Anda di halaman 1dari 21

Pertemuan 1 – Pemeriksaan Fisik Dermatologi

Di station ini, kita diminta untuk melakukan pemeriksaan fisik dermatologi dan membuat
status dermatologikus pada akhir pemeriksaan. Nanti ketika OSCE kita akan diberikan
gambar kelainan kulit dan diminta untuk membuat status dermatologikus dari gambar
tersebut. Prinsip membuat status dermatologikus: apa yang dilihat itulah yang ditulis.

Karena itu, poin yang harus sangat diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Hafalkan setiap jenis dan karakteristik lesi.


2) Lengkap dalam membuat status dermatologikus. Deskripsikan lesi sedetail mungkin.
3) Urutan distribusi, lokasi, karakteristik, dan tipe lesi tidak boleh terbalik – balik.
4) Biasakan berurutan dalam menyebutkan lokasi lesi, dari atas ke bawah.
5) Ketika menyebutkan ukuran lesi, sebutkan dari yang paling kecil hingga yang paling
besar.

Awali pemeriksaan dengan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien. Lihat apakah
pasien terlihat kesakitan. Tanyakan identitas pasien lalu lakukan informed consent.
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang pencahayaannya baik dan privasinya terjaga. Minta
pasien untuk melepaskan seluruh bajunya.

Pemeriksaan Kulit

I. Distribusi Lesi
Periksa seluruh permukaan kulit. Cek seberapa banyak daerah kulit yang
mengalami kelainan. Kuncinya: bukan seberapa banyak tapi berapa banyak area
yang terkena.
a. Lokalisata (localized): hanya ada di 1 tempat
b. Regional: ada beberapa regio yang terkena
c. Generalized (generalisata): masih ada kulit yang normal di antara lesi
d. Universal (universalis): kulit yang abnormal >90% (hitung sesuai dengan Rule
of 9)
e. Apakah ada pola – pola karakteristik seperti: simetri (harus persis)/asimetri;
bilateral (2 sisi terkena, tidak harus persis)/unilateral; dermatomal (lesi
mengikuti persyarafan (lihat dermatomal map), ditemukan pada infeksi
Herpes zoster dimana yang terkena jarang hanya 1 syaraf, biasanya 3).
f. Simetris pasti bilateral; bilateral belum tentu simetris
g. T4  setinggi papilla mammae; T10  setinggi umbilikus.

II. Lokasi Lesi


Tentukan lokasi lesi mulai dari kulit kepala hingga telapak kaki secara berurutan,
dari atas ke bawah (sesuai dengan regio anatomis nya). Untuk tangan ada
bagian lengan atas (arm), lengan bawah (forearm), tangan (hand). Untuk kaki
ada bagian tungkai atas (hips), tungkai bawah (legs), dan kaki (foot). Ketika
menulis status dermatologikus juga harus berurutan. Lokasi karakteristik adalah:
a. Fleksor: Pada lengan terdapat pada bagian depan. Pada tungkai terdapat
pada bagian belakang.
b. Ekstensor: Letaknya berkebalikan dari fleksor.
c. Intertriginous: di daerah lipatan

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
d. Glabrous: daerah yang halus dan luas (tapi waktu itu dokternya bilang tidak
pernah ditulis di daerah kulit glabrousa kalau di status dermatologikus.)
e. Telapak tangan dan telapak kaki.
Untuk tangan, bedakan antara telapak tangan dan punggung tangan. Kalau
lesinya tidak terletak di seluruh bagian tangan, harus dijelaskan bagiannya.
Misal: lesi terletak hanya di bagian ujung.
f. Daerah yang terekspos.
III. Karakteristik Lesi
Tentukan karakteristik lesi dengan cara inspeksi dan palpasi.
Dengan inspeksi:
a. Jumlah lesi. Soliter (1) atau multipel (>1). Kalau multipel tidak usah dihitung
satu per satu, cek apakah lesi dipisahkan oleh kulit normal atau batas –
batasnya bersinggungan.
b. Bentuk lesi individual. Reguler atau irregular. Tidak boleh menuliskan bentuk
lesi reguler di status dermatologikus. Jika lesinya reguler, sebutkan dengan
jelas berbentuk seperti apa lesinya.
- Annular: cincin. Relatif bulat. Tengahnya seperti sembuh tetapi tepinya
merah.
- Iris: terdiri dari 3 bagian. Ada bagian tengah, dikelilingi oleh 1 daerah dan
ada lagi daerah batas
- Arciform
- Linear: garis, biasanya ada di psoriasis
- Round: bulat, seperti koin
- Oval
- Umbilicated: seperti umbilikus, depresi di bagian tengah lesi

Periksa juga arrangement atau susunan dari lesi bila lesinya multipel.

- Herpetiform: berkelompok
- Corymbiform: ada lesi satelit berukuran kecil di sekeliling lesi yang besar
- Zosteriform: seperti pita, mengikuti dermatom, berjajar
- Polycyclic: awalnya berbentuk bulat – bulat, kemudian lesi – lesi tersebut
menyatu
- Serpiginosa: memanjang. Area yang ditinggalkannya kemudian sembuh
(scopuloderma).
- Annular
- Arciform
- Linear
c. Ukuran lesi. Gunakan penggaris dan kaca pembesar bila perlu. Bisa dengan
mengukur panjang dan lebar lesi, kalau lesinya timbul ukur juga tingginya.
Bisa juga dengan menggunakan ukuran spesifik. Milier  sebesar kepala
jarum pentul. Gutata  sebesar tetes air. Nummular  sebesar koin.
d. Batas lesi. Apakah tegas dan mudah dibedakan dengan kulit normal atau
tidak tegas.

Dengan palpasi, periksa apakah lesi lebih tinggi, datar atau lebih rendah dari kulit
sekitarnya. Periksa juga apakah lesi kering atau basah (penting karena
berhubungan dengan pengobatan). Periksa konsistensi dan feel dari lesi (soft,
padat, keras, kenyal, dapat digerakkan, sakit).

