Subcapaian Pembelajaran
a. Menemukenali pengertian Balaghah
b. Menjelaskan bidang kajian balaghah
c. Menjelaskan fashahah
Pokok-Pokok Materi
a. Konsep balaghah
b. Bidang kajian balaghah
c. Konsep fashahah
Uraian Materi
A. Konsep Balaghah
Secara Bahasa, kata ( )بالغةberarti antara lain:
a. Mencapai tujuan, mengenai sasaran efektif, seperti dalam kalimat: بَلَ َغ فُ َالن
= ُم َرا َد ُهfulan telah mencapai maksudnya.
b. Bertutur kata dengan baik, seperti dalam kalimat:
َ ْي أَح
س َن الت َّ ْعبِي َْر َع َّما فِى نَفْ ِس ِه ْ َ أ،ًغة َّ = بَلَ َغseseorang berbalaghah artinya ia
َ َالر ُج ُل بَال
dapat mengungkapkan fikiran dan perasaannya dengan baik.
Kata Balaghah ( )بالغةsecara bahasa barasal dari kata َب َل َغ maknanya
‘sampai’ sinonim kata ص َل
َ َو. Sesuai dengan surat Al-kahfi, ayat 90 sebagai
berikut:
)09 :ط ِل َع ال َّش ْم ِس َو َج َدهَا ت َْطلُ ُع َعلَى قَ ْو ٍم لَ ْم نَجْ عَ ْل لَ ُه ْم ِم ْن دُونِ َها ِستْ ًرا (الكهف
ْ َحتَّى إِذَا بَلَ َغ َم
“Hingga apabila Dia telah sampai ke tempat terbit matahari (bagian Timur)
Dia mendapati matahari tersebut menyinari segolongan umat yang Kami tidak
1
menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari
itu.”
َ ُت ْال ُح ْلق
)38 :وم (الواقعة ِ َفَلَ ْوال إِذَا بَلَغ
“Maka mengapa tatkala nyawa sampai di kerongkongan.”
Banyak ayat lain yang menjelaskan makna بلغsebagai sampai. Abd al-Qadir
َ َضى ْال َحا ِل َم َع ف
Husein berpendapat bahwa Balaghah yaitu ” صا َحتِ ِه َ َ طا َبقَة ِل ُمقْت
َ ” ُمyang
artinya sesuai dengan situasi dan kondisi. Istilah ini kaitannya dengan َكالَم
(ucapan), dimana ( متكلمpembicara) harus menyusun dan menyampaikan
ucapannya sesuai dengan situasi dan kondisi para mukhathabnya, sehingga
perubahan situasi dan kondisi para mukhatab menuntut perubahan susunan
( كالمucapan). Situasi dan kondisi yang membutuhkan pembicaraan panjang
lebar ()إطناب, tentu berbeda dengan situasi dan kondisi yang menghendaki
pembicaraan ringkas ( )إيجازatau menghendaki pembicaraan yang sesuai
dengan maknanya ()مساوة. Berbicara kepada orang cerdas tentu berbeda
dengan berbicara kepada orang yang kurang cerdas apalagi orang bodoh.
Oleh karena itu muncullah istilah “ “ ِل ُك ِل َمقَ ٍام َمقَالyang artinya untuk setiap situasi
dan kondisi ada كالمyang sesuai dengannya.
Dalam kajian sastra, balaghah ( ) بالغةini menjadi sifat dari كالمdan متكلم,
sehingga lahirlah sebutan كالم بليغdan متكلم بليغ. Maksud dari كالم بليغyaitu ucapan
atau pembicaraan yang sesuai dengan situasi dan kondisi pendengar serta
terdiri dari kata-kata yang fashih, adapun متكلم بليغyaitu orang yang mampu
menyampaikan pembicaraannya sesuai dengan situasi dan kondisi
pendengarnya dengan kata-kata yang tepat nan indah. Sehingga apa yang ada
dalam pikiran pembicara sampai dengan baik kepada pendengarnya.
Nilai balaghah ( )بالغةsetiap كالمbergantung kepada sejauh mana
pembicaraan ( )كالمitu dapat memenuhi tuntutan situasi dan kondisi, setelah
memperhatikan ( فصاحةkejelasannya)-nya. كالم فصيحyaitu kalam yang jika dilihat
dari aspek nahwiyah tidak dianggap menyalahi aturan, yang dapat
mengakibatkan ( ضعف التأليفlemah susunan) dan ( تعقيدrumit), dari aspek bahasa
tidak terdapat kata-kata ( غرابةasing), dan jika dilihat dari aspek sharaf tidak
menyalahi qiyas, seperti tidak menggunakan kata “ ”األجللyang menurut aturan
sharaf seharusnya “ “ األجل. Sedangkan jika dilihat dari aspek ذوقterbebas dari
( تنافرberat pengucapannya), baik hanya dalam satu kata seperti مستشزرات
2
ataupun dalam beberapa kata, meskipun satuan kata-katanya tidak bersifat
تنافر.
Menurut Ali Al Jarimi dan Mustafa Amin, Pengertian Balaghah sebagai berikut:
،ب
ٌ َّ لَهَا فِي النَّ ْفسِ أَثَ ٌر خَلا،ٍ هِيَ تَ ْأدِيَ ُة الْمَ ْعنَى الْجَلِْيل وَاضِحًا بِعِبَارَةٍ صَحِْيحَةٍ فَصِْيحَة:اَْلبَلاَغَ ُة
َ وَالأَ ْشخَاصِ الَّذِْين يُخَاطَُب ْون،ِمَعَ ُملاَئَمَةِ ُكلِّ كَلاَمٍ لِ ْلمَ ْوطِن الَّذِي يُقَالُ فِْيه
“Balaghah ialah menyampaikan makna yang luhur secara jelas dengan
menggunakan bahasa yang benar dan fasih, memberi bekas yang berkesan di
lubuk hati, dan sesuai dengan situasi dan kondisi dan orang orang yang diajak
bicara”
Berikut penjelasan definisi Balaghah yang disampaikan oleh Dr. D Hidayat
sebagai berikut:
ٍصحِْيحَةٍ فَصِْيحَة
َ ٍضحًا بِعِبَا َرة
ِ جلِيْل وَا
َ ِهيَ تَ ْأدِيَ ُة الْمَعْنَى اْل:ُ(أ) اَلْبَلَاغَة
‘Balaghah ialah menyampaikan makna yang luhur secara jelas dengan
menggunakan bahasa yang benar dan fasih’
Dari ungkapan di atas kita temui beberapa hal sebagai berikut:
1) Dua aspek utama Balaghah
Dalam definisi terdapat dua aspek utama balaghah, yaitu:
a. ‘lapis dalam’ yaitu ( )المعنىyang terdapat dalam fikiran mutakallim,
b. ‘lapis luar’ yaitu ujaran ( )الكالمyang diungkapkan oleh mutakallim baik
secara lisan atau tulisan untuk menyampaikan makna
2) ( )المعنىberarti ‘ide, gagasan, maksud atau tujuan berbicara’. Dalam
kajian balaghah ‘makna’ pada umumnya berarti ‘tujuan’ ()الغرض, tujuan
yang dimaui oleh pihak ‘penutur’ ( )المتكلمyang sesuai dengan situasi dan
kondisi, bukan makna harfiah kalam itu sendiri.
3) ‘Makna’ dimaksud harus bersifat ()الجليل, bersifat luhur, mulia, indah dan
etis. Contoh ‘makna jalil’ yang paling ideal adalah makna makna yang
diungkapkan ( اللهsebagai mutakalllim) dalam Al Qur’an tentang aqidah,
tentang hubungan manusia dengan Tuhan, ketentuan-ketentuan tentang
pergaulan antar manusia dan alam sekitar, ajaran tentang moral, dan
sebagainya yang begitu tinggi, mulia dan begitu indah, penuh daya cipta
dan orsinil sedemikian rupa sehingga tidak mampu manusia untuk
menandinginya.
3
4) Makna yang dimaksudkan oleh mutakallim harus sampai kepada
mukhotob dengan jelas ( )واضحاsehingga mudah difahami, tanpa
menimbulkan salah interpretasi.
5) Makna yang luhur dan jelas itu disampaikan dengan:
ِ َص ِح ْي َح ٍة ف
ص ْي َح ٍة َ ٍارة
َ َبِ ِعب
Ungkapan yang benar serta fasih, dengan pegertian:
a. ()صحيحة, artinya sesuai dengan kaidah nahwu dan sharf dan prinsip-
prinsip tentang penggunaan mufrodat (kosa kata).
b. ()فصيحة, artinya memiliki nilai fashahah, yaitu ungkapan itu tersusun
dari kata-kata yang mampu mengungkapkan maksud sebagaimana
yang diinginkan oleh mutakallim, serta sesuai pula dengan ‘rasa
bahasa yang baik’ ()الذوق السليم.
ِ وَالَأ ْشخَاص،ِ مَعَ مُلاَئَمَةِكُلِّ كَلاَمٍ ِللْمَ ْوطِن الَّذِي يُقَالُ فِيْه،ٌس أََثرٌ خَلاَّب
ِ ْ(ب) لَهَا فِي النَّف
. َالَّذِيْن ُيخَاطَبُ ْون
Ungkapan tersebut memiliki pengaruh yang menarik dalam jiwa, akibat
kesesuaian ujaran dengan situasi tenpat dan waktu disampaikannya
ujaran dan sesuai pula dengan kondisi mukhotob, dengan pengertian:
1) Ungkapan yang fasohah dapat menimbulkan efek psikologis bahkan
efek artistic (keindahan) yang dapat menggerakan jiwa mukhatab
sehingga ia memberikan tanggapan atau respon berupa perkataan
atau reaksi berbentuk perbuatan atau keduanya, sesuai dengan yang
dinginkan oleh mutakallim.
2) Ungkapan fashahah tersebut harus sesuai dengan:
4
B. Bidang Kajian Balaghah
Ilmu balaghah merupakan sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan
masalah kalimat, yaitu mengenai susunannya, maknanya, pengaruh jiwa
terhadapnya, serta keindahan dan kejelian pemilihan kata yang sesuai dengan
tuntutan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, ilmu balaghah mempunyai tiga bidang
kajian, yaitu:
a. Ilmu ma’ani ( ) علم المعانى
Secara etimologi معانىberarti ‘maksud’, ‘arti’, atau ‘makna’. Para ahli ilmu
ma’ani mendefinisikan sebagai pengungkapan melaluai ucapan sesuatu yang
ada dalam pikiran atau disebut juga gambaran dari pikiran.
Sedangkan menurut istilah, ilmu ma’ani adalah
ِف بِهِ أَ ْحوَال اللَّ ْفظ الْعَرَبِي الَّتِى بِهَا يُطَابِ ُق ُمقْتَضَى الْحَال
ُ َعِ ْل ٌم ٌي ْعر
“Ilmu yang mempelajari hal ihwal bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan
situasi dan kondisi.”
Ilmu ini pertama kali dikembangkan oleh Abd al-Qahir al-Jurzanji. Adapun objek
kajiannya yaitu kalimat-kalimat bahasa Arab.
5
Peletak dasar ilmu badi’ adalah Abdullah Ibn al-Mu’taz (W. 274 H).
Adapun Objek kajian ilmu ini adalah upaya memperindah bahasa, baik pada
tataran lapal ( )محسنات لفظيةmaupun makna ( )محسنات معنوية. Untuk lebih mengetahui
terkait dengan ilmu badi’ anda dapat membuka laman:
https://www.youtube.com/watch?v=jwVFATHQo-E
C. Fashahah
Istilah ( )الفصاحةerat kaitannya dengan ()البالغة. Dari definisi Balaghah di atas,
diketahui bahwa salah satu persyaratan utama ujaran yang bernilai balaghah
( )كالم بيلغadalah kalam itu harus fashahah ()كالم فصيح. Secara Bahasa, fashahah
adalah ( )البايان والظهورartinya ‘jelas dan terang’. Jelas berarti memberi penjelasan,
informatif, sedangkan ‘terang’ berarti kata-katanya tidak sulit diucapkan.
