Anda di halaman 1dari 17

KEGIATAN BELAJAR I

TAFSIR, TAKWIL, TERJEMAH, AYAT-AYAT MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT

Indikator Kompetensi 1. Menjelaskan konsep Tafsir, takwil, tarjamah, ayat-ayat


muhkamat dan mutasyabihat
2. Menganalisis penerapan tafsir, takwil, tarjamah, ayat-
ayat muhkamat dan mutasyabihat

Tafsir Menurut bahasa kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru- tafsiir yang
berarti menjelaskan. Pengertian tafsir menurut bahasa juga bermakna al-
idhah (menjelaskan),al-bayan(menerangkan), al-kasyf (mengungkapkan).
Sedangkan secara terminology terdapat beberapa pendapat, salah
satunya menurut Dr. Shubhis Shaleh yang mendifinisikan tafsir sebagai
berikut :

‫َلى نَبِي ِه ُم َح َّم ٍد صلى هللا عليه و سلم‬


َ ‫هللا ال ُمنَ َّز ِل ع‬
ِ ‫ب‬ ِ ‫ف بِ ِه فَ ْه ُم ِكتا‬ُ ‫ِع ْل ٌم يُ ْع َر‬
ِ ‫س ِت ْخ َراجِ أحْ ك‬
‫َام ِه َو ِحك َِم ِه‬ ْ ‫ان َم َعانِي ِه َو ا‬ ِ ‫َو بَ َي‬

Artinya:
Sebuah disiplin yang digunakan untuk memahami kitabullah yang
diturunkan kepada Nabi Saw dan menerangkan makna-maknanya serta
menggali hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.

Dalam melakukan penafsiran al Qur’an seorang mufassir dituntut untuk


menjelaskan maksud yang terkandung dari suatu ayat atau beberapa ayat
atau surat di dalam al Qur’an. Untuk itu mufasir harus memehami seluk
beluk tentang ayat yang ditafsirkan. Seluk beluk yang dimaksud adalah
terkait dengan ulumu al Qur’an, di dalamnya membahas tentang asbabun
nuzul, makiyah dan madaniyah, ilmu qiraat, nasikh wa mansukh,dst.

Seseorang mufassir dalam menafsirkan al Qur’an disyaratkan memiliki


penguasaan di bidang ulumu al-Qur’an sebagaimana dijelaskan oleh para
ulama’ tentang syarat-syarat mufassir, yaitu penguasaan bahasa arab
beserta cabang-cabangnya dan penguasaan terhadap ulumu al Qur’an.

Takwil Ta’wil menurut bahasa berasal dari kata awwala-yuauwilu-takwiil yang


memiliki makna al-ruju’ atau al’aud yang berarti kembali. secara
terminologi al Jurjani dalam kitab al Ta’rifatnya memberikan definisi
takwil sebagai berikut

َ ‫ع ْنمعنَاه الظا ِه ِر‬


‫إلى َم ْعنًى يَحْ ت َ ِملُه إذ ا كانَ ال ُمحت َ ِم ُل ا لَ ِذ ي‬ َ ‫ف اللَّ ْف ِظ‬
ُ ‫صر‬
ْ
َّ‫سنة‬
ُّ ‫ب وال‬ ً
ِ ‫يَراه ُم َو افقا لل ِكتا‬
Memalingkan lafadz dari maknanya yang lahir kepada makna yang
dikandung oleh lafadz tersebut selama makna yang dimaksud tersebut
dipandang sesuai dengan al qur’an dan al sunnah.
Contoh Takwil : Muhammad ‘Abduh dalam tafsir Juz Amma- nya
memahami kata Thayran (pada surat al-Fiil (QS 105:3) yang berarti ‫)طيرا‬
burung yang terambil dari kata thaara – yathiiru berarti terbang
kemudian beliau memahami kata tersebut dengan sejenis virus atau
bakteri yang beterbangan

Tarjamah Terjemah diambil dari bahasa arab dari kata tarjamah. Bahasa arab
sendiri memungut kata tersebut dari bahasa Armenia yaitu turjuman.
Kata turjuman sebentuk dengan kata tarjaman dan tarjuman yang berarti
mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain
Secara terminologi didefinisikan:

ِ َ‫الوف‬
ِ‫اء بِ َج ِميع‬ َ ‫نى َكلَ ٍم فِى لُغَ ٍة بِك ََل ٍم ا َخ ٍر ِم ْن لُغَ ٍة ا ُ ْخ َرى َم َع‬
َ ‫ير ع َْن َم ْع‬
ُ ِ‫الت َ ْعب‬
‫قاصدِه‬
ِ ‫َمعَانِي ِه و َم‬
Mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain
dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan tersebut.

Penerjemahan dibagi menjadi dua bagian yaitu :


Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke
dalam lafaz- lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga
susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib
bahasa pertama.
Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan
makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-
kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.

Kesalahpahaman terhadap pembacaan terjemah secara umum dapat


disebabkan beberapa hal;
a. Tidak semua kata dalam suatu bahasa dapat diterjemah
secara tepat atau utuh ke dalam bahasa lain. Ini dikarenakan
setiap bahasa memiliki batas-batas makna masing-masing.
b. Contoh kata; anta dan anti( mudzakkar dan muannats) tidak
dapat diterjemah secara utuh dengan kata kamu, anda atau
engkau. Demikian juga misalnya kata insanun dan basyarun
tidak dapat secara utuh diwakili oleh terjemah kata manusia.
c. Keterbatasan seorang penerjemah dalam melakukan pilihan
kata yang tepat dan keterbatasan penerjemah dalam
penguasaan struktur bahasa yang digunakan.
d. Latarbelakang budaya yang berbeda pada setiap bangsa
akan membentuk karakteristik bahasa yang berbeda,
misalnya pada bahasa arab memiliki jumlah ismiyah dan
jumlah fi’liyah. Pola memiliki dua jumlah tersebut tidak
dimiliki oleh bahasa Indonesia

Ayat-ayat Muhkamat Kata Muhkam dari segi etimologi berasal dari akar kata hakama-yahkamu-
hukman berarti menetapkan, memutuskan, memisahkan. Kemudian
dijadikan wazan af’ala menjadi ahkama-yuhkimu-ihkaam yang berarti
mencegah. Secara Terminologi muhkam adalah ayat yang mudah
diketahui maksudnya, mengandung satu makna, dapat diketahui secara
langsung tanpa memerlukan keterangan lain.
Ayat al-Qur’an yang seringkali digunakan sebagai rujukan dalam
pembahasan muhkamat dan mutasyabihat tercantum pada surat ali
Imran (QS 3:7) :

