produksinya apabila
FSH menurun.

Produksi LH meningkat berkaitan dengan meningkatnya

sekresi estrogen, pemasakan ovum, ovulasi, serta pembentukan korpus


luteum. Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron yang tidak hanya
menghambat produksi LH lebih banyak lagi, tetapi juga mencegah
pertumbuhan folikel yang lebih banyak serta ovulasi, jadi mencegah
timbulnya estrus (birahi) pada saat korpus luteum (Frandson, 1992).
LTH (luteotropic hormone) berkaitan dengan inisiasi dan pemeliharaan
37

atau mempertahankan sekresi susu pada semua jenis hewan mammalia.


Lobus intermedia dari adenohypophysis menghasilkan MSH (melanocyte
stimulating hormone) yang berkaitan dengan pengontrolan sel-sel pigmen
pada hewan-hewan tingkat rendah. Penggunaan atau pemberian MSH
menyebabkan kulit berwarna lebih gelap pada hewan-hewan tersebut
(Frandson, 1992).

Gambar II. 1. Histologi hypophysis


(Anonim, 2014)
Ovarium
Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap ovarium sapi, diperoleh
hasil bahwa ovarium memiliki panjang 4 cm dan lebar 1,5 cm, sedangkan
menurut Frandson (1992), panjang ovarium sapi adalah 2 sampai 3 cm,
lebarnya adalah 1 sampai 2 cm. Data hasil praktikum ovarium masih berada
pada kisaran normal. Perbedaan ukuran dipengaruhi oleh umur, berat badan,
dan genetik.
Ovarium merupakan kelenjar ganda, sebagai kelenjar eksokrin dan
kelenjar endokrin, misalnya mampu menghasilkan sekreta berupa ovum
(sekresi eksokrin) dan menghasilkan hormon ovarium, terutama estrogen dan
progesteron (sekresi endokrin). Secara normal, struktur ovarium sangat
bervariasi, tergantung pada spesies, umur dan tahap siklus seksual.
Bentuknya lonjong dan pada sayatan memanjang tampak adanya bagian
korteks dan medulla. Selain menghasilkan oosit, ovarium memiliki fungsi
sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon kelamin betina, yakni

38

estrogen dan progesteron (Dellman dan Brown, 1992). Menurut Feradis


(2010), ovarium digantung oleh ligament yang disebut mesovarium.

Gambar II. 2. Anatomi ovarium


Menurut Widayati et al. (2008), bentuk ovarium hewan ada dua
macam, yaitu polytocous dan monotocous. Polytocous adalah golongan
hewan yang melahirkan beberapa anak dalam satu kebuntingan. Bentuk
ovarium polytocous seperti buah murbei. Golongan hewan yang termasuk
polytocous adalah babi dan anjing. Monotocous adalah golongan hewan
yang melahirkan satu anak dalam satu kebuntingan. Bentuk ovarium
monotocous

bulat

panjang

oval.

Golongan

hewan

yang

termasuk

monotocous adalah kerbau, sedangkan pada ovarium kuda bentuknya


seperti ginjal.

Gambar II. 3. Bentuk-bentuk ovarium


(Ansci.wisc.edu, 2013)
Menurut Dellman dan Brown (1992), ovarium merupakan kelenjar
ganda, sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin, misalnya mampu
menghasilkan sekreta berupa ovum (sekresi eksokrin) dan menghasilkan
hormon ovarium, terutama estrogen dan progesteron (sekresi endokrin).
39

Struktur ovarium sangat bervariasi, tergantung pada spesies, umur, dan


tahap siklus seksual. Ovarium dilapisi oleh epitel kuboid rendah yang asalnya
disebut epitel germinal dan dianggap bahwa oosit berasal dari epitel ini.
Epitel germinal, di bawahnya terdapat lapisan jaringan penghubung
avaskular berwarna pucat, tunika albuginea, yang terdiri dari serat kolagen
yang tersusun parallel terhadap permukaan organ. Zona luar ovarium,
korteks, sangat seluler dan mempunyai komposisi sel seperti fibroblast pada
jaringan jala serat kolagen tipis. Zona dalam ovarium yang lebih kecil,
medulla, berwarna lebih pucat dan terdiri dari jaringan penghubung renggang
yang mengandung serat-serat lebih elastik, kadang-kadang sel otot polos,dan
sejumlah arteri dan vena yang berkelok-kelok (Fawcett, 2002).
Folikel dalam jumlah banyak terdapat di dalam korteks yang
memperlihatkan ukuran dengan rentang luas. Mayoritas adalah folikel
primordial yang terdiri dari sferis besar yang dilapisi oleh lapisan tunggal sel
kuboid rendah atau skuamosa. Saat lahir, terdapat hanya jenis folikel ini.
Beberapa

