Anda di halaman 1dari 5

Kelompok 4 :

1. Chanti Jessica Ravani (F. 16. 047)


2. Jasa Ihsan Nurdin ( F.16.057)
3. Nurul Hikmah (F.16.069)
4. Olmi Nornazriah (F.16.070)
5. Talitha Cresentia Rahma (F.16.079)
Mata Kuliah : Biofarmasetika
SUPPOSITORIA
1) Pelepasan Senyawa Obat dari Suppositoria
Menurut jurnal “Uji pelepasan Flukonazol dari Sediaan Suppositoria dengan
Basis Hidrofilik, Basis Lipofilik dan Basis Ampifilik secara In Vitro”
menggunakan bahan lemak coklat, malam kuning, PEG (Polietilen glikol) 4000,
PEG 400, dan juga suposir. uji pelepasan Flukonazol dari sediaan suppositoria
dengan menggunakan uji disolusi metode dayung menunjukkan bahwa pelepasan
suppositoria basis coklat, basis polietilen glikol basis suposir dipengaruhi formulasi
sediaan dan waktu melarut pada media disolusi. Hasil uji menunjukkan basis
propilen glikol mempunyai profil pelepasan obat yang paling baik dengan bahan
yang terkandung adalah 50 mg Flukonazol, 70 % PEG 4000, 30 % PEG 400.
Selain itu jurnal “Formulasi dan Evaluasi Dispersi Padat Ibuprofen dengan
Dekstrosa sebagai Pembawa dalam Sediaan Supositoria” tertulis bahwa basis
supositoria dapat mempengaruhi kecepatan pelepasan obat suppositoria. Dalam
penelitian tersebut basis yang digunakan adalah lemak cokelat yang merupakan
basis larut lemak. Lemak cokelat merupakan basis yang ideal karena memiliki titik
leleh rentang 30-36 ° C sehingga dapat leleh pada suhu tubuh manusia. Uji waktu
leleh dilakukan untuk menetapkan waktu hancur atau melunaknya sediaan
suppositoria. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa sediaan formula memiliki
waktu leleh kurang dari 30 menit sesuai spesifikasi yang ditentukan yaitu waktu
leleh supositoria dengan basis lemak tidak lebih dari 30 menit. Dengan demikian
sediaan supositoria dapat meleleh pada suhu tubuh dan melepaskan ibuprofen ke
cairan rektal untuk memberikan efek terapi dalam waktu ideal yaitu kurang dari 30
menit.
Menurut jurnal “Pengaruh Jumlah Polimer Xylitol dalam Sistem Dispersi Padat
terhadap Disolusi Supositoria Ibuprofen” tertulis bahwa pada pembuatan
supositoria, basis sediaan memainkan peran yang penting dalam pelepasan obat dari
sediaan. Salah satu basis yang dapat digunakan adalah lemak cokelat memiliki
kelebihan yang bersifat aman, tidak mengiritasi dan tidak toksik. Laju disolusi
ibuprofen terbukti paling tinggi pada basis lemak cokelat dibandingkan PEG dan
witepsol.
2) Proses Absorpsinya
Menurut jurnal “Pengaruh Konsentrasi Malam Putih (Cera Alba) pada
Supositoria Basis Lemak Cokelat (Oleum Cacao) terhadap Laju Disolusi
Paracetamol” Pelepasan obat merupakan parameter penting proses absorpsi. Pada
sediaan rektal, komposisi dari basis supositoria atau pembawa dari zat obat yang
dikandungnya dapat berpengaruh banyak terhadap pelepasan obat. Basis supositoria
adalah basis yang selalu padat dalam suhu ruangan tetapi akan melunak dengan
mudah padasuhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat sepenuhnya lepas
dari basisnya, setelah dimasukkan dan memberikan efek.
Menurut jurnal “Uji Disolusi dan penetapan Kadar Meloxicam Supositoria X
dan Meloxicam Supositoria Y menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi” kecepatan pelepasan obat dari supositoria dipengaruhi oleh laju obaat ke
permukaan supositoria,ukuran partikel obat yang tersuspensi, dan adanya zat aktif
permukaan. Zat aktif akan terlepas dari bahan dasar supositoria secara perlahan –
lahan, diabsorpsi dari membrane mukosa rektum melali pembuluh vena hemoroid
tengah dan bawah langsung menuju sirkulasi sistemik.
Menurut artikel penelitian Karakteristik Fisik dan Displacement Value
Supositoria Neomisin Sulfat Berbasis PEG, suppositoria merupakan salah satu
bentuk sediaan farmasi yang mempunyai beberapa keunggulan yaitu bahan aktif
tidak mengalami hepatic first pass effect, dapat memberikan efek lokal dan
sistemik, dapat digunakan untuk pasien yang tidak sadar dan tidak dapat menelan,
serta dapat terhindar dari iritasi saluran pencernaan, menutupi rasa dan bau yang
tidak enak. Polietilen glikol (PEG) memiliki daya serap air tinggi, melarut pada
cairan rektal dan tidak memiliki efek samping, sedangkan oleum cacao adalah suatu
lemak padat yang berasal dari biji tanaman Theobroma cacao, melunak pada suhu
tubuh dan tidak menyebabkan iritasi. Menurut jurnal “Pengaruh Jumlah Polimer
Xylitol dalam Sistem Dispersi Padat terhadap Disolusi Supositoria Ibuprofen”
tertulis bahwa berdasarkan Biopharmaceutics classification System (BCS),
ibuprofen termasuk ke dalam BC5 kelas II yang memiliki permeabilitas yang tinggi
dengan kelarutan yang rendah. Obat yang termasuk ke dalam BC5 kelas II memiliki
laju absorpsi yang tinggi karena permeabilitasnya tinggi namun memiliki laju