‫ب َوأ ُ َخ ُر‬
ِ ‫اب ِم ْنهُ آيَاتٌ ُمحْ َك َماتٌ هُنَّ أ ُ ُّم ا ْل ِكتَا‬ َ ‫ُه َو الَّذِي أ َ ْن َز َل‬
َ َ ‫علَ ْيكَ ا ْل ِكت‬
‫ُمتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأ َ َّما الَّ ِذينَ فِي قُلُوبِ ِه ْم َز ْي ٌغ فَيَت َّبِعُونَ َما تَشَابَهَ ِم ْنهُ ا ْبتِغَا َء ا ْل ِفتْنَ ِة‬
‫س ُخونَ فِي ا ْل ِع ْل ِم يَقُولُونَ آ َمنَّا‬ ِ ‫الرا‬
َّ ‫َّللاُ ۗ َو‬َّ ‫َوا ْبتِغَا َء تَأ ْ ِوي ِل ِه ۗ َو َما يَ ْعلَ ُم تَأ ْ ِويلَهُ إِ ََّّل‬
ِ ‫بِ ِه ُك ٌّل ِم ْن ِع ْن ِد َربِنَا ۗ َو َما يَذَّك َُّر إِ ََّّل أُولُو ْاْل َ ْلبَا‬
‫ب‬

Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara


(isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami”.Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

Ayat-ayat kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti
Mutasyabihat keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaan
antara dua hal.
mutashâbih adalah ayat yang pada hakekatnya hanya diketahui
maksudnya oleh Allah sendiri, mengandung banyak makna, dan
membutuhkan penjelasan dengan merujuk pada ayat- ayat lain

contoh penerapan takwil terhadap ayat mutasyabihat yang dilakukan


Prof. Quraish Shihab dalam menafsirkan kata kursi pada Q.S. Al-
Baqarah/2: 225. Ia menakwilkan kalimat kursi Allah meliputi langit dan
bumi sebagaimana Al-Thabathaba’i dalam Tafsir Al - Mizan
menakwilkannya sebagai kedudukan Ilahiyah untuk mengendalikan
semua makhluk-Nya. Luasnya kursi Allah memiliki makna
ketakterhinggaan kekuasaan-Nya. Karena itu makna kursi pada ayat
tersebut adalah kedudukan ketuhanan yang mengendalikan langit dan
bumi beserta isinya. Juga mengisyaratkan bahwa semua benda itu
terkontrol dengan baik.Demikian juga makna keluasan yang dimaksud
bahwa pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu di langit dan bumi.
KEGIATAN BELAJAR 2
PENDEKATAN DAN METODE PENAFSIRAN AL QUR’AN

Indikator Kompetensi 1. Menjelaskan Konsep Tafsir bi al Ma’tsur, tafsir bi al ra’yi, tafsir isyari
Menganalisis Klasifiksi dan penerapan Tafsir bi al Ma’tsur, tafsir bi al
ra’yi, tafsir isyari.
2. Menjelaskan konsep Metode Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i.
3. Menganalisis Penerapan Metode Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i

Ditinjau dari sumbernya, penafsiran Al-Qur’an dibagi menjadi tiga pendekatan, yaitu :
Tafsir bi al-Ma’tsur Penafsiran yang berbentuk riwayat atau yang disebut dengan tafsir bi al-Ma’sur
adalah bentuk penafsiran yang paling tua dalam khazanah intelektual Islam. Tafsir
ini sampai sekarang masih terpakai dan dapat dijumpai dalam kitab-kitab tafsir
seperti Tafsir al-Tabari, Ibnu Kasir, al-Durr al-Mansur fi al-Tafsir bi al-Ma’sur karya
imam al-Suyuti, dan lain-lain.

Tafsir bi al-Ma’tsur adalah menafsirkan al-Qur’an didasarkan penjelasan-penjelasan


al Qur’an yang diperoleh melalui riwayat-riwayat pada sunnah, hadist maupun
atsar, bahkan sebuah ayat al Qur’an dapat dijelaskan dengan ayat-ayat al Qur’an
yang lain.

Pada pendekatan tafsir bi al-ma’sur terdapat beberapa cara:


a) Penafsiran ayat dengan ayat al-Quran yang lain
b) Penafsirat ayat al Qur’an dengan hadits Nabi Saw
c) Penafsirat ayat al Qur’an dengan keterangan sahabat-sahabat Nabi saw.

Kelemahan tafsir bi al-Ma’sur


1. Banyaknya pemalsuan di dalam tafsir bi al-Ma’sur
Hal ini disebabkan karena bercampurnya riwayat yang sahih dan da‘if, sehingga
bagi orang yang tidak punya kemampuan dalam bidang ini akan sulit
membedakannya, bahkan hanya melihatnya dengan satu sudut pandang.
Sehinga seseorang dapat menghukumi semua riwayat adalah sahih tanpa
mengetahui jika di- dalamnya juga terdapat riwayat yang da‘if.

2. Masuknya Israiliyat kedalam tafsir bi al-Ma’sur


Israiliyat dimulai pada masa sbahabat. Akan tetapi ini bukan berarti pada waktu
itu rasulullah membolehkan untuk mengambil riwayat dari Israiliyat.
Sebagaimana sabda beliau : (‫)ال تصدقوا أهل الكتاب وال تكذبوهم‬.
3. Adanya penghapusan pada sanad
Hal ini terjadi pada masa setelah tabi’in, dimana umat Islam pada saat itu
mengabaikan sanad di dalam periwayatan. Pada saat ini juga al-dakhil telah
masuk kedalam tafsir.

Kitab-kitab tafsir bi al-Ma’sur:


1. Jami‘ al-Bayan fi tafsir al-Qur’an (Ibnu Jurair al-Tabari, wafat tahun 310 H.)
2. Ma‘alim al-Tanzil (Abu Muhammad al-Husain al-Baghwity,wafat tahun 510
H.)
3. Tafsir al-Qur’an al-Azim (al-Hafiz ibnu Katsir al-Dimasyqi, wafat tahun 774
H.)
4. Al-Durr al-Mansur (Jalaluddin al-Suyuthi, wafat tahun 911 H.)
Tafsir bi al-Ra’yi Al-Ra’yu berarti pikiran atau nalar Tafsir bi al-Ra’yi adalah penafsiran seorang
mufassir yang diperoleh melalui hasil penalarannya atau ijtihadnya, di mana
penalaran di sini sebagai sumber utamanya. Seorang mufassir di sini tentu saja
adalah orang yang secara kompetensi keilmuannya telah dianggap telah memenuhi
persyaratan sebagai seorang mufassir.

