Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu,
keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai,
mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas
hidup dari lahir sampai mati. Peran perawat sangat konprehensif dalam
menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien
yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam
upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA,
1992), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar
spiritual (Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999). Menurut Dadang
Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang
sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,
dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang
ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Pasien terminal biasanya
mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan
dan keputusasaan.
Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di
samping perawat. Yang diperlukan pada pasien-pasien terminal adalah
perawatan palliative. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah
yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan
spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007). Pada perawatan palliative
care mempunyai tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Dalam makalah
ini kami membahas mengenai palliative care dan asuhan keperawatan
palliative care.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep perawatan palliative care?
2. Bagaimana tahap-tahap kematian?
3. Bagaimana asuhan keperawatan palliative care?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep perawatan palliative care.
2. Untuk mengetahui tahap-tahap kematian.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan palliative care.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Perawatan Palliative Care


1. Pengertian Perawatan Palliative Care
a. Menurut WHO (2002) menyatakan bahwa palliative care bertujuan
memperbaiki kualitas hidup antara pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan penidaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan
masalah-masalah lain seperti fisik, psikososial dan spiritual.
b. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian
yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik,
psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
Kualitas hidup pasien yang dimaksud adalah keadaan pasien yang
dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan
sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan
niatnya, dimensi dari kualitas hidup, dimensi dari kualitas hidup
yaitu gejala fisik, kemampuan fungsional (aktivitas), kesejahteraan
keluarga, spiritual, fungsi sosial, kepuasan terhadap pengobatan
(termasuk masalah keuangan), orientasi masa depan, kehidupan
seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri, serta fungsi dalam
bekerja.

2. Fokus perawatan palliative care


Fokus perawatan palliative adalah peredaman rasa sakit dan gejala
serta stress akibat penyakit kritis seperti kanker stadium lanjut.
Perawatan palliative dapat dilakukan segera setelah diputuskan terapi

3
yang akan diterima klien bersifat palliative sampai pasien meninggal.
Perawatan ini mencakup perawatan holistik bagi pasien dan keluarganya,
serta pemberian informasi terkini sehingga mereka dapat mengambil
keputusan ketika dihadapkan pada peristiwa anggota keluarganya akan
meninggal. Melalui pengawasan, keluarga maupun teman terdekat dapat
membantu memberikan perawatan paliative pada penderita.
Perawatan spesialis berlanjut setelah kematian pasien sampai
anggota keluarga yang berduka telah memulai proses pemulihan.
Perawatan palliative merupakan kombinasi unik dukungan di rumah
sakit, hospice, day-centre (tempat perawatan lansia dan orang gangguan
jiwa), dan di rumah masing-masing untuk memenuhi kebutuhan
individual pasien dan keluarganya.

3. Ruang lingkup perawatan palliative care


Jenis kegiatan perawatan palliative menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 812/Menkes/sk/VII/2007 tentang
kebijakan lingkup kegiatan perawatan palliative care, meliputi :
a. Pengelolaan keluhan nyeri.
b. Pengelolaan keluhan fisik lain.
c. Asuhan keperawatan.
d. Dukungan psikologis.
e. Dukungan sosial, kultural dan spiritual,.
f. Dukungan persiapan dan selama masa duka cita (bereavement).

Perawatan palliative dapat dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan/rawat. Perawatan palliative dapat dilaksanakan melalui
pendekatan sebagai berikut:

a. Menyediakan bantuan untuk rasa sakit dan gejala lain yang


menganggu klien.
b. Menegaskan hidup dan menganggap mati sebagai proses yang
normal.
c. Tidak bermaksud untuk mempercepat atau menunda kematian.

4
d. Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan
pasien.
e. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu.

4. Peran Spiritual dalam Paliative Care


Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam
agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan
dalam penyakit fisik yang serius. Profesional kesehatan yang
memberikan perawatan medis menyadari pentingnya memenuhi
kebutuhan spiritual dan keagamaan pasien (Woodruff , 2004).
Sebuah pendekatan kasih sayang akan meningkatkan kemungkinan
pemulihan atau perbaikan. Dalam contoh terburuk, ia menawarkan
kenyamanan dan persiapan untuk individu melalui proses traumatis
penyakit terakhir sebelum kematian (Doyle, Hanks and Macdonald,
2003:101). Studi pasien dengan penyakit kronis atau terminal telah
menunjukkan kejadian insiden tinggi depresi dan gangguan mental
lainnya. Dimensi lain menunjukkan bahwa tingkat depresi sebanding
dengan tingkat keparahan penyakit dan hilangnya fungsi tambahan.
Sumber depresi adalah sekitar isu yang berkaitan dengan spiritualitas dan
agama. Pasien di bawah perawatan palliative dan dalam keadaan seperti
itu sering mempunyai keprihatinan rohani yang berkaitan dengan kondisi
mereka dan mendekati kematian (Ferrell & Coyle, 2007: 848).
Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien biasanya
bersinggungan dengan isu sehari-hari penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, dengan orang tua dan mereka yang menghadapi kematian
yang akan datang. Kekhawatiran semacam itu telah diamati, bahkan pada
pasien yang telah dirawat di rumah sakit dengan penyakit serius non-
terminal (Ferrell & Coyle, 2007: 52). Studi lain telah menunjukkan
bahwa persentase yang tinggi dari pasien di atas usia 60 tahun
menemukan hiburan dalam ketekunan bergama yang memberi mereka
kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi kehidupan, sampai batas
tertentu. Kekhawatiran di saat sakit parah mengasumsikan berbagai