dari

folikel

ini

mengalami

perkembangan

lanjutan

untuk

membentuk folikel primer, dengan nya lebih besar dan dikelilingi oleh dua
lapisan sel folikular atau lebih. membesar dan sel-sel mengelilingi yang
disebut

sel

granulosa,

berpoliferasi,

meningkatkan

diameter

folikel.

dipindahkan ke satu sisi oleh perkembangan rongga terisi cairan yang


terletak eksentrik pada masa sel granulosa, disebut antrum. Stadium
perkembangan, folikel ini disebut folikel sekunder atau folikel antral. Satu dari
kohort

folikel

yang

tumbuh

ini

menjadi

dominan,

meneruskan

perkembangannya,mencapai diameter sampai 20 mm, dan menonjol dari


permukaan ovarium. Saat ovulasi dalam siklus tengah, dinding tipisnya ruptur
dan ovum dikeluarkan. Folikel antral besar lainnya menjalani proses alami
degenerasi yang disebut atresia folikular (Fawcett, 2002).
Perbedaan umur yang merupakan perlakuan untuk mengetahui awal
gejala timbulnya estrus pada ternak percobaan menyebabkan terjadinya
40

perbedaan onset estrus pada ternak percobaan. Hal ini mungkin disebabkan
oleh kadar hormon yang disekresikan oleh hipotalamus, yaitu Gn-RH
(gonadothropin releasing hormone) yang merangsang sekresi FSH dan LH.
Hormon FSH berperan penting dalam merangsang pertumbuhan folikel pada
ovarium sehingga dalam pertumbuhannya, folikel menghasilkan hormon
estrogen (Ismail, 2009).

Gambar II. 4. Mekanisme Feedback


(Anonim, 2014)
Hormon estradiol, estrogen, dan derivatnya dikeluarkan langsung ke
dalam darah selama perkembangan dari folikel primordial menjadi folikel de
Graaf, akibat rangsangan oleh follicle stimulating hormone (FSH). Estrogen
dan estradiol 17 beta akan merangsang langsung proliferasi endometrium
dan memberikan umpan balik dalam bentuk long feedback loop yaitu umpan
balik menuju hypothalamus dan hypophysis, short feedback loop yaitu umpan
balik yang menuju hypophysis, dan ultrashort feedback loop yaitu umpan
balik yang mengatur sendiri pengeluaran hormone releasing factor di dalam
ovarium. Umpan balik yang paling penting adalah umpan balik ke
hypothalamus untuk merangsang nukleus supraoptikum (LH surge) sehingga
mengeluarkan

luteinizing

hormone

dengan

konsentrasi

tinggi

untuk

mendukung mekanisme ovulasi. Mekanisme ovulasi dimulai dari peningkatan


tekanan intrafolikel de Graaf, kemudian peningkatan gerakan fimbriae tuba
falopii. Fimbriae tuba falopii seolah-olah membungkus ovarium, sementara

41

ovarium sendiri berputar pada porosnya. Peningkatan peristaltik tuba dan


juga gerakan sel silia tuba sehingga alir cairan intra tuba makin lancar ke
uterus. Peningkatan tekanan intrafolikel de Graaf sehingga permukaan
ovarium yang mengalami devaskularisasi tidak sanggup menahan tekanan
tersebut sehingga terjadilah ovulasi.
Mekanisme yang demikian mengakibatkan tidak mungkinnya terjadi
pelepasan ovum yang di luar jangkauan fimbriae tuba falopii sehingga ovum
pasti akan masuk ke dalam saluran tuba untuk selanjutnya mengalami
fertilisasi. Proses penangkapan ovum tersebut dinamakan ovum pick up
mechanism (Manuaba, 2003).