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
IV. Tipe Lesi
Tentukan apakah lesi kulit termasuk lesi kulit primer, sekunder, atau lesi spesifik.
1. Lesi kulit primer
Lesi kulit yang pertama kali muncul.
a. Macule: perubahan warna kulit, datar. Terdiri dari hiperpigmentasi (lebih
tua dari warna kulit asli), hipopigmentasi (lebih terang dari warna kulit
asli), depigmentasi (tidak ada warna  vitiligo), eritematosus (merah
karena dilatasi kapiler atau pembuluh darah. Jika ditekan warna merah
akan hilang).
b. Papule: penonjolan, solid, berisi penumpukan sel radang, ukuran hanya
sampai 0,5 cm, padat. Bila berwarna merah  papul eritem.
c. Pustule: berisi cairan keruh/nanah, mirip vesikel
d. Plak: sama dengan papule, > 0,5 cm
e. Nodul:
f. Kista: ada kantung, tebal, permukaan kantung bisa berasal dari kulit
normal
g. Purpura: perpindahan eritrosit ke luar pembuluh darah, bila ditekan tidak
akan hilang
h. Petechiae: berukuran lebih kecil dari purpura
i. Ecchymoses: berukuran lebih besar dari purpura
j. Tumor: jelas, menonjol, harus dipalpasi
k. Wheal: urticaria (kaligata, biduran)
l. Vesikel: gelembung berisi cairan jernih, seperti balon berisi air, ukuran
sampai 0,5 cm, kantung berasal dari lapisan sub corneum.
m. Bullae/Blister: mirip vesikel, berukuran > 0,5 cm
n. Abscess: awalnya berupa nodul, kemudian mengalami supurasi sehingga
menjadi berisi nanah
o. Sinus: membentuk terowongan

2. Lesi kulit sekunder


Berasal dari lesi kulit primer
a. Erosi: terbentuk dari vesikel, blister, dll yang pecah; hilangnya jaringan.
b. Ekskoriasi: terbentuk dari vesikel, blister, dll yang pecah; hilangnya
jaringan sampai ke dermis
c. Fissura: luka, berbentuk seperti garis, cracking, terjadi ketika lesi kulit
sangat kering, bisa sampai berdarah
d. Atrophic scar: bekas luka yang melekuk ke dalam
e. Hypertrophic scar: bekas luka, menutupi luka dan besarnya sama
dengan luka, menonjol ke atas (elevated). Kelloid  lukanya sembuh,
hanya saja jaringan tumbuh berlebihan, menutupi lebih dari bekas luka
awal.
f. Ulcer: terbentuk dari vesikel, blister, dll yang pecah; lebih dalam dari
ekskoriasi; harus dideskripsikan tepi, dasar, dan dindingnya seperti apa.
g. Scar
h. Scale: pelepasan stratum corneum; ada bagian yang lepas ada juga yang
tidak; skuama

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
i. Krusta: pengeringan cairan jaringan. Kalau cairannya berasal dari obat 
krusta medikamentosa. Crusta sanguinolenta  dari darah. Crusta
serosa  dari serum. Crusta pustulosa  dari pus.
j. Lichenification: garis kulit menjadi lebih jelas karena kulit menebal,
biasanya karena kulit digaruk
k. Sklerosis: kulitnya menarik dengan kencang sehingga bagian tersebut
sulit digerakkan
l. Pityriasiform scale: scale yang halus.

3. Lesi kulit spesifik


Untuk lesi kulit spesifik harus ditulis ditemukan atau tidak.
a. Comedone: terdiri dari open (berwarna hitam karena teroksidasi) dan
closed (berwarna putih atau sama dengan warna kulit).
b. Teleangiectasis: pembuluh darah terlihat seperti laba – laba; sering terjadi
pada orang tua
c. Kanalikuli: terowongan; pada larva migrans jelas; pada scabies harus
dicari terlebih dulu
d. Milia

Pemeriksaan Rambut

Cek distribusi rambut, tekstur, dan kerontokan rambut. Alopecia areata  botak sebagian,
bentuknya sedikit bulat. Alopecia totalis  plontos. Telogen eflusium  rontok >100 helai
rambut/hari.

Pemeriksaan Kuku

Cek warna, permukaan, tekstur, dan tanda – tanda spesifik lainnya dari kuku:

1. Pitting nail  ada cekungan, lekukan pada permukaan kuku


2. Splinter hemorrhages  ada garis cokelat
3. Leukonichia  disebabkan karena trauma atau terbentur
4. Onychodystrophy  rusak
5. Onycholysis  kuku terlepas dari dasarnya, bagian kuku yang berwarna putih
menjadi makin dalam
6. Subungual hyperkeratosis
7. Subungual debris  ada bagian/sesuatu yang tebal di bawah kuku

Pemeriksaan Membran Mukosa Terkait Dengan CC

Periksa konjungtiva, oral, genital, dan daerah anal apakah ada eritema, erosi, ekskoriasi,
ulcer, dsb. Oral candidiasis  ditemukan pada penderita HIV. Stomatitis: sariawan.
Geographic tongue: permukaan lidah ada yang timbul membentuk seperti peta..

Pemeriksaan Fisik General pada Dermatologi

Lakukan pemeriksaan fisik general berdasarkan indikasi dari presentasi klinis dan diagnosis
banding, dengan memberi perhatian khusus pada tanda – tanda vital, limfadenopati,
dan/atau sendi.

Deskripsi Pemeriksaan Fisik pada Dermatologi

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Simpulkan hasil pemeriksaan yang didapat menggunakan status dermatologikus:

- Distribusi: ....
- Lokasi: .....
- Karakteristik: ....
- Tipe: .....

Urutannya tidak boleh terbalik – balik. Untuk ukuran tulis mulai dari yang paling kecil sampai
yang paling besar. Untuk lokasi tulis berurutan mulai dari kepala sampai kaki. Untuk plak
dan makul tuliskan juga warnanya.

Tulis juga kesimpulan dari hasil yang didapat dari pemeriksaan rambut, kuku, membran
mukosa dan pemeriksaan fisik general.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Pertemuan 2 – Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)

BLS diberikan ketika seseorang mengalami henti nafas dan henti jantung. Prinsip dari
tindakan ini adalah secepat mungkin dan sedini mungkin sambil menunggu bantuan lebih
lanjut. Pada guidelines American Heart Association tahun 2010, yang pertama kali dilakukan
adalah cek kesadaran pasien (Alertness). Kemudian dilanjutkan oleh CAB, sirkulasi, jalan
nafas, dan pernafasan.

