Anda di halaman 1dari 14

BAB 4

INSTRUMEN PENELITIAN

Hakikat meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena-fenomena


yang berkaitan dengan sosial maupun alam. Berbicara pengukuran tentunya tidak akan
terlepas dari sesuatu yang dinamakan alat ukur. Alat ukur merupakan bagian yang
terpenting dalam melakukan sebuah pengukuran. Kesimpulan dari sebuah pengukuran
akan sangat bergantung kualitasnya kepada alat ukur yang digunakan. Ketepatan peng-
gunaan alat ukur akan menghasilkan pengukuran yang akurat, sebaliknya peng-gunaan
alat ukur yang tidak tepat dapat menyebabkan kekeliruan dalam pengukuran.
Pengukuran dalam kegiatan penelitian merupakan bagian dari pengumpulan da-
ta. Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan teknik tertentu dan menggunakan alat
tertentu yang sering disebut instrumen penelitian. Data yang diperoleh dari proses terse-
but kemudian dihimpun, ditata, dianalisis untuk menjadi informasi yang dapat menje-
laskan suatu fenomena atau keterkaitan antara fenomena. Secara garis besar teknik
pengumpulan data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik tes dan nontes.
Sebagai contoh, untuk mengukur massa benda maka alat ukur yang digunakan
adalah neraca. Hasil pengukuran massa benda akan salah apabila kita mengukurnya
dengan menggunakan mistar. Demikian sebaliknya, untuk mengukur panjang suatu
benda maka alat ukur yang digunakan adalah mistar atau penggaris. Hasil pengukuran
akan salah apabila kita mengukurnya dengan menggunakan neraca.
Pada umumnya penelitian akan berhasil apabila banyak menggunakan instru-
men, sebab data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian (masalah) dan
menguji hipotesis diperoleh melalui instrumen. Instrumen sebagai alat pengumpul data
harus betul-btul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan data
empiris sebagai datanya. Data yang salah atau tidak menggambarkan data empiris bisa
menyesatkan peneliti, sehingga kesimpulan penelitian yang ditarik/dibuat oleh peneliti
bisa keliru.
Sebelum mengkaji hakikat instrumen penelitian, peneliti sebaiknya memperhi-
tungkan terlebih dahulu jenis data manakah yang diperlukan dalam penelitian. Apakah
data kuantitatif atau data kualitatif ? Apakah data nominal, ordinal, interval, ataukah
data rasio ? Apakah data primer atau data sekunder ? Data kuantitatif data yang ber-
kenan dengan jumlah. Data kualitatif berkenan dengan nilai kualitas baik, sedang, ku-
rang, dan lain-lain. Data kualitatif jika perlu dapat disimbolkan dalam bentuk kuanti-
tatif, asal ada kriteria yang jelas dan tegas penggunaanya.

4.1 Pengertian Instrumen


Dalam penelitian, alat ukur disebut dengan instrumen penelitian. Secara etimologis kata
‘instrumen’ diartikan dengan: (1) alat yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu (seperti
alat yang dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optic, dan kimia); perkakas;
(2) sarana penelitian (berupa perangkat tes dan sebagainya) untuk mengumpulkan data
sebagai bahan pengolahan; (3) alat-alat musik (seperti piano, biola, gitar, suling, terom-

50
pet); (4) orang yang dipakai sebagai alat (diperalat) orang lain (pihak lain); (5) doku-
men resmi seperti akta, surat obligasi (KBBI, 2007).
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka secara terminologis instrumen peneli-
tian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur atau mengumpul-
kan informasi kuantitatif maupun kualitatif sebagai bahan pengolahan berkenaan de-
ngan objek ukur yang sedang diteliti. Menurut Arikunto (2002), instrumen pengum-
pulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya
mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.
Sedangkan Hadjar (1996) mengidentifikasikan bahwa instrumen merupakan alat ukur
yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik
variabel secara objektif.
Lebih detail, Suryabrata (2008) menjelaskan bahwa instrumen penelitian adalah
alat yang digunakan untuk merekam (pada umumnya secara kuantitatif) keadaan dan
aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya
digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. Lebih jauh, dikatakan
bahwa untuk atribut kognitif, perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atri-
but non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.

