Anda di halaman 1dari 22

BAB 8

OBYEK DAN METODE PENELITIAN

Istilah metode penelitian terdiri atas dua kata, yaitu kata metode dan kata penelitian.
Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau menuju
suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja
suatu cara untuk memecahkan masalah ataupun cara mengembangkan ilmu pengetahu-
an dengan menggunakan metode ilmiah. Secara lebih luas lagi Sugiyono menjelaskan
bahwa metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid,
dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan ter-
tentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah.
Upaya mencari (membangun dan menyusun) pengetahuan dari ilmu dilakukan
dengan menggunakan metode-metode tertentu dan prosedur sistematis disebut peneli-
tian. Penelitian yang dapat dipakai menggunakan dua pendekatan (1) mencari (memba-
ngun dan menyusun pengetahuan baik partikular maupun general ; (2) mencari (mem-
bangun dan menyusun ilmu).

8.1 Objek Penelitian


Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek penelitian.
Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan, bisa juga ditambahkan dengan hal-hal lain
jika dianggap perlu (Umar, 2008). Sedangkan menurut Sugiyono (2011) pengertian
objek penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan
yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
Pada dasarnya objek merupakan apa yang hendak diselidiki di dalam kegiatan
penelitian. Ada beberapa persoalan yang perlu untuk kita pahami supaya dapat menen-
tukan serta menyusun objek penelitian di dalam metode penelitian dengan baik yaitu
berhubungan dengan apa itu objek penelitian di dalam penelitian kualitatif. Selain itu
apa saja objek penelitiannya dan juga kriteria seperti apa yang bisa dijadikan objek dari
penelitian yang kita lakukan. Menurut pengertian, objek adalah keseluruhan dari gejala
yang terdapat di sekitar kehidupan kita. Apabila kita lihat dari sumbernya, maka objek
di dalam suatu penelitian kualitatif disebut sebagai situasi sosial yang di dalamnya ter-
diri dari tiga elemen yaitu : Tempat, Pelaku dan Aktivitas. Yang mana dari ketiga ele-
men tersebut saling bersinergi. Akan tetapi objek penelitian kualitatif juga tidak semata-
mata bergantung pada situasi sosial dari tiga elemen itu saja melainkan juga bisa berupa
tumbuhan, peristiwa alam, binatang, kendaraan dan sebagainya.
Apabila dikaitkan dengan sumbernya, maka objek penelitian bisa dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu objek primer dan sekunder. Sementara untuk pengertian dari
objek primer yaitu suatu objek yang diperoleh dengan melalui sumber pertama, sedang-
kan untuk objek sekunder yaitu objek yang didapatkan dengan melalui sumber kedua.

94
Untuk contohnya yaitu, pada saat melakukan sebuah wawancara, maka objek primernya
adalah hasil dari wawancara tersebut, sedangkan untuk objek sekundernya adalah doku-
men yang tertulis ataupun berbagai hasil pembicaraan yang berguna untuk mendukung
sumber objek serta objek primernya. Sebenarnya objek sekunder masih dibedakan lagi
menjadi 2 macam yaitu :
1) Sumber yang berhubungan dengan masalah utama dari penelitian secara langsung
2) Sumber umum, layaknya buku-buku serta referensi yang tidak berhubungan secara
langsung, namun mempunyai relevansi.
Untuk persyaratan bagi permasalahan yang bisa dan juga layak untuk dijadikan
objek penelitian yaitu :
1) Permasalahannya masih baru
2) Menarik minat dari banyak kalangan
3) Memiliki relevansi serta manfaat untuk masyarakat
4) Memungkinkan untuk bisa dikembangkan dalam penelitian selanjutnya
5) Memungkinkan untuk dilakukan sesuai pada waktu dan dana
Sementara itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan berhubungan dengan
objek penelitian yaitu :
1) Objek untuk penelitian harus sesuai latar belakang, baik akademis maupun sosial.
2) Objek untuk penelitian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peneliti supaya
penelitian yang dilakukan menarik.
3) Jangan mengkaji atau meneliti di bidang penelitian orang lain.
4) Objek penelitian, kecil maupun besar di sekitar kita.
5) Usahakan objek penelitian tidak berada pada tempat kita bekerja atau tempat kita
berdomisili supaya bisa objektif dalam meneliti.
Sedangkan menurut Wirartha (2006) pengertian objek penelitan adalah karak-
teristik tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda untuk unit atau
individu yang berbeda atau merupakan konsep yang diberi lebih dari satu nilai. Dari
definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa objek penelitian adalah suatu sasaran
ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu yang
mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda.

8.2 Metode Penelitian


Dalam metode penelitian ini akan dibahas antara lain : (a) tipe penelitian; (b) variabel
dan operasionalisasi variabel; (c) metode penelitian sampling; (d) prosedur atau teknik
pengumpulan data; (e) pengujian validitas dan reabilitas; (f) metode analisis; (g) ran-
cangan pengujian hipotesis.

8.2.1 Tipe Penelitian


Ada dua Tipe penelitian yaitu taxonomical dan theoritical. Tipe taxonomical berkaitan
dengan penelitian untuk memperoleh pengetahuan (partikular maupun general), tipe
theoritical bersangkutan dengan penelitian untuk memperoleh teori-teori dari suatu
ilmu. Dihubungkan dengan jalur penelitian itu, maka tipe taxonomical berhubun

95
gan de-ngan jalur pertama yaitu memperoleh pengetahuan khusus; dan jalur kedua
untuk mem-peroleh pengetahuan umum. Sedangkan tipe theoritical berhubungan
dengan jalur keti-ga yaitu memperoleh teori-teori ilmu.

