Dalam sepanjang hidupnya manusia selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan atau alternatif
dan pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan teori real life choice, yang menyatakan
dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan atau membuat pilihan-pilihan di antara
sejumlah alternatif. Pilihan-pilihan tersebut biasanya berkaitan dengan alternatif dalam
penyelesaian masalah yakni upaya untuk menutup terjadinya kesenjangan antara keadaan saat
ini dan keadaan yang diinginkan.
Matlin (1998) menyatakan bahwa situasi pengambilan keputusan yang dihadapi seseorang
akan mempengaruhi keberhasilan suatu pengambilan keputusan. Setelah seseorang berada
dalam situasi pengambilan keputusan maka selanjutnya dia akan melakukan tindakan untuk
mempertimbangkan, menganalisa, melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap
alternatif yang ada.
Dalam tahap ini reaksi individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai dengan
kondisi masing-masing individu. Ada individu yang dapat segera menentukan sikap terhadap
pertimbangan yang telah dilakukan, namun ada juga individu lain yang tampaknya
mengalami kesulitan untuk menentukan sikapnya.
Dengan demikian, seseorang yang telah mengambil keputusan, pada dasarnya dia telah
melakukan pemilihan terhadap alternatif-alternatif yang ditawarkan kepadanya. Kendati
demikian, hal yang tidak dapat dipungkiri adalah kemungkinan atau pilihan yang tersedia
bagi tindakan itu akan dibatasi oleh kondisi dan kemampuan individu yang bersangkuran,
lingkungan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan fisik dan aspek psikologis
Seorang pemimpin pendidikan harus mampu menjadi pemecah masalah bagi dirinya dan
orang lain. Ini merupakan konsekuensi logis sebagai seorang pemimpin, karena mau tidak
mau, suka tidak suka, ia harus berani mengambil keputusan. Karena posisinya sebagai
problem solver, ia harus benar-benar memiliki daya analisis yang tinggi, sehingga keputusan
yang diambilnya sudah dipertimbangkan secara matang, yang dapat dilakukan melalui studi
kasus, pengamatan, maupun wawancara terfokus.
Pemimpin pendidikan sebagai problem solver dituntut untuk memiliki kreativitas dalam
memecahkan masalah dan mengembangkan alternatif penyelesaiannya. Berpikir kreatif
untiuk memecahkan masalah dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Tahap orientasi masalah, yaitu merumuskan masalah dan mengindentifikasi
aspek aspek masalah tersebut. dalam prospeknya, si pemikir mengajukan beberapa
pertanyaan yang berkaitan dengan masalahyang dipikirkan.
Tahap preparasi. Pikiran harus mendapat sebanyak mungkin informasi yang relevan
dengan masalah tersebut. Kemudian informasi itu diproses untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan pada tahap orientasi.
Tahap inkubasi. Ketika pemecahan masalah mengalami kebuntuan maka biarkan
pikiran beristirahat sebentar. Sementara itu pikiran bawah sadar kita akan bekerja secara
otomatis untuk mencari pemecahan masalah.
Tahap iluminasi. Proses inkubasi berakhir, karena si pemikir mulai mendapatkan ilham
serta serangkaian pengertian (insight) yang dianggap dapat memecahkan masalah.
Tahap verifikasi, yaitu melakukan pengujian atas pemecahan masalah tersebut, apabila
gagal maka tahapan sebelummnya harus di ulangi lagi.
Dalam hal mengambil keputusan, antar individu yang satu dengan individu yang lain
melakukan pendekatan dengan cara yang tidak sama. Setiap orang mempunyai cara unik
dalam mengambil keputusan. Jadi ada gaya yang berbeda-beda antar individu yang satu
dengan yang lain dalam melakukan pengambilan keputusan. Harren (1980) menyebutkan
gaya pengambilan keputusan adalah cara-cara unik yang dilakukan seseorang di dalam
membuat keputusan-keputusan penting dalam hidupnya.