Gambar II. 5. Histologi ovarium


(Fawcett, 2002)
Siklus reproduksi sapi terdiri dari serangkaian peristiwa yang terjadi
dalam urutan tertentu selama periode hari. Siklus estrus rata-rata sapi yaitu
selama 21 hari (rentang 17 sampai 24 hari) dan berkaitan dengan
mempersiapkan saluran reproduksi untuk estrus dan ovulasi (pelepasan
telur). Hari ke-0. folikel matang Graafian berovulasi (pecah) menanggapi
lonjakan LH yang dikeluarkan oleh kelenjar hypophysis. Hari pertama sampai
hari kedua, folikel berubah dan menjadi sel-sel lutein korpus luteum.
Perubahan bentuk sel disebabkan oleh hormon tindakan, terutama aksi LH.
Hari kedua sampai hari ke-5, korpus luteum tumbuh dengan cepat di kedua
ukuran dan fungsi. Banyak folikel mungkin dilihat pada ovarium tetapi hari ke-

42

5 mereka telah mulai mengalami regresi. Hari ke-5 sampai hari ke-16, korpus
luteum terus mengembang dan mencapai pertumbuhan dan fungsi
maksimum sekitar hari ke-12 mengeluarkan hormon progesteron yang
menghambat LH rilis oleh kelenjar hypophysis. Selama periode ini, ovarium
relatif tidak aktif kecuali untuk korpus luteum fungsional. Tidak ada folikel
mencapai kematangan dan atau ovulasi karena keberadaan dari tingginya
tingkat progesteron. Hari ke-16 sampai hari ke-18, korpus luteum mengalami
regresi dengan cepat karena dengan beberapa aktivitas luteum rahim
(prostaglandin). Hari ke-18 sampai hari ke-19, korpus luteum hampir tidak
fungsional dan ini melepaskan aksi pemblokiran progesteron. Beberapa
folikel yang mengalami pertumbuhan, menjadi lebih menonjol oleh lonjakan
cepat pertumbuhan dan aktivitas. Folikel Graafian tumbuh, mensekresi
peningkatan jumlah estrogen, sisanya folikel regresi. Hari ke-19 sampai hari
ke-20, peningkatan rilis estrogen oleh folikel Graafian dan penurunan nilai
progesteron oleh korpus luteum, estrus akan terjadi (siklus kini telah kembali
ke hari ke-0). Tingkat estrogen yang tinggi dalam darah memicu pelepasan
LH. Jumlah LH semakin meningkat, folikel matang pecah untuk melepaskan
telur dan jaringan selular tertinggal menjadi luteinized. Menanggapi stimulasi
kompleks hormonal untuk membentuk korpus luteum baru (siklus kini telah
kembali ke hari pertama sampai hari kedua). Progesteron menjadi hormon
dominan lagi (Rich dan Turman, 2009).
Ovulasi adalah peristiwa ketika membebaskan diri dari sel-sel yang
menyelubunginya dan mengambang bebas dalam antrum yang diselubungi
korona radiata. Oosit terdorong keluar dari permukaan ovarium disertai
dengan sebagian cairan folikular dan korona radiata yang melekat padanya.
Oosit jika tidak dibuahi akan berdisintegrasi dalam beberapa hari. Korpus
luteum merupakan badan kuning yang terbentuk dalam ovarium pada folikel
yang kosong. Sel lutein korpus luteum memproduksi estrogen dan
progesteron yang akan mencapai puncak aktivitas pada 5 sampai 7 hari
43

setelah ovulasi. Korpus luteum akan beregresi dan berdeteriorasi pada hari
ke-15 setelah ovulasi, kecuali fertilisasi terjadi. Korpus albikans, merupakan
jaringan parut putih yang terbentuk setelah jaringan ikat menginvasi korpus
luteum yang terdisintegrasi (Sloane, 2004).
Ovulasi terjadi pada suatu waktu dalam siklus setelah endometrium
mulai menebal dan teraliri banyak darah, karena menyiapkan uterus untuk
kemungkinan implantasi embrio. Endometrium diserap kembali oleh uterus
pada siklus estrus dan tidak terjadi pendarahan yang banyak. Perubahan
perilaku terlihat sangat jelas selama siklus estrus. Pengaruh musim dan iklim
berpengaruh lebih kuat pada silkus estrus. Estrus adalah satu-satunya waktu
dimana perubahan vagina memungkinkan terjadinya perkawinan. Estrus
kadang-kadang disebut heat (panas), dan memang sebenarnya suhu tubuh
betina sedikit meningkat (Campbell dkk., 2004).