وَلِذَلِكَ َيجِبُ َأ ْن.ِاَلْ ُمرَادُ بِفَصَاحَةِ اْل َكلَامِ َأنْ َيكُ ْونَ وَاضِحَ الْمَعْنَى سَهْلَ الَّلفْظِ حَسَنَ السَبْك
ِي
ِّ الصرْفَّ ِضحَةَ الدَّلاَلَةِ َعلَى الْمَقْصُ ْودِ مِنْهَا جَارِيَةً َعلَى الْقِيَاس
ِ َتكُ ْونَ كُلُّ لَفْظٍ مِنْ أَلْفَاظِ ِه وَا
عَذْبَةً َسلِسَةً كَمَا َيكُ ْونُ َترْكِْيبُ اْل َكلِمَاتِ جَارِيًا عَلىَ الْقَ َوِاعِد َّالنحْوِيَّةِ خَالِيًا مِنْ تَنَافُ ِر
ُمرَاعَاةُ الْقَوَاعِدِ وَالذَّوْق: ِاْل َكلِمَاتِ مَعَ بَعْضِهَا وَمِنَ التَّعْقِيْدِ فَ َمرْجِعُ الْفَصَاحَةِ إِلَى أَ ْمرَيْن
السلِيْم
َّ
“Yang dimaksud dengan fashahah adalah memiliki arti yang jelas, mudah
diucapkan, dan setiap lafalnya harus menjelaskan petunjuk apa yang
dimaksudkan, bentuk kata yang digunakan sesuai tidak menyalahi kaidah sharf
(morfologi) yang berlaku, sesuai dengan kaidah nahwu dan tidak berat
pengucapannya, asing dan rumit penggunaannya jadi kefasihan dikaitkan
dengan dua hal yaitu susunan qawai’id yang tepat dan penghayatan”
6
yakni kata-kata yang sukar diucapkan. Contoh: تر ْكت ُ َها ت َ ْر َعى ْال َه ْع َخ ْع
َ , artinya:
“Aku membiarkannya makan rumput”. Pada ungkapan diatas terdapat kata
َه ْع َخ ْع. kata ini terdiri dari tiga huruf, yaitu خ, هـ, dan عyang dibaca berulang-
ulang. Kata yang terdiri dari huruf-huruf seperti ini biasanya sulit diucapkan,
dan yang seperti ini dinamakan ت َنَافُر ْال ُح ُر ْوف.
2) Gharabah (غ َرابَة
َ )
yakni suatu ungkapan yang terdiri dari kata asing, jarang dipakai, dan tidak
masyhur. Contoh: ما لكم تكأكئتم علي كتكأكئكم على ذي جنة افرنقعواArtinya: “mengapa
kalian berkumpul padaku seperti menonton orang gila? Peregilah!” Kata yang
sulit disini adalah تكأكئتمdan افرنقعوا. Kedua kata tersebut dianggap gharabah,
karena jarang digunakan sehingga sulit diartikan.
3) Mukhalafat al-Qiyas ()مخالفة القياس
yakni kata-kata yang menyalahi kaidah umum ilmu sharaf. Contoh
Almutanabbi dalam syairnya:
7
2) Susunan kalimatnya tidak ضعف التأليف, yaitu susunan kalimat yang lemah,
sebab menyalahi kaidah ilmu nahwu atau sharaf. Contoh: ضرب غالمه زيد
seharusnya ضرب زيد غالمه
3) Adanya ta’qid lafdzi/ تعقيد لفظى, yakni kerancuan pada kata-kata. Suatu kaliam
termasuk ke dalam تعقيد اللفظىapabila ungkapan kata-katanya tidak
menunjukkan tujuan karena ada cacat dalam susunannya. Contoh: َو َما ِمثْلُهُ فِى
ِ الناس اال م ِلكا اَبُو ِأمه حي اَبُوه ُ ي
ُ ُقاربُه ِ Susunan kaliamat di atas asalnya, الناس حي
ِ َو َما ِمثْلُه ُ ِفى
ُ ُقاربُهُ اال م ِلكا اَبُو ِأمه اَبُوه
ِ يArtinya: “tiadalah seorang pun yang menyerupainya,
kecuali raja yang bapak ibunya itu masih hidup, yaitu bapaknya (Ibrahim)
yang menyerupai dia.” Maksudnya tiada di antara manusia yang masih hidup
yang menyerupai dia, kecuali raja yang menyerupai bapak ibunya, yaitu
Ibrahim..
4) Ta’qid ma’nawi/ تعقيد معنوي, yakni kerancuan pada makna, seperti: الدار
ِ ُ ُسأطل
ب ب ُع َد
ع لتج ُمدا
َ عيناي الد ُمو
َ وتسكب
ُ – َقربُوا
ُ عنكم لتArtinya: “aku mencari tempat ang jauh dari
kamu sekalian, agar kamu kelak menjadi dekat denganku dan supaya kedua
mataku mengucurkan air mata, kemudian supaya menajdi keras.”
Maksudnya, “sekarang aku lebih suka berpisah jauh denganmu untuk
sementara waktumeskipun sampai mengucurkan air mata karena prihatin.”
Untuk mengambil makna dari syi’ir di atas sangat sulit, sehingga dinamakan
تعقيد معنوي.
8
KEGIATAN BELAJAR 2:
Pokok-Pokok Materi
a. Kosenp ilmu ma’ani
b. Uslub ma’ani
c. Berbagai uslub ilmu ma’ani
Uraian Materi
Ilmu Ma’ani ()علم َمعَانِى
Kajian ma’ani terdiri dari konsep dan uslub ma’ani uslub yang dimaksud dan
paling penting diantaranya adalah Ijaz, Hadzf, Qashr, Tikrar, Dzikr al-Khash ba’d al-
‘Amm, al-I’tiradh, al-Fashl baina al-Jumlatain dan al-Iltifat. Berikut adalah masing-
masing bahasan.
1
A. Konsep Ilmu Ma’ani
Kata ma’ani ( )معانىadalah bentuk jamak (prulal) dari kata ma’na ()معنى. Secara
leksikal kata ma’ani berarti maksud atau arti. Ahli ma’ani mendefinisikannya sebagai
pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut
juga sebagai gambaran dari pikiran. Sedangkan menurut istilah, ilmu ma’ani adalah
ilmu yang mempelajari lafazh atau kata bahasa arab yang sesuai dengan kebutuhan
situasi dan kondisi. Berikut adalah definisinya dalam bahasa Arab:
.ِف بِه أَ ْحوَالُ الَّلفْظِ الْعَرَبِىِّ الَّتِى بِهَا يُطَابِ ُق ُم ْقتَضَى الْحَال
ُ َعِ ْل ُم الْمَعَانِي هُوَ الَّذِى يُ ْعر
Ilmu ma’ani adalah ilmu untuk mengetahui lafadz bahasa Arab yang sesuai
dengan situasi dan kondisi.
2
musnad. Sedangkan kata-kata selebihnya, di luar mudhaf ilaih dan shilah, disebut
sebagai qaid.
امتلأت أبو الطيب الكندي ما لولا#. مسامع الناس من مدح ابن حمدان
“ Seandainya tidak ada Abuth- Thayyib Al-Kindi, maka tidak akan penuh
pendengaran manusia dengan pujian terhadap Ibnu Hamdan.”
Pada contoh di atas Abu Ishaq Al-Ghazzi mengkisahkan bahwa Abu Ath-
Thayyib al-Mutanabbi adalah orang yang menyebarluaskan keutamaan–keutamaan
Saifud Daulah bin Hamdan. Untuk itu ia berkata, “Seandainya tidak ada Abu
Thayyib, niscaya tidak muncul kemasyhurannya, dan manusia tidak mengetahui
seluruh kelebihannya seperti yang telah mereka ketahui sekarang.” Pernyataan ini
memungkinkan Al-Ghazzi berkata benar, ataupun berkata dusta. Dan ukuran benar
dan salahnya perkataan ini bergantung dari fakta yang ada.
Contoh lain misalnya: seorang anak memberitakan bahwa ayahnya pergi ke
luar negeri sejak kemarin. Pernyataan itu bias benar dan bisa maka, dengan itu
kalam anak tersebut disebut sebagai kalam khabari.
Ragam Khabar
Ragam khabari dibagi ke dalam tiga sesuai dengan kondisi mukhatab. Kondisi
mukhatab ada tiga macam. Yaitu sebagai berikut:
1. Khaaliyudz-dzihni ()خاليَالذهن
ِ وَفِى َه ِذ ِه اْلحَالِ ُيلْقَى إِلَيْهِ اْلخََبرُ خَالِيًا مِنْ َأدَوَات،ِحكْم ُ الذهْنِ مِنَ اْل
ِّ ََأنْ َيكُ ْونَ خَاِلي
الضرْبُ مِ َن اْلخََب ِر إِبْتِدَائِيًّا
َّ وَيُسَمَّى هَذَا،ِالتَّوْكِيْد
Maknanya adalah hati mukhatab bebas dari hukum yang terkandung di dalam
kalimat (yang akan diucapkan). Dalam kondisi demikian, kalimat disampaikan
tanpa disertai adat taukid. Kalam khabar semacam ini disebut sebagai ibtida’i.
Contoh:
3
علي قَ ْدرِ أَ ْهل الْعَ ْزم تَ ْأتِى الْعَزَائِم
Kemauan itu datang sesuai dengan kadar keteguhan.
Pada contoh di atas kalimat, kondisi mukhatab hatinya bebas dari hukum
yang terkandung (khaaliyudz-dzihni). Oleh karena itu si pembicara tidak
memandang perlu untuk mempertegas berita yang disampaikan.
2. Thalabi ()طَلَبَى
ِ وَفِى هَ ِذهِ اْلحَال،ِحكْمِ طَالِبًا َأنْ يَصِلَ إِلَى الْيَقِيْنِ فِى مَ ْعرِفَتِهُ َْددًا فِى ال ِّ َأنْ َيكُوْ نَ مَُتر
الضرْبُ َطلَبِيًا
َّ وَيُسَمَّى هَذَا،َِيحْسُن تَوْكِيْ ُدهُ لَهُ لِيَتَمَكَّن مِنْ نَفْسِّه
Maknanya adalah ragu terhadap hukum dan ingin memperoleh suatu
keyakinan dalam mengetahuinya. Dalam kondisi demikian, lebih baik kalimat
disampaikan disertai dsengan lafad penguat/muakkid agar dapat menguasai
dirinya. Kalimat semacam ini didebut thalabi. Contoh:
Pada contoh di atas tergambar bahwa mukhatab sedikit merasa ragu dan
tampak padanya keinginan untuk mengetahui hakikat. Maka dalam kondisi
yang seperti ini baik sekali disampaikan kepadanya kalimat berita yang
berkesan meyakinkan dan menghilangkan keraguan. Oleh karena itu dalam
contoh ini kalimatnya diperkuat dengan inna.
3. Inkari ()إنكاري
4
Pada contoh di atas, mukhatabnya mengingkari dan menentang isi
beritanya. Dalam kondisi seperti ini kalimat wajib disertai beberapa sarana
penguat yang mampu mengusir keingkaran mukhatab dan menjadikannya
menerima. Pemberian penguat ini harus disesuaikan dengan frekuensi
keingkarannya. Oleh karena itu, kalimat pada contoh ini diperkuat dengan dua
penguat, yaitu inna dan lam.
Dalam al-Qur’an banyak ditemukan kalimat yang menggunakan kata inna
seperti:
5
banyak ditemukan ungkapan misalnya: اِ ْق َرأ ِبا ْس ِم َر ِب َك ال ِذي َخلَقatau ayat yang berbunyi
ِ َو ِن ْع َم أ َجْ ُر ْال َع.
َام ِل ْين
6
“Bersabarlah dengan sesabar-sabarnya dalam hal kematian, sebab meraih
keabadiannya itu suatu yang tidak mungkin”.
).12 الآية: اِْنفِ ُر ْوا خِفَافًا وَثِقَالاً (سورة التوبة: كَقَ ْولِهِ تَعَالَى،ِ فِ ْع ُل الأَ ْمر-2
: لُِيْنفِ ْق ُذ ْو سَعَةٍ مِ ْن سَعَتِهِ ( سورة الطلاق: اَْلفِ ْع ُل الْ ُمضَارِع الْ ُمقْتَرَن بِلاَمِ الأَ ْمرِ كَقَ ْولِهِ تَعَالَى-1
)7 الآية
الآية: ُق ْل هَُلمَّ ُشهَدَاءكُ ْم ( سورة الأنعام: كَقَ ْولِهِ تَعَالَى، اِ ْس ُم فِ ْعل الأَ ْمر-3
)251
صَْبرًا عَلَى الْمَكَا ِر ِه: كَقَ ْولِ الْعَرَب،ِصدَ ُر النَّائِبِ عَ ْن فِ ْعلِه ْ َ اَْلم-1
b. Nahyi (larangan)
Nahyi (larangan) adalah tuntutan tidak dilakukannya suatu perbuatan yang
disampaikan oleh seseorang kepada orang yang martabatnya lebih rendah. Redaksi
nahyi meliputi fi’il mudhari’, didahului dengan laa nahiyah. Adakalanya redaksi nahyi
keluar dari maknanya yang hakiki dan menunjukan makna lain yang dapat dipahami
dari susunan kalimat serta kondisi dan situasinya, seperti dengan tujuan doa, iltimas,
tamanni, irsyad, taubah, tai-is (pesimistis), tahdid, dan tahqir (penghinaan). Contoh
dalam QS.Al-an’am: 152 berbunyi: وَلاَ تَ ْقرَُب ْوا مَالَ الْيَتِيْم إِلاَّ باِلَّتِي هِيَ أَ ْحسَنartinya: “dan
janganlah kau dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat.