4.2 Jenis-jenis Instrumen Penelitian


Penggunaan instrumen penelitian harus disesuaikan dengan variabel penelitian yang
akan diteliti. Agar alat ukur (instrumen penelitian) dan objek ukur (variabel penelitian)
bersesuaian, maka ada beberapa jenis instrumen yang biasa digunakan dalam penelitian
yang harus dipahami sebagai dasar pemilihan instrumen, yaitu :
1) Teknik Tes : Teknik tes adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
memberikan serentetan soal atau tugas serta alat lainnya kepada subjek yang diper-
lukan datanya. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik tes dapat disebut
sebagai pengukuran (measurement). Teknik semacam ini banyak digunakan dalam
penelitian kuantitatif.
Ditinjau berdasarkan sasaran atau objek yang diukur, instrument untuk teknik tes
dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
(1) Tes hasil belajar (achievement test)
(2) Tes kepribadian (personality test)
(3) Tes bakat (aptitude test)
(4) Tes inteligensi (intelligence test)
(5) Tes sikap (attitude test)
(6) Tes minat (interest test)

2) Teknik Nontes : Pengumpulan data penelitian dapat pula dilakukan dengan teknik
non tes, yaitu dengan tidak memberikan soal-soal atau tugas-tugas kepada subjek
yang diperlukan datanya. Dalam teknik non tes, data dari subjek penelitian dikum-
pulkan dengan :
(1) wawancara;
(2) kuesioner;
(3) observasi;

51
(4) pencatatan dokumen.
Instrumen untuk teknik tersebut pada penelitian kuantitatif adalah : pedoman wa-
wancara, kuesioner atau angket, pedoman observasi, table-tabel, kolom-kolom,
ataupun alat rekam elektronik yang dapat dipakai untuk menyimpan data. Sedang-
kan pada penelitian kualitatif di samping instrument tersebut di atas peneliti juga
merupakan instrumen.
3) Angket atau Kuesioner : Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data
dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk mem-
peroleh informasi dari responden berupa laporan tentang pribadinya, atau hal-hal
yang ia ketahui. Penyebaran angket bertujuan untuk mengetahui informasi menge-
nai suatu masalah dimana responden dapat memberikan jawaban sesuai dengan
pertnyaan yang diberikan.
Angket terdiri dari dua jenis, yaitu angket terbuka dan angket tertutup.
Angket terbuka disebut juga angket tidak berstruktur adalah angket yang disajikan
dalam bentuk sederhana sehingga responden dapat memberikan isian sesuai
kehendak dan keadaanya yang dialaminya. Sedangkan angket tertutup disebut juga
angket berstruktur adalah angket yang disusun sedemikian rupa dimana setiap
pertanyaan diberikan beberapa pilihan kriteria tertentu dan responden tinggal
mencontreng satu kriteria yang sesuai dengan karakteristik dirinya.
Angket memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan angket menurut
Arifin (2012) adalah:
(1) Responden dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan-
nya dengan peneliti atau penilai.
(2) Informasi atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya homogeny.
(3) Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar
dan jidakan sampel.
Kekurangan angket menurut Arifin (2012) adalah sebagai berikut:
(1) Ada kemungkinan angket diisikan oleh orang lain yang bukan responden
terpilih.
(2) Hanya diperuntukan bagi orang yang dapat melihat (membaca).
4) Interviu (Interview) : Suatu bentuk dialog yang dilakukan oleh pewawancara
(inter-viewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer)
dinamakan interview. Instrumennya dinamakan pedoman wawancara atau inter
view guide. Dalam pelaksanaannya, interview dapat dilakukan secara bebas artinya
pewawan-cara bebas menanyakan apa saja kepada terwawancara tanpa harus
membawa lembar pedomannya. Syarat interview seperti ini adalah pewawancara
harus tetap mengingat data yang harus terkumpul.
Kekuatan interview terletak pada keterampilan seorang interviewer dalam
melakukan tugasnya, ia harus membuat suasana yang tenang, nyaman, dan
bersahabat agar sumber data dapat memberikan informasi yang jujur. Si inter-
viewer harus dibuat terpancing untuk mengeluarkan informasi yang akurat tanpa
merasa diminta secara paksa, ibaratnya informasi keluar seperti air mengalir
dengan derasnya.