Di antara sebab yang memicu kemunculan corak tafsir bi al-Ra’yi adalah semkain
majunya ilmu-ilmu keislaman yang diwarnai dengan kemunculan ragam disiplin
ilmu, karya-karya para ulama, berbagai metode penafsiran, dan pakar-pakar di
bidangnya masing-masing. Akibatnya, karya tafsir seorang mufassir sangat diwarnai
oleh latar belakang ilmu yang dikuasainya.

Di antara mereka, ada yang lebih menekankan telaah balaghah seperti az-
Zamakhsyari, telaah hukum-hukum syara’ seperti al-Qurthubi, telaah
keistemewaan bahasa, seperti Abi As-Su’ud, atau qira’ah seperti An-Naisaburi dan
An-Nasafi, telaah madzhab-madzhab kalam dan filsafat, seperti Ar-Razi dan telaah
lainnya. Hal ini dapat dipahami sebab di samping sebagai seorang mufassir,
seseorang dapat saja ahli dalam bidang fikih, bahasa filsafat, astronomi,
kedokteran, atau kalam.

Kemunculan tafsir bi al-Ra’yi dipicu oleh hasil interaksi umat Islam dengan
peradaban Yunani yang banyak menggunakan akal. Oleh karena itu, dalam tafsir bi
al-Ra’yi, peranan akal sangat dominan.

Syarat-syarat Menjadi Mufassir bi al-Ra’yi sebagai berikut:


1. Pengetahuan bahasa Arab dan kaidah-kaidah bahasa
2. Ilmu Retorika, (ilmu ma’ani, al-bayan, dan al-badi’u)
3. Ilmu Ushul fiqh, (khas, ‘aam, mujmal, dan mufashshal)
4. Ilmu asbab al-nuzul (latarbelakang dan hal-hal yang berkenaan dengan turunnya
wahyu).
5. Ilmu nasikh dan mansukh.
6. Ilmu Qiraah Al-Qur’an.
7. Ilmu al-mauhibah (gifted Knowledge)

Kelebihan Tafsir bi al-Ra’yi :


1. Mempunyai ruang lingkup yang luas
2. Dapat mengapresiasi berbagai ide
3. Memahami Al-Qur’an secara mendalam dengan melihat dari berbagai
aspek
Kelemahan Tafsir bi al-Ra’yi
1. Memungkinkan menimbulkan kesan subyektif
2. Memungkinkan masuknya cerita-cerita Isra’iliyat

Karya-karya Tafsir bi al-Ra’yi dan Tokoh-tokohnya


1. Mafatih al-Ghayb, karya Muhammad bin Umar bin al-Husayn al-Razy,
wafat pada tahun 606, terkenal dengan Tafsir al-Razi.
2. Anwar al-Tanzil wa asrar al-Ta’wil, karya ‘Abd Allah bin Umar al-Baydhawi,
wafat pada tahun 685, terkenal dengan Tafsir al-Baydhawi.
3. Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil, karya ‘Abd Allah bin Muhammad al-
Ma’ruf, wafat pada tahun 741, terkenal dengan Tafsir al-Khazin.
4. Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-Ta’wil, karya ‘Abd Allah bin Ahmad al-
Nasafi, wafat pada tahun 701, terkenal dengan Tafsir al-Nasafi.
5. Ghara’ib Al-Qur’an wa Ragha’ib al-Furqan, karya Nizam al-Din al-Hasan
Muhammad al-Nisaburi, wafat pada tahun 728, terkenal dengan Tafsir al-
Nisaburi.
6. Irshad al-‘aql al-Salim, karya Muhammad bin Muhammad bin Mustafa al-
Tahawi, wafat pada tahun 952, terkenal dengan Tafsir Abi al-Su’udi.
7. Al-Bahr al-Muhith, karya Muhammad bin Yusuf bin Hayyan al-Andalusi,
wafat pada tahun 745, trekenal dnegan Tafsir Abu Hayyan.
8. Ruuh al-Ma’ani, karya Shahabuddin Muhammad al-Aluusi al-Baghdadi,
wafat pada tahun 1270, terkenal dengan Tafsir al-Aluusi.
9. Al-Siraj al-Munir, karya Muhammad al-Sharbini al-Khatib, wafat pada
tahun 977, terkenal dengan Tafsir al-Khatib.
10. Tafsir al-Jalaalayn, karya I. Jalal al-Din al-Mahali, wafat pada tahun 764,
dan II Jalal al-Din al-Suyuti, yang wafat pada tahun 911, terkenal dengan
Tafsir al-Jalalayn

Tafsir isyari Menurut bahasa kata isyari berasal dari kata asyaara- yusyiiru-isyaaratan yang
berarti memberi isarat/ tanda, menunjukkan. Sedangkan menurut istilah suatu
upaya untuk menjelaskan kandungan Quran dengan menakwilkan ayat-ayat sesuai
isyarat yang tersirat dengan tanpa mengingkari yang tersurat atau dzahir ayat.

Adapun syarat-syarat diterimanya tafsir isyari adalah :


1. Tidak bertentangan dengan makna lahir (pengertian tekstual) al- Qur’an.
2. Penafsirannya didukung atau diperkuat oleh dalil-dalil syar’i lainnya.
3. Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syara‘ atau rasio.
4. Penafsirannya tidak menganggap bahwa hanya itu saja tafsiran yang
dikehendaki Allah, bukan pengertian tekstual ayat terlebih dahulu.
5. Penafsirannya tidak terlalu jauh sehingga tidak ada hubungannya dengan
lafadz.

Kelebihan dari tafsir isyari


1. Tafsir isyari mempunyai kekuatan hukum syara’, seperti penafsiran Ibnu
Abbas tentang surat al-Nashr ayat 1. Sehinnga dalam hal ini hampir semua
sahabat dalam kasus tersebut tidak ada yang memahami maknanya
melainkan secara zahir atau tekstual.
2. Penafsiran Isyari mempunyai pengertian-pengertian yang tidak mudah
dijangkau sembarangan ahli tafsir kecuali bagi mereka yang memiliki sifat
kesempurnaan iman dan kemurnian ma’rifat.
3. Penafsira isyari tidak menjadi aneh apabila Allah melimpahkan ilmu
pengetahuan kepada orang yang dikehendaki serta memberi pemahaman
kepada orang-orang pilihan seperti Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas dan Nabi
Khidir AS.