(QS Al-an’am: 152)”. QS. An-nuur:22 berbunyi: و لا يأتل اولوا الفضل منكم و السعة ان
يؤتوآ اولى القربى, artinya “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan
dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi
(bantuan) kepada kaum kerabatnya. (QS. An-nuur:22)”. Abul-ala al-ma’arri berkata
sebagai berikut:
7
فإن خلائق السفهاء تعدى# و لا تجلس إلى أهل الدنايا
Dan janganlah kamu berteman orang yang berselera rendah, karena akhlak orang-
orang bodoh itu menular.
c. Istifham
d. Tamanni
َطَلبُ أَ ْمرٍ َمحْبُوْبٍ لاَُيرْجَى حُصُوْلُهُ إِمَّا ِلكَوْنِهِ مُسَْتحِيْلاً َوإِمَّا ِلكَوْنِهِ مُ ْمكِنًا غَيْ َر:اَلتَّمَنِى
ِمَطْمُوْعٍ فِى نَْيلِه
Tamanni adalah mengharapkan sesuatu yang tidak dapat diharapkan
keberhasilannya, baik karena memang perkara itu mustahil terjadi, atau mungkin
terjadi namun tidak dapat diharapkan tercapainya.
Bila sesuatu yang menyenangkan itu dapat diharapkan tercapainya, maka
pengharapannya disebut taraji. Kata-kata yang dipergunakan untuk tamanni adalah
laita, dan kadang-kadang dipakai juga kata-kata hal, lau, dan la’alla atas dasar
tujuan balaghah. Contohnya Ibnur-rumi berkata tentang bulan ramadhan
ب
ِ “فَليْتَ اللَّْيلَ فِْيهِ كَا َن شَ ْهرًا * وَمَرَّ نَهَا ُرهُ م ََّر السَّحَا
artinya “Maka alangkah baiknya jika satu malam bulan ramadhan itu lamanya
sebulan, sedangkan siangnya berjalan secepat perjalanan awan”.
“maka adakah bagi kami pemberi syafa’at yang akan memberi syafa’at bagi
kami?(QS. Al-a’raf : 53)”. Firman Allah dalam QS. Al-Qashash:79: “….. ت لَنَا ِمثْ َل َمآ
َ يَلَ ْي
َ ”ا ُ ْو ِتartinya: “Aduhai, seandainya kita mempunyai seperti apa yang telah
ُ َي ق
َار ْون
diberikan kepada qarun. (QS. Al-Qashash:79)”.
8
Contoh lainnya sebagai berikut:
e. Nida’ (seruan)
ْب أَ ْدعُو
َ ب الإِقْبَالِ ِبحَ ْرفٍ نَاِئبٍ مَنَا
ُ َطَل: َاء
ُّ اَلنِّد
Nida’ adalah menghendaki menghadapnya seseorang dengan menggunakan
huruf yang menggantikan lafaz ad’uu. Huruf- huruf nida itu ada delapan : hamzah ()ء,
ay ()اي, yaa ()يا, aa ()آ, aay ()آي, ayaa ()ايا, hayaa ()هيا, dan waa ()وا. Hamzah dan ay
untuk memanggil munada yang dekat, sedangkan huruf nida’ yang lain untuk
memanggil munada yang juah. Adakalanya munada yang jauh dianggap sebagai
munada yang dekat, lalu dipanggil dengan huruf nida’ hamzah dan ay. Hal ini
merupakan isyarat atas dekatnya munada dalam hati orang yang memanggilnya.
Adakalanya munada yang dekat dianggap sebagai munada yang jauh, lalu dipanggil
dengan huruf nida’ selain hamzah dan ay. Hal ini sebagai petunjuk atas ketinggian
derajat munada, atau kerendahan martabatnya, atau kelalain dan kebekuan hatinya.
Kadang-kadang nida’ dapat menyimpang dari maknanya yang asli kepada makna
lain, dan hal ini dapat diketahui melalui beberapa qarinah, seperti sebagai teguran,
untuk menyatakan kesusahan, dan untuk menghasut.
Contohnya adalah ungkapan Abu nuwas:
” يا رب ان عظمت ذنوبي كثرة# “فلقد علمت بان عفوك اعظم
Wahai Rabb-ku, seandainya dosa-dosaku sangat besar, maka sesungguhnya
aku tahu bahwa pengampunan-Mu itu lebih besar”.
Al-farazdaq menyombongkan nenek moyangnya dan menghina Jarir dengan
senandung:
9
C. Insya’ Ghair Thalabi ()اَلَنَشَاءََغيرَالطَلَبَى
ُجبُ وَالْمَ ْدحُ وَالذَمُّ َواْلقَسَم
ُ اَلتَ َع: وَلَهُ صِيَغٌ كَثِْي َرةٌ مِنْهَا،الطلَبِى مَا لاَ يَسْتَ ْدعِى مَ ْطلُوْبًا
َّ َُوغَْير
َِوأَفْعَا ُل الرَّجَاء وَكَذَلِكَ صِيَ ُغ الْعُقُ ْود
Maknanya adalah bahwa Kalam Insya’ Ghair Thalabi merupakan kalimat yang
tidak menghendaki terjadinya sesuatu. Kalam jenis ini banyak bentuknya, antara lain
ta’ajjub ( kata untuk menyatakan pujian ), adz-dzamm (kata untuk menyatakan
celaan), qasam, kata-kata yang diawali dengan dengan af’alur raja, dan demikian
pula kata-kata yang mengandung makna akad ( transaksi ). Contoh Ash-Shimmah
bin Abdullah berkata sebagai berikut:
Dalam makalah ini jenis kalam insya ghair thalabi tidak akan dijelaskan secara
panjang lebar sebab, jenis kalam ini bukanlah bidang pembahasan ilmu ma’ani.
10
2. Kriteria Uslub yang baik
Uslub yang baik adalah yang efektif yang sesuai dengan definisi balaghah ,
yaitu uslub yang dapat menimbulkan efek psikologis , bahkan efek artistic
(keindahan) sehingga dapat menggerakan jiwa pembicara untuk memberikan
respon perkataan atau reaksi perbuatan atau dua-duanya, sesuai dengan yang
diinginkan oleh pembicara.
Uslub yang efektif harus memenuhi dua kriteria, yakni: bernilai fashahah, dan
sesuai dengan almaqaam (situasi dan kondisi). Jadi uslub yang efektif atau
uslub yang bernilai balaghah adalah uslub yang fasih serta sesuai dengan satu
lebih aspek situasi ujaran, yaitu: tujuan, mutakallim dan mukhatab, uslub yang
disampaikan sesuai dengan tempat dan waktu ujaran, termasuk latar belakang
fisik dan lingkungan sosial.
11
penganiayaan, hilangnya kenikmatan, dan dari hal-hal yang menakutkan yang
lain.
Contoh lain diantaranya terdapat di dalam QS Annazi’at ayat 31:
12
b) Ijaz hadzf ()الحذف
هَذَا الإِْيجَازُ َيكُ ْونُ فِي اْلحَذْف نَفْسِّه مَعَ وُجُ ْودِ َقرِيْنَةٍ تُوَضِّحُ عَ ِن.إِْيجَازُ اْلحَذْف
ٍ َوهَذَا الْ َمحْذُوْف قَدْ َيكُ ْونُ َحرْفًا أَوْ ِاسْمًا أَوْ جُ ْملَةً أَوْ شِبْه جُمْلَة،ِالْ َمحْذُوْفِ وَتُشِْيرُ إِلَيْه
.أَوْ جُمَلًا عَدِيْدَة
yairu ijaz dengan cara membuang sebagian kata atau kalimat dengan
syarat ada qarinah yang menunjukan adanya lafadz yang dibuang tersebut.
Hal yang dibuang tersebut terkadang adalah hurf, ism, jumlah, syibh jumlah,
atau kalimat-kalimat yang banyak.
Alhadzf artinya ‘menghilangkan’ yaitu menghilangkan salah satu atau
beberapa unsur dari konstruksi sintaksis yang lengkap, mulai dari
menghilangkan huruf hijaiyah yang ikut membentuk suatu kata, kelompok
kata sampai menghilangkan satu kalimat atau lebih. Dalam Bahasa
Indonesia uslub hadzf disebut gaya ‘elipsis’.
13
َضبٌ مِنْ رَبِّهِ ْم ِوذِلَّ ٌة فِى الْحَيو ِة تَقْدِْي ُرهُ "إَِّتخَذُوا الْ ِعجْل
َ َغ بِه
"جزِى الْ ُم ْفتَرِْينَ إِلَهًاْ َ وَكَذلِكَ ن،الدُّْنيَا
)251 :(الأعراف
– ًس أُمَّةً وَاحِ َدةً فبَ َعثَ الل ُه كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِ َدة ُ حَذْفُ الْمَعْطُوْف كَانَ النَّا
ُ فبَ َعثَ الله- )َشرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ وَأَْنزَلَ مَعَ ُهمُ (فَاخَْتلَفُوْا ِّ النَّبِيِّيْنَ مُب َعلَيْه
ََشرِيْنَ وَمُنْذِرِيْن
ِّ حكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا النَّبِيِّيْنَ مُب
ْ اْلكِتَابَ بِاْلحَقِّ لَِي
....إلخ )123 :(البقرة.... ِاخَْتلَفُوْا فِيْه
فَِإذَا أَيْ فَِإنْ خِفْتُم فـَّــــ،جَوَابِ فَِإنْ خِفْتُمْ َفرِجَالاً أَوْ رُكْبَانًا ُحَذْف
(صَلُّوْا) رِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا:(البقرة... ِأَمِنْتُ ْم فَاذْ ُكرُوا الله الشرْط
َّ
)132
B. Attikrar ()التكرار
a. Pengertian Attikrar(()التكرار
Untuk mendapatkan kalimat yang efektif (yang benilain balaghah)
dalam situasi tertentu digunakan pengulangan ()اَلت ْك َرار. nama lain dari ()اَلت ْك َرار
adalah perulangan atau repetisi. Hal ini dimaksudkan bahwa kata yang
diulang menunjukan hal tersebut penting. Yang dimaksud pengulangannya
adalah pengulangan sebuah kata atau kelompok kata yang sama persis.
مِـمَّا يُعْطي،ِ َوهُوَ يَقْتَضِي ِت ْكرَار ُحرُوْف بِعَيْنِهَا فِي اْلكَلاَم،ِت ْكرَارُ اْلحَرْف
حرُوْف اِبْعَادًا َتكْشف عَنْ حَالَةِ النفسية ُ ك ال
َ ْالاَلْفَاظ الَّتِي َترُد فِيْهَا ِتل
14
2) Attikrar tidak bersambungan, yang dimaksudkan adalah pengulangan
tidak bersambung karena ada pemisah, seperti mausul terpisah oleh
silah mausul
الأمثلة التكرار
َ) وَمَا َأدْرىك1( ُ) مَا الْقَا ِرعَة2( ُاَلْقَا ِرعَة Attikrar
bersambungan/pengulangan
)3( ُمَالْقَا ِرعَة hurf,
الرسُول
َّ َأطِيْعُوا الله َوَأطِيْعُوا Attikrar tidak bersambungan
َّثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِيْنَ عَ ِملُوا السُّوْءَّ ِبجَهَالَ ٍة ثُم Attikrar unsur pertama
َ dalam jumlah
ْصَلحُوْا إِنَّ رَبَّكَ مِن ْ َتَابُوْا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ َوأ
بَعْ ِدهَا لَغَفُوْرٌ رَحِيْم
C. Dzikr al-Khash ba’d al-‘Amm dan Kebalikannya ()ذكر الخاص بعد العام والعكس
Dzikr al-Khash ba’d al-‘Amm Adalah menyebutkan yang ‘am kemudian
diikuti yang lebih khusus tujuannya untuk memberi penekanan atau menonjolkan
yang khas. Misalnya firman Allah Swt.:
15
D. al-I’tiradh ()االعتراض
Al-I’tiradh adalah menyisipkan ungkapan dalam teks. Seperti QS. Al-Baqarah:
24:
َ فَاتَّقُوا النَّا َر الَّتِي وَقُو ُدهَا النَّاسُ وَاْلحِجَا َرةُ ۖ ُأعِدَّتْ لِ ْلكَاِفرِين-وَلَن تَفْ َعلُوا- فَإِن لَّمْ تَفْ َعلُوا
)11 : (البقرة
Kalimat ولن تفعلواkalimat i’tiradh yang berguna untuk memberikan penegasan.