5
bentuk seperti hubungan seseorang dengan Allah, takut akan neraka dan
perasaan ditinggalkan oleh komunitas keagamaan mereka. Sering
menghormati dan memvalidasi individu pada dorongan agama dan
keyakinan adalah setengah perjuangan ke arah menyiapkan mereka pada
sebuah kematian yang baik (Ferrell & Coyle, 2007: 1171 8)

B. Tahap-tahap Menjelang Ajal


Menurut Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-
tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu :
1. Menolak (Denial)
Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya
terjadi dan menunjukkan reaksi menolak.
2. Marah (Anger)
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya
dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-
citanya.
3. Menawar (Bargaining)
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan
dirinya.
4. Kemurungan (Depresi)
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan
tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
5. Menerima atau Pasrah (Acceptance)
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan
keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu
kematian. Fase ini sangat membantu apabila kien dapat menyatakan
reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya
menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat,
menulis surat wasiat.

6
Tanda-tanda Kematian yaitu:
1. Tanda-tanda kematian dini yaitu:
a. Pernafasan terhenti, penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi
auskultasi.
b. Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
c. Kulit pucat.
d. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
e. Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca
kematian.
f. Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit
(hilang dengan penyiraman air.
2. Lanjut (Tanda pasti kematian)
a. Lebam mayat (livor mortis).
b. Kaku mayat (rigor mortis).
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis).
d. Pembusukan (dekomposisi).
e. Adiposera (lilin mayat).
f. Mumifikasi

C. Asuhan Keperawatan Paliiative Care


1. Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi
terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi
klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang
mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :
a. Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor
resiko penyakit.

7
b. Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada
serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal,
maupun psikologis.
c. Fase Kronis : klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
pasti terjadi.
d. Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah
baik fisik, psikologis, maupun social-spiritual.
Gambaran masalah yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain
yaitu:
1) Masalah Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat,
pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan
mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia,
akumulasi secret, dan nadi ireguler.
2) Masalah Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas
memperlambat peristaltik, kurang diet serat dan asupan
makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal
bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis
Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat
penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misalnya : Trauma
medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan
atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
3) Masalah Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan
menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan
BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena
asupan cairan menurun.
4) Masalah Suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus
memakai selimut.
5) Masalah Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip
hilang saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada
kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi
menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.

8
6) Masalah Nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri
dilakukan secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
7) Masalah Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama
menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
8) Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa
seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul
pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control
diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga
diri dan harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier
komunikasi.
9) Masalah Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri,
terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis
yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian
sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan,
dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami
penderitaan sepanjang hidup.

Faktor-faktor yang perlu dikaji yaitu:


a. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada
berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain
perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi,
kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri. Perawat harus mampu
mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin
mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi
kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang

9
terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam
pemeliharaan diri.

b. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal.
Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada
pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang
ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis
lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-
tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri,
mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya
tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan
sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali
tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan
dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat
untuk selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses
kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya.
Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin
berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-
saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama
untuk menemani disaat-saat terakhirnya. Konsep dan prinsip etika,
norma, budaya dalam pengkajian Pasien Terminal
nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau
budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar
belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga

10
mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau menjelang
ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien
terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi
menghakimi harus dihindari. Keyakinan spiritual mencakup praktek
ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu
memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual.
Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan
menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang
kematian dapat terpenuhi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas (ketakutan individu , keluarga) yang berhubungan
diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi
yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif
pada pada gaya hidup.
b. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian
yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik
diri dari orang lain.
c. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan keluarga,takut akan hasil (kematian) dengan
lingkungnnya penuh dengan stres (tempat perawatan).
d. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan
perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau
ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.