Gambar II. 6. Siklus estrus


(Anonim, 2014)
Oviduct
Oviduct adalah saluran yang berpasangan dan berkonvolusi, yang
menghantarkan ovarium dari tiap ovari menuju ke tanduk uterus dan juga
merupakan tempat terjadinya fertilisasi ovarium oleh spermatozoa. Bagian
dari oviduct yang berdekatan terhadap ovarium berkembang membentuk
semacam corong yang disebut infundibulum. Bagian ujung infundibulum
membentuk suatu fimbria. Infundibulum ini nampaknya berperan aktif dalam
ovulasi, paling tidak dalam melingkupi sebagian atau keseluruhan ovarium
44

dan mengarahkan ovum menuju kebukaan abdominal dari tuba uterin


(Frandson, 1992). Oviduct tergantung di dalam mesosalphinx. Oviduct terbagi
menjadi infundibulum dan fimbria, ampulla, dan isthmus. Ujung oviduct dekat
dengan ovarium membentang ternganga membentuk suatu struktur berupa
corong yaitu infundibulum (Feradis, 2010).
Panjang oviduct pada saat praktikum adalah 18 cm. Menurut Frandson
(1992), panjang normal oviduct untuk sapi adalah sekitar 25 cm, sedangkan
menurut Ernawati (1995) adalah 20 sampai 25 cm. Data hasil praktikum tidak
berada pada kisaran normal setelah dibandingkan dengan kedua literatur
yang ada. Faktor yang memungkinkan adanya perbedaan keadaan adalah
umur, bangsa ternak, dan kecepatan pertumbuhan.

Gambar II. 7. Anatomi oviduct


Bagian dinding oviduct secara mikroskopis terdiri dari tiga lapis,
lapisan terluar tunika serosa yang tersusun oleh jaringan ikat, lapisan tengah
tunika muskularis terdiri dari dua lapis serabut otot yaitu yang berjalan
longitudinal dan sirkuler, lapisan yang terdalam disebut tunika mukosa
kemudian di dalamnya terdapat lumen. Epitel oviduct berbentuk silinder
sebaris atau silinder banyak baris dengan silia aktif (kinosilia) pada epitel
bagian terbesar, baik sel tipe bersilia maupun tanpa silia dilengkapi dengan
mikrovili. Sel-sel tinggi yang bersilia sering tampak di daerah cranial ujung
dari tuba uterina dan pada sapi betina, banyak yang tampak justru pada saat
berahi (estrus). Sel-sel yang bersekresi menjadi lebih tinggi daripada yang
bersilia terjadi selama fase luteal. Sekresinya menjamin ovum dengan nutrisi

45

yang diperlukan. Kelenjar epitel tidak tampak (Dellmann dan Brown, 1992).
Mukosa langsung berhubungan dengan submukosa pada saluran
reproduksi hewan betina, karena lamina muskularis mukosa tidak ada.
Lamina propria-submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar dengan banyak
sel plasma, sel mast dan leukosit eosinofil. Tunika mukosa-submukosa pada
ampula membuat lipatan tinggi yang berfungsi untuk mensekresikan lendir
agar sel sperma dan ovum dapat lewat dengan mudah. Tunika muskularis
terutama terdiri dari berkas otot polos melingkar, memanjang dan miring.
Lapis otot tersebut memberikan jalur radial memasuki mukosa. Infundibulum
dan ampula, tunika muskularis yang tipis dan tersusun oleh lapis dalam
melingkar dan sedikit berkas memanjang di sebelah luar terdiri dari otot
polos. Isthmus, lapis otot jelas dan berpadu dengan otot melingkat uterus.
Tunika serosa ada dan terdiri dari jaringan ikat mengandung pembuluh darah
dan saraf yang berfungsi untuk melindungi oviduct dari gesekan luar
(Dellmann dan Brown, 1992).