52
5) Observasi : Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung terhadap
suatu objek untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya mengenai objek tersebut.
Kegiatan observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, dan
rekaman suara yang didasarkan pada pedoman observasi berupa daftar jenis
kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati.
Instrumen observasi yang berupa pedoman pengamatan, biasa digunakan
dalam observasi sitematis dimana si pelaku observasi bekerja sesuai dengan
pedoman yang telah dibuat. Pedoman tersebut berisi daftar jenis kegiatan yang
kemungkinan terjadi atau kegiatan yang akan diamati. Ada lagi satu bentuk instru-
men observasi yang dinamakan category system, yaitu sistem pengamatan yang
membatasi pada sejumlah variabel. Hal yang diamati terbatas pada kejadian-
kejadian yang termasuk dalam kategori variabel, di luar itu, setiap kejadian yang
berlangsung tidak diamati atau diabaikan saja.
Selain bentuk instrumen berupa pedoman pengamatan, terdapat juga instru-
men observasi dalam bentuk tes yang digunakan untuk mengamati aspek kejiwaan.
Kemudian bentuk kuesioner yang diberikan kepada responden untuk mengamati
aspek-aspek yang ingin diselidiki, dan rekaman gambar serta rekaman suara yang
digunakan sebagai penyimpan sumber data, dimana sumber data dapat diamati
lebih lama bahkan berulang-ulang sesuai kebutuhan.
6) Skala Bertingkat (Ratings) : Skala bertingkat atau rating merupakan suatu ukuran
subyektif yang dibuat secara berskala. Data yang dihasilkan oleh skala bertingkat
merupakan data kasar, namun walaupun masih merupakan data kasar skala ber-
tingkat cukup memberikan informasi tertentu tentang program atau orang yang
dijadikan objek. Data yang dihasilkan dari instrumen jenis ini berupa gambaran
penampilan, terutama penampilan frekuensi munculnya sifat-sifat seseorang di
dalam menjalankan tugasnya.
Bentuk instrumen dengan skala bertingkat lebih memudahkan peneliti untuk
mengetahui pendapat responden lebih mendalam tentang variabel yang diteliti.
Rating atau skala bertingkat adalah suatu ukuran subjektif yang dibuat berskala.
Yang harus diperhatikan dalam pembuatan rating scale adalah kehati-hatian dalam
membuat skala, agar pernyataan yang diskalakan mudah diinterpretasi dan respon-
den dapat memberikan jawaban secara jujur.
Untuk mengantisipasi ketidakjujuran jawaban dari responden, maka perlu
diwaspadai beberapa hal yang mempengaruhinya. Menurut Bergman dan Siegel
dalam Arikunto (2012) faktor yang berpengaruh terhadap ketidakjujuran jawaban
responden adalah : (a) persahabatan, (b) kecepatan menerka, (c) cepat memutuskan,
(d) jawaban kesan pertama, (e) penampilan instrumen, (f) prasangka, (g) halo
effects, (h) kesalahan pengambilan rata-rata, dan (i) kemurahan hati.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun skala adalah bagaimana
menentukan variabel skala. Variabel skala yang ditanyakan harus merupakan
variabel skala yang dapat diamati oleh responden.

53
7) Dokumentasi : Dokumentasi merupakan instrumen penelitian yang dilakukan
secara sistematis dengan mengacu pada dokumen berupa benda-benda tertulis
seperti buku, majalah, dokumen atau arsip, peraturan-peraturan, notulen rapat, dan
sebagainya.
Bentuk instrumen dokumentasi terdiri atas dua macam yaitu pedoman doku-
mentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya, dan
checklist yang memuat daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Perbedaan
antara kedua bentuk instrumen ini terletak pada intensitas gejala yang diteliti. Pada
pedoman dokumentasi, peneliti cukup menuliskan tanda centang dalam kolom
gejala, sedangkan pada check-list, peneliti memberikan tally pada setiap pemun-
culan gejala.
Instrumen dokumentasi dikembangkan untuk penelitian dengan mengguna-
kan pendekatan analisis isi. Selain itu digunakan juga dalam penelitian untuk
mencari bukti-bukti sejarah, landasan hukum, dan peraturan-peraturan yang pernah
berlaku. Subjek penelitiannya dapat berupa buku-buku, majalah, dokumen, peratu-
ran-peraturan, notulen rapat, catatan harian, bahkan benda-benda bersejarah seperti
prasasti dan artefak.

4.3 Validitas Instrumen Penelitian


Validitas adalah ukuran tingkat keshahihan (keabsahan) suatu instrumen. Suatu instru-
ment yang valid memiliki tingkat keshahihan yang tinggi. suatu instrument dikatan
valid jika instrument tersebut benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Validitas mengacu pada kemampuan instrument pengumpulan data untuk mengukur
apa yang harus diukur, untuk mendapatkan data yang relevan dengan apa yang sedang
diukur (Dempsey dan Dempsey, 2002). Dengan kata lain sebuah instrumen dianggap
memiliki validitas yang tinggi jika instrumen tersebut benar-benar dapat dijadikan alat
untuk mengukur sesuatu secara tepat. Validitas merupakan ciri yang harus dimiliki oleh
instrument pengukuran karena berhubungan langsung dengan dapat tidaknya data
dipercaya kebenarannya.
Validitas suatu instrumen banyak dijelaskan dalam konteks penelitian sosial
yang variabelnya tidak dapat diamati secara langsung, seperti sikap, minat, persepsi,
motivasi, dan lain sebagainya. Untuk mengukur variabel yang demikian sulit, untuk
mengembangkan instrumen yang memiliki validitas yang tinggi karena karakteristik
yang akan diukur dari variabel yang demikian tidak dapat diobservasi secara langsung,
tetapi hanya melalui indikator (petunjuk tak langsung) tertentu (Aritonang, 2007).
Menurut Singarimbun & Efendi (2008), validitas menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Bila seseorang ingin mengu-
kur berat suatu benda, maka dia harus menggunakan timbangan. Timbangan adalah alat
pengukur yang valid bila dipakai untuk mengukur berat, karena timbangan memang
mengukur berat. Bila panjang sesuatu benda yang ingin diukur, maka dia harus
menggunakan meteran. Meteran adalah alat pengukur yang valid bila digunakan untuk
mengukur panjang, karena memang meteran mengukur panjang. Tetapi timbangan
bukanlah alat pengukur yang valid bilamana digunakan untuk mengukur panjang.