8.2.2 Variabel Penelitian


Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal ter-
sebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Banyak sekali definisi variable yang diungkap-
kan para ahli, dan definisi tersebut berpotensi membingungkan para peneliti pemula.
Perhatikan definisi variable menurut para ahli berikut:
Arikunto (2012), menyatakan bahwa variabel penelitian adalah objek penelitian,
atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Hajar (1999) yang mengartikan
variabel adalah objek pengamatan atau fenomena yang diteliti. Hadi (2005) mendefi-
nisikan variabel adalah semua keadaan, aktor, kondisi, perlakuan, atau tindakan yang
dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Variabel adalah konsep yang mempunyai ber-
macam-macam nilai (Nazir, 2005). Variabel adalah gejala atau obyek penelitian yang
bervariasi, contoh: 1) variabel jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), 2) variabel pro-
fesi (guru, petani, pedagang).
Pengertian variabel adalah konsep yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap
eksperimen/penelitina (research). Variabel adalah sesuatu yang menjadi fokus perha-
tian yang memberikan pengaruh dan mempunyai nilai (value). Variabel adalah karakter
yang dapat diobservasi dari unit amatan yang merupakan suatu pengenal atau atribut
dari sekelompok objek. Maksud dari variabel tersebut adalah terjadinya variasi antara
objek yang satu dengan objek yang lainnya dalam kelompok tertentu. Variabel adalah
objek penelitian yang bervariasi. Contohnya ukuran tinggi manusia yang divariasikan
menjadi tingkatan umur, kelamin serta lokasi tempat tinggal manusia tersebut.
Variabel adalah suatu konstruksi yang bisa diubah. Seperti karakteristik atau
nilai untuk menentukan apakah perubahan satu hal mengakibatkan perubahan yang lain.
Secara umum, Pengertian Variabel adalah suatu besaran yang dapat diubah atau beru-
bah sehingga dapat mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Dengan peng-gunaan
variabel, kita dapat dengan mudah memperoleh dan memahami permasalahan.
8.2.3 Macam-macam Variabel
1) Variabel Independent dan Dependent
Variabel bebas atau independent kadang-kadang disebut variabel prediktor, treat-
ment, stimulus, penyebab, input dan lain-lain adalah variabel yang dimanipulasi
untuk mengamati efeknya terhadap variabel tergantung. Variabel tergantung atau
terikat atau dependent disebut variabel akibat atau output adalah variabel yang di-
ukur untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas. Hubungan antara variabel
independent dan dependent dapat dilihat pada Gambar 8.1

96
Gambar 8.1 Hubungan Variabel Independent dan Dependent
Varibel independent sering disebut juga sebagai variabel bebas, sedangkan variabel
dependent sering disebut sebagai variabel tergantung (terikat). Gambar 8.1 menun-
jukkan bahwa gaji karyawan merupakan variable independent (bebas) yang nilai-
nya (besar dan kecilnya) dapat mempengaruhi hasil kinerja karyawan. Variabel
kinerja disebut sebagai variable dependent (terikat atau tergantung)
2) Variabel Intervening (Antara)
Variabel intervensi adalah variabel mediasi mengacu pada proses abstrak yang ti-
dak secara langsung diamati tetapi memiliki link di antara variabel independent dan
dependent. Ini variabel hipotetik. Variabel ini dianggap sebagai variabel yang dapat
menjelaskan keterkaitan variabel bebas dan terikat tetapi tidak dapat dipertang-
gungjawabkan, mungkin karena tidak diperhitungkan, tidak dapat diindentifikasi
atau tidak dapat diukur.
Pada titik ini variabel intervening adalah konsep abstrak yaitu argumen
hipotetik yang diusulkan seorang peneliti setelah penelitian selesai dilakukan
berupa saran untuk agenda penelitian mendatang. Posisi variable intervening bisa
dilihat pada hubungan atau pengaruh gaji (variable independent) dengan kinerja
(variable dependent) sebagaimana pada Gambar 8.2

Gambar 8.2 Posisi Variabel Intervening

3) Variabel Moderating
Variabel moderating adalah varaibel mediasi yang sudah diidentifikasi, diukur dan
dipertanggungjawabkan mempengaruhi keterkaitan variabel independent dan
dependent. Kedudukan variabel moderating adalah memoderasi pengaruh variabel
bebas terhadap variabel tergantung. Dengan demikian variabel moderating membe-
ri efek memperlemah pengaruh. (Lihat Gambar 8.3)

Gambar 8.3 Posisi Variabel Intervening


4) Variabel Control
Variabel kontrol adalah variabel yang menyebabkan hubungan variabel bebas dan
tergantung tetap konstan. Variabel ini mengeliminasi dampak yang diakibatkan dari
adanya variabel-variabel moderating. Hubungan variable dependent dan inde-
pendent yang dipengaruhi variabel kontrol dapat dilihat pada Tabel 8.4

97
Gambar 8.4 Posisi Variabel Intervening

5) Variabel Asing (Extraneous)


Variabel extraneous atau variabel asing adalah faktor-faktor dalam lingkungan pe-
nelitian yang mungkin memiliki efek terhadap variabel dependent, tetapi tidak di-
ketahui keberadaanya. Variabel asing sangat berbahaya karena dapat merusak vali-
ditas sebuah penelitian. Jika memang tidak dapat dikendalikan, variabel asing harus
setidaknya dipertimbangkan ketika menafsirkan hasil.