Ketika ada pasien yang henti jantung atau henti nafas, segera cek kesadaran pasien,
kemudian aktifkan emergency response system. Minta bantuan dan AED/defibrillator.
Sambil menunggu defibrillator datang lakukan CPR (resusitasi jantung paru). Prinsip CPR
adalah push hard and push fast. CPR dilakukan sebanyak 5 siklus tanpa interupsi. 1 siklus
terdiri dari 30x kompresi dan 2x nafas buatan. Setelah itu, evaluasi keadaan pasien.
Lakukan terus hingga denyut nadi pasien terasa kembali dan pasien kembali bernafas.

Bila ketika sedang melakukan CPR ada tulang pasien yang patah karena CPR tersebut,
terus lanjutkan saja CPR nya. Tulang yang patah bisa ditangani belakangan. CPR
dihentikan jika ada bantuan datang, penolong kelelahan, tidak ada respons, ada tanda –
tanda kehidupan, atau ada tanda – tanda kematian.

Ketika OSCE kita harus melakukan 5 siklus CPR. Karena itu, poin yang harus sangat
diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Paham dan hafal urutan CPR.


2) Menggunakan tenaga yang cukup. CPR akan dilakukan pada manekin. Kalau
tenaganya kurang, lampunya tidak akan menyala. Kalau berlebihan, akan menyala
merah atau malah mengeluarkan suara seperti patah (seperti di beberapa grup
tutor). Kalau tenaganya sesuai, lampunya akan menyala hijau.
3) Jangan panik atau diam ketika melakukan CPR. Kalaupun yang kita lakukan tidak
sempurna (misal: lampu tidak menyala), terus saja lakukan. Yang penting selesai 5
siklus dilakukan semua.
4) Ingat apa yang harus dilakukan bila usai CPR pasien stabil, tidak ada denyut nadi,
atau tidak bernafas.
5) Saat melakukan CPR, pasien harus ditempatkan di tempat yang datar dan keras.
Tempatkan manekin di lantai, atau di kasur yang sudah diberi papan.

I. Allertness
Pastikan lokasi aman atau pindahkan pasien ke tempat yang aman. Cek kesadaran
pasien, sadar atau tidak sadar, dengan memanggil namanya atau dengan
menggoyangkan tubuhnya, tidak usah menggunakan GCS. Telepon 112 atau rumah
sakit terdekat, beritahu bahwa kita menemukan pasien dengan kondisi ..... di alamat
....., minta bantuan segera dan sambil menunggu bantuan kita akan memberikan BLS.

II. Sirkulasi
1. Cek nadi pada arteri karotid pasien (di antara thyroid cartilage dan SCM)
menggunakan jari tengah dan jari telunjuk. Cek di arteri yang posisinya dekat
dengan kita agar lebih mudah. Periksa selama 5 – 10 detik. Jika ada nadi, cek
pernafasan. Jika nadi tidak ada, lanjutkan ke hal di bawah ini.
2. Posisi penolong berada di dekat bahu pasien, di sebelah kanan pasien.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
3. Interlock jari – jari dari kedua tangan (telapak tangan satu berada di atas punggung
tangan lainnya). Letakkan bagian heel/bawah dari telapak tangan di ½ bawah
sternum, di level antara puting atau dua jari di atas processus xyphoideus.
4. Lengan harus lurus, pakai dan tumpukan berat badan di lengan dan tangan untuk
melakukan kompresi.
5. Lakukan kompresi sebanyak 30x untuk satu siklus dengan kedalaman kompresi 5
cm. Frekuensi kompresi minimal 100x/menit. Lakukan dengan bertenaga dan
teratur.
6. Ketika melakukan kompresi, hitung dengan kencang (1 2 3 4 .... 30) untuk
memberikan interval yang sama untuk tiap kompresi.
7. Rasio antara kompresi dan nafas buatan per siklusnya adalah 30:2.

III. Jalan Nafas


Lakukan manuver head tilt-chin lift (angkat dagu dan tekan/turunkan dahi pasien
secara bersamaan). Sambil menekan dagu tutup juga hidung pasien. Lihat apakah
ada sumbatan jalan nafas atau tidak. Jika tonus otot berkurang, lidah bisa jatuh dan
menutupi jalan nafas. Kalau ada benda asing atau apapun yang menutupi jalan nafas,
keluarkan dulu, buang dengan finger sweep.

IV. Pernafasan
1. Masih melakukan manuver head tilt-chin lift, berikan 2 kali nafas buatan pada
pasien dari mulut ke mulut.
2. Mulut penolong harus melingkupi mulut pasien agar tidak ada udara yang “bocor”
ke luar. Tutup hidung pasien. Ventilasi yang diberikan haruslah adekuat (cek
dengan melihat apakah dada pasien mengembang atau tidak).
3. Tiup, diamkan sebentar lalu tiup lagi. Harus sampai dada pasien mengembang,
kalau tidak berarti ada yang salah.
4. Jika nafas buatan yang diberikan masuk paru – paru pasien, akan ada ekshalasi
dari pasien setiap selesai diberikan ventilasi.