54
Terdapat 7 (tujuh) katagori validias sesuai dengan yang diusulkan oleh APA
(America Psychologocal Association) sebagaimana yang dikutip Surapranata (2005)
adalah sebagai berikut:
1) Validitas Isi, yaitu suatu instrument dikatakan valid jika sesuai standar isi.
Validitas isi menunjuk pada sejauh mana instrument tersebut mencerminkan isi
yang dikehendaki. Vailiditas isi ialah derajat di mana sebuah instrument mengukur
cakupan subsansi yanghendak diukur (Sukardi, 2009).
2) Validitas Konstruk (Construct Validity), yaitu validitas yang didasarkan pada
kesesuaian instrument dengan konstruksi teoritik di mana instrument itu dibuat.
Validitas konstruk atau validitas bangunan pengertian menunjuk kepada sejauh
mana hasil pengukuran dapat ditafsirkan menurut bangunan pengertian tersebut.
Validitas konstruk merupakan derajat yang menunjukkan bahwa suatu instrument
dapat mengukur sebuah konstruk sementara atau hypothetical construct (Sukardi,
2009 ). Construct Validity dipilih bila fenomena tidak dapat diukur secara langsung
sehingga pengukuran dilakukan terhadap indikatorindikator atau unsur-unsur yang
membentuk construct atau konsep tersebut.
3) Validitas Prediktif, yaitu validitas yang didasarkan pada kemamapuan instrument
tersebut memprediksi hal-hal yang akan terjadi di masa-masa yang akan datang
terkait dengan variable yang diukur atau diungkap
4) Validitas Konkuren, yaitu validitas yang didasarkan pada kesesuaiannya dengan
hasil pengukuran insstrumen lain yang terkait dengan variable yang dilibatkan.
5) Validitas Subjektif, merupakan jenis validitas yang kriterianya sepenuhnya ditentu-
kan berdasarkan pertimbangan peneliti, baik pertimbangan nalar maupun pengala-
man keilmuannya (Danim dan Darwis, 2003).
6) Validitas Criteria, menunjuk pada hubungan antara skor yang diperoleh dengan
memakai instrument tertentu dengan suatu variable luar (sebagai kriteria) yang
mandiri dan dipercaya dapat mengukur langsung fenomena yang diselidiki.
7) Validitas Subjektif, merupakan jenis validitas yang kriterianya sepenuhnya
ditentukan berdasarkan pertimbangan peneliti, baik pertimbangan nalar maupun
pengalaman keilmuannya (Danim dan Darwis, 2003).
Menurut pengujiannya, validitas instrument dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
1) Validitas internal, yaitu validitas yang didasarkan pada kesesuain antara bagian-
bagian dari instrument terhadap instrument secara keseluruhan.
2) Validitas eksternal, yaitu validitas yang didasarkan pada data-data atau informasi
lain yang terkait dengan variabel yang diukur dan yang dihasilkan oleh instrument-
instrumen lain.

4.4 Reliabilitas Instrumen Penelitian


Reliabilitas instrumen adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah alat
ukur, meskipun dipakai secara berulang-ulang pada subjek yang sama atau berbeda.
Dengan demikian suatu instrument dikatakan reliabel bila mampu mengukur sesuatu
dengan hasil yang konsisten (ajeg). Menurut Brennan (2001) reliabilitas merupakan
karakteristik skor, bukan tentang tes ataupun bentuk tes. Menurut Suryabrata (2004)