Kelemahan-kelemahan Tafsir Isyari


1. Apabila tafsir isyari tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang
disebutkan diatas, maka tafsir ini dapat dikatakan tafsir dengan hawa
nafsu atau rasio yang bertentangan dengan lahir ayat yang dilarang oleh
Allah.
2. Penafsira isyari kadang-kadang maknanya sangat jauh dari ketentuan-
ketentuan agama yang sudah qath’i atau pasti keharamannya.
3. Penafsiran isyari tidak dapat dijangkau atau sulit dipahami oleh kaum
awam yang berakibat pada rusaknya agama orang-orang awam.
Sebagaimana ungkapan Ibnu Mas’ud ra, “ seseorang yang mengatakan
kata-kata dihadapan orang lain tidak dimengerti orang itu akan menjadi
fitnah buat mereka.

kitab-kitab tafsir isyari diantaranya:


1. Tafsir al-Tastury atau tafsir Al-quran al-‘Azim karya Abu Muhammad Sahal
Ibnu Abdullahal-Tastury (W. 283 H)
2. Tafsir Ibnu ‘Arabi karya Abdullah Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Abdullah
Muhyiddin Ibnu ‘Arabi. (W. 238/ 1240 M). Yang juga dijuluki dengan Syeikh
Akbar.
3. Tafsir al-Raisul Bayan fi Haqaiqul Quran karya Abu Muhammad Ruzbihan
bin Abi al-Nash al-Syairazi. (W.600 H).

Metode penafsiran Al-Qur’an dibagi menjadi empat yaitu :


1. Metode Tahlili (Analisis)
2. Metode Ijmali (Global)
3. Metode Muqaran (Komparatif)
4. Metode Maudhu’i (Tematik)

Pembagian tafsir jenis Tafsir Tahliili/Penjabaran, Tafsir Ijmali/Global, dan Tafsir Muqoron/Perbandingan tersebut
merupakan klasifikasi teoritis atas tafsiran yang mendominasi, sehingga tidak berarti masing-masing jenis kitab
tafsir pada salah satu dalam tiga klasifikasi tersebut hanyalah berisikan tentang jenis tafsiran yang menjadi ciri
khasnya semata, karena terkadang sebuah kitab tafsir berisikan lebih dari satu jenis tafsiran, seperti: Tafsir Ibnu
Jarir yang berisikan ketiga jenis tafsir sekaligus, yaitu: Tafsir Tahliili/Penjabaran, Tafsir Ijmali/Global, dan Tafsir
Muqoron/Perbandingan.
Hanya saja pengklasifikasian menjadi tiga jenis tafsir tersebut berdasarkan jenis tafsir yang dominan didalamnya.

Metode Tahlili (Analisis) Metode Tahlili (Analisis) Suatu metode dalam menjelaskan ayat al Qur’an
dengan cara menguraikan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai tata
urutan dengan penjelasan yang cukup terperinci sesuai dengan
kecenderungan masing-masing mufassir terhadap aspek-aspek yang
ingindisampaikan, misalnya menjelaskan ayat disertai aspek qira’at, asbabu
al- nuzul, munasabah, balaghah, hukum dan lain sebagainya.

Langkah-langkah Metode Penafsiran Tahlili


1. Menerangkan makki dan madani di awal surat
2. Menerangkan asbabun nuzul (jika ada)
3. Menerangkan arti mufrodat (kosa kata), termasuk di dalamnya
kajian bahasa yang mencakup I’rab dan balaghah
4. Menerangkan unsur-unsur fasahah,bayan,dan I’jaz-nya
5. Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya
6. Menjelaskan hukum yang dapat digali dari ayat yang dibahas.

Ciri-ciri Metode Penafsiran Tahlili


1. Mufassir menafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat secara
berurutan sesuai dengan urutannya dalam mushaf
2. Seorang mufassir berusaha menjelaskan makna yang terkandung di
dalam ayat-ayat al-qur’an secara komprehensif dan menyeluruh,
baik dari segi I’rab, asbabun nuzul dan yang lainnya.
3. Dalam penafsirannya, seorang mufassir menafsirkan ayat-ayat baik
melalui pendekatan bil-ma’sur maupun bir ra’yi.

Kelebihan Metode Tahlili


1. Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat,
karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan
sebagaimana terdapat dalam mushaf.
2. Mudah mengetahui relevansi/munasabah antara suatu surat atau
ayat dengan surat atau ayat lainnya
3. Memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua
ayat, meskipun inti penafsiran ayat yang satu merupakan
pengulangan dari ayat yang lain, jika ayat-ayat yang ditafsirkan
sama atau hampir sama
4. Mengandung banyak aspek pengetahuan, meliputi hukum,
sejarah, sains, dan lain-lain

Kekurangan Metode Tafsir Tahlili


1. Menghasilkan pandangan-pandangan yang parsial dan kontradiktif
dalam kehidupan umat Islam
2. Faktor subjektivitas tidak mudah dihindari misalnya adanya ayat
yang ditafsirkan dalam rangka membenarkan pendapatnya
3. Terkesan adanya penafsiran berulang-ulang, terutama terhadap
ayat-ayat yang mempunyai tema yang sama
4. Masuknya pemikiran israiliyyat

Contoh kitab-kitab tafsir jenis ini adalah Tafsir Ibnu Athiyyah, Tafsir Al-Alusi,
Tafsir Asy-Syaukani, dan selain mereka.

Metode Ijmali (Global) Metode dalam menjelaskan ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan
makna yang bersifat global dengan bahasa yang ringkas supaya mudah
dipahami. Di sini mufassir menjelaskan pesan-pesan pokok dari ayat tanpa
menguraikan panjang lebar.

langkah awal yang dilakukan para mufassir adalah membahas ayat demi ayat
sesuai dengan urutan yang ada pada mushaf, lalu mengemukakan arti yang
dimaksud ayat-ayat tersebut dengan global. Ma’na yang diutarakan biasanya
diletakkan di dalam rangkaian ayat atau menurut pola-pola yang diakui
jumhur ulama’ dan mudah difaham semua orang.Adapun bahasa,
diupayakan lafadznya mirip bahkan sama dengan lafadz yang digunakan al-
Quran sehingga pembaca bisa merasakan bahwa uraian tafsirnya tidak jauh
berbeda dari gaya bahasa al-Quran dan terkesan bahwa hal itu benar-benar
mempresentasikan pesan al-Quran.