)211 قال يا آدم هل أدلك على شجرة الخلد (طه/ فوسوس إليه الشيطان
Kalimat kedua merupakan penjelas bagi kalimat pertama.
F. al-Iltifat ()االلتافت
Adalah mengalihkan perhatian mukhatab dari satu ke yang lain missal dari kata
ganti orang pertama menjadi kata ganti orang kedua atau ketiga dan sebaliknya.
Contoh QS. Al-Fatihah ayat 2-5:
ُستَعِين
ْ َ( إِيَّاكَ نَ ْعُب ُد وَإِيَّاكَ ن4) ِ( مَالِكِ يَ ْومِ الدِّين3) ِ( الرَّ ْحمََٰنِ الرَّحِيم2) الْحَ ْم ُد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِي َن
(5)
Ayat di atas berpindah dari orang ketiga kepada orang kedua.
16
KEGIATAN BELAJAR 3:
Pokok-Pokok Materi
a. Konsep ilmu bayan
b. Uslub-uslub bayan
Uraian Materi
1
1. Pengertian Ilmu Bayan
Secara etimologi, bayan artinya ‘mengungkapkan’ (َ )اَلَكَشَفatau ‘menjelaskan’َ
( )اإليضاحmaksudnya adalah menjelaskan satu makna dengan berbagai ungkapan
atau berbagai uslub, apakah dengan uslub ( التشبيهperumpamaan) atau dengan uslub
( اإلستعارةmetafora, personifikasi) atau dengan uslub kiasan tergantung kepada situasi
dan kondisi.
Kata ‘kias’ atau ‘kiasan’ dalam kamus KBBI berarti antara lain : (1) perbandingan,
persamaan, ibarat, (2) sindiran, (3) analogi. Jadi uslub atau gaya Bahasa kiasan
yang dibahas dalam kajian atau ilmu bayan pada dasarnya dibentuk berdasarkan
perbandingan dengan analogi, yakni membandingkan suatu benda atau suatu
keadaan dengan benda atau dengan benda lain, karena keduanya memiliki
hubungan kesamaan, atau hubungan lain, seperti hubungan sebab akibat,
hubungan tempat, waktu dan sebagainya.
َ . Sedangkan dalam konteks ilmu balaghah, ilmu bayan adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara mengemukakan suatu gagasan dengan berbagai macam
redaksi yang beragam. Adapun menurut Imam Akdhari ilmu bayan bermakna ilmu
yang mempelajari tata cara pengungkapan suatu makna dengan menggunakan
susunan kalimat yang berbeda-beda penjelasannya.
.ِاَلْبَيَانُ فْي اصْطِلاَحِ فَهُوَ اَلْعِلْمُ الَّذِيْ يُعْرَفُ بِهِ اِيْرَادُ الْمَعْنَى الْوَاحِدِ بِطُرُقٍ مُخْتَلِفَةٍ فِي وُضُوْحِ الدِّلاَلَ ِة عَلَيْه
“Ilmu untuk mengetahui cara menyampaikan tujuan makna dengan bahasa yang
berbeda”.
Ilmu bayan pertama kali dikembangkan oleh Abu Ubaidah ibn al-Matsani (211
H). Sebagai dasar pengembangan ilmu ini, ia menulis sebuah kitab dengan judul
Majaz Al-Qur’án. Kemudian setelahnya muncul tokoh terkemuka dalam ilmu bayan
ini, yaitu: Abd al-Qahir al-Jurzani. Ilmu ini terus berkembang dan disempurnakan oleh
para ulama berikutnya, seperti: al-Jahizh ibn Mu’taz, Quddamah, dan Abu Hilal al-
Askari. Sampai kini ilmu ini sudah matang dalam kajian kebahasaaraban.
2
A. Tasybih ()التشبيه
Tasbih merupakan salah satu dari lima bidang kajian dalam ilmu bayan. Menurut
bahasa ia bermakna tamtsil yang artinya ‘perumpamaan’ atau ‘penyerupaan’. Ia juga
merupakan penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat
dengan hal lain.
Tasybih sama dengan perumpamaan atau ‘simile’ yakni perbandingan yang
dinyatakan secara ekspilisit dengan menggunakan kata-kata yang menunjukan
kesamaa, misalnya: seperti, bagaikan, laksana dan sebagainya. Dalam ilmu balaghah
disebut dengan ()أداةَالتَشبيه.
Adapun tasybih menurut pakar ilmu bayan adalah suatu istilah yang di dalamnya
terdapat penyerupaan atau perserikatan antara dua perkara (musyabbah dan
musyabbah bih), persamaan tersebut terjadi pada suatu makna (wajhu syibah) dan
dengan menggunakan sebuah alat (adat tasybih). Dalam redaksi berbahasa Arab
didefinisikan sebagai berikut:
،ٍ وَلِلتَّشْبِيْهِ َأرْبَعَةُ أَرْكَان. وَالْ َكافُ فِي كَلِمَةٍ (كَالأَعْلاَِ أَدَاةُ التَّشْبِيْه، وَكَلِمَة (الأَعْلاَِ مُشَبَّه بِه،الْمُنْشَآتِ مُشَبِّ ٌه
رُبَّ لَيْلٍ كَأََّنهُ الصُّبْحُ فِي الْحُسْنِ وَ إِنْ كَانَ أَ ْس َودَ الطَّْيلَسَا ِن
“Sering kali malam itu indah bagaikan pagi meskipun sehitam toga.”
3
ِحرِ فِي السَّمَا َحةِ وَ الشَّ ْمسِ ُعلُوًّا وَ الْبَدْرِ فِي الْإ ْشرَاق
ْ َأَْنتَ كَالْب
“Kelapanganmu bagaikan lautan, ketinggianmu bagaikan matahari, dan cahaya
roman mukamu bagaikan bulan.”
Musyabbah
No. Musyabbhah Adat tasybih Wajhu syibhah
bih
1 Malam itu Pagi Ka anna Keindahan
Lautan, Kelapangan,
2 Kamu matahari, Ka ketinggian,
bulan. cahaya.
Tamu atau Tidak memiliki
3 Umur Mitslu, ka
mimpi kepastian
Jenis-jenis Tasybih bisa dilihat dari adat tasybih dan wajh syibh, sebagai berikut:
Dilihat dari segi ada atau tidak adanya adat tashbih.
a) Tasybih Mursal ()التشبيهَالمرسل
adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya, Contoh:
ضْيتُ صَفَاءًّ وَ اِذَا مَا َسخِ ْطتُ ُكْنتُ َل ِهْيبًا
ِ َ َأنَا كَالْمَاءِّ إِنْ رmaknanya “Bila aku rela, maka aku setenang
air yang jernih; dan bila aku marah, maka aku sepanas api menyala.”
b) Tasybih Mu’akkad ()التشبيهَالمؤكد
adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya.
ٌَ الجوادَفيَالسُّرعةَبَر ٌقَخاطartinya “Kecepatan kuda balap itu bagaikan kilat
Contoh: ف
yang menyambar.” Dan contoh lain “”أنت َنج ٌم َفيَرفع ٍة َوضياءٍ َتجتليك َالعيون َشرقًاَو َغربًا
artinya “Kedudukanmu yang tinggi dan kemasyuranmu bagaikan bintang yang
tinggi lagi bercahaya. Semua mata, baik di belahan timur maupun barat,
menatap ke arahmu.”
4
Dilihat dari ada atau tidak adanya wajhu syibh.
a) Tasybih Mufashshal ()التشبيهَالمفصل
adalah tasybih yang disebut wajhu sibhnya.
Contoh: “ ”سرنا َفي َلي ٍل َبهي ٍم َكأنه َالبحر َظَل ًما َو َإرهابًاartinya “Aku berjalan pada suatu
malam yang gelap dan menakutkan, bagaikan berjalan di tengah laut.”.
ُِأَيْنَ أَزْمَ ْعتَ أَُّيهَاذَا اْلهُمَاُِ؟ نَحْنُ نَبْتُ الرُّبَا وَ اَْنتَ الْغَمَا
“Ke manakah Tuan hendak menuju, wahai raja yang pemurah? Kami adalah
tumbuh-tumbuhan pegunungan dan Tuan adalah mendung.”
B. Al-Isti’arah ()اإلستعارة
1. Pengertian Al Isti’aroh
Al-Isti’arah ( )اإلستعارةsecara bahasa artinya ‘meminjam’ maksudnya
meminjam suatu kata untuk mengungkapkan suatu makna, misalnya
ُّ = اkegelapan) untuk makna musyrik dan kata (= النُّور
meminjam kata (لظلمات
cahaya) untuk makna iman dalam ayat:
ُّ َلتخرجَالناسَمن.....
َ )1َ:َ(إبراهيم......َالظلماتَإلىَالنُّورَبإذنَربهم
5
“.....Supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya
terang benderang dengan izin Tuhan mereka....”
Jadi isti’aroh adalah penggunaan kata-kata bukan dalam pengertian
ُّ )الdan ( )النُّورdalam
sebenarnya, melainkan dalam arti kiasan, seperti kata (ظلمات
ayat di atas yang digunakan bukan dalam arti ‘kegelapan’ dan arti ‘cahaya’
melainkan dalam arti ‘syirik’ dan ‘iman’.
ْ كَأَن،ٍحوِْيُله مِ ْن مَكَانٍ إِلَى آخَر ْ َ رَ ْف ُع الشَّ ْيء وَت،ً اَلِا ْستِعَارَ ُة ُلغَة،ًالاِ ْستِعَارَ ُة ُلغَةً وَْاصطِلاَحا
فَقَدْ عَرََّفَهَا كَثِْي ٌر،ًصطِلاَحا
ْ أَمَّا ا،ي حَوََّلتُهُ مِ ْن يَدِهِ إِلَى يَدي ْ َ أ،ً اِ ْستَعَ ْرتُ مِنْ ُفلاَنٍ شَْيئا:يُقَال
وَ ُكلُّ أَ ْقوَالِهمْ فِي مَا يَتَعَلََّ ُق فِيْهَا تَتَلَخص فِي أنََّها،ج ْرجَانِي ُ كَالْجَاحِظ واَْل،ِّمِنَ الأُدَبَاءِّ وَالُْبلَغَاء
ت لَ ُه ِلشِْبهٍ بَْينهُمَا؛ بِهَدَفِ التَوَسَُّعِ فِي
ْ َّ أَ ْو جَاء،ِ أَ ْو مَ ْعنَى لِغَْيرِ مَا وُضِعَت بِه،اسْتِ ْعمَال كَلِمَة
.شبِيهٌ حُذِف أحدُ أرَ ْكاَنِه ْ َ أَ ْو هِيَ ت،ِالْفِ ْكرَة
6
ََأوَهوَوجهَالشبه،أيَاللفظَالـمـنقولَبينَالـمشبهَوالـمَشبهَبه
d. Qarinah ()القرينة
َوإماَحالي َةٌَتبينَالحال،ٌَوهيَإماَلفظية،َهيَالتيَتمنعَمنَإرادةَالمعنىَالحقيقي:القرينة
3. Pembagian Isti’aroh
Dari segi qarinahnya isti’aroh dibagi menjadi tasrihiyah dan makniah.
a. Isti’aroh tasrihiyah (ارة التَّص ِْري ِْحيَّ ْة
َ َستِع
ْ )ا ِال
ََأوَماَاستعيرَفيهَاَلَفظَالـمشبه،َأوَصرحَفيهاَبلفظَالـمشبهَبه،َوهيَماَذكرَفيها:ٌاستعارةٌَتصريحية
َبهَللمشبه
Adalah isti’aroh yang dapat dikategorikan kedalam gaya Bahasa
‘metafora’ dalam Bahasa Indonesia. Atau dalam pengertian lain
sebagai berikut:
َ َهيَماَصرحَبلفظَالمشبهَبه
“Isti’aroh tasrihiyah adalah isti’aroh yang disiratkan dengan musyabbah bih”
Contoh:
)Saya melihat singa di kelas(َرأيتَأسدًاَفىَالفصل
ٌَ َ )رَجdiserupakan
Pada contoh di atas, seorang yang pemberani ( ل َشَجَاع
dengan singa ( )أَسَ ًدَاkarena sama-sama memiliki sifat keberanian.
Contoh dari ayat Al Qur’a n yang mengandung isti’aroh tasrihiyah
َ )Tunjukilah kami jalan yang lurus (َ)6َ:إهدناَالصراطَالمستقيمَ(الفاتحة
Maksud jalan yang lurus pada contoh di atas adalah agama yang hak
(Islam).
َ
b. Isti’aroh makniah (ارة ا َ ْل َم ْكنِيَّة
َ َستِع
ْ )ا ِال
Isti’aroh makniyah adalah kalimat yang musyabbah bih nya dibuang lalu
disiratkan dengan sesuatu dari salah satu sifatnya.