55
reliabilitas menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat
dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsis-
tensi dan kemantapan.
Menurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah indeks yang menunjukkan seja-
uh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur
dipakai dua kali – untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diper-
oleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable. Dengan kata lain, reali-
bitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang
sama. Cara menentukan indeks reliabilitas Ada beberapa cara untuk menentukan indeks
reliabilitas instrumen, yaitu : metoda belah dua, metode tes ulang, metoda kesamaan
rasional, dan metoda paralel (Danim dan Darwis, 2003).
1) Metoda belah dua ; Metoda belah dua dilakukan dengan jalan memilah satu instru-
ment ke dalam dua bagian yang sama banyak, bagian pertama memuat unsure yang
bernomor ganjil dan bagian lain untuk yang bernomor genap.
2) Metoda tes ulang ; Anggapan dasar metoda ini adalah suatu instrument memiliki
reliabilitas yang tinggi bila dipergunakan pada subjek-subjek yang sama dengan
waktu yang berbeda namun hasilnya sama atau mendekati sama.
3) Metoda kesamaan rasional : Metode ini dikembangkan oleh Kuder dan Richarson
dengan titik tekan kesamaan semua butir pertanyaan yang ada pada instrument tes,
baik pada ranah maupun tingkat kesukarannya. Artinya metoda ini hanya
dimaksudkan untuk mengukur reliabilitas yang mempunyai satu sifat (Danim dan
Darwis, 2003).
4) Metoda parallel : Metoda paralel sering pula disebut reliabilitas bentuk setara
(equivalent-form reliability), yang mempunyai dua bentuk instrument. Metoda pa-
rallel dilakukan dengan dua kemungkinan. Pertama, dua orang peneliti mengguna-
kan instrument yang sama untuk mengukur variabel yang sama dengan mengguna-
kan responden dan waktu yang sama. Kedua, peneliti tunggal menggunakan instru-
men yang berbeda untuk mengukur variabel yang sama dengan menggunakan res-
ponden dan waktu yang sama pula
Terdapat tiga tehnik dalam metode pengujian reliabilitas yaitu melipui :
1) Teknik Paralel (Paralel Form atau Alternate Form) ; Teknik paralel disebut juga
tenik ”double test double trial”. Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua
perangkat instrument yang paralel (ekuivalen), yaitu dua buah instrument yang
disusun berdasarkan satu buah kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrument yang satu
selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen
tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil ins-
trumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment
(korelasi Pearson).
2) Teknik Ulang (Test Re-test): Disebut juga teknik ”single test double trial”. Meng-
gunakan sebuah instrument, namun dites dua kali. Hasil atau skor pertama dan
kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas.
Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan pada teknik
pertama yaitu rumus korelasi Pearson. Menurut Azwar (2012), realibilitas tes-retest
adalah seberapa besat derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Realibilitas

56
diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama
kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda.
Metode pengujian reliabilitas stabilitas yang paling umum dipakai adalah
metode pengujian tes-kembali (test-retest). Metode test-retest menggunakan ukuran
atau “test” yang sama untuk variable tertentu pada satu saat pengukuran yang diulang
lagi pada saat yang lain. Cara lain untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas, bila kita
menggunakan survai, adalah memasukkan pertanyaan yang sama di dua bagian yang
berbeda dari kuesioner atau wawancara. Misalnya the Minnesota Multiphasic Perso-
nality Inventory (MPPI) mengecek reliabilitas test-retest dalam satu kuesionernya
dengan mengulang pertanyaan tertentu di bagian-bagian yang berbeda dari kuesioner
yang panjang.
Kesulitan terbesar untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas adalah membuat
asumsi bahwa sifat/variable yang akan diukur memang benar-benar bersifat stabil se-
panjang waktu. Karena kemungkinan besar tidak ada ukuran yang andal dan sahih yang
tersedia. Satu-satunya faktor yang dapat membuat asumsi-asumsi ini adalah pengala-
man, teori dan/atau putusdan terbaik. Dalam setiap kejadian, asumsi ini selalu ditantang
dan sulit rasanya mempertahankan asumsi tersebut atas dasar pijakan yang obyektif.
4.4 Skala Pengukuran
Faktor lain yang mempengaruhi ketepatan hasil analisis data, di samping tujuan ingin
dicapai dari analisis data, ada faktor lain yang mempengaruhi keputusan yang akan
diambil kaitannya dengan cara mengukur data tersebut. Dalam penelitian pendidikan
atau social, ada empat macam cara mengukur suatu data yang sering dijumpai. Keempat
macam alat ukur tersebut jika disebutkan dari cara yang simple atau sederhana sampai
yang kompleks (lengkap) adalah: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala
rasio. Dari keempat cara mengukur ini dipilih salah satu untuk kemudian diterapkan
dalam bentuk kuesioner yang hendak dicapai dalam mencari data dari subjek penelitian.
1) Skala Nominal (Skala Label)
Alat ukur data yang paling sederhana dalam pengukuran data adalah skala nominal.
Skala ini hanya memiliki fungsi yang terbatas yaitu mengidentifikasi dan membe-
dakan. Skala ini menempatkan angka sebagai atribut objek. Tidak memiliki efek
evaluatif karena hanya menempatkan angka ke dalam kategori tanpa struktur, tidak
memiliki peringkat dan tidak ada jarak. Skala pengukuran nominal digunakan un-
tuk mengklasifikasikan obyek, individual atau kelompok, misal mengklasifikasi
jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-
hal di atas digunakan angka-angka sebagai simbol.
Contoh :
Jawaban pertanyaan berupa dua pilihan “ya” dan “tidak” yang bersifat kategorikal
dapat diberi symbol angka-angka sebagai berikut: jawaban “ya” diberi angka 1 dan
tidak diberi angka 2 (Lihat Tabel 4.1).
Contoh Data Variabel :
 Ya = 1 dan Tidak = 0
 Pria = 1 dan Wanita = 0
 Hitam = 1, Abu-abu = 2, Putih = 3