disolusi yang rendah. Hal ini menyebabkan disolusi obat menjadi tahap penentu
proses absorpsi obat-obatan golongan ini. Apabila obat yang terdisolusi sedikit,
maka akan menurunkan bioavailabilitas obat tersebut dengan demikian perlu
ditingkatkan disolusinya. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan disolusi obat adalah dengan meingkatkan kelarutan intrinsiknya.
Salah satu teknik untuk meningkatkan kelarutan intrinsik obat adalah dispersi
padat. Teknik dispersi padat dilakukan dengan mendispersikan obat dalam
pembawa atau matriks hidrofilik dalam bentuk padatan. Teknik ini juga telah
terbukti dapat mendispersikan obat dalam matriks pada tingkat molekuler sehingga
secara signifikan dapat meningkatkan profil disolusi obat. Beberapa pembawa
hidrofilik yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem dispersi adalah PEG
(propilen glikol). PVP (polivinilpirolidon), hidroksipropil selulosa,
hidroksipropilmetil selulosa (HPMC), gum, golongan gula, urea,
hidroksipropilmetil selulosa flalat dan kitosan. Salah satu contoh pembawa gula
adalah xylitol terbukti dapat meningkatkan profil disolusi obat lebih besar
dibandingkan sukrosa, HPMC, PEG 4000, dan PEG 6000. Supositoria merupakan
sediaan yang dapat memberikan efek lokal maupun efek sistemik dengan
biavailabilitas yang lebih tinggi dibandingkan sediaan oral. Hal ini dapat
menyebabkan obat terhindar dari first pass metabolism oleh hati.
3) Proses Pelarutannya
Menurut jurnal “Pengaruh konsentrasi Malam Putih (Cera Alba) pada
Supositoria Basis Lemak Cokelat (Oleum Cacao) terhadap Laju Disolusi
Paracetamol” tertulis bahwa untuk sediaan rektal, basis atau bahan dasar harus
dapat melarut atau melebur dengan mudah pada suhu tubuh sehingga obat yang
dikandungnya dapat sepenuhnya lepas dari basis setelah dimasukkan dalam rectum
dan dapat segera memberikan efek yang diinginkan. Proses pelarutan tergantung
dari basis sediaan dan waktu leleh dari sediaan supositoria. Basis lipofilik seperti
oleum cacao (lemak cokelat) bersifat larut dalam lemak sehingga lebih mudah
melarut dalam tubuh didukung dengan waktu lebur sediaan supositoria. Uji waktu
leleh adalah uji mengetahui waktu yang diperlukan oleh supositoria untuk melebur
semuanya pada suhu tubuh. Pengujian titik leleh makro dan mikro dilakukan untuk
menentukan waktu dan suhu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna.
Pengujian titik leleh makro untuk mendapatkan waktu leleh di awali dengan
membenamkan seluruh supositoria dalam waterbath dengan suhu konstan (37°C).
ukur waktu yang diperlikan oleh supositoria untuk meleleh atau terdispersi ke
dalam air. Pengujian titik leleh mikro menggunakan Fisher Johns Melting Point
Apparatus. Pengujian diawali dengan meletakkan sejumlah kecil supositoria yang
telah digerus halus dan homogeny lalu di masukkan ke dalam cover glass. Suhu
diamati saat supositoria mulai meleleh sampai meleleh seluruhnya. Titik leleh
supositoria yang diperoleh tidak melebihi 37°C. Waktu mencair supositoria
ditentukan dengan Erweka Supository Liquuefaction Tester. Supositoria
dimasukkan ke dalam tabung yang ditahan ketat dalam sebuah sangkar (spiral
glass), dalam sebuah pipa penguji skala, yang ditempatkan dalam sebuah mantel
gelas yang di aliri air hangat suhu 37 °C, melalui sebuah pipa kecil gelas yang
sekaligus mencegah jatuhnya supositoria dari sangkarnya, kemudian diamati waktu
supositoria mulai mencair sampai mencair seluruhnya. PEG mencair sempurna rata-
rata 18,93 menit. Jika supositoria sudah melebur maka obat dapat lebih mudah larut
dalam medium cairan. Efek yang diberikan yaitu efek lokal dan sistemik.
Kondisi penyimpanan dispersi padat dapat mempengaruhi stabilitas fisiknya.
Dispersi padat yang disimpan pada suhu ruang yaitu ± 25°C pada waktu lebih dari
2 bulan dapat menyebabkan terjadinya proses penuaan fisik. Pada proses penuaan
fisik, terjadi penurunan energy bebas permukaan partikel obat yang dapat
memberikan efek yaitu penurunan disousi dari disperse padat meskipun
kristalnilitas obatnya tidak berubah. Hal ini disebabkankarena tingginya energi
bebas permukaan pada disperse padat menyebabkan stabilitasnya menjadi rendah
dan cenderung mengalami aglomerasi untuk menurunkan energi bebas permukaan
dengan mengurangi luas permukaannya. Meningkatkannya ukuran molekul obat
mengurangi luas permukaannya dapat menjadi salah satu penyebab turunnya laju
disolusi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan
dekstrosa sebagai polimer dalam disperse padat dapat meningkatkan secara
signifikan jumlah ibuprofen yang terdisolusi dan efisiensi disolusi adalah
perbandingan antara ibuprofen dan dekstrosa sebesar 1 : 2.

Anda mungkin juga menyukai