َ َهيَماَحذفَفيهاَالمشبهَبهَورمزَلهَبشيءٍ َمنَلوازمه
Dalam definisi lain dikatakan bahwa isti’aroh makniah adalah isti’aroh yang
dapat disamakan dengan gaya Bahasa ‘personifikasi’, yaitu jenis kiasan yang
meletakan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang
abstrak.
7
-1استعارة أصلية :أي أن يكون اللفظ المُستعار اسماً جامداً غير مُشتق ،مثل قول الشاعر( :عضََّنَا الدهر
بنابه.....ليتَ ما حلََّ بناِبهْ .فقد شُبَِّه الدهر بحيوان مُفترِس ،ثم حُذِف المُشبََّه به ورُمِز إليه بشيء من
لوازمه وهو العض ،والدهر اسم جامد.
-2استعارة تبعي ة :وهي أن يكون اللفظ المُستعار اسماً مشتقاً ،أو فعلاً مثل قول الله تعالىَ ( :ولَما َس َكتَ عَن
ب ]٠٢[.فلفظة سكت مستعارة ،وهي بدل كلمة انتهى ،وقد شُبَِّه الغضب بإنسان ،ثم حُذِف ض ُموسَى الغَ َ
المُشبََّه به وهو الإنسان ،وقد رُمِز إليه بشيء من لوازمه وهو السكوت.
تُقسَم الاستعارة من حيث طرفيها باعتبار المُلائِم -أي شيء يلائم المُشبََّه به:-
-1الاستعارة المُرشحة :وهي ما ذُكِر معها ملائم المُشبََّه به ،أي المُُُّستعار منه ،والمُلائم شيء يلائم المُشبََّه
به ،ومثال ذلك قول الشاعر( :إذا ما الدهر جر على أناس.....كلاكله أناخ بآخرينا .ومعنى البيت أنََّ عادة
الدهر تكدير العيش على الناس ،فيصيب أناساً بأذى ،ثم ينتقل ليصيب آخرين ،وقد شبه الدهر بجَمل إلا
أنه حذف المُشبََّه به (الجمل ،وأشار إليه بلفظ كلاكل ،ويعني الصََّدر ،والقرينة هي إثبات الكلاكل للدهر.
-2الاستعارة المُجرََّدة :وهي ما ذُكر معها ملائم المُشبََّه أي المُستعار له ،وعلى سبيل المثالَ ،قوْل" :رحم الله
امرءاً ألجم نفسه بإبعادها عن شهواتها" ،حيث شُبَِّهت النفس بجواد يُكبَح ،وحُذِف لفظ الجواد ،ورُمِز
إليه بشيء من لوازمه وهو الإلجاِ.
-3الاستعارة المُطلَقة :وهي التي خلت من ملائمات المُشبََّه والمُشبََّه به ،أو هي أيضاً ما ذُكِر معها ملائمات
المُشبََّه والمُشبََّه به معاً ،ومثال ما خلت من الملائمات قول المتنبي( :يا بدر يا بحر يا غمامة يا......ليث
الشرى يا حِماِ يا رجل .والمُشبََّه هنا المَمدوح ،والمُشبََّه به كلَّ من البدر ،والبحر ،والغمامة ،وليث
الشرى ،والحِماِ ،والقرينة هي النداء ،وهي خالية من ما يلائم المُشبََّه والمُشبََّه به؛ ولذلك سُمَِّيت بالمُطلَقة.
تُقسَم الاستعارة أيضاً إلى مُفرَدة ،ومُركََّبة ،وفي ما يأتي بيان لكلٍَّ منهما:
.1الاستعارة المُفرَدة :هي التي يكون المُستعار فيها لفظاً مفرداً ،كالاستعارة التصريحية والمكنية.
.2الاستعارة المُركََّبة :وهي التي يكون المُستعار فيها تركيباً وليس لفظاً ،وتُسمََّى بالاستعارة التمثيلية ،وهي
تركيب استُعمِل في غير موضعه؛ لعلاقة المُشابَهة مع قرينة مانعة من تحقيق المعنى الأصلي ،ومثال ذلك
قول" :لا تنثر الدر أماِ الخنازير!" ،والمعنى الحقيقي هنا هو النهي عن نثر الدر أماِ الخنازير ،إلا أنه يُقال
مجازاً لمن يقدَِِّ النصيحة لمن لا يفهمُها ،أو لا يأخذُ بها .وهنا شُبَِّه من يقدَِِّ النَُّصح لمن لا يفهمه ،أو لا
يعمل به ،بمن ينثر الدر أماِ الخنازير؛ إذ إن كليهما لا ينتفع بالشيء الثمين الذي أُلقِي إليه ،والقرينة التي
تمنع من إرادة المعنى الحقيقي حالية تُفهَم من سياق الكلاِ.
خصائص الاستعارة الاستعارة صفة من صفات البلاغة ،وفصاحة القول ،فهي تعطي معنىً كثيراً بلفظ
يسير ،ومن خصائصها التشخيص ،وتجسيد المعنى ،وبث الحياة في الجماد ،وتقريب المعنى ،وإبرازه أيضاً.
8
إجراء الاستعارة يُقصَد بإجراء الاستعارة تحليلها إلى عناصرها الأساسية التي تتألف منها ،ويشمل التحليل
تعيين كلَِّ من المُشبََّه ،والمُشبََّه به في الاستعارة ،ووجه الشََّبه ،أو الصفة التي تجمع بين طرفي التشبيه (المُشبََّه
والمُشبََّه به ،ونوع الاستعارة ،وكذلك نوع القرينة التي تمنع من إرادة المعنى الحقيقي ،وكونها لفظية ،أو
حالية تُفهَم من سياق الكلاِ ،والمثال الآتي يوضَِّح عناصر الاستعارة؛ إذ يقول ابن المُعتز( :جُمِع الحق لنا في
إماِ ......قتل البخل وأحيا السماحا وفي البيت استعارتان :الأولى في قتل البخل؛ حيث شُبَِّهت كلَُّ مظاهر
البخل (وهي المُشبََّه ،بالقتل (وهو المُشبََّه به ،يجمع بينهما الزوال ،أما القرينة فهي البخل ،والاستعارة
تصريحية؛ حيث إن المُشبََّه به وهو القتل ،مُصرََّحٌ به .أما الاستعارة الثانية ففي عبارة "أحيا السماحا"؛ حيث
شُبَِّه تجديد ما تلاشى من عادة الكرِ (وهو المُشبََّه ،بالإحياء الذي هو (المُشبََّه به ،لوجه الشبه في الإيجاد
بعد العدِ ،والقرينة لفظية في كلمة السماحا؛ ولأن المُشبََّه به وهو الإحياء مُصرََّح به ،فالاستعارة تصريحية.
الفرق بين التشبيه والاستعارة لا يُستعمَل التشبيه إلا لغرضه المُستخدَِ له في أصل اللغة ،فلا يتغير عن حقيقة
معناه ،أما الاستعارة ،فهي تعليق العبارة على غير ما ُوضِعت له في أصل اللغة؛ لذلك فإن كل استعارة تتضمن
معنى التشبيه ،بينما ليس كلَُّ تشبيه استعارة.
Majaz Mursal adalah bahasa kiasan juga seperti (isti'arah) bedanya jika isti'arah
), maka mujaz mursal memakaiعَلقة َالمشابهة( 'memakai 'hubungan persamaan
), seperti dalam contoh-contoh kalimatعَلقةَغيرَالمشابهة( 'hubungan bukan persamaan',
Indonesia dan Arab berikut ini.
9
Contoh: pak sopir dapat rezeki lebih banyak hari ini.
- وينزلَلكمَمنَالسماءَرزقًاَأيَالمطرَالذيَيسببَالرزقَ
المجازُ المرسلُ هو كلمة اسْتُعْ ِمَلتْ في غَيْر مَعناها الأَصْليِّ لعلاقةٍ غير المشابهةِ مَعَ قرينةٍ مانع ٍة
من إِراد ِة المعنَى الأصْليِّ .ومِ ْن عَلاقات المجاز ال ُم ْرسَل :السَّببيَّةُ -المسَبَّبيَّةُ -الجُزئيةُ -الكليَّةُ -
اعْتبَارُ ما كانَ -اعتبارُ ما يكونُ -ال َمحَليِّةُ -الحالِّيَّةُ.
َكرُ إِلَّا
مثاله قول اللهُ -تَعَالَى ﴿ :-هُوَ الَّذِي ُيرِيكُمْ آيَاتِهِ وَيُنَزِّلُ َلكُم مِّنَ السَّمَاء رِزْقًا وَمَا يَتَذ َّ
مَن يُنِيبُ﴾ مَا الَّذي يُنزِّلُهُ -تَعَالَى -مِنَ السَّماءِّ عَلَى عِبَادِ ِه حقيقةً؟ الرزقُ أ ِ الغيثُ؟ ومَا ال َعلَاقَ ُة
بَيْنَ لَفْظِ "رزقاً" المذكورِ فِي الآيةِ والغيث؟ نحنُ نَعْلمُ أنَّ السَّماءَّ لَا تُمطرُ ذهباً ولَا فضَّةً ,ولَا تُم ِطرُ
طَعَامَاً ،ونعلمُ بأنَّ اللهَ يُكرُِِ عبا َدهُ بإنزالِ الغيثِ مِنَ السَّماء ،فالمقصُودُ -إذن -مِنْ لفظِ "رزقاً"
هُوَ المَاءُّ المنه ِمرُ مِنَ السَّماءِّ .ولمَّا كانَ الرِّزقُ مسبَّباً عنِ الغيثِ ،بِمعنَى أنَّ الغَيثَ سببٌ فِي الِّرزقِ،
بالمسببُ ليدلَّ عَلَى السَّبَ ِ كانتِ العلاقةُ بينهُمَا علاقةَ المسببِ بالسَّببِ ،والمجازُ الَّذي يُذ َكرُ فيهِ َّ
هوَ َمجَازٌ مُرسَل علاقتُ ُه المسَبَّبيَّةُ.
حرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ﴾ إنَّ كلمَةَ "رقبةٍ" فِي الآيةِ ُيرَا ُد يقولُ -تَعَالَى ﴿ :-وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَئًا فَتَ ْ
بِهَا الإنسَانُ ،ومِنَ السَّهل أنْ نَفهَمَ أنَّ استعمالَها فِي الآيةِ مجازيٌّ ،فإنَّه لَا يمكنُ أنْ يكونَ المقصودُ
تحريرَ جزءٍ مِنَ الإنسانِ وتركَ الباقِي ,وليسَ بينَهَا وبَيْنَ الإنسانِ أيُّ مشابَهَةٍ ,فلَا بدَّ مِنْ وجُودِ علاق ٍة
أخرَى ,فَمَا هِيَ؟ إنَّ الرَّقبةَ جزءٌّ مِنْ جَسَدِ الإنسانِ ولَهَا شأن كبيرٌ فيهِ ،فأُطلقَ الجزءُّ وأُرِيدَ الكلُّ,
ِن العلاق َة هنَا الجزئيَّةُ. ولِذَلكَ يُقَالُ :إ َّ
ومثلُ الآيةِ الكريمةِ فِي الدَّلالةِ عَلَى العلاقَةِ الجزئيَّة بَيْنَ المَعنَى الحقيقي والمَعنَى المجازي قو ُل
ص أسْدَى ل ُه الشَّاعرُ معروفاً فقابَلَ معروفَهُ بالجحودِ والعدَاءِّ: ث عَ ْن شَخ ٍ الشاعرِ يَتَحدَّ ُ
اشتد ساعِد ُه رَماني
ُأعَلِّمُه الرمايَةَ كُلَّ يَوٍِ َفلَما َّ
وَكَمْ علمتُه نظ َم القوافي فَلما قالَ قافيةً هجاني
وكمَا نَعلمُ أنَّ القافِيَةَ تُطْلقُ َعلَى الجزءِّ الأخيرِ مِنَ بيتِ الشِّعرِ ,ومِنَ البَدِيهي أنَّ الشَّا ِعرَ لمْ ُي ِردْ هَذَا
ُعبرُ عَنهُ مِن ِهجَاءٍ أو غي ِرهِ ،لَا يكونُ بالقافيةِ وح َدهَا، المَعنَى ِللَفظةِ القَافِيَةِ ،إذ إنَّ نَظْمَ الشِّعرِ ومَا ي َّ
10
بل بالبيتِ أو أكثرَ مِنَ الشِّعرِ ،فالشَّا ِعرُ أرَادَ هنَا بلفظةِ "قافيةً" بيتاً أو أكثرَ مِنَ الشَّعرِ ،معْ أنَّ لفظ َة
"قافيةً" لَا تَدُلُّ إلَّا َعلَى الجزءِّ الأخِيرِ مِنْهُ ،إذاً ،فإنَّ العَلاَقَةَ بَيْنَ الَّلفظِ المذكورِ "قافيةً" والمَعنَى المرا ِد
الكل هُوَ َمجَازٌ مرسل"الشِّعْر" ِهيَ علاق ُة الجزءِّ بالكلِّ ,والمجا ُز الَّذي يُذ َكرُ فيهِ الجزءُّ ليدلَّنَا َعلَى ِّ
علاقَتُ ُه الجزئيةُ.