V. Lakukan Lagi Step II – IV Sebanyak 5 Siklus Tanpa Berhenti

VI. Re-Evaluasi
1. Cek denyut nadi pasien pada arteri karotid. Jika teraba, cek nafas pasien. Lakukan
head tilt – chin lift kemudian lakukan look, listen, feel. Dekatkan telinga ke hidung
pasien dan dengarkan apakah pasien bernafas, lihat ke arah dada pasien apakah
ada pergerakan, dan rasakan apakah ada hembusan nafas.
2. Jika denyut nadi teraba, namun pasien tidak bernafas:
Berikan ventilation support 10x / menit selama 2 menit (20x). Berikan dari mulut ke
mulut, tutup hidung pasien, sambil melakukan manuver head tilt-chin lift.
Pemberian 1x nafas butuh waktu 6 detik, inspirasi 2 detik, ekspirasi 4 detik. Bisa
dengan melakukan seperti ini: tiup – (1 one thousand 2 one thounsand 3 one
thousand) – tiup – (1 one thousand 2 one thousand 3 one thousand) – tiup – dst.
Setelah 2 menit, cek lagi nadi pasien lalu cek pernafasannya.
3. Jika denyut nadi tidak teraba maka lakukan lagi 5 siklus CPR.
4. Jika denyut nadi teraba dan pasien bernafas, posisikan ke posisi recovery. Badan
pasien miring, satu kaki ditekuk.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Pertemuan 3 – Pemeriksaan Fisik Ortopedi

Ketika pasien datang, lihat cara berjalan, bentuk tubuh dan posturnya, apakah ada
ketidaknormalan atau tidak. Kemudian sapa pasien dan perkenalkan diri. Tanyakan data diri
pasien. Lakukan anamnesis, tanyakan apakah ada nyeri, bengkak, kaku, deformitas, lemah,
ketidakstabilan, perubahan pada fungsi sensorik, atau kehilangan fungsi.

Nyeri ada 4 grade berdasarkan keparahannya. I (ringan), II (moderate) yang mulai


mengganggu aktivitas, III (parah) yang lebih mengganggu dan pasien sudah perlu minum
obat, dan IV (sangat parah) yang totally incapacitating hingga pasien tidak bisa melakukan
apa – apa. Kalau ada nyeri di lutut, periksa bagian paha dan lumbar dulu karena bisa jadi
nyerinya ada di bagian itu tapi menjalar. Stiffness bisa generalized bisa lokal. Bisa
dikarenakan adanya locking (sendi terkunci, tidak bergerak karena ada loose bodies atau
mechanical tear). Bengkak adalah keluhan terbanyak setelah nyeri, bisa dengan atau tanpa
nyeri. Bengkak yang terjadi dalam hitungan jam bisa disebabkan oleh robekan pembuluh
darah. Kalau dalam hitungan hari bisa karena adanya proses suppurasi. Tumor kalau
perkembangannya dalam hitungan minggu berarti ganas, kalau dalam hitungan tahun
berarti jinak.

Tanyakan riwayat penyakit atau kecelakaan sebelumnya, riwayat keluarga, dan latar
belakang sosial pasien. Lakukan informed consent mengenai pemeriksaan fisik yang akan
dilakukan.

Ketika OSCE yang dilakukan hanya pemeriksaan fisik dan di regio lutut saja. Karena itu,
poin yang harus sangat diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Selalu periksa dan bandingkan kedua sisi.


2) Ingat prinsip utama ortopedi: look, feel, move. Lakukan pemeriksaan secara
berurutan sesuai ini.
3) Yang dihighlight pada stase ini adalah pemeriksaan tulang dan sendinya, terutama
saat memeriksa outline. Jadi jangan sampai salah sebut atau salah tunjuk.

Look

1. Lihat kulit pasien. Bagaimana warnanya, apakah pucat karena vasokonstriksi,


kebiruan karena hematom, atau kemerahan karena inflamasi. Cek apakah ada luka,
jika ya periksa apakah lukanya lembab/tidak dan hangat/dingin, apakah ada ulkus.
Cek juga apakah ada bekas luka yang irregular atau reguler (bekas luka setelah
operasi).
2. Lihat bentuknya. Apakah bengkak atau wasting.
3. Lihat apakah ada massa atau benjolan. Jika ya, periksa ukuran, tepinya, konsistensi,
permukaan, dapat digerakkan atau tidak, dan bagaimana pulsasinya.
4. Cek apakah ada deformitas (angular, shortening/memendek, rotasi internal atau
eksternal).

Feel

Tetap periksa dan bandingkan kedua sisi.

I. Lokal
1. Kulit

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Apakah terasa panas atau dingin. Apakah lembab atau kering. Apakah fungsi
sensorisnya normal.
2. Soft tissue
Periksa apakah ada benjolan. Jika ya, cek apakah nyeri atau tidak,
bagaimana konsistensinya, bisa digerakkan atau tidak, bagaimana
permukaannya, apakah ada pulsasi, bagaimana tepinya. Gambar benjolan
dengan plastik transparan.
3. Tulang dan sendi
Periksa outlinenya. Raba dan periksa tibial tuberosity, patella, patella
ligament.
Cek apakah synovium nya menebal. Pegang tepi kedua patella, pada
keadaan normal membran sinoviumnya seharusnya tipis sehingga tulangnya
mudah teraba. Kalau tebal terasa seperti ada tekanan. Kata dokternya,
analoginya seperti kertas dan karton.
Periksa juga apakah ada cairan sendi yang berlebihan atau tidak. Kalau ya,
ketika diperiksa seolah – olah akan seperti balon yang diisi air (ballotement).
Jika ditekan di bagian proksimal, bagian distal akan menonjol dan begitu
sebaliknya. Kalau ada darah atau cairan yang memenuhi joint, aspirasi untuk
melihat cairannya menggunakan jarum 50 cc.
II. Distal
1. Pulsasi
Cek pulsasi pada bagian distal dari ekstremitas bawah. Cek dorsalis
pedis/arteri cuneiform. Seharusnya dicek di popliteal, tapi sangat sulit. Kalau
nadi tidak teraba, menandakan keadaan bahaya.
2. Sensibilitas
Seperti pemeriksaan sensorik di NBSS. Cek bagian lateral, medial, plantar,
dan dorsal.

