Anda di halaman 1dari 11

138 |138

LAFAZ DITINJAU DARI SEGI CAKUPANNYA


(‘ÂM - KHÂS - MUTHLAQ - MUQAYYAD)

Muhammad Amin Sahib


UIN AlauddinMakassar Dpk di Universitas Negeri Makassar
Email: amin.sahib1974@gmail.com

Abstract: Lafaz is an expression to understand a thing. The meaning of lafaz was


strongly influenced by anything that followed it.Lafadz could have significant
meaning:âm (general), khâs (specific), muthlaq (definite) and muqayyad (bound).
This article explains how lafadz has a general, specific, definite, and bound meaning
to explain the rules / regulations that may affect it. It exposed them by mentioning
some opinions and compared them with examples from the Koran and Hadith to find
a more clear understanding of the arguments of Syara’.

Abstrak: Lafaz adalah suatu ungkapkan yang dengannya dapat dipahami satu hal.
Namun makna dari lafaz itu sangat dipengaruhi dengan sesuatu yang bergandengan
dengannya. Makna daripada lafaz bisa saja bermakna âm (umum) khâs (khusus),
muthlaq (pasti) dan muqayyad (terikat). Tulisan ini akan mengetengahkan bagaimana
lafaz dapat bermakna am, khas, muthlaq dan muqayyad dengan menjelaskan
kaidah/ketentuan yang dapat mempengaruhinya. Penulis akan memaparkannya
dengan menyebutkan beberapa pendapat dan membandingkannya disertai dengan
contoh-contoh dari al-Quran dan Hadis untuk menemukan satu pemahaman yang
lebih jelas dari satu dalil syara’.

Kata Kunci: Usul Fiqh, Lafaz, Am-Khas, Mutlaq-Muqayyad.


I. PENDAHULUAN akan memahami nash dan menggali
hukum yang terkandung di dalamnya
Dalam bahasan ushul
harus menguasai bahasa Arab. Lebih
fiqh, bahasa Arab adalah salah satu
jauh lagi ia harus memahami detil-detil
ilmu pendukung yang sangat penting
idiom (ibarat) dalam bahasa Arab,
dalam rangka menggali dan
menguasai gaya bahasa yang
memahami
menggunakan ta’bir hakiki pada kondisi
hukum syara’ yang bersumber dari al-
tertentu dan menggunakan ta’bir majaz
Quran dan Sunnah Rasul.
pada kondisi yang lain, menggunakan
Hal ini sangatlah
ta’bir lafaz ‘âm pada kondisi tertentu
logis, mengingat nash-nash hukum
dan lafaz khâs pada kondisi lainnya,
Islam adalah nash-nash yang memakai
demikian juga dengan lafaz muthlaq
bahasa Arab. Karena itu, seorang yang
dan muqayyad. Kesemuanya ini, hanya
139 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