يقولُ -تَعَالَى َ ﴿ :-وإِنِّي كُلَّمَا َدعَوْتُهُمْ لِتَغْ ِفرَ لَهُمْ جَ َعلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا
ُدهَا ثِيَابَهُمْ َوأَصَرُّوا وَاسْتَكَْبرُوا اسِْتكْبَارًا﴾ نَنْ ُظرُ فِي قولِهِ -تَعَالَى ,-فَهَل مَا يُوضَعُ فِي الأذُنِ ليَس َّ
هُوَ الإصبعُ كلُّهَا؟ لا ,لأنَّ الإنسانَ لَا يَستطيعُ أنْ يَضَعَ إِصبعَهُ كلَّهَا فِي أُذنِهِ ،بَلْ بعضاً منهَا وهِ َي
الأَنَامِلُ ,ولِهَذَا نقولُ :إنَّ الأصابعَ فِي الآيةِ الكريمةِ أُطلقتْ وأُريدَ أطرافُهَا ,والأطرافُ جزءٌّ والأصابِعُ
كلٌّ ,وال َمجَازُ الَّذي يُذ َكرُ فيهِ الكلُّ ليدلَّ َعلَى الجزءِّ هوَ مجازٌ مرسل عَلاقتُهُ الكليَّة .ومثلُ الآيةِ
ث الكريمةِ آياتٌ أخ َرى نَذْ ُكرُ مِنْهَا قولَه -تَعَالَى ﴿ :-وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُواْ أَيْدِيَهُمَا﴾ حي ُ
أَطلقَ الكُلَّ "الأيدي" وَارَا َد الجزءَّ "الأكفَّ".
قالَ اللهُ -تَعَالَى ﴿ :-وَآتُواْ الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلاَ تَتَبَدَّلُواْ اْلخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلاَ تَأْ ُكلُواْ أَمْوَالَهُمْ
إِلَى أَمْوَاِلكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا﴾ اليَتَامَى هُمُ الَّذينَ مَاتَ آباؤهُم وهُم صغَارٌ ،وقدِ اختصَّ هَذَا
الاسمُ بمَنْ لمْ يبلغْ منْهُم مبلغَ الرِّجالِ ،فهلْ يُعقَلُ أنَّ اللهَ يأ ُمرُ أنْ يُعطَى هؤلاءِّ أموالَ آبائِهِم وهُمْ مَا
زَالُوا بحاجةٍ إلَى كَافِلٍ يكفلُهم وقيِّم يقوُِ بأمورِهم؟ ,أبداً ،فالآيةَ تأ ُمرُ بإعطاءِّ الأموالِ إلى مَنْ وصَلوا
سِنَّ البلوغ والرُّشدِ منهُم بَعدَ أنْ كانُوا يَتامَى ،فكلمةُ "اليتامى" هنَا مجازٌ ,لأنَّها استُعمِلتْ فِي
ت المجازِ المرسلِ. البالغين الرَّاشِدينَ ,والعَلاقَةُ "اعتبار ما كانَ" و ِه َي إحدَى علاقا ِ
قالَ -تَعَالَى -عَنْ لسَانِ نوحٍ عليه السلاِ﴿ :وَقَالَ نُوحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ َعلَى الْأَرْضِ مِنَ اْلكَافِرِي َن
ك إِن تَذَ ْرهُمْ يُضِلُّوا عِبَا َدكَ وَلَا َيلِدُوا إِلَّا فَا ِجرًا كَفَّارًا﴾
دَيَّارًا * إِنَّ َ
فَهَلْ قَصَدَ نوحٌ عليه السلاِ أنَّ أطفالَ قومِهِ يولدُونَ فجَّاراً وكفَّاراً منذُ السَّاع ِة الأُولى مِ ْن
ولادتِهِم ،أِ أنَّ فجو َرهُم سيكونُ بعدَ بلوغِهم سنَّ الرُّشدِ؟ ومَا الاعتبارُ الَّذي أُقيمتْ بِهِ العلاقةُ بَينَ
الفاجرِ الكافرِ و المولودِ؟ يولدُ المَولودُ َعلَى الفطرةِ بريئاً لا ذنبَ لهُ ولَا إثْمَ عليهِ ،ولكنَّ مَنْ يحيطونَ
بِهِ يأخذونَهُ نَحوَ الإيمانِ أو يدفعونَهُ نَحوَ الكفرِ ،ولمَّا كانَ الفجَّارُ والكفَّارُ هُم أكثرُ المحيطين
بمواليدِ قو ِ نوحٍَ ،عرَفَ نُوحٌ عليه السلاِ أنَّ هؤلاءِّ الأطفالَ سيكونونَ بَعدَ بلوغِهِم سنَّ الرُّش ِد
صورةً لِمَن يحيطونَ بِهِم ،ف َدعَا نوحٌ عليهِم جميعَاً .وقَدْ ذَ َكرَ اللهُ -عزَّ وجلَّ -عَلَى لسَانِ نوحٍ
11
لفظَي "فاجرًا كفَّارا" قاصِداً بِهِمَا المولودَ باعتبارِ مَا سَيَكونُ عليهِ ،وهَذَا مجازٌ مرسل علاقتُهُ "اعتبارُ
مَا سََيكُونُ".
قال الله تعالى﴿ :كَلَّا لَئِن لَّمْ يَنتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ * نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ * َفلْيَدْعُ نَادِيَه﴾ هَذَا
بوعيدٌ مِنَ اللهِ -تَعَالَى ،-أيْ فليدعُ أهلَ نادِيهِ ومجلسِّهِ ,يَعنِى عشيرتَهُ ,فلينتصِرْ بِهِم إذَا حلَّ عقا ُ
اللهِ بِهِ ,والأَمرُ -هنَا -للسُّخريةِ والاستخفافِ ،فإِنَّنَا نَعرِفُ أنَّ مَعنَى النادِي مكانُ الاجتماعِ ،ولكنَّ
المحل
ُّ المقصودَ بِهِ فِي الآيةِ الكريمةِ مَنْ فِي هَذَا المكانِ مِنْ عشيرتِهِ ونُصرائِهِ ،فِهُوَ مجازٌ أُطلقَ فيهِ
وأريدَ الحالُّ ،فالعلاق ُة "المحلِّيَّةُ" ,و ِهيَ إحدَى عَلاقاتِ ال َمجَا ِز المُرسَلِ.
.
يقول الله عزَّ وجلََّ ﴿ :وأَمَّا الَّذِينَ ابْيَضَّتْ وُجُوهُهُمْ فَفِي رَحْمَةِ اللهِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾
ِبخِلافِ العَلاقَةِ فِي الحَالَةِ السَّابِقَةِ تَأتِي هَ ِذهِ الآيةُ الكريمَةُ ,فالرَّحمَةُ أمرٌ معنويُّ ومَعنَى مِنَ المعانِي
الحال
ُّ لَا ُيحَلُّ فِيهِ ,وإنَّمَا ُيحَلُّ فِي َمكَانِهِ ,فاستعمالُهُ -هُنَا -هُوَ استعمال مجازيٌّ ,قَدْ أُطلقَ فيهِ
وأُرِيدَ ال َمحَلُّ ,وإذَا ذُ ِكرَ الحالُّ وأُرِيدَ ال َمحَلُّ ،فالعلاقَةُ "حالية" ،و ِهيَ كَذَلِكَ إِحْدَى هَ ِذهِ العَلاَقَاتِ.
أن كلَّ َمجَازٍ مِمَّا سَبَقَ كانَت لَهُ علاقة غي ُر المشابه ِة استنتاج :مِنْ خِلا ِل الأمثلَ ِة السَّابِقَةِ رأيْنَا َّ
مَع قرينةٍ مانعةٍ مِنْ إرادةِ المَعنَى الأصليَ ،وهَذَا النَّوعُ مِنَ ال َمجَازِ الُّلغَوي يُسمَّى "المجا ُز المرسلُ".
َر ذِك ُرهُ. ض العَلاقَاتِ وأعرَضنَا عَن ذِكرِ بعضِهَا الآَّ َخ ِر الذي يُمك ُن إرجَاعُه إلَى مَا م َّ وقَد ذَكَرنَا بَ ْع َ
المجازُ العَقليُّ أسلُوبٌ مِنْ أَسَالِيبِ الُّل َغةِ ال َعرَبَِّيةِ ,يُعَِّبرُ عَنْ سَ َعةِ هَذِهِ الُّل َغةِ ,وقُدرِتهَا َعلَى تَجَاوزِ حدودِ الحقيقةِ
إِلَى الخَيَالِ .وقَدْ قَالَ فِيهِ عبدُ القاهِرِ الجرجاني "2:هَذَا الضَّربُ مِنَ المَجَازِ َعلَى حدَِّتهِ ,كَنْزٌ مِنْ كنُوزِ البَلا َغةِ,
ومادةُ الشَّاعر المفلقِ ,والكاتبِ البَليغِ فِي الإبداعِ والإحسَانِ والاتِّساعِ فِي طَريقِ البَيَانِ" .والمَجَازُ العقليُّ غير
اللغوي ،لأن الأخير يُستعمل فيه اللفظ في غير ما وُضع له ويراد غير ما وُضع له ،بينما يُستعمل اللفظ في
المجاز العقلي فيما وُضع له .فلو قلنا "بنى وزير التعليم العالي جامعة" استعملنا فعل بنى في معناه ،وكذلك
كلمة الوزير ،وأردنا منها دلالتهما الموضوعة ،ولكننا سلكنا مسلك مجاز آخر هو الموسوِ بالمجاز العقلي
والذي يكون فيه المجاز في إسناد وبناء الجامعة إلى الوزير ،أي أننا ادعينا في العقل أنه الوزير ,لأنه الآمر
بالبناء مسبِّبهُ هو الباني مع أنه ليس الباني حقيقة .وهذا يختلف عما لو استعملنا لفظ السبب في المُسَبب
وأردنا منه المُسَبِّب كما في المجاز اللغوي المرسل ،حيث لا يعود الوزير مستعملاً في الموضوع له.
12
والعقل هو القرينة على هذا المجاز العقلي وهذا الادعاء والتنزيل ،وهذا المجاز في الإسناد ,لأن الوزير يستحيل
في العادة أن يبنيَ جامعةً وحده ،بل هو لا يشارك في بنائها في العادة إلا رمزياً بوضع حجر الأساس ،بل
رجاله من مهندسين وعُمال هم الذين قاموا بهذا العمل ،وإسناد البناء إليه مجاز عقلي وإسناد للفعل إلى غير
صاحبه .وِلهَذَا النَّوعِ مِنَ المَجَازِ علاقاتٌ مختلفة باختلافِ الإسنادِ سنوضِّحُهَا مِنْ ِخلَالِ الأمِثَلةِ الآتيةِ:
صرْحًا لَّعَلِّي
-1علاقة السببية :يقولُ اللهُ سبحاَنهُ حِكَاَيةً عَنْ فِرعَونَ﴿ :وَقَالَ ِفرْ َعوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي َ
أَْبلُغُ الْأَسْبَابَ﴾ .فِي هَذِهِ الآيةِ نجدُ يُشبه في تحليله المثل السابق ,فالفعلُ "ابنِ" أسنِدَ إلَى غيرِ فا ِعلِهِ
بنفسهِ ,وإنَّمَا مَنْ يَقُوُِ بالفع ِل
الحقيقي ,فإنَّ هَامَانَ -وهُوَ الوزيرُ والمستشارُ -لَا يَقوُِ بِفعلِ البِنَاءِّ ِّ
هُمُ العمَّالُ والبنَّاؤونَ ,وهُوَ مَنْ يُعطِي الأَمرَ ,ولكنْ لمَّا كانَ هَذَا الوزيرُ سَبَباً فِي بِنَاءِّ الصَّرحِ ,أُسنِدَ
الفعلُ إليهِ ,فعلاَقةُ هَامَانَ بالبِنَاءِّ علاقَة سَبَبِيَّة ,ولأنَّ الفِعلَ -هنَا -أُسنِدَ إِلَى سَبَِبهِ ,وَهَذَا الإِسنَادُ غي ُر
حقيقي ,لأنَّ الإسنَادَ الحقيقي هُوَ إسنَادُ الفِعْلِ إلَى فَا ِعِلهِ الحقيقي ,فالإسنادُ هَذَا مَجَازِيٌّ ,ويُسَمَّى بـ
"المجاز العقلي".