Move

1. Cek gerakan aktif dan range of movement dari lutut pasien. Minta pasien untuk
menekuk lututnya. Periksa sudut yang terbentuk dengan cara membuat garis khayal
lurus memanjang dari femur, ukur berapa derajat sudut yang terbentuk antara garis
tersebut dengan garis khayal memanjang dari tibia. Kalau pasien tidak bisa
menggerakkan secara aktif, berarti sudutnya 0, hasilnya negatif.
2. Cek gerakan pasif dan ROM nya. Minta pasien untuk rileks. Gerakkan tungkai bawah
dan tekukkan lutut pasien. Ukur lagi sudut yang terbentuk, biasanya akan lebih
besar.
3. Sudut normal = 155°. Kalau gerakan aktif negatif dan gerakan pasif positif, biasanya
ada masalah di ekstra artikular (syaraf dan otot), sendi tidak bermasalah. Kalau
gerak aktif negatif dan gerak pasif positif, masalah terjadi di sendi (dislokasi, locking,
fraktur, dll.)
4. Cek apakah ada false movements. Jadi ketika digerakkan, bergeser ke samping.
Coba cek dengan menggerakkan tidak sesuai dengan fungsi fisiologisnya (kiri kanan,
superekstensi, rotasi). Pemeriksaan ini lebih memeriksa fleksibilitas. Periksa ini
bersamaan dengan ketika memeriksa gerakan pasif.
5. Cek apakah pasien merasa sakit ketika bergerak dan apakah ada spasme otot.

Pemeriksaan selesai. Ucapkan terima kasih pada pasien.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Pertemuan 4 – Manajemen Luka (Wound Care and Dressing)

Ada 2 macam penyembuhan luka: primary intention (biasanya di luka setelah operasi) dan
secondary intention (luka tidak bisa didekatkan karena ada gap). Pada proses
penyembuhan luka, fase inflamasi merupakan golden period karena pada fase ini terdapat
waktu yang dibutuhkan oleh bakteri (6 jam) untuk inokulasi dan multiplikasi. 3 prinsip dasar
manajemen luka: Bersihkan, bila ada benda asing keluarkan. Lembabkan, jangan biarkan
kering. Perhatikan nutrisi, asupan nutrisi harus baik.

Poin yang harus diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Hati – hati. Ada step yang steril dan non-steril.


2) Ketika masuk ke step steril, jangan sekali – kali menyentuh bagian non steril.
3) Jangan mencampur peralatan steril dengan non-steril.

Mulai dengan menyapa pasien dan memperkenalkan diri. Identifikasi pasien, pastikan nama,
rekam medis dan jenis kelamin sudah benar dan sesuai. Lakukan informed consent.
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan, tujuannya, serta kemungkinan yang akan terjadi
(infeksi, perih).

Siapkan peralatan yang akan dipakai. Gunting (steril dan non steril), forceps (steril dan non-
steril), normal saline dalam kontainer (minta bantuan asisten untuk menuangkannya ke
dalam kontainer), larutan antiseptik dalam kontainer (povidone iodine 3%, chlorhexydine),
sterile gauze, sarung tangan steril (steril dan non-steril), kidney basin, adhesive tape,
disposal container untuk menampung limbah (warna kuning untuk sampah medis dan
hazardous materials, warna hitam/abu – abu untuh sampah non medik).

Langkah Non Steril

I. Dressing Removal
1. Cuci kedua tangan dengan larutan antiseptik yang ada di dalam wadah/
baskom.
2. Gunakan sarung tangan yang non steril
3. Secara perlahan dan hati – hati, lepaskan dressing post-operasi
4. Letakkan di kidney basin atau langsung buang ke dalam tempat sampah.

II. Pemeriksaan Luka


1. Inspeksi luka pasien
2. Observasi apakah ada tanda – tanda infeksi (kemerahan, bengkak)
3. Lihat apakah ada sekret keluar dari luka (serous: bening, sero-sanguinous:
kemerahan namun bukan darah/hematoma, darah, pus)
4. Palpasi area di sekitar luka, bukan lukanya. Lihat apakah ada tanda – tanda
infeksi (nyeri; fluktuasi  ada cairan di bawah kulit, akumulasi pus di dalam;
sekret yang keluar secara aktif)

Langkah Steril

I. Bersihkan dan Balut Luka


1. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan steril menggunakan teknik glove-
to-glove dan skin-to-skin. Jangan lagi pegang yang tidak steril.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
2. Jika tidak ada tanda infeksi:
a. Minta asisten untuk menuangkan saline dan antiseptik ke dalam kontainer
b. Jepit kasa menggunakan pinset, celupkan ke dalam kontainer berisi
saline. Peras menggunakan 2 pinset (kedua tangan memegang pinset
seperti memegang sumpit. Pelintir kasa sampai kasa terperas).
c. Bersihkan area luka mulai dari bagian tengah dengan gerakan memutar
ke daerah tepi luka.
d. Buang kasa tersebut. Ulangi dengan menggunakan antiseptik.
e. Keringkan luka menggunakan kasa baru yang kering.
f. Tutup luka dengan kasa yang steril dan bersih. Pastikan kasa menutupi
seluruh permukaan luka. Fiksasi dengan adhesive tape.
3. Jika ada tanda infeksi:
a. Buka seluruh jahitan pada luka. Tarik ujung jahitan, kemudian buka
jahitan satu per satu menggunakan gunting.
b. Bersihkan luka dari pus menggunakan kasa.
c. Ambil pus, masukkan ke dalam test tube, segel bagian atasnya, kirimkan
ke bagian patologi.
d. Minta asisten untuk menuangkan saline dan antiseptik ke dalam kontainer
e. Jepit kasa menggunakan pinset, celupkan ke dalam kontainer berisi
saline. Peras menggunakan 2 pinset (kedua tangan memegang pinset
seperti memegang sumpit. Pelintir kasa sampai kasa terperas).
f. Bersihkan area luka mulai dari bagian tepi luka dengan gerakan memutar
ke tengah luka. Minta pasien untuk memberitahu jika terasa nyeri atau
perih.
g. Buang kasa tersebut. Ulangi dengan menggunakan antiseptik.
h. Biarkan luka tetap terbuka, jangan dijahit.
i. Tutup luka dengan kasa yang dicelup ke saline. Peras kasa, kasa tidak
boleh basah/lembab karena akan menyulitkan saat fiksasi.
j. Tutup lagi dengan kasa yang kering. Kasa harus menutupi seluruh
permukaan luka. Fiksasi dengan adhesive tape.

Kumpulkan dan buang semua sampah. Pisahkan antara sampah medik dan non-medik.
Cuci tangan di larutan antiseptik, masih mengenakan sarung tangan. Lepaskan sarung
tangan dan buang atau letakkan di kontainer dekontaminasi. Cuci tangan lagi dengan
larutan antiseptik.