Gambar II. 8. Histologi oviduct


(Anonim, 2014)
Uterus
Uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang telah
berkembang menjadi embrio), selanjutnya uterus mengalami serangkaian
perubahan selama birahi (estrus) dan daur reproduksi. Kebanyakan spesies,
uterus terdiri dari cornu bilateral yang dihubungkan dengan oviduct, corpus
dan cerviks yang berhubungan dengan vagina (Dellmann dan Brown, 1992).
46

Menurut Feradis (2010), uterus digantung oleh suatu ligamen yang disebut
mesometrium.

Gambar II. 9. Anatomi uterus


Berdasarkan hasil praktikum didapatkan panjang corpus uteri adalah 9
cm dan cornu uteri adalah 13 cm. Menurut Frandson (1992), corpus uteri
pada sapi memiliki panjang 2 sampai 4 cm dan pada cornu uteri memiliki
panjang 35 cm sampai 40. Uterus hasil praktikum bila dibandingkan dengan
literatur berbeda sedikit dengan kisaran normal faktor yang mempengaruhi
nya adalah umur dan genetik.
Bentuk uterus pada setiap jenis hewan bervariasi. Bentuk-bentuk
uterus pada beberapa jenis hewan adalah uterus duplex, uterus bikornua,
uterus bipartitus dan uterus simplex. Uterus duplex, yaitu uterus yang
serviksnya ada dua buah, corpus tidak ada dan cornunya terpisah satu
dengan lainnya. Bentuk uterus ini terdapat pada tikus, mencit, kelinci dan
marmut. Uterus bikornua, yaitu uterus yang mempunyai serviks atu dan
corpus uterinya sangat pendek. Contohnya terdapat pada ternak babi. Uterus
bibartitus merupakan uterus yang mempunyai serviks satu dan corpus uteri
cukup jelas dan panjang. Contohnya terdapat pada hewan sapi. Uterus
simpleks merupakan uterus yang tidak mempunyai kornu uteri, corpus
uterinya besar dan mempunyai satu cerviks. Contohnya terdapat pada
bangsa primata (Nugroho, 2008).

47

Gambar II. 10. Bentuk-bentuk uterus


(Nongue, 2008)
Plasenta merupakan kesatuan struktur antara selaput ekstra embrionik
(korion atau korioalantois) dengan endometrium induk (khas pada mamalia).
Plasenta berfungsi untuk pertukaran nutrisi, gas dan hormon untuk fetus dan
mencegah bercampurnya darah induk dan fetus. Jenis-jenis plasenta, yaitu
difusa, kotiledonaria, zonaria dan diskoidal. Ciri-ciri plasenta difusa adalah
vili-vili korion halus, menyebar merata, perlekatan dengan endometrium di
seluruh korion. Ciri plasenta kotiledonaria, yaitu vili-vili korion berkelompok
(kotiledon), kotiledon akan berlekatan dengan karunkula endometrium.
Pengelompokan vili-vili korin pada plasenta zonaria terdapat pada sepertiga
tengah korion seperti pita atau handuk yang menyelubungi permukaan
korion. Vili-vili korion diskoidal membentuk cakram, dimana terdapat
perlekatan korion dengan endometrium pada daerah ini (Mege et al., 2007).

Gambar II. 11. Bentuk-bentuk plasenta


(Anonim, 2011)