8.3. Populasi dan Sampel


1) Populasi
Pengertian populasi dalam statistik tidak terbatas pada sekelompok/kumpulan
orang-orang/ peserta didik tertentu, namun mengacu pada seluruh ukuran, hitungan,
atau kualitas yang menjadi fokus perhatian suatu kajian. Populasi sering juga
disebut universe atau sekelompok individu atau objek yang memiliki karakteristik
yang sama, misalnya status sosial sama, atau obyek lain yang mempunyai karak-
teristik sama seperti golongan darah. Oleh karenanya, populasi memiliki kuantitas
yang besar sehingga untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari suatu populasi,
dibutuhkan suatu sampel yang kiranya dapat mewakili masing-masing populasi
tersebut.
2) Sampel
Sampel merupakan bagian dari suatu populasi. Tujuan diadakannya sampel adalah
sebagai pemberi gambaran tentang populasi yang tengah dikaji. Hal ini berarti
suatu sampel harus mengikuti kaidah-kaidah tertentu agar dapat dinyatakan sebagai
sampel yang representative. Dengan demikian, makalah ini bertujuan untuk menge-
tahui bagaimana teknik pengambilan sampel dalam suatu penelitian agar sampel
yang digunakan mampu mewakili populasi yang tengah dikaji.
3) Ukuran Sampel
Bila jumlah populasi dipandang terlalu besar, dengan maksud menghemat waktu,
biaya, dan tenaga, penelitili tidak meneliti seluruh anggota populasi. Bila peneliti
bermaksud meneliti sebagian dari populasi saja (sampel), pertanyaan yang selalu
muncul adalah berapa jumlah sampel yang memenuhi syarat. Ada hukum statistika
dalam menentukan jumlah sampel, yaitu semakin besar jumlah sampel semakin
menggambarkan keadaan populasi (Sukardi, 2009). Penentuan jumlah sampel harus
mempertimbangkan presisi, confidence level, desain sampling, dan pertimbangan
lain yang akan diuraikan di bawah ini. Krejcie & Morgan (2000) memberikan
tabel besar sampel yang hanya mempertimbangkan presisi dan confidence level
saja sebagaimana terlihat pada Tabel 8.1 (Sekaran, 2006).
98
Tabel 8.1 Ukuran Sampel (Sample Size) untuk Jumlah Populasi Tertentu.
N S N S N S
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 92 600 234 8000 367
130 97 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 123 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 100000 384
Sumber : Sekaran (2006)
Keterangan Tabel ; N = jumlah populasi, S = jumlah sampling
Dalam menentukan ukuran/jumlah sampel juga perlu memperhatikan pedoman
kasar (rules of thumb) yang dikemukakan Sekaran (2006) yaitu :
(1) Jumlah sampel yang paling sesuai untuk hampir semua penelitian adalah
30 < n < 500
(2) Apabila sampel dibagi ke dalam beberapa sub sampel (laki-laki/perempuan,
senior/junior, dan sebagainya), jumlah sampel minimal untuk kategori ada-
lah 30
(3) Dalam penelitian multivariance (termasuk multiple regression analysis),
jumlah sampel harus beberapa kali (sekitar sepuluh kali atau lebih) lipat dari
jumlah variabel dalam penelitian
(4) Untuk penelitian eksperimen yang sederhana dengan pengendalian eksperi-
mental yang ketat, penelitian yang baik dapat dilakukan dengan menggunakan
sampel sekitar 10 sampai 20.
Besaran atau ukuran sampel ini sampel sangat tergantung dari besaran tingkat
ketelitian atau kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun, dalam hal tingkat kesa-
lahan, pada penelitian sosial maksimal tingkat kesalahannya adalah 5% (0,05). Ma-

99
kin besar tingkat kesalahan maka makin kecil jumlah sampel. Namun yang perlu
diperhatikan adalah semakin besar jumlah sampel (semakin mendekati populasi)
maka semakin kecil peluang kesalahan generalisasi dan sebaliknya, semakin kecil
jumlah sampel (menjauhi jumlah populasi) maka semakin besar peluang kesalahan
generalisasi.
Beberapa rumus untuk menentukan jumlah sampel antara lain :
1) Rumus Slovin (dalam Riduwan, 2005)
𝑁
S= +1
𝑁(𝑑)2
S = sampel ; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau signifikansi = 0,05.
Misalnya, jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki
adalah 5%, maka jumlah sampel yang digunakan adalah :
N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan = 95

2) Rumus Jacob Cohen (Arikunto, 2012)


𝐿
S= +𝑈+1
𝐹2
Keterangan :
S = Ukuran sampel,
𝐹 2 = Effect Size
U = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel
Power (p) = 0.95 dan Effect size (𝐹 2 ) = 0.1
Harga L tabel dengan tingkat siniikansi = 1% power 0.95 dan u = 5 adalah
19.76, maka dengan formula tersebut diperoleh ukuran sampel
N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan = 203
Selain berdasarkan ketentuan di atas perlu pula penentuan jumlah sampel di-
kaji dari karakteristik populasi. Bila populasi bersifat homogen maka tidak ditun-
tut sampel yang jumlahnya besar. Misalnya saja dalam pemeriksaan golongan da-
rah. Walaupun pemakaian jumlah sampel yang besar sangat dianjurkan, dengan
pertimbangan adanya berbagai keterbatasan pada peneliti, sehingga peneliti beru-
saha mengambil sampel minimal dengan syarat dan aturan statistika tetap terpenuhi
sebagaimana dianjurkan oleh Isaac dan Michael (Sukardi, 2009). Dengan menggu-
nakan rumus tertentu (Sukardi, 2009), Isaac dan Michael memberikan hasil akhir
jumlah sampel terhadap jumlah populasi antara 10 – 100.000.
8.4 Teknik Sampling
Teknik Sampling yaitu merupakan teknik pengambilan sampel. Terdapat berbagai
macam teknik sampling untuk menentukan sampel yang akan dipakai dalam penelitian.
Teknik sampling pada dasarnya bisa dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu
probability sampling dan non-probability sampling. Secara skematis teknik sampling
ditunjukkan pada Gambar 8.5

100
Gambar 8.5 Skema Teknik Sampling

Probability sampling adalah suatu teknik sampling yang memberikan peluang


atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel, tekhnik ini terdiri atas:
1) Simple Random Sampling : dikatakan simple atau sederhana sebab pengambilan
sampel anggota populasi dilakukan secara acak, tanpa memperhatikan strata yang
terdapat dalam populasi tersebut. Cara ini dapat dilakukan jika anggota populasi
dianggap homogen.
2) Dispropotionate Stratified Random Sampling : Suatu teknik yang digunakan untuk
menentukan jumlah sampel, jika populasi berstrata tetapi kurang proporsional.
3) Proportionate Stratified Random Sampling : salah satu teknik yang digunakan jika
populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen serta berstrata secara
proporsional.
4) Area Sampling (Cluster sampling) : Teknik sampling daerah dipakai untuk menen-
tukan sampel jika objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, seperti
misalnya penduduk dari suatu negara, provinsi atau dari suatu kabupaten.
Non probability sampling adalah teknik yang tidak memberikan peluang/ke-
sempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sam-
pel, teknik ini terdiri atas:
1) Sampling Sistematis: suatu teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari
anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
2) Sampling Kuota: Teknik untuk menentukan sampel yang berasal dari populasi yang
memiliki ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan. Seperti misalnya,
jumlah sampel laki-laki sebanyak 70 orang maka sampel perempuan juga sebanyak
70 orang.
3) Sampling Aksidental : Sauatu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,
yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat dipakai
sebagai sampel, jika dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok untuk
dijadikan sebagai sumber data.
4) Purposive Sampling : Suatu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
atau sleksi khusus. Seperti misalnya misalnya, kamu meneliti kriminalitas di Kota

101
atau daerah tertentu, maka kamu mengambil informan yaitu Kapolresta kota atau
daerah tersebut, seorang pelaku kriminal dan seorang korban kriminal yang ada di
kota tersebut.
5) Sampling Jenuh : Suatu teknik penentuan sampel jika semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel. Hal ini sering sekali dilakukan jika jumlah populasi
relatif kecil atau sedikit, yaitu kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin
membuat generalisasi dengan kesalahan yang relatif kecil.
6) Sampling Snowball : Teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil
atau sedikit, lalu kemudian membesar. Atau sampel berdasarkan penelusuran dari
sampel yang sebelumnya. Seperti misalnya, penelitian mengenai kasus korupsi
bahwa sumber informan pertama mengarah kepada informan kedua lalu informn
seterusnya.