Catat waktu dan tanggal prosedur, yang ditemukan selama melakukan prosedur, respons
pasien (deskripsi luka, apakah pasien kesakitan), nama dokter yang mengerjakan prosedur.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Pertemuan 5 – Wound Toilet & Open Fracture Debridement

Poin yang harus diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Jangan lupa sebutkan tipe – tipe luka.


2) Ada prosedur steril dan non-steril. Jangan sampai salah sebut atau salah pakai
sarung tangan. Jangan asal sentuh peralatan juga.
3) Selama berada di tengah prosedur steril, setelah memakai alat boleh dikembalikan
ke wadah yang steril. Tapi, selesai prosedur steril, taruh semua peralatan yang
sudah digunakan di wadah bengkok (kidney basin).

Awali dengan menyapa pasien dan memperkenalkan diri. Tanyakan identitas pasien lalu
lakukan informed consent. Setelah itu gunakan gloves yang non steril lalu periksa tipe luka
pasien. Apakah clean (luka pada prosedur steril), clean-contaminated (luka relatif bersih tapi
tidak steril), contaminated (luka yang kotor), dirty (luka sangat kotor).

Setelah itu kita lakukan persiapan alat. Sebutkan seluruh alat yang digunakan. Ada forceps,
gunting, clamp, duk, kasa, jarum, larutan saline, wadah steril, kidney basin, korentang.
Pisahkan antara peralatan steril dan non-steril.

Prosedur Non-Steril

1. Imobilisasi fraktur dengan traction, minta tolong ke asisten.


2. Lakukan persiapan pada operative sites dengan cara di swab menggunakan kasa
steril yang diberi povidone iodine.
3. Selama prosedur ini, gunakan forceps dari tempat non-steril, jangan ambil dari
wadah steril.
4. Lakukan anestesi lokal dengan menginjeksikan xylocaine atau lidokain 20% pada
pinggir luka. Injeksikan jarum suntik hingga full, tarik sedikit suntikannya, masukkan
obat sedikit. Lalu tarik lagi sedikit, masukkan lagi, begitu terus sampai obatnya habis.
5. Irigasi luka dengan salin 3 – 5 L (6 – 10 botol). Lakukan irigasi dari arah dalam ke
luar, semprot yang kuat. Tujuannya adalah untuk mengencerkan konsentrasi kuman.
Biasanya yang melakukan ini adalah asisten.

Prosedur Steril

1. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan yang steril.


2. Bersihkan luka dari arah luar ke dalam sampai ke tepian luka, jangan di tengah luka
karena toksik, menggunakan povidone iodine
3. Pasang duk pada tempat yang akan dioperasi
4. Lakukan eksisi bagian pinggir luka. Pegang alat tajam dengan tangan dominan dan
pinset dengan tangan satunya. Gunting bagian pinggir luka terlebih dulu baru gunting
dan buang jaringan yang nekrosis. Kira – kira buang 1 – 2 mm dari tepian luka.
5. Kalau ada perdarahan tutup pakai kasa, tekan. Kalau masih keluar darah, bisa
gunakan arterial clamp
6. Tutup luka dengan menggunakan kasa yang diberi NaCL. Basahi kasa dengan
memasukkannya ke dalam wadah berisi NaCl, peras menggunakan pinset, letakkan
menutupi jaringan yang terbuka. Kemudian letakkan kasa yang kering di atasnya.
Fiksasi dengan adhesive tape.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Prosedur selesai. Bereskan peralatan, letakkan di kontainer berisi desinfektan. Buang
semua sampah. Cuci tangan. Catat waktu dan tanggal operasi, nama operasi, respons
pasien, serta nama dokter yang bertugas.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Pertemuan 6 – Pembidaian (Wood Splinting)

Ketika OSCE kemungkinan besar kasusnya adalah fraktur pada lengan bawah (forearm).
Poin yang harus diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Pilih bidai (splint) yang sesuai dengan lokasi fraktur. Ingat bahwa bidai harus cukup
panjang untuk melewati dan imobilisasi 2 sendi.
2) Pembidaian dilakukan pada posisi anatomis dari bagian tubuh yang patah. Kaki:
agak miring ke arah luar. Tangan: supinasi.
3) Selama meroll elastic bandage, hati – hati jangan sampai perbannya jatuh ke lantai,
gulungannya akan terbuka dan makan waktu untuk merapikannya. Belum lagi kalau
ditambah panik.
4) Selalu cek status neurovaskular sebelum dan sesudah melakukan pembidaian.
Bandingkan dengan kaki atau tangan yang lainnya.

Pertama – tama, cek apakah pasien perlu dibidai atau tidak. Jika ya, pilih ukuran dan tipe
bidai yang sesuai. Prinsip pembidaian adalah imobilisasi 2 sendi pada bagian superior dan
inferior dari bagian yang patah. Jangan terkecoh dengan ukuran bidai. Sambil melakukan
persiapan, kita lakukan informed consent, tanyakan identitas pasien, dan lakukan
anamnesis.

Pemeriksaan Fisik

1. Lihat dan tanyakan warna kulit dan perfusi pasien, apakah ada luka (jika ya, tutup
luka dengan kasa steril dan balut). Apakah ada deformitas (angulation, shortening).
Apakah ada pembengkakan.
2. Palpasi ekstremitas untuk mengecek fungsi sensorik (fungsi syaraf) dan nyeri tekan
(untuk cidera soft tissue atau fraktur).
3. Periksa status vaskuler pasien. Cek pulsasi pada bagian distal dan capillary refill
pada jari – jarinya, lalu bandingkan dengan kaki/tangan lainnya.

Fraktur Pada Femur

1. Cek status neurovaskuler. Bandingkan antara kedua ekstremitas.


2. Lakukan traksi longitudinal manual secara terus menerus (traksi pada ankle dan
konter traksi pada paha). Cara melakukan traksi: tarik bagian distal dari fraktur,
kembalikan ke posisi anatomis, tahan bagian proksimal.
3. Pasang bidai kayu pada bagian posterior dari tungkai atas, dari bokong hingga kaki.
Caranya angkat sedikit kaki pasien lalu masukkan dan taruh bidai dibawahnya.
4. Gulung perban elastis mulai dari bagian distal ke proksimal melewati 2 sendi.
Lakukan pembalutan sekencang mungkin untuk mengimobilisasi pergerakan, tapi
jangan terlalu kencang sampai mengganggu sirkulasi. Supaya lebih cepat selama
rolling, bagian gulungan dari bandage ada di atas dan tangan yang melakukan rolling
adalah tangan yang dominan.
5. Cek kembali status neurovaskuler dan bandingkan kedua ekstremitas. Kalau lebih
lemah atau tidak teraba ada kemungkinan bidai dipasang terlalu kencang.