Gaya pengambilan keputusan bersifat melekat pada kondisi seseorang. Gaya pengambilan
keputusan dipelajari dan dibiasakan oleh individu dalam kehidupannya, sehingga menjadi
bagian dan miliknya serta menjadi pola respon saat individu menghadapi situasi pengambilan
keputusan. Gaya pengambilan keputusan juga menjadi ciri atau bagian unik dari individu
(Phillips, dkk. 1984).
Harren, dkk. membedakan pengambilan keputusan ke dalam 2 (dua) gaya pengambilan yang
berseberangan yaitu gaya rasional dan intuitif. Penggolongan dua gaya ini di dasarkan atas:
1. Intuisi
Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi adalah pengambilan keputusan yang
berdasarkan perasaan yang sifatnya subyektif. Dalam pengambilan keputusan berdasarkan
intusi ini, meski waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif pendek, tetapi
keputusan yang dihasilkan seringkali relatif kurang baik karena seringkali mengabaikan
dasar-dasar pertimbangan lainnya.
2. Pengalaman.
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi
pengetahuan praktis, karena dengan pengalaman yang dimiliki seseorang, maka dapat
memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung-ruginya dan baik-buruknya
keputusan yang akan dihasilkan.
3. Wewenang.
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh
pimpinan terhadap bawahannya, atau oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada
orang yang lebih rendah kedudukannya. Hasil keputusannya dapat bertahan dalam jangka
waktu yang cukup lama dan memiliki otentisitas (otentik), tetapi dapat menimbulkan sifat
rutinitas, mengasosiasikan dengan praktek diktatorial dan sering melewati permasalahan yang
seharusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan.
4. Fakta.
Pengambilan keputusan berdasarkan data dan fakta empiris dapat memberikan
keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil
keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu
dengan rela dan lapang dada.
5. Rasional
Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasio, keputusan yang dihasilkan
bersifat objektif, logis, lebih transparan dan konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai
dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai
dengan apa yang diinginkan. Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya
dalam keadaan yang ideal. Pada pengambilan keputusan secara rasional terdapat beberapa hal
sebagai berikut:
· Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
· Orientasi tujuan: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
· Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya.
· Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
· Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik berdasarkan atas hasil ekonomis yang
maksimal.
Kemudian terdapat enam faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pengambilan keputusan.
1. Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau kenikmatan.
Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang,
sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.
2. Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara
subjective.
3. Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi dan
berbagai konsekuensinya.
4. Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang akan
menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuanya dalam bertindak.
5. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang keorang
lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
6. Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan hasil
yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.
a. Pangkal permulaan dari semua aktivitas menusia yang sadar dan terarah, baik secara
individual maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional.
b. Sesuatu yang bersifat futuristik, yaitu bersangkutpaut dengan hari depan, masa yang akan
datang dimana efeknya atau pengarahnya berlangsung cukup lama.
a. Tujuan yang bersifat tunggal, terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut
satu masalh. Artinya, sekali diputuskan tidak aka nada kaitannya dengan masalah lain.
b. Tujuan yang bersifat ganda, terjadi apabila keputusan yang diambil sekaligus memecahkan
dua masalh atau lebih yang bersifat kontradiktif atau yang tidak kontradiktif.
Model-model pengambilan keputusan yang dapat diadopsi oleh lembaga pendidikan, yaitu:
1. Rational Model
Model ini dipergunakan jika tingkat ambiguitas atau konfliksitas sasaran maupun tingkat
ketidakpastian teknis rendah. Pilihan dipermudah oleh kinerja program dan standar
operasional yang disusun menurut aturan keputusan serta rutinitas yang telah dipelajari
sebuah organisasi atau lembaga pendidikan.
2. Political Model
Ketika tujuan diperebutkan oleh berbagai kelompok kepentingan dan kepastian teknis tinggi
dalam kelompok, keputusan dari tindakan merupakan hasil tawar-menawar antara pemain
yang mengejar kepentingan mereka dan manipulasi instrument pengaruh yang tersedia.