57
Analisis Statistik :
Angka tidak bermakna matematika. Analisis statistik yang dapat digunakan berada
dalam kelompok non-parametrik yaitu frekuensi dan tabulasi silang dengan Chi-
square.
Tabel 4.1 Contoh Skala Nominal
Data Kode (a) Kode (b)
Yuni 1 4
Desi 2 2
Ika 3 3
Astuti 4 1

Keterangan: Kode 1 sampai dengan 4 (a) semata-mata hanyalah untuk memberi


tanda saja, dan tidak dapat dipergunakan sebagai perbandingan antara satu data
dengan data yang lain. Kode tersebut dapat saling ditukarkan sesuai dengan
keinginan peneliti (menjadi alternatif b) tanpa mempengaruhi apa pun.
2) Skala Ordinal (Skala Peringkat)
Skala ini memiliki fungsi yang lebih baik, jika dibandingkan dengan skala
pengukuran nominal. Karena skala ordinal memiliki dua fungsi, yaitu selain fungsi
membedakan juga memiliki fungsi mengurutkan. Skala ordinal memiliki peringkat,
tapi tidak ada jarak posisional objektif antar angka karena angka yang tercipta
bersifat relatif subjektif. Skala ini menjadi dasar dalam Skala Likert. Contoh yang
termasuk skala ordinal misalnya, dalam kuesioner tertutup, responden disuruh
memilih empat pilihan, tidak setuju (TS), kurang setuju (KS), setuju (S) samgat
setuju (SS) atau dengan pilihan tidak puas (TP), kurang puas (KP), puas (P), sangat
puas (SP).
Contoh Data Variabel :
 Sangat Tidak Setuju = 1
Tidak Setuju =2
Tidak Tahu =3
Setuju =4
Sangat Setuju =5
 Pendek =1
Sedang =2
Tinggi =3
 Tidak enak =1
Ragu-ragu =2
Enak =3

Analisis Statistik : (lihat Tabel 4.2)


Angka 1 lebih rendah dari angka 2 dalam peringkat, tapi tidak bisa dilakukan ope-
rasi matematika. Data ordinal menggunakan statistik non-parametrik mencakup
frekuensi, median dan modus, Spearman rank-order correlation dan analisis varian.
Skala ordinal sering digunakan dalam kegiatan penelitian maupun analisis kebu-
tuhan.

58
Tabel 4.2 Contoh Skala Ordinal
Data Skala Kecantikan Skala Kecantikan
(a) (b)
Yuni 4 10
Desi 3 6
Ika 2 5
Astuti 1 1
Skala kecantikan (a) di atas menunjukkan bahwa Yuni paling cantik (dengan skor
tertinggi 4), dan Astuti yang paling tidak cantik dengan skor terendah (1). Akan
tetapi, tidak dapat dikatakan bahwa Yuni adalah 4 kali lebih cantik dari pada
Astuti. Skor yang lebih tinggi hanya menunjukkan skala pengukuran yang lebih
tinggi, tetapi tidak dapat menunjukkan kelipatan. Selain itu, selisih kecantikan
antara Yuni dan Desi tidak sama dengan selisih kecantikan antara Desi dan Ika
meskipun keduanya mempunyai selisih yang sama (1). Skala kecantikan pada (a)
dapat diganti dengan skala kecantikan (b) tanpa mempengaruhi hasil penelitian.
3) Skala interval
Skala ini memiliki fungsi pengukuran yang lebih lengkap disbanding skala nominal
dan ordinal. Selain memiliki fungsi pembeda dan fungsi mengurutkan, skala
interval juga memiliki fungsi penjumlahan dan pengurangan. Sebagai contohnya
ukuran derajat dalam thermometer celcius 16o+32o Celcius = 48o Celcius.contoh
alat ukur data dengan skala interval adalah alat suhu manusia, yaitu alat
thermometer, baik Fahrenheit, Celcius, Kelvin, maupun Reamur.alat ukur IQ
manusia juga menggunaka alat ukur interval. Skala ini masih tetap memiliki
kelemahan yang disebabkan karena tidak memiliki titik awal 0. Sehingga data-data
dalam skala ini tidak dapat dibandingkan.
Contoh Data Variabel :
 Umur 20-30 tahun = 1
Umur 31-40 tahun = 2
Umur 41-50 tahun = 3
 Suhu 0-50 Celsius = 1
Suhu 51-100 Celsius = 2
Suhu 101-150 Celsius = 3
Analisis Statistik
Angka 3 berarti lebih tua atau lebih panas dari angka 2 setara dengan angka 2
terhadap angka 1, bisa operasi penjumlahan dan pengurangan. Statistik parametrik
yaitu deviasi mean dan standar, korelasi r, regresi, analisis varian dan analisis
faktor ditambah berbagai multivariat.
Tabel 4.3 Contoh Skala Interval
Data Nilai Mata Kuliah (a) Skor Nilai Mata Kuliah (b)
Yuni A 4
Desi B 3
Ika C 2
Astuti D 1