Fraktur Pada Tungkai Bawah

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Prinsip dan urutannya sama seperti fraktur femur. Traksi dilakukan di ankle dan konter traksi
dilakukan di tungkai atas. Bidai diletakkan melewati lutut sampai ke kaki.

Fraktur Pada Lengan Bawah dan Pergelangan Tangan

Prinsip dan urutannya sama seperti fraktur femur. Traksi dilakukan di jari – jari tangan dan
konter traksi dilakukan di lengan atas. Bidai diletakkan di anterior lengan bawah, melewati
siku sampai ke jari tangan.

Fraktur Pada Lengan Atas

Prinsip dan urutannya sama seperti fraktur femur. Traksi dilakukan di bahu dan konter traksi
dilakukan di lengan bawah. Bidai diletakkan pada posterior lengan atas, melewati bahu
sampai ke siku.

Catat waktu dan tanggal pembidaian, tipe dan ukuran bidai, respons pasien (nyeri,
bagaimana pulsasi, dll.), dan nama dokter yang bertugas di rekam medik pasien.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Pertemuan 7 – Handling Surgical Instruments dan Knotting

Poin yang harus diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Mengetahui nama seluruh peralatan operasi dan bagaimana cara memegang atau
memakainya.
2) Bisa melakukan knotting dengan baik, benar dan cepat baik dengan menggunakan
instrumen atau tidak dan dengan mengenakan gloves atau tidak.
3) Prinsip knotting: benang yang berada di atas selalu ditarik ke bawah, benang yang
berada di bawah selalu ditarik ke atas.

Kenali nama seluruh peralatan yang dipakai dalam operasi.

Clamp: merupakan salah satu grasping instruments. Ada yang memakai gigi, ada yang
tidak. Ada yang straight, ada yang curve. Ketika memakai clamp atau needle holder, selalu
fiksasi sampai terdengar bunyi klik.

Scissor: cara memegang sama dengan clamp dan needle holder. Ibu jari dan jari manis
(bagian distal dari phalanges) masuk ke dalam lubang pegangannya. Jari telunjuk dipakai
untuk mengarahkan (presisi) dengan meletakkannya di joint dari scissor. Jari tengah dipakai
untuk menahan.

Forceps: ada dua macam, anatomical (tidak ada gigi, dipakai untuk menjepit pembuluh
darah) dan surgical (ada gigi, dipakai untuk memegang kulit dan fascia).

Needle Holder: Cara membedakan dengan scissor  needle holder ada groove nya.
Fungsinya untuk memegang jarum ketika suturing. Jarum tidak boleh dipegang
menggunakan tangan. Pegang jarum pada 1/3 proksimal (dekat lubang untuk memasukkan
benang). Kunci hingga terdengar bunyi klik.

Sponge Holder: cara memegang sama seperti clamp dan scissor. Alat ini mempunyai
tempat yang steril. Jadi kalau dipakai untuk mengambil alat steril jangan dipakai untuk
memegang sembarangan, langsung masukkan lagi ke dalam tempatnya.

Cara memasang dan melepas blade pada blade holder:

1. Buka blade dari bungkusnya, tahan, lalu ambil dengan menggunakan clamp.
2. Pegang blade di bagian yang tebal, menggunakan clamp. Fiksasi sampai terdengar
bunyi klik.
3. Pastikan blade yang akan dipakai sesuai dan pas (sama
ukurannya) dengan scalpel.
4. Ketika akan memasang blade pastikan bagian bawah
blade yang miring pas dengan bagian yang miring di
scalpel. Jangan terbalik.
5. Masukkan blade. Bagian pinggir dari lubang yang ada di tengah blade dimasukkan
ke dalam loop yang ada di pinggir scalpel. Scalpel dimasukkan mulai dari ujungnya
dari arah dalam ke luar. Terus masukkan perlahan sampai ada bunyi klik.
6. Pakai untuk melakukan operasi. Jika akan membuat insisi besar, pegang seperti
mengiris daging. Jika akan melakukan insisi kecil, pegang seperti memegang pensil.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
7. Ketika selesai, lepaskan blade. Jepit bagian belakang blade menggunakan clamp
sampai terdengar bunyi klik. Kemudian dengan menggunakan ibu jari tangan kiri,
dorong perlahan. Jangan ditarik karena khawatir akan terlempar.
8. Buang blade yang sudah dipakai.

Knotting

Prinsip knotting: benang yang berada di atas selalu ditarik ke bawah. Benang yang berada
di bawah selalu ditarik ke atas.

Knotting bisa dilakukan dengan atau tanpa instrumen. Berlatihlah dengan menggunakan
keduanya. Latihan juga dengan memakai glove karena akan lebih susah sedangkan pada
saat suturing kita diminta memakai glove.

I. Reef Knot
Digunakan untuk ligasi pembuluh darah kecil. Simpul ini
lebih longgar. Terdiri dari 2 knot. Kadang ketika operasi
dilakukan tiga kali knotting agar lebih aman.
1. Tangan dominan memegang benang yang berada di atas. Tangan lainnya pasif,
pegang benang yang berada di bawah. Jepit benang yang ada di atas memakai
jempol dan jari tengah. Tarik benang yang ada di bawah dan buat simpul
menggunakan jari tengah. Knot pertama selesai: benang yang berada di atas
menjadi berada di bawah.
2. Benang yang dipegang oleh tangan kanan diposisikan hingga melingkari tangan
kanan (untuk menahan simpul dan benang). Mainkan lagi jari tengah. Tarik
benang yang ada di atas melewati loop lalu kencangkan simpulnya sehingga
benang yang ketika awal knotting berada di atas kembali berada di atas.