Kelebihan Metode Tafsir Ijmaliy


Praktis, simplistis dan mudah dipahami
Bebas dari penafsiran israiliyat
Akrab dengan bahasa al-Quran

Kekurangan Metode Tafsir Ijmaliy


1. Menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial dan tidak ada ruang
untuk mengemukakan analisis yang memadai
2. Tidak mampu mengantarkan pembaca untuk mendialogkan al-
Quran dengan permasalahan sosial maupun keilmuan yang aktual
dan problematika
3. Menimbulkan ketidakpuasan pakar al-Quran dan memicu mereka
untuk menemukan metode lain yang dipandang lebih baik dari
metode global

Contoh Kitab Tafsir Menggunakan Metode ini :


a. kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-
Mahalli
b. Tafsir Al-Qur’an al-Adzim karya Muhammad Farid Wajdi, at-Tafsir al-
Wasit terbitan Majma’ al- Buhus al-Islamiyyah.
c. Tafsir Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di,
d. Tafsir Al-Makki An -Nashiri,
e. Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Abu Bakar Al-Jazairi (Al-Ma’na Al-Ijmali).
Metode Muqaran (Komparatif) Metode Muqaran (Komparatif) Metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan membandingkan dengan ayat lain yang memiliki kedekatan atau
kemiripan tema namun redaksinya berbeda, atau memiliki kemiripan redaksi
tapi maknanya berbeda, atau membandingkannya dengan penjelasan teks
hadis Nabi Saw, perkataan sahabat maupun tabi’in. Di samping itu juga
mengkaji pendapat para ulama tafsir kemudian membandingkannya atau
bisa berupa membandingkan antara satu kitab tafsir dengan kitab tafsir
lainnya agar diketahui identitas corak kitab tafsir tersebut. Tafsir Muqarin
juga bisa berupa perbandingan teks lintas kitab samawi (seperti Al Qur’an
dengan Injil/Bibel, Taurat atau Zabur).

Kelebihan Metode Tafsir Muqarrin


1. Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat
orang lain Amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui
berbagai pendapat tentang suatu ayat
2. Mendorong mufassir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits-
hadits serta pendapat-pendapat para mufassir yang lain
3. Membuktikan ketelitian al-Quran
4. Meyakinkan bahwa tidak ada ayat-ayat al-Quran yang kontradiktif
5. Memperjelas ma’na ayat
6. Tidak menggugurkan suatu hadits hadits yang berkualitas shahih

Kekurangan Metode Tafsir Muqarrin


1. Penafsiran yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan
kepada para pemula
2. Metode muqarrin kurang dapat diandalkan untuk menjawab
permasalahan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. hal itu
disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan
daripada pemecahan masalah
3. Metode muqarrin terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-
penafsiran yang pernah di berikan oleh ulama daripada
mengemukakan penafsiran-penafsiran baru. Sebenarnya kesan
serupa itu tak perlu timbul bila mufassirnya kreatif.

Contoh kitab-kitab tafsir jenis ini adalah Tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabari, dan
selainnya.

Metode Maudhu’i (Tematik) Metode Maudhu’i (Tematik) Metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan mengambil suatu tema tertentu. Metode ini kelebihannya mampu
menjawab kebutuhan zaman yang ditujukan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan, praktis dan sistematis serta dapat menghemat waktu,
dinamis sesuai dengan kebutuhan zaman, membuat pemahaman menjadi
utuh. Namun kekurangannya seringkali dalam memenggal ayat yang memilki
permasalahan yang berbeda sehingga membatasi pemahaman ayat.

Langkah-langkah Penafsiran Metode Maudhu’I adalah :


1. Menetapkan masalah yang akan dibahas.
2. Permasalahn yang dibahas diprioritaskan pada persoalan yang
menyentuh kehidupan masyarakat yang berarti bahwa seorang
mufassir harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang
masyarakat.
3. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
4. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai
pengetahuan tentang asbab nuzulnya dan ilmu-ilmu lain yang
mendukungnya. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam
surahnya masing-masing (terkait erat dengan ilmu munasabat).
5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna
(membuat out line).
6. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan
pokok bahasan.
7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang
sama atau mengkompromikan antara yang ‘amm (umum) dengan
yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang
apada lahirnya bertentangan sehingga kesemuanya dapat
bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan dan pemaksaan .

Dengan metode tafsir Maudhu’i/Tematik ini seorang mufassir berpatokan


pada pembahasan tema tertentu, baik itu berupa pembahasan lafazh
tertentu, kalimat tertentu, atau materi tertentu dalam Alquran, dan
pembahasan itu dapat dibagi menjadi beberapa macam:
1. Pembahasan tema tertentu dalam seluruh isi Alquran, seperti:
pembahasan tentang sifat-sifat Allah dalam Alquran seluruhnya.
2. Pembahasan tema tertentu dalam surat tertentu saja dalam
Alquran, seperti: pembahasan tentang akhlak dalam bermasyarakat
dalam surat Al-Hujuraat.
3. Pembahasan lafazh atau kalimat tertentu dalam Alquran, seperti :
penjelasan makna lafazh “Al-Ummah” dalam Alquran, dan
penjelasan tafsir {‫ }الَّذِينَ فِي قُلُو ِب ِه ْم َم َرض‬dalam Alquran.