-2علاقة الفاعلية :يقولُ الشَّا ِعرُ .سَتُبدي لَكَ الأَياُِ ما كُنتَ جاهِلاً وَيَأتيكَ بِالأَخبارِ مَن لَم ُتز ِّ
َو ِد
فِي هَذَا البيتِ إسنادُ الإبداءِّ إلَى الأيَّاِِ ,ونَحنُ نَعلمُ أنَّه لَا يُمكنُ للأيَّا ِ أنْ تُبدِيَ وتُظ ِهرَ ,وإنَّمَا هِيَ
زمان لِحُصولِ الإبْدَاءِّ ,وقَد أرادَ الشَّاعرُ حقيقةً أنْ يقولَ لمُخَاطَِبهِ :إنَّ حَوادِثَ الأيَّاِِ ستُبدِي لَكَ,
فإسنادُهُ الإبْدَاءَّ إلَى الأيَّاِِ ,مجازٌ عقليٌّ ,وبِمَا أنَّ الأيَّاَِ جزءٌّ مِنَ الزَّمَانِ ,ومَحَلٌّ لِوقُوعِ الإبداءِّ ,تكو ُن
العلاَقةُ علاَقةً "زمانية"
ومثلُ هَذَا لَو قُلنَا" :نهارُ الزَّاهِدِ صائمٌ وليُلهُ قائِمٌ" ,فإنَّ الصَّوَِ أُسنِدَ إلَى النَّهارِ ,والنهارُ لَا يصوُِ,
وإنَّمَا ُهوَ زمان للصِّيا ِِ ,وأُسنِدَ القِيَاُِ إلَى الَّليلِ ,والَّليلُ لَا يَقُوُِ ,وإنما يقاُِ فِيهِ ,ونُلاحِظُ فِي هَذَا
المثالِ أنَّه لَا يُوجَدُ فعل يُسنَدُ إليهِ وإنَّمَا اسمُ فاعلٍ ,وهَذَا جائزٌ ,لأنَّ اسمَ الفاعِلِ شبيهُ الفِعلِ فِي قُوِتهِ
وَكَذَلِكَ اسمُ المفعولِ والمَصْدَرِ.
-3علاقة المكانية :يقولُ الحَيصَ بِيص
فلمَّا َملَكْتُمْ سالَ بالدَّ ِ أبْطَ ُح مَلكْنا فكان العَ ْفوُ منَّا سَجيَّةً
لَقَدْ أُسْنِدَ سَيَلانُ الدِِ إلَى أبطحَ ,أيْ إلَى غَيرِ فَا ِعِلهِ لأنَّ الأبطَحَ مكانُ سَيَلانِ الدَِِّ وهُوَ لَا يَسِّيلُ ،وإنَّمَا
يَسِّيلُ مَا فيهِ و ُهوَ الدَُِّ ,ولمَّا كانَ الإسنادُ إلَى مَكا ِن َجرَيانِ الدَّ ِ صَارَ الإسنادُ مجَازِيَّا عَلاقَتَه "المكانيةُ".
-4علاقة المصدرية :يقولُ أبُو فِراسٍ الحَمْدَانِيُّ :سَيَذ ُكرُني قَومي إِذا جَدَّ جِدُّهُم وَفي اللَيَلةِ الظَّلماءِّ يُفتَقَدُ
البَدرُ قد أسندَ الجِدَّ إلى الجِدِّ ،أي الاجتهادِ ،وهو ليسَ بفاعلِ له ،بل فاعلُه الجادُّ -فأصله جدَّ الجادُّ
جدًّا ،أي اج تهدَ اجتهاداً ،فحذفَ الفاعلَ الأصليَّ وهو الجادُّ ،وأسندَ الفعلَ إلى الجِدِّ وهو مصدرُ
الفاعلِ الحقيقي ,وِلهَذَا كانت علاقة الإسنادَ المجازيَّ هُنَا هي "المصدرية".
13
-5علاقة الفاعلية :يقولُ اللهُ -تَعَالَى﴿ :-وَِإذَا َقرَأْتَ الْقُرآنَ جَ َعلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِالآ ِخرَ ِة
حِجَابًا مَّسْتُورًا﴾ .الحِجَابُ فِي أَصِلهِ سَاِترٌ ,وليسَ مَستُوراً ,وهنا نقولُ :أُسنِدَ ال َوصْفُ المبنيُّ للمَفعولِ
إلَى الفَاعِلِ ,وكان حقه أن يُسْنَدَ الى المفعول :لأن اسم المعفول يطلب نائب فاعل أي :مفعولاً ،لا
"الفاعليةُ" .ومثلُ الآيةِ المبارَ َكةِ قوُلهُ -
َّ فاعلاً ،فإذا أُسند إلى الفاعل كانَ هَذَا مَجَازاً عَقليَّاً عَلاقَُتهُ
.
تَعَالَى﴿ :-إَِّنهُ كَانَ وَعْدُهُ مَأْتِيًّا﴾
-6علاقة المفعولية :يقول الله -تعالىَ﴿ :-أوَلَمْ نُمَكِّن َّلهُمْ َحرَمًا آمِنًا﴾
الحرُِ لَا يكونُ آمِنَاً ,لأنَّ الإحسَاسَ بالأمنِ مِنْ صفاتِ الأحياءِّ ,وإنَّمَا هُوَ مأمون فيه ,فاسمُ الفَاعِلِ -
"المفعوليةُ"
َّ هنَا -أسنِدَ إلَى المفعولِ ,وهَذَا مَجَازٌ عَقليٌّ َعلَاقَتُهُ
القواعد الرئيسة
-1المجاز العقلي هو إسناد الفعل أو ما في معناه إلى غير ما هو له لعلاقة مع قرينة مانعة من إرادة الإسناد
الحقيقي.
-2الإسناد المجازي يكون إلى سبب الفعل أو زمانه أو مكانه أو مصدره أو بإسناد المبني للفاعل إلى
المفعول أو المبني للمفعول إلى الفاعل.
)الكناية( al-Kinayah
الكناية هي لفظ أطلق وأريد به لازِ معناه مع جواز إرادة المعنى الأصلي ،نحو (كثير الرماد أي:
كريم .التعريف الآخر أن الكناية هي لفظ يعتمد على معنيين ،واحدٌ ظاهرٌ غير مقصود ،وآخر
مخفي هو المقصود ،بمعنى أن تدل كلمة أو جملة على شيء معين بشكل مباشر ،ولكنها تخفي
شيئاً غيره بشكل غير مباشر ،وتعد الكناية من الأساليب اللغوية المستخدمة في اللغة العربية ،وترتبط
بعلم البلاغة ،وهو العلم الذي يُستخدِ في صياغة الكلمات بطريقة مؤثرة ،فيقال :فلان بليغ ،أي
يؤثر في الآخرين باستخداِ أسلوب الكلاِ المقنع ،لذلك تُستخدِ الكناية في العديد من النصوص،
وخصوصاً في القصائد الشعرية العربية ،فحرص أغلب الشعراء العرب في كافة العصور على
استخدامها في أبياتهم الشعرية ،لوصف الموصوف في القصيدة بالصفات المقترنة به .مثال
توضيحي :وقفَ مرفوع الرأس .المعنى الظاهر :هو رفع الرأس إلى أقصى ارتفاع ممكن .المعنى
المخفي :يدل على الفخر ،والاعتزاز.
أنواع الكناية
14
للكناية ثلاثة أنواع ،وهي :الصفة ،والنسبة ،والموصوف .أولا ،كناية عن الصفة هي الكناية
التي تدل على صفة تلازِ المعنى المخفي في الجملة ( ،كالصدق ،والأمانة ،والاحتراِ ،والتقدير،
والكرِ ،إلخ ، ..بمعنى ذكر العنصر الموصوف مع صفة ما ،ولكنها ليست المقصودة ،وإنما
المقصود صفة أخرى ،تُفهم من معنى الجملة .أمثلة :نرفع القبعة للمعلمات والمعلمين( .المعنى
الظاهر :هو رفع القبعة عن الرأس ،أما المعنى المخفي :هو احتراِ ،وتقدير المعلمات ،والمعلمين .
قول الشاعر أبو فراس الحمداني :إذا الليلُ أضواني بسطتُ يدَ الهوى( .المعنى الظاهر :هو تخييم
الليل على الشاعر ،ويستدل عليه من كلمة (أضواني ،أما المعنى المخفي :فقد شبه الليل بإنسان
وقد حل عليه ،وهو في حال يُرثى لها.
الثاني ،كناية عن النسبة هي الكناية التي تشير إلى الموصوف ،وصفته ،ولكنها لا تُنسب إليه
مباشرةً ،بل لشيء يدل عليه ،أو يرتبط به ،كالنسبة إلى :حُسن الخلق ،وفصاحة اللسان ،إلخ. ..
مثال :قول المتنبي :وَأسْمَ َعتْ َكلِماتي مَنْ بهِ صَمَمُ( .المعنى الظاهر :سماع الأصم لشعر المتنبي؛
وهذا ما دل على كناية السمع ،وهي صفة موجودة في كل إنسان ،ولكن الأصم :هو الإنسان الذي
لا يسمع ،ويستنتج المعنى المخفي من البيت ،أن المتنبي قاله :لمدح نفسه وشعره
الثالث ،كناية عن الموصوف هي الكناية التي تذكر الصفة ،ولا تذكر الموصوف ،أي تشير
إليه باستخداِ شيء خاص فيه ،كلقب ،أو تركيب معين .مثال :قال الشاعر إيليا أبو ماضي :تتوقى،
قبل الرحيل ،الرحيلا .المعنى الظاهر :يشير إلى الرحيل أي المغادرة .المعنى المخفي :وهو
الموصوف ،ويدل الرحيل هنا على الموت ،والذي يتضح عند قراءة البيت كاملاً ،وهو :إن شر
الجناة في الأرض نفسٌ ....تتوقى قبل الرحيـ ِل الرحيلا.
.1خصائص الكناية تعتمد الكناية في وصفها للمفردات على مجموعة من الخصائص ،وهي:
تأكيد الصفة على الشيء بوجود دليل ثابت .الإيجاز :أي الاعتماد على الكلاِ المختصر
لتوصيل المعنى .التهذيب :الابتعاد عن استخداِ أي صفات غير أخلاقية ،سواءًّ في المعنى
المخفي. المعنى أو الظاهر،
وتنقسم الكناية إلى ثلاثة أقساِ:
-1كناية عن صفة ،كقول العرب (فلان طويل الباع ،فهذا كناية عن نفوذه.
15
-2كناية عن موصوف ،كقول العرب (نحن الناطقين بالضاد ننشد المجد ،فالناطقون
بالضاد كناية عن الموصوفين ،وهم العرب.
-3كناية عن نسبة ،كقول الشاعر:
اليمن يتبع ظله * الجود يمشي في ركابه
فالصفة في الشطر الأول هي (اليمن ،و(الظل ما له صلة بالموصوف ،والكناية في الشعر
هي نسبة اليمن إلى ظل الموصوف ،وكذا في الشطر الثاني ،فـ(الجود هي الصفة،
و(الركاب ما له صلة بالموصوف ،والكناية في نسبة الجود إلى ركاب الموصوف.
16
KEGIATAN BELAJAR 4:
Pokok-Pokok Materi
a. Konsep ilmu badi’
b. Uslub-uslub badi’
Uraian Materi
1. Pengertian Ilmu Badi’ () ِع ْل ُم ا ْلبَ ِديْع
Seperti telah kita ketahui, ( )المعانىmembahas uslub (gaya Bahasa) berdasarkan
struktur kalimat, ( )البيانmembahas uslub kiasan atas dasar perbandingan dan dalam
uraian di bawah ini ( )البديعmembahas uslub terutama atas dasar pertentangan ()التضاد
dan pertautan, keserasian () التوافق.
Adapun Menurut Al-Hasyimi dalam kitab Jawahir Al-Balaghah :
1
ِعلْمٌ يُ ْعرَفُ بِهِ وُجُ ْوهُ َتحْسِيْن اْلكَلاَمِ الْمُطَابق لِمُقْتَضَى الحَالِ َوهَ ِذهِ الْوُجُوْه َترْجِعُ إِلَى
َتحْسِيْنِ الْمَعْنَى وَيُسَمَّى بِالْ ُمحَسِنَاتِ الْمَعْنَوِيَّة وَمَا َيرْجِعُ مِنْهَا إِلَى َتحْسِيْنِ الَّل ْفظِ يُسَمَّى
.ِبِالْ ُمحَسِنَاتِ الَّلفْظِيَّة
Ilmu Badi’ adalah ilmu untuk mengetahui aspek-aspek keindahan sebuah
kalimat yang sesuai dengan keadaaan, jika aspek-aspek keindahan itu berada pada
makna, maka dinamakan dengan muhassinaat al-ma’nawiyah. Dan bila aspek
keindahan itu ada pada lafadz, maka dinamakan dengan muhassinaat al-lafdziyah’.