59
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa nilai A setara dengan 4, B setara
dengan 3, C setara dengan 2 dan D setara dengan 1. Selisih antara nilai A dan B
adalah sama dengan selisih antara B dan C dan juga sama persis dengan selisih
antara nilai C dan D. Akan tetapi, tidak boleh dikatakan bahwa Yuni adalah empat
kali lebih pintar dibandingkan Astuti, atau Ika dua kali lebih pintas dari pada
Astuti. Meskipun selisihnya sama, tetapi tidak mempunyai nilai nol mutlak.
4) Skala Rasio (Skala Mutlak)
Jika tiga skala yang diuraikan pada bagian sebelumnya, tidak bisa dibandingkan,
data dengan skala rasio dapat difungsikan sebagai data yang dapat diurutkan, dapat
dijumlah, dikurangi dan dibandingkan. Dapat dikatakan skala rasio adalah skala
yang paling lengkap. Di samping itu, skala rasio juga memiliki titik awal, yaitu titik
sebagai awal pengukuran, sehingga dengan alat ukur ini sifat-sifat perkalian,
pembagian, penjumlahan, danpengurangan dapat dilakukan terhadap data dengan
skala ini. Hampir semua alat di bidng ilmu pengetahuan alam dan teknologi
menggunakan alat ukur rasio. Contoh skala pengukuran rasio adalah data yang
diukur dari alat ukur berat dengan satuan berat seperti kilo gram, ons, gram, dan
semacamnya untuk massa, kilometer, meter dan semacamnya untuk jarak,
meter/detik atau km/jam untuk kecepatan, jam , menit atau detik untuk satuan
waktu, dan sebagainya. Skala rasio adalah skala interval yang memiliki nol mutlak.
Contoh Data Variabel :
 0 tahun, 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, ..... dst.
 ..... -3C, -2C, -1C, 0C, 1C, 2C, 3C, ..... dst.
 ..... 0,71m ..... 5,38m ..... 12,42m ..... dst.

Analisis Statistik :
Berlaku semua operasi matematika. Analisis statistik sama dengan skala interval.
Tabel 4.4 Contoh Skala Rasio
Data Tinggi Badan Berat badan
Yuni 170 60
Desi 160 50
Ika 150 40
Astuti 140 30

Tabel 4.4 di atas adalah menggunakan skala rasio, artinya setiap satuan
penguku-ran mempunyai satuan yang sama dan mampu mencerminkan kelipatan
antara satu pengukuran dengan pengukuran yang lain. Sebagai contoh; Yuni mem-
punyai berat badan dua kali lipat berat Astuti, atau, Desi mempunyai tinggi 14,29%
lebih tinggi dari pada Astuti.
Tingkatan Skala pengukuran diatas mengurutkan dari tingkat rendah (1 skala
nominal) sampai tingkat paling tinggi (4 skala rasio). Skala Pengukuran dengan
tingkatan pengukuran lebih tinggi dapat diubah ke tingkat yang lebih rendah , tetapi
hal sebaliknya tidak dapat dilakukan. Secara umum perbandingan masing-masing
kemampuan skala pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5

60
Tabel 4.5 Perbandingan Skala Pengukuran
No Kemampuan Skala Pengukuran
Nominal Ordinal Interval Rasio
1 Frekuensi    
2 Modus dan Median   
3 Pengurutan Nilai   
4 Membedakan Kuantitas Antar Nilai  
5 Penambahan dan Pengurangan  
6 Perkalian dan Pembagian 
7 Nol Mutlak 