3. Anarchy Model
Model ini dipergunakan jika tingkat ambiguitas atau konfliksitas sasaran maupun tingkat
ketidakpastian teknis tinggi. Keputusan terjadi melalui peluang dan waktu ketika ada
masalah, partisipan, dan pilihan tepat serta solusi dilekatkan terhadap persoalan dan persoalan
dipilih oleh partisipan yang memiliki waktu dan energy untuk melakukan hal tersebut.
4. Process Model
Model ini dipergunakan jika tingkat ambiguitas atau konfliksitas sasaran rendah sedangkan
ketidakpastian teknisnya tinggi. Ketika tujuan atau sasaran bersifat strategis dan jelas tetapi
metode teknis untuk mencapainya tidak pasti, pengambilan keputusan menjadi proses
dinamis yang ditandai dengan banyak interupsi dan iterasi.
1. Inteligensi (Intelligence)
Inteligensi ini menyelidiki lingkungan bagi kondisi dalan mengambil keputusan, data mentah
diperoleh, diproses, dan diperiksa untuk pertunjukan yang dapat mengidentifikasi masalah-
masalah.
2. Rancangan (Design)
Dalam rancangan atau design ini meliputi menemukan, mengembangkan, dan menganalisis
kegiatan yang mungkin dilakukan. Hal ini mencakup proses memahami masalah,
membangkitkan cara pemecahan, dan menguji pemecahan untuk mengetahui kemungkinan
dilaksanakan.
3. Implementasi (Implementation)
Sedangkan menurut Wenrich (1974), langkah dalam pengambilan keputusan ini ada lima[10],
yaitu:
Salah satu cara yang paling efektif dalam identifikasi dan analisis masalh adalah
menembangkan sistem majemuk dari umpan balik dan manajemen informasi yang dapat
dibandingkan dan dikontraskan. Untuk menangani sistem majemuk ini sangat diperlukan
sejumlah orang atau kelompok kerja yang akan dapat menangani masalah yang sama. Dengan
demikian, akan terkumpulah banyak informasi atau data yang merupakan inti dari proses
pemecahan masalah.
Di dalam melakukan pemilihan terhadap alternatif pemecahan masalah, cara yang paling
untuk mencoba mendapatkan adalah dengan melihat dari sebanyak mungkin sumber,
terutama dari pengambilan keputusan yang akan dibuat.
5. Mengadakan kaji ulang tentang akibat yang nyata setelah dilakukan hasil pengambilan
keputusan.
1. Penentuan Tujuan
Pemimpin berpegang teguh pada tujuan yang hendak dicapai dalam pengambilan keputusan.
Tujuan tersebut menjadi tolok ukur dalam memilih alternatif pilihan.
2. Pembatasan Masalah
Sebelum membuat keputusan, harus ditegaskan secara akurat apa permasalahan pokok yang
dihadapi. Kemampuan merumuskan masalah secara tepat merupakan faktor utama dalam
menetapkan suatu keputusan.
Apabila perumusan masalah pokok sudah terlaksana, maka dicari berbagai alternatif
pemecahan masalah. Pimpinan sebaiknya berpikir dan mengidentifikasi berbagai
kemungkinan pemecahan.
Melalui pemilihan dari pertimbangan yang rasional, maka pimpinan menentukan pilhan dari
berbagai kemungkinan. Pilihan itu harus ada alasan atau perhitungan yang rasional dan inilah
yang menjadi inti pengambilan keputusan yaitu memilih alternatif.
5. Implementasi
Setelah diambil atau dipilih sebuah alternatif, maka selanjutnya adalah penerapan dari
alternatif tersebut.
6. Tindak Lanjut
Monitoring adalah suatu proses belajar dimana pimpinan merefleksikan setelah tindakan yang
telah dilaksanakan apakah terlaksana sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Rodiaty, Ety dkk. 2008. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.