Kelebihan Metode Tafsir Tematik


1. Menjawab tantangan zaman
2. Praktis dan dinamis
3. Membuat pemahaman menjadi utuh

Kekurangan Metode Tafsir Tematik


1. Memenggal ayat Al Qur’an
2. Membatasi pemahaman ayat.

Kitab-kitab Tafsir Maudhu’i


1. Abu A’la al-Maududi, al-Riba fi Alquran al-Karim.
2. Abu Ibrahim Musa, al-Insan fi Alquran al-Karim.
3. Abbas al-Aqqad, al-Mar’ah fi Alquran al-Karim.
4. M. Quraiah Shihab, “Penafsiran Khalifah dengan Metode
Tematik”, dalam Membumikan AI-Qur’ an.
5. M. Quraiah Shihab, Tafsir al-Mishbah.
SIFAT TERPUJI DI DALAM AL QUR’AN

Indikator Kompetensi 1. Menjelaskan penafsiran konsep ikhlas, murah hati dan toleransi
2. Menganalisis penafsiran ayat-ayat tentang ikhlas, murah hati dan
toleransi

Ikhlas Ikhlas menurut bahasa ialah bersih dari kotoran


Sedangkan menurut istilah, ikhlas dapat diartikan sebagai kondisi di mana seorang
hamba hanya mengharap ridha Allah semata dalam menjalankan ibadah ataupun
dalam beramal dan memurnikan niatnya dari hal-hal yang dapat merusak niat itu
sendiri.
Berkenaan dengan pentingnya pemupukan sifat ikhlas tersebut, Allah telah bersabda
dalam beberapa firman-Nya sebagai berikut:
Surah Ghafir (QS.40: 14)

َ‫الدينَ َولَ ْو ك َِر َه ا ْلكَافِ ُرون‬ َّ ‫فَا ْدعُوا‬


ِ ُ‫َّللاَ ُم ْخ ِل ِصينَ لَه‬
Artinya:
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan (mengikhlaskan) ibadah kepadaNya,
meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.

Tafsir Jalalain : Berdasarkan tafsir Jalalain, disebutkan bahwa maksud dari


memurnikan (mengikhlaskan) ibadah Kepada-Nya ialah memurnikan agama Allah dari
segala macam kemusyrikan, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai keikhlasan
ibadah kalian kepada Allah SWT.

Tafsir Ibnu Katsir : Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasanya Allah telah
memerintahkan kepada manusia untuk memurnikan (mengikhlaskan) penyembahan
dan doanya hanya kepada Allah meskipun orang-orang kafir maupun orang-orang
musyrik memiliki pendapat yang berbeda mengenai hal ini

Berdasarkan beberapa penafsiran di atas, dapat difahami bahwa islam telah


mengajarkan konsep keikhlasan melalui firman Allah yang menjelaskan tentang
pentingnya kemurnian hati, niat dan amalan hanya mengharap ridla Allah SWT.
Dengan hadirnya keikhlasan dalam menjalankan setiap amalan, maka seorang tidak
akan lagi menghiraukan apapun yang mungkin akan mempengaruhi keikhlasannya
tersebut, seperti tanggapan, komentar mapun tindakan orang lain yang mungkin
tidak menyukainya.

Surah Ghafir ayat 65

َ‫ب ا ْلعَالَ ِمين‬ ِ ُ‫ي ََّل إِ َٰلَهَ إِ ََّّل ُه َو فَا ْدعُوهُ ُم ْخ ِل ِصينَ لَه‬
ِ َّ ِ ‫الدينَ ۗ ا ْل َح ْم ُد‬
ِ ‫ّلِل َر‬ ُّ ‫ُه َو ا ْل َح‬
Artinya: Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia;
maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah
Tuhan semesta alam.

Tafsir Jalalain Berdasarkan tafsir Jalalain , dapat difahami bahwa Allah merupakan
satu-satunya Dzat yang Abadi, sehingga sudah menjadi sebuah keharusan bagi seluruh
makhluk untuk menyembah dan berdoa hanya kepada-Nya dengan segala ketulusan

Tafsir Ibnu Katsir


Berdasarkan penafsiran dari Ibnu Katsir, dapat difahami bahwa keikhlasan dalam
beribadah dan beramal berarti memurnikan ibadah dan amalan kita hanya untuk Allah
semata, dengan meng-Esakan-Nya dan tanpa menyekutukannya.

Surat Al A’raf ayat 29

ْ ‫س ِط َوأَقِي ُموا ُو ُجو َه ُك ْم ِع ْن َد كُ ِل َم‬


‫س ِج ٍد َوا ْدعُوهُ ُم ْخ ِل ِصينَ لَهُ ال ِد‬ ْ ‫قُ ْل أ َ َم َر َرب ي بِا ْل ِق‬
َ‫ينَ َك َما بَ َدأ َ ُك ْم تَعُود ون‬
Katakanlah:
"Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka
(diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan
(demikian pulalah kamu akan kembali kepada-Nya)".

Tafsir Jalalain : “mengikhlaskan ketaan kepada-Nya” diartikan sebagai kondisi di mana


seorang hamba hendaknya hanya menujukan ibadahnya untuk Allah semata dan
bukan untuk yang lainnya. Memurnikan ibadah hanya kepada Allah bukan kepada yang
lainnya.
Tafsir Al Mishbah : Dalam kitab tafsir yang ditulis oleh Quraish Shihab, ayat di atas
memiliki penafsiran sebagai berikut:
“ Terangkan kepada mereka apa yang diperintahkan Allah. Katakanlah, "Tuhanku
menyuruh berlaku adil dan tidak berlaku keji. Dia menyuruh kalian beribadah hanya
kepada-Nya di setiap waktu dan tempat. Dan Dia juga menyuruh kalian ikhlas dalam
beribadah kepada-Nya. Masing-masing kalian akan kembali kepada- Nya setelah mati.
Seperti halnya Dia menciptakan kalian dengan mudah di saat kalian tidak memiliki
apa- apa, kalian akan dikembalikan kepada-Nya dengan mudah pula, meninggalkan
semua nikmat yang ada di sekeliling kalian."

Secara umum, kata ikhlas dalam ayat ini dikaitkan secara erat dengan syarat
diterimanya sebuah amalan oleh Allah SWT. Syarat dari diterimanya sebuah amal
ibadah ialah ibadah tersebut telah memenuhi rukun-rukunnya serta dilaksanakan
dengan penuh keikhlasan hanya mengharap ridla Allah semata, tanpa penyekutuan
sedikitpun.

Surat Az Zumar Ayat 11

ِ ُ‫صا لَه‬
َ‫الدين‬ َ َّ ‫قُ ْل ِإنِي أ ُ ِم ْرتُ أ َ ْن أ َ ْعبُ َد‬
ً ‫َّللا ُم ْخ ِل‬
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.

Tafsir Jalalain
Dalam tafsir Jalalain, dijelaskan bahwa penafsiran dari memurnikan ketaatan kepada-
Nya dalam (menjalankan) agama ialah murni dari perbuatan syirik.