Hal senada pun disampaikan dalam kitab Qowaid Al-Lughah Arrabiyah. Sedangkan
dalam pokok-pokok Ilmu Balaghah karangan KH. Wahab Muhsin dimana ilmu Badi’
secara bahasa adalah wazan فعيلdari بدعyang searti dengan isim maf'ulnya, yakni
sesuatu yang dibuat tanpa didahului oleh contoh.
ِعلْمٌ يُ ْعرَفُ بِهِ وُجُ ْوهُ َتحْسِيْن اْلكَلاَمِ بَعْدَ ِرعَايَ ِة الْمُطَابَقَةِ وَوُضُوْح الدِلاَلَة
Yaitu ilmu untuk mengetahui cara membentuk kalam yang baik sesudah
memelihara muthobaqoh dan kejelasan dalalahnya.
Jadi ilmu badi’ adalah ilmu bagaimana cara mengetahui keindahan lafadz dan
makna bahasa serta membuat bahasa yang indah baik lafadz maupun makna.
Uslub-uslub badi’ meliputi al-muhassinat al-lafdziyyah ( )المحسنات الفظيةdan al-
muhassinat al-ma’nawiyya ()المحسنات المعنوية. Al-muhassinat al-lafdziyyah meliputi al-
jinas ()الجناس, al-saja’( )السجعdan radd al-‘ajuz ‘ala al-shadr ( & )رد العجز على الصدرal-
muhassinat al-ma’nawiyyah meliputi al-tauriyyah ()التورية, al-thibaq ()الطباق, al-
muqabalah ()المقابلة, mura’at al-nazdir ()مراعاة النظير, al-musyakalah ()المشاكلة, al-laff wa
al-nasyr ()اللف والنشر, al-mubalaghah ()المبالغة, uslub al-hakim ()أسلوب الحكيم, ta’kid al-
madh bi ma yusybih al-damm ()تأكيد المدح بما يشبه الذم, dan I’tilaf al-lafdz ma’a al-ma’na
()ائتلف اللفظ مع المعنى.
2
2. Uslub-Uslub Ilmu Badi’ ()أساليب البديع
Uslub-uslub badi’ yang meliputi al-muhassinat al-lafdziyyah dan al-muhassinat
al-ma’nawiyyah dan masing-masing ada pembagiannya, sebagai berikut:
أساليب البديع
3
Dalam definisi lain kata kana bahwa:
ف مَ ْعنَاهُمَا
ُ ِختَل
ْ َاَْلجِنَاس ُهوَ أَ ْن تَتَّفِقَ اللَّ ْفظَتَانِ فِي وَ ْجهٍ مِنَ الْ ُو ُج ْوهِ وَي
Jinas adalah kesesuaian dua kata dalam satu bentuk dari beberapa
bentuk kata yang kedua makanya berbeda.
Para ahli ilmu badi’ mengemukakan, bahwa gaya bahasa jinas ini dapat
meningkatkan keindahan uslub, serta mempercantik ritmenya. Namun yang
perlu di ketahui bahwa kelebihan tersebut baru akan terwujud apabila gaya
bahasa jinas terjadi secara alami dan tidak di buat-buat.
Contoh jinas tamm:
: ( سورة الروم.ٍجرِ ُم ْونَ مَا لَبُِث ْوا غَْيرَ سَاعَة ْ وَيَ ْومَ تَ ُقوْ ُم السَّاعَ ُة ُي ْقسِ ُم الْ ُم: كَقَ ْولِهِ تعَاَلَى
.ِالساعَات
َّ وَ(السَّاعَ ُة) الثَّانِيَ ُة وَاحِدٌَة،) فَـ(السَّاعَ ُة) الأُ ْولَى يَ ْوم الْقِيَامَة522 الآية
Contoh jinas ghairu tamm:
َ كَقَ ْولِهِ تَعَالَى (ذَلِ ُك ْم بِمَا كُْنُت ْم تَ ْفرَ ُح ْونَ فِي الأَ ْرضِ بِغَْيرِ الْحَقِ وَبِمَا كُنُْت ْم تَ ْمرَحُ ْون
) فَكَلِمَ ُة (تَ ْفرَ ُح ْونَ) وَ(تَ ْمرَ ُح ْونَ) مُتَّفَقَتَانِ فِي وَ ْزنِهِمَا وَحَرَكَاتِهِمَا52 الآية:(سورة غافر
.)إِلاَّ فِي حَ ْرفٍ وَ ُهوَ (اَْلفَاءُ) وَ(الْمِْي ُم
b. Al-saja’ ()السجع
Al-saja’ adalah: cocoknya huruf akhir dua fashilah atau lebih. Sajak yang
paling baik ialah yang bagian-bagian kalimatnya seimbang.
ف الأَخِيْر
ِ ْحر
َ صلَتَيْن فِى اْل
ِ َلسجَعُ تَوَافُ ُق الْفَا
َّ ا
al-saja’ adalah keselarasan dua fasilah pada huruf akhir, misalnya:
)31-31 ) (اَلْغَاشِيَة31( ٌ) َوأَكْوَابٌ مَوْضُ ْوعَة31( ٌفِيْهَا ُسرُرٌ َمرْفُ ْوعَة
)5-3 ) (النجم5( ) مَا ضَلَّ صَاحُِبكُمْ وَمَا غَوَى3( َالنجْ ِم ِإذَا هَوَى َّ و
c. Radd al-‘ajuz ‘ala al-shadr (صد ِْر َ )ر ُّد الْعَ ُجز
َّ علَى ال َ
Al ‘ajuz adalah bagian belakang, sedangkan al shadr adalah bagian depan.
Radd al-‘ajuz ‘ala al-shadr berarti ‘bagian belakang ulangan dari bagian depan’.
Jadi ini sejenis gaya Bahasa repetisi (pengulangan). Dalam definisi lain
dikatakan sebagai berikut:
، لأنه مطابق لمسماه، والأول أولى،رد العجز على الصدر سماه بعضهم بالتصدير
أعني، أن يجعل أحد اللفظين المكررين: وهو في النثر.وخير الأسماء ما طابق المسمى
4
أو،المتفقين في اللفظ والمعنى أو المتجانسين وهما المتشابهان في اللفظ دون المعنى
. في أول الفقرة، وهما اللفظان اللذان يجمعهما الاشتقاق أو شبهه،الملحقين بالمتجانسين
Makna dekat ( )معنى قريبyaitu makna yang cepat dapat ditangkap oleh
mukhtob, karena konteksnya jelas, adapun makna jauh ( )معنى بعيدyang
kotkesnya kurang jelas, tapi justru makna kedua inilah yang dimaksud oleh
mutakallim.
)06 :َوهُ َو الَّذِي يَتَوَفكُمْ بِالَّيْلِ وَيَ ْعلَمُ مَا َجرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ (الأنعام )(أ
Dan dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa
yang kamu (…) di siang hari.
5
b. Thibaq ()الطباق
ِاَلطِبَاق هُ َو اْلجَمْعُ بَيْنَ مَعْنَيَيْنِ مُتَضَادَيْن
yaitu berhimpunnya dua kata dalam suatu kalimat yang masing-masing kata
tersebut saling berlawanan dari segi maknanya ( Ali Al-Jarim dan Musthafa
Amin). Attibaq termasuk gaya Bahasa yang mengandung gagasan yang
bertentangan ()تضاد, dengan menggunakan ‘kata yang berlawanan’.
Penggunaan kata-kata yang berlawanan tidak berarti merusak tatanan makna,
melainkan justru akan menambah keindahan makna, ibarat pakaian atau
perhiasan yang menampilkan desain atau warna yang kontras, akan
meningkatkan daya guna serta keindahan peralatan tersebut.
ث
َ ِيَأْ ُم ُرهُمْ بِالْمَ ْعرُوْفِ وَيَنْههُمْ عَنِ الْمُْن َكرِ وَُيحِلُ لَهُمُ الطَّيِبَاتِ وَُيحَرِمُ َعلَيْهِمُ اْلخَبئ
)325 :(الأعراف
6
Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkat dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.
Ayat tersebut terdiri dari dua muqobalah, setiap muqobalah dapat dijabarkan
seperti berikut:
ِ) يَأْ ُم ُرهُمْ بِالْمَ ْعرُوْفِ وَيَنْههُ ْم عَ ِن الْمُْنكَر3(
)ِ عَ ِن اْلمُْن َكر- ْ (وَيَنْههُمx )ِبِالْمَ ْعرُوْف- ْ(يَأْ ُم ُرهُم
f. Istikhdam ()إستخدام
Istikhdam adalah menyebutkan suatu lafazh yang mempunyai makna dua,
sedangkan yang dikehendaki adalah salah satunya. Setelah itu diulangi oleh
kata ganti dhamir yang kembali kepadanya atau denagn isim isyaroh dengan
makna yang lain, atau diulangi dengan dua isim dhamir, sedangkan yang
dikehendaki oleh dhamir yang kedua bukan yang dikehendaki oleh dhamir
yang pertama.
7
g. Al Musyakalah ()المشاكلمة
Al Musyakalah ( )المشاكلمةsecara Bahasa berarti ‘menyamai atau mengimbangi’
maksudnya mengungkapkan suatu makna dengan menggunakan kata lain
untuk mengimbangi atau menyerupai bentuk kata yang disebut
sebelumnya.contoh:
ْ َّلف َوالن
h. Allafu wa al nashyar (شر ُ َّ)ا َل
Secara Bahasa ( )اللف والنشرartinya : ‘melipat dan membentangkan’ maksudnya
melipat (menghimpun) dua hal atau lebih, lalu disusul (dibentangkan) oleh
keterangan masing-masing secara berurutan atau tidak. Contoh:
)51 :َصص
َ َ (اَلْق... ضلِ ِه
ْ َسكُنُوْا فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ ف
ْ َوَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ َلكُ ُم الَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِت
“Dan karena rahmatnya Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya
kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari
karunia Nya (pada siang hari)”.
i. Al Mubalaghoh ()المبالغة
Maksudnya ialah ucapan (ungkapan, pernyataan) kiasan yang dibesar-
besarkan (berlebih-lebihan), dimaksudkan untuk memperoleh efek tertentu.
Jadi ( )المبالغةtermasuk gaya Bahasa kiasan yang menyatakan sesuatu dengan
berlebih lebihan mengenai jumlahnya, ukurannya atau sifatnya, baik masih
dalam batas yang diterima adat kebiasaan atau akal, atau di luar kebiasaan
dan akal.
Definisi lain diantaranya adalah:
8
وَتَأْتِي،ِالشيْءِ إِلَى حَدِِّ الِاسْتِقْصَاءِ َواْلوُصُول بِه إِلَى غَايَتِه َّ اَلْاِجْتِهَادُ فِي:ِاَلْمُبَالَغَةُ فِي اللُغَة
بَالِغ فِي:ً يُقَالُ لُغَة،ِِالشيْءِ عَنْ حَ ِّدِهِ الَّذِيْ هُوَ لَهُ فِي اْلحَقِيْقَة
َّ َو ِهيَ الزِيَا َدةُ ب،ِبِمَعْنَى الْمَغَالَاة
.ً وَإِذَا غَالى فِْيه أيضا، إَذَا اجْتَهَدَ فِْيهِ وَاسْتَ ْقصى،ًاْلأَمر مُبالغةً وبلاغا
Contoh uslub mubalaghah dalam Al Qur’an:
)53 : (الحشر.... َِدعًا مِنْ خَشْيَ ِة الله
ِ لَ ْو أَْنزَلْنَا هذَا الْ ُقرْآنَ َعلَى جَبَلٍ َل َرأَيْتَهُ خشِعًا مُتَص
“Kamu sekiranya kami turunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti
kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya
kepada Allah”.
9
dan kehidupan umum, sekaligus sebagai isyarat bahwa yang seyogianya
ditanyakan adalah masalah yang disebutkan terahir.
: قَالُوْا تَاللهِ تَفْتَؤُا تَذْكُرث يُ ْوسُفَ حَتى َتكُوْنَ َحرَضًا أَوْ َتكُ ْونَ مِنَ الْهَالِكِْينَ (يوسف
)82
Mereka berkata (kepada ayah mereka, nabi Yakub) : “Demi Allah senantiasa
kamu mengingat Yusuf, sehingga kamu mengidap penyakit yang berat atau
termasuk orang-orang yang binasa”
Dalam ayat ini digunakan huruf ‘sumpah’ ( تــ:)تالله yang jarang sekali
digunakan hingga boleh jadi asing bag telinga orang pada umumnya
dibandingkan dengan huruf sumpah lain, yaitu (والله/)بالله.
10