8.5 Uji Validitas dan Realibilitas


8.5.1 Uji Validitas
Menurut Sugiharto dan Sitinjak (2006), validitas berhubungan dengan suatu peubah
mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas dalam penelitian menyatakan derajat
ketepatan alat ukur penelitian terhadap isi sebenarnya yang diukur. Uji validitas adalah
uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur yang digunakan dalam
suatu mengukur apa yang diukur. Ghozali (2009) menyatakan bahwa uji validitas digu-
nakan untuk mengukur sah, atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dika-
takan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika tes tersebut menja-
lankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai de-
ngan maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes menghasilkan data yang tidak rele-
van dengan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validi-
tas rendah. Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran.
Suatu alat ukur yang valid dapat menjalankan fungsi ukurnya dengan tepat, juga memi-
liki kecermatan tinggi. Arti kecermatan disini adalah dapat mendeteksi perbedaan-per-
bedaan kecil yang ada pada atribut yang diukurnya.
Dalam pengujian validitas terhadap kuesioner, dibedakan menjadi 2, yaitu vali-
ditas faktor dan validitas item. Validitas faktor diukur bila item yang disusun menggu-
nakan lebih dari satu faktor (antara faktor satu dengan yang lain ada kesamaan).
Pengukuran validitas faktor ini dengan cara mengkorelasikan antara skor faktor (penju-
mlahan item dalam satu faktor) dengan skor total faktor (total keseluruhan faktor).
Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap item total
(skor total), perhitungan dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor item
dengan skor total item. Bila kita menggunakan lebih dari satu faktor berarti pengujian
validitas item dengan cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor faktor,
kemudian dilanjutkan mengkorelasikan antara skor item dengan skor total faktor
(penjumlahan dari beberapa faktor).

102
Dari hasil perhitungan korelasi akan didapat suatu koefisien korelasi yang
digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu item dan untuk menentukan apakah
suatu item layak digunakan atau tidak. Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item
yang akan digunakan, biasanya dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf
signifikansi 0,05, artinya suatu item dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap
skor total.
1) Validitas atau kesahihan empiris butir soal objektif
Untuk butir soal objektif validitas butir soal dihitung dengan rumus korelasi point
biserial antar masing-masing skor butir soal (Xp) dengan skor total (Xt). Dipakai
rumus point biserial karena data yang dikorelasikan adalah data nominal dengan
data interval. Data nominal berasal dari skor butir soal, yaitu 1 untuk jawaban
benar dan 0 untuk jawaban salah. Rumus korelasi point biseral adalah sebagai
berikut :
Xi − Xt 𝑝
𝛤𝑝𝑏𝑖 = √
St 1−𝑝
Dimana :
Xi = mean butir yang menjawab benar
Xt = mean skor total
p = proposi yang menjawab benar
Γpbi = Korelasi 𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡 𝑏𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑙

2) Validitas atau kesahihan empiris butir soal uraian


Validitas butir soal uraian dihitung dengan rumus product moment, antara skor
butir soal (Xp) dengan skor total (Xt). Dipakai product momen karena data yang
dikorelasikan adalah data interval dengan data interval.
(1) Rumus product moment dengan simpangan

∑xy
r 𝑥𝑦 =
√(∑ 𝑋 2 ) + (𝑌 ∑ 𝑋2 )
dimana :
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
∑xy = jumlah perkalian x dan y
X2 = kuadrat dari x
Y2 = kuadrat dari y
(2) Rumus product moment angka kasar

𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑𝑋)(∑𝑌)
r xy =
√{ 𝑁 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋 2 ) }{𝑁 ∑ 𝑌 2 −(∑ 𝑌)2 }

dimana :
rxy = koefisien korelasi
∑X = jumlah skor butir

103
∑Y = jumlah skor total
N = jumlah sampel
Kemudian hasil dari rxy dikonsultasikan dengan harga kritis product
moment (r tabel), apabila hasil yang diperoleh rhitung > rtabel, maka instrumen
tersebut valid. Dalam praktiknya untuk menguji validitas kuesioner sering
menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel dan Statistical Product
and Service Solution (SPSS).

8.5.2 Uji Validitas Mengggunakan SPSS


Cara melakukan Uji Validitas dengan SPSS adalah dengan urutan sebagai berikut :
1) Buat skor total masing-masing variable seperti contoh pada Tabel 8.2
2) Klik Analyze > Correlate > Bivariate : output SPSS seperti Gambar 8.6
3) Masukkan seluruh item variable X ke menu Variables
4) Masukkan total skor variable X ke menu Variables
5) Ceklis Pearson ; Two Tailed ; Flag
6) Klik OK, Hasil perhitungan uji validias dapat dilihat pada Tabel 8.3
7) Lakukan hal serupa untuk Variabel Y (jika ada).
Tabel 8.2 Contoh Skor Total Masing-Masing Variabel

`
Setelah data dimasukkan pada program SPSS, akan terlihat output dan beberapa menu
pilihan seperti terlihat pada Gambar 8.6

Gambar 8.6 Hasil Validasi dari Ouput SPSS

104
Gambar 8.7 Proses Memasukkan Variabel Program SPSS

Jika semua proses tersebut sudah dilakukan maka akan didapat Taabel rangkuman hasil
uji validitas dari variabel tersebut sebagaimana Tabel 8.3