48

Dinding uterus terdiri dari tiga lapis, mukosa-submukosa atau


endometrium, tunika muskularis atau myometrium, dan tunika serosa atau
perimetrium. Endometrium terdiri dari dua daerah yang berbeda dalam
bangun serta fungsinya. Endometrium berfungsi untuk melindungi bagian
dalam uterus. Lapis superficial disebut zona fungsional, dapat mengalami
degenerasi sebagian atau seluruhnya selama masa reproduksi, estrus, dan
dapat hilang pada beberapa spesies. Suatu lapis dalam tipis yang disebut
zona basalis tetap bertahan sepanjang daur. Zona fungsional bila hilang,
dapat diganti oleh lapis tersebut. Zona fungsional ruminansia selama estrus,
tampak rongga-rongga besar dan tidak teratur yang mengandung cairan
antarsel, terdapat pada zona fungsional disebut edema endometrium, selain
itu terdapat juga bagian pada endometrium dengan penebalan terbatas yang
disebut karunkula. Karunkula ini banyak mengandung fibroblast dan
vaskularisasinya ekstensif. Myometrium terdiri dari lapis otot dalam tebal
yang umumnya tersusun melingkar dan lapis luar memanjang terdiri dari selsel otot polos yang mampu meningkatkan jumlah serta ukurannya selama
kebuntingan berlangsung. Fungsi myometrium adalah memberi gerakan pada
uterus untuk menjaga kebuntingan dan membantu saat melahirkan karena
gerakan ototnya. Bagian antara kedua lapis tersebut, terdapat lapis vaskular
yang mengandung arteria besar, vena serta pembuluh limfe. Pembuluh darah
tersebut memberikan darah pada endometrium. Perimetrium, atau tunika
serosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang dibalut oleh mesotel atau
peritoneum. Sel-sel otot polos terdapat dalam perimetrium yang berfungsi
untuk melindungi uterus. Pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf terdapat
pada lapis ini dalam jumlah banyak. Perimetrium, lapis memanjang dari
myometrium, dan lapis vaskular dari myometrium, seluruhnya berlanjut
dengan bangun ligamentum uterus (Dellmann dan Brown, 1992).

49

Gambar II. 12. Histologi uterus


(Anonim, 2014)
Membran mukosa yang menyelimuti uterus adalah suatu struktur
kelenjar yang disebut tunika mukosa (endometrium). Ketebalan membran
mukosa bervariasi seperti halnya vaskularitasnya berdasar pada perubahanperubahan hormonal ovarium ketika dalam masa kebuntingan. Epitel yang
menutupi membran mukosa pada ruminansia adalah epitel kolumnar
berstrata (Frandson, 1992).
Cervix. Cervix merupakan suatu struktur yang menurut Yusuf (2012)
berfungsi

untuk

menghindari

kontaminasi

mikroba

terhadap

uterus,

penyimpanan semen dan transportasi spermatozoa, serta tempat terjainya


deposisi semen pada saat terjadi perkawinan. Cervix pada sapi, rusa, dan
domba memiliki lekukan saling melintang yang dikenal sebagai cincin
melingkar yang membantu menutup uterus dari kontaminan. Saluran cervix
berbentuk corong, dengan lekukan pada saluran yang memiliki konfigurasi
pembuka botol.
Kondisi cervix pada saat praktikum yaitu dalam keadaan tertutup.
Panjang dan lebar cervix setelah dilakukan pengukuran yaitu panjang 8 cm
dan lebar 5 cm. Menurut Yusuf (2012), cervix memiliki panjang 5 sampai 10
cm dan lebar 2 sampai 5 cm. Data hasil praktikum berada di dalam kisaran
normal bila dibandingkan dengan literatur. Faktor yang mempengaruhi
ukuran cervix adalah umur dan genetik.

50

Gambar II. 13. Anatomi cervix


Vagina
Menurut Frandson (1992), vagina adalah bagian saluran peranakan
yang terletak di dalam pelvis diantara uterus (arah kranial) dan vulva
(kaudal). Vagina juga berperan sebagai selaput yang menerima penis dari
hewan jantan pada saat kopulasi.
Membran mukosa dari vagina adalah epitel squamosa berstrata yang
tak berkelenjar kecuali pada sapi, dimana terdapat beberapa sel mukosa
pada bagian kranial dari vagina berdekatan dengan cervix. Bagian vagina
sapi tersebut, permukaannya tidak mengalami kornifikasi, kemungkinan
karena rendahnya tingkat sirkulasi estrogen. Submukosanya longgar dan
lapis-lapis muskularnya terdiri dari suatu lapis otot polos melingkar bagian
dalam serta suatu lapis otot polos longitudinal bagian luar (Frandson, 1992).
Berdasarkan hasil pengukuran didapat panjang vagina yaitu 19 cm.
Panjang vagina menurut Yusuf (2012) berkisar antara 25 sampai 30 cm pada
sapi. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat dikatakan bahwa ukuran
vagina berada di bawah kisaran normal, faktor yang dapat mempengaruhi
ukuran vagina adalah karena dipengaruhi oleh umur dan bangsa dari ternak
itu sendiri.
Berdasarkan hasil pengukuran didapat panjang vestibulum yaitu 8 cm.
Menurut Frandson (1992), bahwa vestibulum memiliki panjang antara 10
sampai 12 cm. Data hasil praktikum masih berada pada keadan kurang