Tafsir Al Mishbah
Dalam tafsir yang ditulis oleh Quraish Shihab tersebut dijelaskan bahwa penafsiran
ayat di atas ialah sebuah perintah untuk mengatakan “aku diperintahkan untuk
meyembah Allah dengan penuh ikhlas dan tulus murni, tanpa ada kesyirikan dan riya’
atau pamrih”

Tafsir Ibnu Katsir


Dalam tafsir ibnu katsir, dijelaskan bahwa pemaknaan atau penafsiran atas ayat di atas
ialah sebuah perintah untuk mengatakan bahwa “sesungguhnya aku hanya
diperintahkan untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya”

Murah Hati Dalam kamus besar bahasa Indonesia murah hati adalah suka (mudah) memberi; tidak
pelit; penyayang dan pengasih; suka menolong; baik hati, kebaikan hati; sifat kasih dan
sayang; kedermawanan. Sifat hati yang mulia dan hangat berupa kesdiaan untuk
mendatangkan kebaikan bagi orang lain dengan memberi secara limpah, dengan
tangan terbuka, tanpa ditahan-tahan.

Q.S. Al-Baqarah 272

ِ ُ‫َّللا يَ ْهدِي َم ْن يَشَا ُء ۗ َو َما ت ُ ْن ِفقُوا ِم ْن َخي ٍْر فَ ِِل َ ْنف‬ َٰ


‫س ُك ْم ۚ َو َما‬ َ َّ َّ‫علَ ْيكَ ُهدَا ُه ْم َولَ ِكن‬ َ ‫لَي‬
َ ‫ْس‬
ْ ُ‫ت‬
َ‫ظلَ ُمون‬ ‫ف إِلَ ْي ُك ْم َوأ َ ْنت ُ ْم ََّل‬
َّ ‫َّللا ۚ َو َما ت ُ ْن ِفقُوا ِم ْن َخي ٍْر يُ َو‬
ِ َّ ‫ت ُ ْن ِفقُونَ إِ ََّّل ا ْبتِغَا َء َوجْ ِه‬
Artinya: Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi
Allah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa
saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk
kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari
keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu
akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya.”

Asbabun Nuzul : Bahwa ada orang-orang yang tidak suka memberikan sedekah kepada
keturunan mereka dari kalangan musyrik, lalu mereka menanyakan hal itu, hingga
diberikan rukhshah (keringanan) bagi mereka. Maka turunlah ayat ini yang
membolehkan memberi sedekah kepada kaum Musyrikin.” (Diriwayatkan oleh An-
Nasai, Al- Hakim, Al-Bazzar, Ath-Thabrani dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu
Abbas)

Tafsir fi zilalil qur’an (Oleh Sayyid Quthub)


Jangan kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah.
Inilah keadaan orang-orang mukmin, bukan yang lainnya. Dia tidak menginfakkan
hartanya melainkan mencari keridhaan Allah, bukan karena mengikuti hawa nafsu dan
bukan pula karena tujuan-tujuan lain. Ia menginfakkan hartanya bukan bermaksud
untuk mengungguli orang lain dan menyombongi mereka. Ia tidak melakukan infak
melainkan semata-mata mencari keridhaan Alah, tulus ikhlas karena Allah.
Karena itu hatinya merasa mantap bahwa Allah akan menerima sedekahnya; hatinya
percaya bahwa Allah akan memberi berkah pada hartanya; ia percaya kepada kebaikan
dan kebajikan dari Allah sebagai balasan kebaikan dan kebajikannya kepada hamba-
hambanya Allah. Karena anugerah Allah di bumi, maka ia meningkat kedudukannya,
menjadi suci dan bersih. Sedangkan, karunia akhirat sesudah itu semua adalah sangat
utama.

Toleransi Toleransi secara bahasa berasal dari Bahasa Inggris “Tolerance” yang berarti
membiarkan. Dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat atau sikap toleran,
mendiamkan membiarkan. Dalam bahasa Arab kata toleransi (mengutip kamus Al-
Munawir disebut dengan istilah tasamuh yang berarti sikap membiarkan atau lapang
dada). Badawi mengatakan, tasamuh (toleransi) adalah pendirian atau sikap yang
termanifestasikan pada kesediaan untuk menerima berbagai pandangan dan pendirian
yang beraneka ragam meskipun tidak sependapat.

Toleransi menurut istilah berarti menghargai, membolehkan membiarkan pendirian,


pendapat, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau yang
bertentangan dengan pendiriannya sendiri. Misalnya agama, ideologi dan ras.

Q.S. Yunus ayat 41

َ ‫ففَقُ ْل ِلي‬
َ ‫ع َم ِلي َولَ ُك ْم‬
‫ع َملُ ُك ْم‬

Q.S Al-Kafiruun
Maka katakanlah: Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu

َ‫قُ ْل َٰيٰٓاَيُّ َها ا ْل َٰك ِف ُر ْون‬


Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir
َ‫َ َّۤل ا َ ْعبُ ُد َما ت َ ْعبُد ُْون‬
“aku tidak akan beribadah kepada apa yang kamu ibadahi,”
َ ‫لَ ُك ْم ِد ْينُ ُك ْم َو ِل‬
‫ي ِدي ِْن‬
Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.

Asbabun Nuzul
Kaum kafir Quraisy berusaha keras membujuk dan mempengaruhi Rasulullah saw.
untuk mengikuti ajaran mereka. Kaum kafir Quraish menawarkan harta yang melimpah
sehingga Rasulullah dapat menjadi orang terkaya di Makkah. Selain itu, Rasulullah juga
dijanjikan hendak dikawinkan dengan wanita paling cantik, baik yang gadis maupun
yang sudah janda, sesuai kehendak beliau
Dalam upaya ini, kaum kafir Quraish mengatakan, “Inilah wahai Muhammad yang kami
sediakan untukmu, agar kamu tidak memaki dan menghina tuhan kami.
Maka turunlah surat al Kafirun

Tafsir Jalalain : “(Untuk kalianlah agama kalian) yaitu agama kemusyrikan (dan
untukkulah agamaku") yakni agama Islam. Ayat ini diturunkan sebelum Nabi saw.
diperintahkan untuk memerangi mereka. Ya Idhafah yang terdapat pada lafal ini tidak
disebutkan oleh ahli qiraat sab'ah, baik dalam keadaan Waqaf atau pun Washal. Akan
tetapi Imam Ya'qub menyebutkannya dalam kedua kondisi tersebut.”