Tabel 8.3 Rangkuman Hasil Uji Validitas

8.5.3 Uji Reliabilitas


Secara empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut
koefisien reliabilitas. Soal (perangkat soal) yang valid pasti reliabel, tetapi soal yang
reliabel belum tentu valid. Oleh karena itu soal yang valid secara teoritis, juga sudah
reliabel (andal) secara teoritis. Dengan demikian soal buatan guru yang sudah disusun
melalui kisi-kisi, sudah valid secara teoritis juga sudah reliabel secara teoritis. Relia-
bilitas empiris soal juga dihitung dengan teknik statistik, yaitu dengan cara korelasi.
Angka korelasi yang diperoleh dengan cara ini disebut koefisien reliabilitas atau angka
reliabilitas (r11 atau rtt) soal. Soal yang baik adalah soal yang mempunyai koefisien
reliabilitas lebih dari sama dengan 0,70.
1) Reliabilitas empiris soal objektif
Reliabilitas empiris soal objektif dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
(1) Koefisien stabilitas
Koefisien stabilitas (coefficient of stability) adalah jenis reliabilitas yang diper-
oleh dengan cara uji coba ulang (test–retest) yaitu dengan memberikan ujian
dengan suatu soal kepada sekelompok individu kemudian mengujikan kembali
soal tersebut pada kelompok sama pada waktu yang berbeda. Besarnya relia-
bilitas soal dihitung dengan mencari product moment antara skor hasil uji per-

105
tama dengan skor hasil uji kedua. Soal dikatakan reliabel bila koefisien stabi-
litas r11 atau rtt sama atau lebih besar dari 0,70.
(2) Koefisien ekuivalen
Koefisien ekuivalen (coefficient of equivalence) adalah jenis reliabilitas yang
diperoleh dengan cara menguji cobakan dua soal yang paralel pada kelompok
sama dan waktu yang sama (equivalence forms method, parallel form method,
atau alternate forms method). Jadi dalam hal ini ada dua soal yang paralel,
artinya masing-masing soal disusun tersendiri, jumlah butir soal sama, isi dan
bentuk sama, tingkat kesukaran sama, waktu serta petunjuk untuk mengerjakan
soal juga sama. Skor hasil uji coba kedua soal dikorelasikan dengan rumus
product moment untuk menghitung koefisien ekuivalen. Kedua jenis soal yang
paralel bersifat reliabel jika angka koefisian ekuivalen yaitu r11 atau rtt besar
atau sama dengan 0,70.
(3) Koefisien konsistensi internal
Koefisien konsistensi internal (coefficient of internal consistency) adalah relia-
bilitas yang diperoleh dengan cara mengujicobakan suatu soal dan menghitung
korelasi hasil uji coba dari kelompok yang sama. Ada tiga cara untuk memper-
oleh reliabilitas jenis ini yaitu; cara belah dua (split half method), cara Kuder
Richardson 20 atau Kuder Richardson 21, dan cara Cronbach khusus untuk
soal uraian.
a) Cara belah dua
Pada cara ini, soal diujicobakan kepada peserta didik dan hasilnya dibelah
menjadi dua, yaitu belahan gasal dan belahan genap. Dalam hal ini jumlah
butir soal harus genap. Kedua skor hasil belahan dikorelasikan dengan
rumus product moment, hasilnya adalah relasi belahan r ½ ½ . Setelah
ditemukan korelasi belahan, dihitung angka reliabilitas soal dengan rumus
Spearman-Brown. Rumus Spearman-Brown adalah sebagai berikut :

(2) 𝑟 1⁄2 1⁄2


r 11 =
1 + 𝑟 1⁄2 1⁄2
dimana :
r ½ ½ = kolerasi antara skor-skor setiap belahan tes
r = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
Selain dengan rumus Spearman-Brown, dapat pula dipakai rumus
Flanagan. Diperlukan data simpangan baku skor belahan gasal (SBgasal),
simpangan baku skor belahan genap SBgenap dan simpangan baku skor
total SBtotal. Rumus Flanagan adalah sebagai berikut:
𝑆𝐵 2 𝑔𝑎𝑠𝑎𝑙 + 𝑆𝐵 2 𝑔𝑒𝑛𝑎𝑝
𝑟11 = 2 {1 − }
𝑆𝐵 2 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Rumus ini lebih sederhana daripada rumus Spearman-Brown.
Selain dengan rumus Spearman-Brown dan Flanagan, dapat pula dengan
menggunakan rumus Rulon. Pada rumus Rulon, pertama ditentukan devi-
asi dari belahan skor gasal dan belahan skor genap. Langkah berikutnya

106
mencari kuadrat simpangan baku dari deviasi skor tersebut dan kuadrat
simpangan baku dari skor total. Rumus Rulon adalah sebagai berikut :
𝑆𝐵 2 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖
𝑟11 = 1 −
𝑆𝐵 2 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Keterangan :
SB2deviasi = kuadrat simpangan baku skor deviasi
SB2total = kuadrat simpangan baku total
b) Cara Kuder Richardson 20 atau Kuder Richardson 21
Rumus lain yang lebih banyak digunakan untuk menghitung koefisien
konsistensi internal adalah rumus Kuder Richardson 20 (KR20) dan rumus
Kuder Richardson 21 (KR21). Kedua cara ini menghasilkan angka yang
lebih tepat. Rumus KR20 adalah :

𝑘 𝑆𝐵 2 − ∑ 𝑝𝑞
𝑟11 = ( )
𝑘−1 𝑆𝐵 2 𝑡
Keterangan :
B2t = simpangan baku dari skor total
r11 = reliabilitas soal
k = jumlah butir soal
Rumus KR21 adalah :
𝑘 𝑋(𝑘 − 𝑋)
𝑟11 = {1 − }
𝑘−1 𝑘𝑆𝐵 2 𝑡 2
Keterangan :
SBt = simpangan baku dari skor total
r11 = reliabilitas soal
k = jumlah butir soal
X = rerata skor total
2) Reliabilitas empiris soal uraian
Untuk soal uraian, koefisien reliabilitasnya dihitung dengan rumus alpha dari
Cronbach yang rumusnya adalah :

𝑘 ∑ 𝑆𝐵12
𝑟11 = (1 − )
𝑘−1 𝑆𝐵𝑡 2
Keterangan :
SBt = simpangan baku total
SB1 = simpangan baku butir
Butir yang dimasukkan dalam rumus di atas hanya butir yang valid, sedangkan bu-
tir yang tidak valid (gugur), tidak diperhitungkan. Oleh karenanya reliabilitas hanya
dihitung dari butir yang valid. Kriteria reliabilitas soal sama dengan soal bentuk
objektif, yaitu soal reliabel bila r11 lebih dari sama dengan 0,70.
Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability)
sementara jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes

107
secara konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada
pula yang memaknakannya sebagai berikut:
 Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna
 Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi
 Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat
 Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah
Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel:
Segera identifikasi dengan prosedur analisis per item. Item Analysis adalah kela-
njutan dari tes Aplha sebelumnya guna melihat item-item tertentu yang tidak relia-
bel. Lewat Item Analysis ini maka satu atau beberapa item yang tidak reliabel dapat
dibuang sehingga Alpha dapat lebih tinggi lagi nilainya.
8.5.4 Uji Reliabilitas Mengggunakan SPSS
Langkah pengujian reliabilitas dengan SPSS :
1) Buat skor total masing-masing variable seperti contoh data pada Tabel 8.4
2) Klik Analyze > Scale > Reliability Analysis :
3) Masukkan seluruh item Variabel X ke Items
4) Pastikan pada Model terpilih Alpha
5) Klik OK

Tabel 8.4 Contoh Data Hasil Kuisioner


Soal N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 Total
1 3 5 4 4 3 5 4 4 3 3 38
2 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 47
3 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 47
4 3 3 2 4 3 3 2 4 3 4 31
5 5 5 2 4 5 5 2 4 5 4 41
6 3 3 2 4 3 3 2 4 3 4 31
7 5 5 2 4 5 5 2 4 5 4 41
8 2 6 5 2 2 6 5 2 2 5 37
9 3 3 2 4 3 3 2 4 3 4 31
10 5 5 2 4 5 5 2 4 5 4 41
11 3 3 2 4 3 3 2 4 3 4 31
12 5 5 2 4 5 5 2 4 5 4 41
13 3 5 4 4 3 5 4 4 3 3 38
14 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 47
15 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 47
16 5 5 2 4 5 5 2 4 5 4 41
17 3 3 2 4 3 3 2 4 3 4 31
18 3 5 4 4 3 5 4 4 3 3 38
19 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 47
20 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 47

Langkah pertama adalah menjalankan program SPSS, setelah itu, pindah ke sheet
variabel view. Sekarang isikan N1-N10 ke bagian variabel nama, seperti pada
Tabel dibawah ini (Tabel 8.5). Setelah selesai mendefinisikan variabel di sheet
variabel view, sekarang beralih ke sheet data view. Selanjutnya masukkan semua
nilai bobot tersebut, seperti gambar di bawah ini.

108
Tabel 8.5 Membuka Program SPSS

Setelah selesai menginput data tersebut, hendaknya biasakan untuk menyimpannya


terlebih dahulu sebelum di uji. Caranya cukup tekan CTRL+S secara bersamaan
pada keyboard anda lalu isi judul dan klik save. Bisa juga melalui menu file.
Berdasarkan data tersebut, kita akan menguji reliabilitas konsistensi internalnya.
Berikut langkah kerjanya. pada bagian menubar, klik Analyze, lalu pilih Scale,
setelah itu klik Reliability Analysis. Perhatikan Gambar 8.8 dibawah ini.

Gambar 8.8 Pilih Menu Scale Untuk Proses Reliability

Setelah itu akan muncul jendela baru seperti gambar di bawah ini. Pindahkan
semua variabel (N1-N10) ke bagian Items dengan cara klik tanda panah di
sebelahnya. Setelah itu, Klik tombol statistics, sehingga akan muncul lagi jendela
baru seperti gambar di bawah ini. Silahkan centang pilihan Inter item correlation.

Gambar 8.9 Pilih Menu Scale Untuk Proses Reliability

109
Gambar 8.8 Pilih Menu Correlation Untuk Proses Reliability

8.6. Uji Hipotesis


8.6.1 Pengertian dan Definisi
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah ; thesis = pendirian, pendapat
yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang
digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa,
secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering
juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya. Pendapat lain
menyatakan bahwa, istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
kata, yaitu “hupo” artinya sementara dan “thesis” berarti pernyataan atau teori. Karena
hipotesis adalah pernyataan sementara yang masih lemah kebenarannya, maka perlu
diuji kebenarannya.
Perumusan hipotesis penelitian merupakan tahap setelah peneliti mengemuka-
kan landasan teori dan kerangka berfikir. Tetapi perlu diketahui bahwa setiap penelitian
harus merumuskan hipotesis. Penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif sering

110
tidak perlu merumuskan hipotesis. sedangkan pengertian hipotesis sendiri menurut para
ahli adalah sebagai berikut:
1) Menurut Kerlinger (Riduwan, 2010) hipotesis ditafsirkan sebagai dugaan terhadap
hubungan antara dua variabel atau lebih. Sedangkan Sudjana (Riduwan, 2010)
meng-artikan hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal yang dibuat
untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya.
2) Hipotesis merupakan pernyataan tentative yang merupakan dugaan mengenai apa
saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya (Nasution, 2003).
3) Hipotesis adalah merupakan proposisi atau dugaan yang belum terbukti yang secara
tentative menerangkan fakta-fakta atau fenomena tertentu dan juga merupakan
jawaban yang memungkinkan terhadap suatu pertanyaan riset (Zikmund,1997).
4) Menurut Margono (2004), hipotesis berasal dari perkataan hipo (hypo) dan tesis
(thesis). Hipo berarti kurang dari, sedangkan tesis berarti pendapat. Jadi hipotesis
adalah suatu pendapat atau kesimpulan yang sifatnya masih sementara. Hipotesis
merupakan suatu kemungkinan jawaban dari masalah yang diajukan. Hipotesis
timbul sebagai dugaan yang bijaksana dari peneliti atau diturunkan (deduced) dari
teori yang telah ada.
5) Menurut Suryabrata (2000), pengertian hipotesis dapat ditinjau dari beberapa hal,
yaitu :
(1) Secara teknis, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan populasi
yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel
penelitian.
(2) Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan parameter
yang akan diuji melalui statistik sample.
(3) Ditinjau dalam hubungannya dengan variabel, hipotesis merupakan pernyataan
tentang keterkaitan antara variabel-variabel (hubugan atau perbedaan antara
dua variabel atau lebih).
(4) Ditinjau dalam hubungannya dengan teori ilmiah, hipotesis merupakan deduksi
dari teori ilmiah (pada penelitian kuantitatif) dan kesimpulan sementara seba-
gai hasil observasi untuk menghasilkan teori baru (pada penelitian kualitatif).
6) Selain itu, Sugiyono (2011) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban se-
mentara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah dinya-
takan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hal tersebut juga didukung oleh pernya-
taan Kerlinger (2006), hipotesis adalah pernyataan dugaan (conjectural) tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis selalu mengambil bentuk kali-
mat pernyataan (declarative) dan menghubungkan secara umum maupun khusus-
variabel yang satu dengan variabel yang lain
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis
adalah pernyataan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih yang
dinyatakan berdasarkan pemikiran peneliti atau diturunkan dari teori yang telah ada.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah atau sub masalah
yang diajukan oleh peneliti, yang diajabarkan dari landasan teori atau kajian teori dan
masih harus diuji kebenarannya. Karena bersifat sementara, maka dibuktikan kebena-
rannya melalui data empirik yang terkumpul atau penelitian ilmiah. Hiptotesis dinya-