51

normal dibandingkan dengan literatur, faktor yang memungkinkan adanya


perbedaan keadaan

adalah umur, bangsa ternak, dan kecepatan

pertumbuhan ternak.

Gambar II. 14. Anatomi vagina


Vulva
Vulva (pudendum femininum) adalah bagian eksternal dari genitalia
betina yang terentang dari vagina sampai ke bagian yang paling luar.
Pertautan antara vagina ditandai oleh orifis uretral eksternal dan sering juga
oleh pematang, pada posisi kranial terhadap orifis uretral eksternal, yaitu
hymen

vestigial,

seringkali

hymen

tersebut

demikian

rapat

hingga

mempengaruhi kopulasi. Berdasarkan pengukuran pada praktikum, didapati


panjang vulva adalah 12 cm, sedangkan menurut Yusuf (2012), panjang
vulva adalah sekitar 10 sampai 12 cm pada sapi. Berdasarkan literatur data
yang diperoleh saat praktikum sesuai dengan ukuran normal. Faktor yang
memungkinkan adanya perbedaan keadaan adalah umur, bangsa ternak,
kecepatan pertumbuhan dan pengukuran saat dilakukan praktikum.

52

Gambar II. 15. Anatomi vulva


Clitoris
Clitoris adalah sebuah struktur jaringan erektil yang homolog dengan
penis pada hewan pejantan (Frandson, 1992). Clitoris homolog dengan penis
hewan jantan, terletak jauh dari daerah kaudal vestibulum, dekat komisura
ventralis dari vulva. Clitoris terdiri dari corpora cavernosa clitoridis yang
bersifat erektil, glans clitoridis yang rudimenter, dan prepusium clitoridis.
Corpus cavernosum clitoridis adalah homolog dengan corpus cavernosum
penis.

Prepusium

vestibulum.

Memiliki

clitoridis
lapis

merupakan
parietal

dan

lanjutan
lapis

mukosa-submukosa

viseral.

Lapis

viseral

mengandung banyak ujung saraf, seperti corpuskulus genitalis, corpuskulus


Krause, corpuskulus Vater Pacini dan folikel getah bening. Rongga antara
lapis parietal dan lapis viseralprepusium adalah fosa klitoridis. Fosa ini jelas
pada anjing dan kuda betina, tetapi tidak tampak pada sapi dan babi betina
(Dellman dan Brown, 1992).

Gambar II. 16. Anatomi clitoris

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum anatomi ecara anatomi, alat reproduksi betina
dibagi menjadi ovarium, odiduct, uterus, cervix, vagina, vulva, dan clitoris.
53

Berdasarkan hasil pengukuran alat reproduksi sapi betina diperoleh panjang


vulva 8 cm, vestibulum 8 cm, portio vaginales cervices 19 cm, cervix uteri
panjang 8 cm dan lebar 5 cm, portio uteri menutup, uterus : corpus uteri 9
cm, cornu uteri 13 cm, oviduct 18 cm, bursa ovari panjang 4 cm dan lebar 1,5
cm, ovarium dengan panjang 2,5 cm, lebar 2 cm, dan tebal 1 cm. Ukuran
organ reproduksi sapi betina tersebut berbeda dengan organ reproduksi
normal yang terdapat pada tabel literatur. Perbedaan ukuran pada organ
reproduksi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur, berat
badan, status reproduksi, hormon, nutrisi pada hewan, perbedaan ovum yang
dihasilkan tiap ovulasi pada setiap spesies.
Berdasarkan praktikum organ histologi organ reproduksi betina, secara
histologi terdiri dari empat bagian, yaitu adenohyipophysis, ovarium, oviduct,
dan uterus. Adenohypophysis menghasilkan hormon dengan sel asidofil
berwarna merah dan basidofil berwarna biru-ungu. Ovarium membentuk
ovum dengan empat tahap, yaitu folikel primer, folikel sekunder, foliker tersier,
dan folikel de Graaf. Struktur oviduct berliku, terdiri dari tunika serosa, tunika
muskularis,

tunika

mukosa.