4.5 Skala Pengukuran Sikap


Beberapa penelitian pendidikan sering menjadiakan sikap siswa terhadap suatu mata
pelajaran tertentu sebagai variabel penelitian. Untuk mengukur sikap siswa tersebut
diperlukan suatu instrument yang dapat mengukur sikap siswa. Menurut Tahir (2011)
ada 4 tipe pokok dari skala sikap yaitu : skala Likert, skala Thurstone, skala Guttman
dan skala Semantik Deferensial. Masing-masing model pengukuran sikap tersebut dapat
diuraikan adalah sebagai berikut:
1) Skala Likert
Digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau seke-
lompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala sosial ini telah
ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel
penelitian.
Dengan menggunakan Skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabar-
kan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub
variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhir-nya
indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item
instrument yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh
responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan
sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut.
Alternatif jawaban misalnya: Sangat Puas (SP); Puas (P); Cukup Puas (CP);
Kurang Puas (KP); Tidak Puas (TP)Πini ada sebagian ahli identik dengan skala
ordinal, tetapi juga ada yang berpendapat interval. Keduanya mempunya alasan
yang kuat dan tergantung persepsi masing-masing. Jika yang berpendapat skala
interval tanpa menggunakan transformasi (MSI), tetapi alternatif jawaban respon-
den 1-5 ini dikatakan ordinal, maka untuk persyaratan analisis parametik data
ordinal transformasi (MSI) ke data interval.
Contoh skala sikap yang menggunakan 5 pilihan jawaban responden adalah:
Sangat setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS). Contoh angket yang menggunakan skala ini telah disajikan pada
pembahasan tentang instrument angket.
2) Skala Diferensial Semantik
Merupakan skala sikap yang menggunakan pilihan-pilihan di antara batas-batas
ekstrim, seperti antara aktif dan pasif, antara mudah dan sukar, dan sebagainya.

61
Skala ini berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub), seperti: panas –
dingin; popular–tidak popular ; baik – tidak baik ; dan sebagainya. Karakteristik
bipolar tersebut mempunyai tiga dimensi dasar sikap seseorang terhadap objek,
yaitu:
a) Potensi, yaitu kekuatan atau atraksi fisik suatu objek.
b) Evaluasi, yaitu hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan suatu
objek.
c) Aktivitas, yaitu tingkatan gerakan suatu objek (Iskandar, 2008)
Pada skala perbedaan seamntik, responden diminta untuk menjawab atau
memberikan penilaian terhadap suatu konsep atau objek tertentu, misalnya kinerja
pegawai, peran pimpinan, gaya kepemimpinan, prosedur kerja, produktivitas kerja,
dan sebagainya. Skala ini menunjukkan suatu keadaan yang saling bertentangan,
misalnya ketat-longgar, sering dilakukan-tidak pernah dilakukan, lemah-kuat,
positif-negatif, buruk-baik, mendidik-menekan, aktif-pasif, besar-kecil, dan seba-
gainya.
3) Skala Thurstone
Merupakan skala sikap yang menggunakan pembobotan butir-butir pernyataan
yang harus dipilih responden. Skala ini meminta responden untuk memilih perta-
nyaan yang ia setujui dari beberapa pertanyaan yang menyajikan pandangan yang
berbeda-beda. Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara 1 sam-
pai dengan 10, tetapi nilai-nilainya tidak diketahui oleh responden. Pemberian nilai
ini berdasarkan jumlah tertentu pernyataan yang dipilih oleh responden mengenai
angket tersebut. Perbedaan antara skala Thurstone dan skala Likert ialah pada skala
Thurstone interval yang panjangnya sama memiliki intensitas kekuatan yang sama,
sedangkan pada skala Likert tidak perlu sama.
Misalnya responden diminta memilih 5 pernyataan dari 8 pernyataan yang
disedia-kan. Masing-masing pernyataan sudah diberi skor atau bobot, setelah res-
ponden menjawab angket maka skornya sudah dapat ditentukan dengan menjumlah
skor dari 5 pilihan atau jawaban yang sudah dipilih.
4) Skala Guttman,
Merupakan skala sikap kumulatif. yang lebih tepat digunakan untuk mengukur
sikap tertentu dan tidak mengukur kombinasi dari beberapa sikap. Pada skala ini
disajikan beberap pernyataan yang diurutkan secara hirarkis, untuk melihat sikap
tertentu dari responden. Jika responden member jawaban "tidak” pada butir ke 3
misalnya, maka ia pasti akan menyatakan lebih dari "tidak” untuk butir-butir
berikutnya. Skala Guttman mengukur suatu dimensi saja dari suatu variabel yang
multidimensi. Skala Guttman disebut juga skala scalogram yang sangat baik untuk
meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti,
yang sering disebut dengan atribut universal.
Skala Guttman juga digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan
konsisten. Misalnya: Yakin – tidak yakin ; ya – tidak ; benar – salah; positif –
negative ; pernah – belum pernah ; setuju – tidak setuju; dan lain sebagainya. Data
yang diperoleh dapat berupa data interval atau ratio dikotomi. Perbedaan dari Skala

62
Likert dengan skala Guttman ialah kalau Skala Likert terdapat jarak (interval): Ž, •,
•, ‘, atau yaitu Sangat Benar (SB) sampai dengan Sangat Tidak Benar (STB),
sedangkan pada Skala Guttman hanya dua interval yaitu: Benar (B) dan Salah (S).
Contoh :
1) Yakin atau tidakkah anda, pergantian presiden akan dapat mengatasi persoalan
bangsa:
1) Yakin
2) Tidak
2) Apakah komentar saudara, jika Gusdur diturunkan dai kepresidenan:
1) Setuju
2) Tidak Setuju

63

Anda mungkin juga menyukai