111
takan ditolak atau diterima. Hipotesis harus bersifat analistis. Dalam penelitian yang
bersifat deskriptif, yang bermaksud men-deskripsikan masalah yang diteliti, hipotesis
tidak perlu dibuat, oleh karena memang tidak pada tempatnya. Hipotesis penelitian
harus dirumuskan dalam kalimat positif. Tidak dalam kalimat tanya, menyuruh,
menyarankan atau kalimat mengharapkan.
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang telah dibuat
sebelumnya (masih ingat bahwa rumusan masalah dibuat dalam bentuk pertanyaan).
Rumusan hipotesis ini bisa saja benar atau salah tetapi tidak mempengaruhi hasil
penelitian. Justru hasil penelitian akan menjadi pembuktian apakah hipotesis yang diaj-
ukan tersebut benar atau salah. Bahkan bisa jadi apabila hipotesis yang diajukan terse-
but salah maka landasan teori yang digunakan perlu dilakukan pengembangan dan hasil
penelitian yang ditemukan adalah jawaban dari pengembangan teori tersebut.

8.6.2 Ciri-ciri Hipotesis yang Baik


Per6nyataan hipotesis yang baik memiliki beberapa kriteria. Berikut ini dua kriteria
pernyataan hipotesis baik (Kerlinger, 2006), yaitu : 1) Hipotesis adalah pernyataan te-
tang relasi antara variabel-variabel 2). Hipotesis mengandung implikasi-implikasi yang
jelas untuk pengujian hubungan-hubungan yang dinyatakan tersebut. Bersadarkan dua
kriteria tersebut disimpulkan bahwa pernyataan hipotesis mengandung dua variabel atau
lebih yang dapat diukur serta menunjukkan secara jelas dan tegas cara variabel-variabel
tersebut berhubungan (Kerlinger, 2006). Selain itu, Nazir (2005) juga menge-mukakan
ciri-ciri hipotesis yang baik, yaitu:
1) Hipotesis harus menyatakan hubungan antar variabel
2) Hipotesis harus sesuai dengan fakta
3) Hipotesis harus berhubungan dengan ilmu dan sesuai dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan
4) Hipotesis harus dapat diuji dengan nalar ataupun dengan alat-alat statistika
Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk sederhana dan terbatas untuk mengurangi
timbulnya kesalahpahaman pengertian
5) Hipotesis harus bisa menerangkan hubungan fakta-fakta dan dapat dikaitkan
dengan teknik pengujian
Secara umum, berdasarkan pendapat ahli tersebut, hipotesis yang baik harus menya-
takan hubungan antar variabel, sesuai dengan fakta dan ilmu pengetahuan, harus masuk
akal dan dapat diuji

8.6.3 Fungsi Hipotesis


Dalam penelitian kuantitatif, keberadaan hipotesis dipandang sebagai komponen
penting dalam penelitian. Furchan (2004) mengungkapkan kegunaan hipotesis peneliti-
an, yaitu:
1) Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta memudah-
kan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2) Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang berlangsung dapat diuji
dalam penelitian
3) Hipotesis memberikan arah kepada penelitian

112
4) Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan.
Secara garis besar hipotesis dalam penelitian mempunyai peranan sebagai
berikut:
1) Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian.
2) Memfokuskan perhatian dalam rangka pengumpulan data.
3) Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta atau data.
4) Membantu mengarahkan dalam mengidentifikasi variabel-variabel yang akan dite-
liti (diamati).
5) Dari hipotesis peneliti menarik kesimpulan dalam bentuk yang masih sementara
dan harus dibuktikan kebenarannya (hipotesis) sebagai titik tolak atau arah dari
pelaksanaan penelitian.
6) Di kembangkan dengan menggunakan teori yang sudah ada, penjelasan logis
atau hasil-hasil penelitian sebelumnya.
7) Hipotesis menunjukan maksud yang jelas
8) Hipotesis dapat di uji
9) Hipotesis ini lebih baik dari hipotesis kompetinsinya, jika dapat menjelaskan dan
memprediksi lebih baik.

8.6.4 Jenis Hipotesis


Setelah memahami pengertian hipotesis maka selanjutnya adalah tentang jenis hipotesis
yang biasa digunakan dalam sebuah penelitian. Jenis hipotesis ini dibagi berdasarkan
dari jenis rumusan masalah yang diajukan karena sebagaimana yang kami sampaikan
sebelumnya bahwa hipotesis merupakan jawaban dari rumusan masalah. Berikut jenis-
jenis hipotesis dalam sebuah penelitian.
1) Hipotesis deskriptif : hipotesis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang
penelitian yang menggunakan variabel mandiri (satu variabel).
2) Hipotesis hipotesis komparatif : hipotesis yang digunakan untuk menjawab perta-
nyaan tentang penelitian yang menggunakan variabel yang sama tetapi jumlah po-
pulasi atau sampel yang berbeda atau dilakukan di tempat dan waktu yang berbeda.
3) Hipotesis asosiatif : hipotesis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang
penelitian yang menggunakan dua variabel.
Memahami pengertian hipotesis tentunya memudahkan anda (peneliti) dalam
menentukan apakah penelitian yang akan anda lakukan membutuhkan sebuah rumusan
hipotesis atau tidak. Jenis hipotesis apa yang akan anda ajukan dan sebagainya.
Berdasarkan bentuk rumusannya, hipotesis dapat digolongkan tiga, yakni :
1) Hipotesis Kerja
Adalah suatu rumusan hipotesis dengan tujuan untuk membuat ramalan tentang
peristiwa yang rerjadi apabila suatu gejala muncul. Hipotesis ini sering juga disebut
hipotesis kerja. Biasanya makan rumusan pernyataan: Jika…..maka…….. Artinya, jika
suatu faktor atau variabel terdapat atau terjadi pada suatu situasi, maka ada akibat
tertentu yang dapat ditimbulkannya.