Tafsir Al Misbah : makna dari ayat tersebut ialah ” Bagi kalian agama kalian yang kalian
yakini, dan bagiku agamaku yang Allah perkenankan untukku”
INTEGRASI ILMU PENGETAHUAN DI DALAM AL QUR’AN

Indikator Kompetensi 1. Menjelaskan Ayat Al Qur’an tentang konsep integrasi ilmu


pengetahuan.
2. Menganalisis Karakteristik Ulul albab.

Ayat Al Qur’an tentang konsep integrasi Q.S. Ali Imran ayat 190-191
ilmu pengetahuan.

ِ َ‫ت ِْل ُ ۟و ِلى ٱ ْْل َ ْل َٰب‬


‫ب‬ ٍ ٍۢ َ‫َار َل َءا َٰي‬ ِ َ‫ض َوٱ ْختِ َٰل‬
ِ ‫ف ٱلَّ ْي ِل َوٱلنَّه‬ ِ ‫ت َوٱ ْْل َ ْر‬ ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬ ِ ‫إِنَّ فِى َخ ْل‬
َّ ‫ق ٱل‬
ِ ‫علَ َٰى ُجنُو ِب ِه ْم َويَتَ َفك َُّرونَ فِى َخ ْل‬
‫ق‬ َ ‫ّلِل قِ َٰيَ ًًۭما َوقُعُو ًًۭدا َو‬
َ َّ ‫﴾ ٱلَّ ِذينَ يَ ْذك ُُرونَ ٱ‬۱۹‫﴿ە‬
﴾۱۹۱﴿ َ َ‫عذ‬
‫اب ٱلنَّ ِار‬ ُ ‫ض َربَّنَا َما َخلَ ْقتَ َٰ َهذَا َٰبَ ِط ًۭ ًل‬
َ ‫س ْب َٰ َحنَكَ فَ ِق َنا‬ ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬
ِ ‫ت َوٱ ْْل َ ْر‬ َّ ‫ٱل‬

( Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan


silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berakal, (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat atau
berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka (191)

Asbabun Nuzul
Orang-orang Quraisy datang kepada kaum Yahudi dan bertanya
kepada mereka, apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada
kalian?” orang-orang Yahudi itu menjawab “Tongkat dan tangan
yang mengeluarkan cahaya putih.” Selanjutnya orang-orang Quraisy
itu mendatangi kaum Nasrani, lalu bertanya kepada mereka, “apa
tanda-tanda yang diperlihatkan Isa?.” Kaum Nasrani menjawab, “
Isa menyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta dan
menghidupkan orang mati.” Setelah orang-orang Quraisy
mendatangi Yahudi dan Nasrani, kemudian mereka mendatangi
Nabi Saw sambil berkata kepada beliau; “Berdoalah kepada
Tuhanmu untuk mengubah bukit shafa menjadi emas untuk kami.”
Nabi Saw kemudian berdoa, maka turunlah firman Allah Q.S Ali
Imran 190 ini.
Nabi Saw ketika berdiri mengerjakan salat beliau menangis sehingga
jenggotnya basah oleh air mata. Ketika Bilal datang untuk
memberitahukan kepadanya waktu salat subuh, seraya bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau menangis,
padahal Allah telah memberikan ampunan kepadamu terhadap
dosa- dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?" Nabi Saw.
menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, malam ini Allah telah
menurunkan kepadaku ayat ini: 'Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari
terdapat tanda-tanda bagi para ulul albab (Ali Imran: 190)."
Kemudian Nabi Saw. bersabda pula, 'Celakalah bagi orang yang
membacanya, lalu ia tidak merenungkan semuanya itu."
Penafsiran
Surat Ali Imran ayat 190-191 menegaskan :
1. Penciptaan semesta, yaitu langit dan bumi serta pergantian
malam dan siang adalah sebagai tanda-Nya. Tanda itu
mampu diterima oleh ulul albab.
2. Ulul Albab yaitu orang-orang yang selalu berdzikir dan
bertafakkur. Berdzikir berarti senantiasa mengingat Allah dan
bertafakkur berarti merenungi dan memikirkan segala
ciptaan Allah Swt yang meliputi langit dan bumi serta segala
isinya dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya.

Ulul albab. Kata Ulil Albab dalam pengertian secara sederhana sering diartikan
sebagai orang yang Berakal atau orang yang berfikir.

Ciri-ciri Ulil Albab :


1. Bersungguh-sungguh menggali ilmu pengetahuan.
2. Selalu berpegang pada kebaikan dan keadilan.
3. Teliti dan kritis dalam menerima informasi, teori, proporsisi
ataupun dalil yang dikemukakan orang lain.
4. sanggup mengambil pelajaran dari sejarah umat terdahulu.
5. Rajin bangun malam untuk sujud dan rukuk dihadapan
Allah swt.
6. Tidak takut kepada siapapun, kecuali Allah semata.

Sosok Ulul Albab berada pada 2 Dimensi :


1. Dzikir (mengingat Allah Swt) dalam kondisi apapun; baik
berdiri,duduk maupun berbaring, di mana setiap orang
secara umum memang berada di salah satu dari tiga
kondisi tersebut.
2. Bertafakkur (melakukan renungan) terhadap ciptaan Allah
Swt yang tersebar di semesta alam ini; penciptaan langit
dan bumi serta pergantian siang dan malam

Implikasi Dari Proses Dzikir dan Tafakkur :


1. Menumbuhkan sebuah kemampuan untuk melihat tanda
wujudnya Allah yang memahami ciptaan-Nya penuh
hikmah; serasi, seimbang, harmonis dan penuh manfaat.
2. Memperkuat keimanan kepada Allah swt dan
meningkatkan kepatuhannya kepada-Nya.
3. Luasnya Ilmu Pengetahuan yang dimiliki.
4. Menghindari prilaku dzolim dapat membawa masuk ke
dalam api neraka.
5. Tumbuhnya sifat dan sikap tawadhu’ (rendah hati) karena
menyadari betapa luas ilmu Allah Swt.
6. Munumbuhkan kesadaran untuk selalu melakukan
kebaikan dan kemanfaatan secara professional.

Azas Pengembangan Tekhnologi


1. Asas tauhid, artinya tidak diperkenankan segala sains dan
tekhnologi berdampak kepada penyekutuan terhadap
Allah Swt.
2. Asas manfaat,
3. Asas kemudahan,
4. Asas keindahan, dan
5. Asas keadilan;

Anda mungkin juga menyukai