Uterus

terdiri

atas

tiga

bagian,

yaitu

endometrium, myometrium, dan perimetrium.


Daftar Pustaka
Anonim.
2011.
Placental
Structure
and
Classification.
http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys/reprod/placenta/structu
re.html diakses pada 29 November 2014.
Anonim.
2013.
Ovarium
Female
Anatomy
and
Histology.
http://www.ansci.wisc.edu/jjp1/ansci_repro/lec/lec1/female_hist.html.
Diakses pada 29 November 2014.
Anonim. 2014. Feedback Hormone. www. Imgarcade.com. Diakses pada 22
September 2014 pukul 23.17
Anonim. 2014. Female Reproduction System. Legacy.owensboro.kcts.edu.
Diakses pada 22 September 2014 pukul 20.18
54

Anonim. 2014. Histologi Hyphophysis. www.vivo.colostate.edu. Diakses pada


27 Oktober 2014 pukul 20.10
Anonim. 2014. Ovarium. www. Nurulanjarprastiwi.blogspot.com. Diakses
pada 22 September 2014 pukul 21.12
Anonim. 2014. Siklus Estrus. www. Nurulanjarprastiwi.blogspot.com. Diakses
pada 22 September 2014 pukul 20.18
Campbell, N.A., Jane, B.R. dan Lawrence, G.M. 2004. Biologi Edisi
Kelima Jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Dellmann, H.D. dan Esther, M.B. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Ernawati, Benny Lilik. 1995. Pemeriksaan Kebuntingan pada Sapi Perah dan
Kepentingannya dalam Pengelolaan Produksi Sapi Perah. Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Bogor.
Fawcett, D.W. 2002. Buku Ajar Histologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Universitas Gadjah
Mada Press. Yogyakarta.
Ismail, Mohammad. 2009. Onset dan intensitas estrus kambing pada umur
yang berbeda. J. Agroland 16 (2) : 180 186, Juni 2009.
Mege, Revolson Alexius, Syahrun Hamdani Nasution, Nastiti Kusumorini, dan
Wasmen Manalu. 2007. Pertumbuhan dan Perkembangan Uterus dan
Plasenta Babi dengan Superovulasi. HAYATI Journal of Biosciences,
March 2007, p 1-6 Vol. 14, No. 1.
Nongue.
2008.
Uterus.
http://nongae.gsnu.ac.kr/~cspark/teaching/
chap8.html. Diakses pada 29 November 2014.
Nugroho, Catut Priyo. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Jilid 2. Macanan
Jaya Cemerlang. Klaten Utara.
Rich, T. D. dan E. J. Turman. 2009. Reproductive Tract Anatomy and
Physiology of the Cow. Animal Science Department, Oklahoma State
University.
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Wahyuni Sri., Manik Lidya., Agungpriyono S., Agil M ., Yusuf Tuty L.,
Hamny.2013.Morfologi
Kelenjar
Aksesori
Kelamin
Muncak
Jantan.Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syah Kuala.Banda
Aceh.

55

Widayati, Diah Tri, Kustono, Ismaya, Sigit B. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah
Ilmu Reproduksi Ternak. Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi
Ternak Unversitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yusuf, Muhammad. 2012. Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak. LKPP
Universitas Hassanudin. Makassar.

PENUTUP
Kritik
Alat yang digunakan dalam praktikum seperti mikroskop jumlahnya
sedikit. Materi praktikum masih mudah tertebak jadi tanpa praktikum pun bisa
dipelajari sendiri.
Saran
Tingkatkan kualitas praktikumnya dan rangkaian acaranya dibuat
semenarik mungkin supaya memberi kesan dan kenangan serta materinya
dapat tersampaikan dengan baik. Sebaiknya jumlah mikroskopnya ditambah
agar tiap praktikan dapat melihat sendiri-sendiri agar dapat mempersingkat
waktu.

56

57

Anda mungkin juga menyukai