113
Contoh sederhana:
(1) Jika sanitasi lingkungan suatu daerah buruk, maka penyakit menular di daerah
tersebut tinggi.
(2) Jika persalinan dilakukan oleh dukun yang belum dilatih, maka angka kematian
bayi di daerah tersebul tinggi.
(3) Jika pendapatan perkapita suatu negara rendah, maka status kesehatan masyarakat
di negara tersebut rendah pula.
(4) Dan lain-lain.
Meskipun pada umumnya rumusan hipotesis seperti tersebut di atas, tetapi hal
tersebut bukan saru-satunya rumusan hipotesis kerja. Karena dalam rumusan hipotesis
kerja yang paling penting adalah bahwa rumusan hipotesis harus dapat memberi
penjelasan tentang kedudukan masalah yang diteliti, sebagai bentuk kesimpulan yang
akan diuji. Oleh sebab itu penggunaan rumusan lain seperti di atas masih dapat
dibenarkan secara ilmiah.
2) Hipotesis Nol atau Hipotesis Statistik
Hipoiesis Nol biasanya dibuat untuk menyatakan sesuatu kesamaan atau tidak adanya
suatu perbedaan yang bermakna antara kelompok atau lebih mengenai suatu hal yang
dipermasalahkan. Bila dinyatakan adanya perbedaan antara dua variabel, disebut
hipotesis alternatif.
Contoh sederhana : hipotesis nol
(1) Tidak ada perbedaan tentang angka kematian akibat penyakit jantung antara
penduduk perkotaan dengan penduduk pedesaan.
(2) Tidak ada perbedaan antara kinerja tenaga kerja konstruksi yang sudah mempunyai
sertifikasi keterampilan dengan yang belum mempunyai.
(3) Tidak ada perbedaan antara kualitas kerja kontraktor yang melaksanakan standar
mutu ISO 9000 dengan yang tidak melaksanakan
(4) dan sebagainya.
Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa kedua kelompok yang bersang-
kutan adalah sama, misalnya kinerja tenaga kerja konstruksi yang sudah mempunyai
sertifikasi keterampilan sama dengan yang belum mempunyai sertifikasi keterampilan.
Bila hal tersebut dirumuskan dengan “selisih” maka akan menunjukkan hasil dengan
nol, maka disebut hipotesis nol. Bila dirumuskan dengan “persamaan” maka hasilnya
sama, atau tidak ada perbedaan. Oleh sebab itu apabila diuji dengan metode statistika
akan tampak apabila rumusan hipotesis dapat diterima, dapat disimpulkan sebagaimana
hipotesisnya.
Tetapi bila rumusannya ditolak, maka hipotesis alternatifhya yang diterima.
Itulah sebabnya maka sdperti rumusan hipotesis nol dipertentangkan dengan rumusan
hipotesis altematif. Hipotesis nol biasanya menggunakan rumus Ho (misalnya HO : x =
y) sedangkan hipotesis alternatif menggunakan simbol Ha (misalnya, Ha : x = > y).
Berdasarkan isinya, suatu hipotesis juga dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
pertama, hipotesis mayor, hipotesis induk, atau hipotesis utama, yaitu hipotesis yang
menjadi sumber dari hipotesis-hipotesis yang lain. Kedua, hipotesis minor, hipotesis
penunjang, atau anak hipotesis, yaitu hipotesis yang dijabarkan dari hipotesis mayor. Di

114
dalam pengujian statisik hipotesis ini sangat penting, sebab dengan pengujian terhadap
tiap hipotesis minor pada hakikatnya adalah menguji hipotesis mayornya.
Contoh tidak sempurna :
Hipotesis mayor: “Sanitasi lingkungan yang buruk mengakibatkan tingginya penyakit
menular”. Dari contoh ini dapat diuraikan adanya dua variabel, yakni variabel penyebab
(sanitasi lingkungan) dan variabel akibat (penyakit menular). Kita ketahui bahwa
penyakit menular itu luas sekali, antara lain mencakup penyakit-penyakit diare, demam
berdarah, malaria, TBC, campak, dan sebagainya. Sehubungan dengan banyaknya ma-
cam penyakit menular tersebut, kita dapat menyusun hipotesis minor yang banyak seka-
li, yang masing-masing memperkuat dugaan kita tentang hubungan antara penyakit-
penyakit tersebut dengan sanitasi lingkungan, misalnya :
a) Adanya korelasi positif antara penyakit diare dengan buruknya sanitasi lingkungan
b) Adanya hubungan antara penyakit campak dengan rendahnya sanitasi lingkungan.
c) Adanya hubungan antara penyakit kulit dengan rendahnya sanitasi lingkungan.
d) dan sebagainya.
Apabila dalam pengujian statistik hipotesis-hipotesis tersebut terbukti bermakna
korelasi antara kedua variabel di dalam masing-masing hipotesis minor tersebut, maka
berarti hipotesis mayornya juga diterima. Jadi ada korelasi yang positif antara sanitasi
lingkungan dengan penyakit menular.

3) Hipotesis Hubungan dan Hipotesis Perbedaan


Hipotesis dapat juga dibedakan berdasarkan hubungan atau perbedaan 2 variabel alau
lebih. Hipotesis hubungan berisi tentang dugaan adanya hubungan antara dua variabel.
Misalnya, ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan praktek pemeriksaan hamil.
Hipotesis dapat diperjelas lagi menjadi : Makin tinggi pendidikan ibu, makin sering (te-
ratur) memeriksakan kehamilannya. Sedangkan hipotesis perbedaan menyatakan ada-
nya ketidaksamaan atau perbedaan di antara dua variabel; misalnya. praktek pemberian
ASI ibu-ibu de Kelurahan X berbeda dengan praktek pemberian ASI ibu-ibu di Kelu-
rahan Y. Hipotesis ini lebih dielaborasi menjadi: praktek pemberian ASI ibu-ibu di
Kelurahan X lebih tinggi bila dibandingkan dengan praktek pemberian ASI ibu-ibu di
Kelurahan Y.

115

Anda mungkin juga menyukai