II. Surgical Knot


Digunakan untuk knotting di kulit karena lebih kencang. Cara
melakukannya sama seperti reef knot. Hanya saja ketika
membuat knot pertama, benang yang berada di bawah
dimasukkan ke dalam loop sebanyak dua kali, baru
kencangkan simpulnya.

III. Instrument Tie


Knotting dengan menggunakan instrumen. Caranya sama seperti membuat knot
biasa menggunakan tangan. Prinsipnya: lilitkan benang dan buat loop menggunakan
surgical instrument (clamp atau scissor). Ambil benang yang berada di ujung lainnya,
masukkan ke dalam loop dan kencangkan simpulnya.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
Pertemuan 8 – Anestesi Lokal dan Suturing

Poin yang harus diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Suntikkan anestesi di daerah yang benar.


2) Jangan memegang jarum menggunakan tangan.
3) Usahakan ketika sedang suturing jangan sampai benangnya terlepas dari jarum.
4) Karena kita tidak tahu jenis suture apa yang akan diuji, jadi pelajari saja semuanya
ya.

Anestesi Lokal

1. Introduction. Cek identitas pasien. Cuci tangan dan siapkan peralatan.


2. Siapkan baki berisi betadine
3. Buka syringe, jatuhkan di tempat yang steril. Lakukan hal yang sama dengan
benang. Jangan pegang menggunakan tangan karena tangan belum steril.
4. Dengan menggunakan korentang, ambil kasa dan bersihkan daerah luka
menggunakan betadine sebanyak 3 kali.
5. Pakai gloves steril di satu tangan terlebih dulu. Tangan yang mengenakan gloves
memegang jarum suntik. Tangan yang non steril menyiapkan dan memegang vial
lidokain. Ambil lidokain menggunakan jarum suntik.
6. Pakai gloves satu lagi, kemudian pasang sterile drap.
7. Lakukan injeksi subkutan, masukkan jarumnya full, kemudian aspirasi sedikit ada
darah atau tidak. Kalau ada darah, angkat sedikit. Kalau tidak ada darah, masukkan
anestesi.
8. Sambil melakukan injeksi, tarik jarum suntik sampai hanya tinggal ujung jarum yang
berada di bawah permukaan kulit (jangan sampai lepas). Kalau sudah sampai ujung,
jangan dikeluarkan. Ubah arah suntikan ke arah yang berlawanan. Lakukan injeksi
subkutan lagi dengan cara yang sama seperti di atas.
9. Suntikkan anestesi di beberapa tempat di sekeliling luka. Kalau injeksi anestesi yang
dilakukan betul, nanti daerah lukanya akan timbul ke atas, seperti wheal.

10. Cek dengan mencubit daerah anestesi dengan pinset yang ada ujungnya. Kalau
pasien masih merasa nyeri, tunggu dulu beberapa saat. Kalau pasien sudah tidak
merasakan apa – apa, mulai lakukan suturing.

Suturing

1. Pegang jarum dengan needle holder, menghadap ke kita. Kira – kira 1/3 bagian
belakang, proksimal dari ujung tempat memasukkan benang.
2. Ambil benang sepanjang yang diperlukan, gunting.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
3. Pegang needle holder dengan tangan kiri. Pegang juga benang dengan tangan kiri,
kaitkan di needle holder untuk menahan benang. Posisikan benang berada di atas
lubang needle.
4. Pasang, tarik benang ke bawah hingga masuk ke dalam lubang needle
menggunakan tangan kanan. Ujung benang yang panjang harus berada di belakang
needle.
5. Mulai lakukan suturing. Selalu tusuk 90°. Ikuti kelengkungan jarumnya. Kalau susah
untuk memasukkan atau mengeluarkan jarum, jangan dipaksa. Nanti jarumnya akan
terungkit dan jadi lurus. Kalau sulit untuk mencapai tepi luka yang lain, jarumnya
boleh dikeluarkan dulu di tengah, kemudian dimasukkan lagi.
6. Selama suturing boleh dibantu dengan menggunakan pinset.
7. Lakukan knotting pada akhir dan awal suturing. Bisa dengan menggunakan reef knot
atau surgical knot.
8. Prinsip jahitan: jarak antar jahitan = lebar jahitan.
9. Dalam membuat simpul, kalau terasa kendor, boleh dibantu ditarik dengan
menggunakan pinset. Yang penting, 2 sisi luka bisa bertemu. Usahakan simpul
jahitan berada di pinggir, gunting sisa benang yang terlalu panjang. Jangan terlalu
ketat dalam membuat simpul karena akan keriput.
10. Ketika akan melepas jahitan, tarik sedikit bagian simpulnya, kemudian gunting
benangnya. Tarik keluar benang secara perlahan.

Macam – Macam Suture

1. Continuous

Biasa dipakai untuk menjahit peritoneum dan fascia. Caranya sama seperti menjahit
baju. Suture tercepat dan mudah. Dipakai untuk menjahit kulit jika butuh cepat dalam
penanganan atau ingin menghentikan perdarahan.
Membuat knot pada akhir continuous suture:
Benang yang terakhir dimasukkan dibuat agak longgar sehingga membentuk loop.
Buat simpul dengan menggunakan prinsip surgical knot.

2. Simple Interrupted

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)
3. Vertical Mattress
Mulai dengan memasukkan benang dari yang sisi yang lebih jauh. Benang
dimasukkan lebih dalam, kemudian keluar. Masukkan lagi benangnya namun kali ini
lebih superfisial dan lebih dekat dari luka (kira – kira 2 mm dari luka).

4. Horizontal Mattress
Benang dimasukkan tidak terlalu dalam kemudian keluar. Masukkan lagi tapi ke arah
belakang (backhand) di sisi yang sama. Keluarkan di tepi luka di sisi yang berbeda.

5. Subcuticular
Prinsipnya menutup kulit tanpa ada benang yang terlihat. Keunggulannya terletak di
segi estetika. Benang dimasukkan dan dikeluarkan tepat di perbatasan epidermis
sehingga tidak terlihat dari luar.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q. S. Ar-Ra’d: 11)

Anda mungkin juga menyukai