3. Intervensi
a. Diagnosa Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang
berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat
dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan
efek negatif pada pada gaya hidup.
Intervensinya:
1) Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya.

11
2) Berikan kepastian dan kenyamanan.
3) Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan
menghindari pertanyaan.
4) Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobtannya.
5) Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang
cemas mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn
penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk
memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran
peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
6) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila
tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh
informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga
memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat
atauparah tidak menyerap pelajaran.
7) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-
ketakutan mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling
berbagi dan memberiakn kesempatan untuk memperbaiki
konsep yang tidak benar.
8) Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping
positif. Menghargai klien untuk koping efektif dapat
menguatkan renson koping positif yang akan dating.

b. Diagnosa Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan


kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri
dan menarik diri dari orang lain.
Intervensinya:
1) Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara
terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa
berduka adalah reaksi yang umum dan sehat. Pengetahuan
bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa

12
kematian sedang menanti dapat menimbulkan perasaan ketidak
berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon
berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat
membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi
situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
2) Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang
terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu. Stategi
koping positif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
3) Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri
yang positif. Memfokuskan pada atribut yang positif
meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang
terjadi.
4) Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan
terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur. Proses berduka,
proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian
yang akan terjadi di terima.
5) Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan. Penelitian
menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai
tindakan keperawatan berupa membantu berdandan, mendukung
fungsi kemandirian, memberikan obat nyeri saat diperlukan, dan
Meningkatkan kenyamanan fisik.

c. Diagnosa Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan


gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil (kematian) dengan
lingkungnnya penuh dengan stres (tempat perawatan).
Intervensinya:
1) Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan
tunjukkan pengertian yang empati. Kontak yang sering dan
berkomunikasi, sikap perhatian dan peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.

13
2) Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk
mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling
berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan
dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk
mengatasinya.
3) Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU. Informasi ini dapat
membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak
takutan.
4) Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang
dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan
klien.
5) Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam
tindakan perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat
meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6) Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan
sumber lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti
kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil atau konflik
yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk
membantu mempertahankankan fungsi keluarga.

d. Diagnosa Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan


perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau
ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
Intervensinya:
1) Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek
atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang
memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya. Bagi klien
yang mendapatkan nilai tinggi pada do’a atau praktek spiritual
lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat
menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2) Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang
pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien

14
menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi
kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan
prakteknya.
3) Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai
kebutuhan klien dapat dilaksanakan. Privasi dan ketenangan
memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan
perenungan.
4) Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdoa bersama klien
lainnya atau membaca buku keagamaan. Meskipun kita tidak
menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat
membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
5) Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau
rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan
ketidak setiaan pelayanan (kapel dan injil RS) Tindakan ini
dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan
mempraktikkan ritual yang penting (Carson 1989).

4. Evaluasi
a. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada
perawat.
b. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
c. Klien selalu ingat kepada Tuhan yang maha Esa dan selalu
bertawakkal.
d. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Tuhan yang maha Esa
akan kembali kepadanya.

15
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan
spiritual. Perawatan palliative sangat berguna digunakan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasa pasien-pasien terminal seperti salah satu contoh adalah
HIV/AIDS. Salah satu perawatan palliative care adalah melalui pendekatan
spiritual dimana tujuan ini sangat berguna pada pasien terminal agar disaat
akhir kematiannya mereka dapat meninggal secara damai dan berada di
jajalan Tuhan. Awal mengetahui akan mendapat kematian dari penyakit yang
diderita pasti akan marah atau tidak percaya, disinilah peran perawat
memberikan perawatan palliative agar penderita mau menerima keadaannya
dengan tenang. Banyak hal yang dapat dilakukan seperti contohnya
memberikan motivasi dan dukungan spiritual pada penderita.

B. Saran
Sebagai seorang perawat sangat penting mempelajari perawatan
palliative care agar dapat merawat pasien yang akan menjelang ajalnya dan
pasien dapat meninggal dengan tenang. Kami menyadari makalah kami
kurang sempurna sehingga diperlukan masukan dari pihak lain.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey.


2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa :
Mosby Elsavier.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendekumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Fitria, Cemy Nur. 2014. Palliative Care Pada Penderita Penyakit Terminal.
(http://repository.unpad.ac.id/21501/1/Palliative-care.pdf). Diakses pada
tanggal 02 Novenber 2017.
Irawan Yoko. 2009. Perawatan Palliative.
(http://karyatulisilmiah.com/perawatan-paliatif/ 2016). Diakses pada
tanggal 02 November 2017.
Jhonson, Marion. 2016. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St.
Louis ,Missouri ; Mosby.
KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007. Tentang Kebijakan
Perawatan Palliative. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

17

Anda mungkin juga menyukai