dapat dimengerti dengan menyimak menunjukkan pada jumlah yang


makna lafaz yang dikandungnya. banyak dan satuan yang termasuk
Berpedoman dari latar belakang dalam pengertiannya dalam satu
di atas, maka pembahasan artikel ini makna yang berlaku.1 Adapun yang
difokuskan pada aspek cakupan lafaz dimaksud dengan satu makna yang
yaitu: pertama, segi cakupan lafaz berlaku yaitu lafaz yang tidak
terhadap bagian satuan yang termasuk mengandung arti lain yang bisa
di dalamnya, dalam hal ini ‘âm dan menggantikan makna tersebut
khâs; kedua, dari segi sifat yang (bukan musytarak). Di sini penulis
ditentukannya yaitu muthlaq dan dapat tegaskan bahwa lafaz ‘âm
muqayyad, dan hal-hal berkaitan tersebut menunjukkan arti banyak
dengan keduanya. dengan menggunakan satu
Tulisan ini, diharapkan dapat ungkapan dan dalam keadaan yang
menguraikan beberapa sama.
permasalahanpermasalahan yang Ini sedikit berbeda dengan
dikemukakan di atas, dengan istilah yang diberikan oleh golongan
menggunakan metode pendekatan yang Hanafiyah. Menurutnya, lafaz ‘âm
bersifat deskriptif, dan analisis ialah suatu lafas yang mencakup arti
perbandingan. secara keseluruhan, baik dengan
menggunakan lafaz seperti rijâl atau
II. PEMBAHASAN dengan menggunakan ism maushûl
yang menunjukkan arti jamak atau ism
A. ‘Âm Dan Khâs syarth dan yang semisal dengannya
Dalam ilmu ushul fiqh seperti seperti lafaz qaum, jin dan ins.2
permasalahan ‘âm dan khâs banyak Kedua pengertian yang
mendapat sorotan secara mendalam dikemukakan di atas, golongan
oleh para ulama ushul fiqh sejak dulu, Hanafiyah memberikan pengertian
karena hal ini sering memunculkan ‘âm secara rinci dengan
perbedaan pendapat di antara mereka. mengemukakan beberapa unsur lafaz
Perbedaan tersebut terjadi karena seperti adanya isim maushul dan isim
berhubungan dengan kedudukan syarth. Sedangkan pengertian lainnya
hadits-hadits ahad dengan keumuman lebih bersifat umum, yaitu
Alquran dan kedudukan qiyâs terhadap menfokuskan pada sisi jumlah satuan
nash-nash yang bersifat umum. Untuk lafaznya.
mengetahui konsep ‘âm dan khâs yang Berdasarkan hasil penelitian
menjadi kajian dalam pembahasan ini, terhadap mufradat (sinonim) dan uslûb
maka di bawah ini akan dikemukakan (gaya bahasa) dalam bahasa
pengertian ‘âm dan khâs serta hal-hal arab, menunjukkan bahwa lafazlafaz
yang berkaitan dengannya. yang arti bahasanya menunjukkan
1. ‘Âm ‘Âm menurut bahasa ialah kepada makna yang umum dan
cakupan sesuatu baik lafaz atau mencakup keseluruhan satuan-
selainnya. Sedangkan menurut satuannya para ulama ushul
istilah ialah lafaz yang mengklasifikasikannya sebagai
3
berikut:
140 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

a. Lafaz jamak, seperti: kullu, jamî’,


ayyu, ‘âmmah, sâir, kâffah, dan
‫ْرضًا‬eََْ ‫َََّل ق‬eّ ‫َِّذي ي ْقُ ِرضُ ال‬eَِّ ‫َم ْن َذا ال‬
qâthabah. Misalnya: ‫كل‬ ً ‫َح َسنا‬
‫ راعمسئول عن رعيته‬dan ‫خلق لكم‬ f. Isim nakirah yang dinafikan.
‫ مافى األرض جميعا‬.
Contohnya: ‫ضرار‬ ‫ال ضرر وال‬
Dari sekian lafaz jamak
tersebut, lafaz kullu-lah yang dan ‫ال هجرة بعد الفتح‬. Lafaz
paling umum. dharar dan hijrah adalah isim
b. lafaz mufrad yang dima’rifatkan nakirah. Akan tetapi karena lafaz
dengan alif-lam jinsiyah. tersebut dalam susunan kalimat
nafi yaitu didahului dengan lafaz
ُ
Contohnya QS. 2:275: ‫َوأ َََّح َّل ال ََّّل‬ lâ, maka pengertian kedua
kalimat di atas adalah umum,
َ ‫م ِّالربا‬eَ ‫ ْالب ْيَ َع َو ََّح َّر‬.
yaitu mencakup segala pengertian
Lafaz al-bai’ dan al-ribâ, mudharat dan hijrah.
keduanya adalah ism mufrad
yang dita’rifkan dengan Ditinjau dari segi keberadaan
aljinsiyah. Oleh karena itu nash, lafaz ‘âm itu dapat dibagi
keduanya adalah lafas am yang menjadi tiga macam :4
mencakup seluruh satuan-
a. ‘Âm yurâdu bihi ‘âm, yaitu: ‘âm
satuan yang dapat dimasukkan
yang disertai qarînah yang
di dalamnya.
menghilangkan kemungkinan
c. Lafaz jamak yang dita’rifkan
untuk dapat dikhususkannya.
dengan idhâfah. Misalnya QS. 4:
َ ُ ‫َو َما‬
ِ ‫صي ُك ُم ال َّّل‬
Contohnya QS. Hud [11], 6:
:11 ‫ْوال ِد ُك ْم‬eََْ ‫في أ‬ ِ ‫ ي ُو‬. َ
َ‫َِّل‬eََِّّّ ‫َلى ال‬
Lafaz aulâd adalah lafaz jamak َ ‫ض إاِل ع‬ ِ ٍّ‫ِم ْن دَابة‬
ِ ْ‫في األر‬
dalam posisi nakîrah. Akan َ ‫ ِر ْزقهُا‬.
tetapi karena lafaz tersebut
disandarkan dengan lafaz kum, َ‫ ِمن‬QS. Al-Anbiya [21], 30 َ ‫َو َج َع ْلنا‬
:

maka ia menjadi ma’rifah. ‫ْال َما ِء ُك َّل َش ْي ٍء َح ٍّي‬


Karena itu lafaz tersebut
menunjukkan seluruh satuan- Masing-masing dari kedua ayat di
satuan yang dapat dimasukkan atas menerangkan secara umum
ke dalamnya. sunnah Allah bahwa setiap binatang
d. Isim maushûl, seperti: ، ‫الذى‬ yang melata di muka bumi niscaya
diberi rezeki. Dan segala sesuatu
‫ الالئ‬،‫ التى‬،‫ الذين‬dan ‫ما‬. yang hidup itu diciptakan dari unsur
Contohnya QS. An-Nur [24], 4: air. Menurut logika bahwa semua
makhluk yang telah diciptakan pasti
‫ت‬ َ ْ‫الِذينَ ي َْر ُمونَ ْال ُمح‬
ِ ‫صنَا‬ َّeَِّ ‫ َو‬.
diberi makan. Dan menurut
e. Isim syarth, seperti: ‫ أيما‬،‫ ما‬،‫من‬. pengertian secara ilmiah bahwa
Contoh QS. Al-Baqarah [2], 245: segala sesuatu yang hidup itu, tentu
terdiri dari unsur hidup pula, antara
141 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

lain adalah unsur air. Petunjuk akal Pada kebanyakan nash-nash yang
dan pengertian ilmiah inilah yang didatangkan dengan sigat umum
menjadi qarînah, yang tidak disertai qarînah sekalipun
menghilangkan kemungkinan qarînah lafdziyah, ‘aqliyah atau
dikhususkannya dari petunjuk yang urfiyah yang menyatakan
umum. Karena itu menurut hemat keumumannya atau kekhususnya.
penulis, dilâlah ‘âm dalam ayat di Contohnya QS. Al-Baqarah [2], :
atas adalah bersifat qath’iy dilâlah 822 َ‫صن‬ َّْ ‫ت يت ََرَب‬
ُ َ ‫َو ْال ُمطَلقَّا‬
‘ala umûm. Artinya, kedua contoh
tersebut di atas tidak ada ... ‫ِس ِه َّن ثَالثةَ ق ُُرو ٍء‬eُُِ ‫ف‬eَ‫بأ ِ َْْن‬.
kemungkinan untuknya bahwa yang Kalimat al-muthallaqhât adalah ‘âm
dimaksud adalah khusus. makhsûs, ia tetap dalam
b. ‘Âm yurâdu bihi khusûs, yakni keumumannya selama belum ada
adanya lafaz ‘âm yang disertai dalil yang mengkhususkannya.
qarînah yang menghilangkan arti
umumnya. Dan menjelaskan Dari sini dapat dipahami, bahwa
bahwa yang dimaksud dengan perbedaan antara ‘âm yurâdu bihi
am itu adalah sebagian dari khusûs dengan ‘âm makhsûs, terletak
satuannya. Misalnya lafaz al-nâs pada ada tidaknya qarînah yang
dalam firman Allah QS. AliImran menyertainya atau yang
menjelaskannya. Sehingga
[3], 97: ِ َّ ‫َولِ َِّّل عَل َى النا‬
‫س‬ dapat dibedakan secara asasi
ِ َ‫ُِِّحجُّ ْالب ْي‬eُّ .
‫ت‬ antara keduanya.
Kalimat al-nâs adalah ‘âm yakni Demikianlah
seluruh manusia. Akan tetapi ketentuanketentuan umum yang
yang dimaksudkan dengan ayat diberikan oleh para ulama ushul,
tersebut adalah khusus yaitu namun di samping itu pula perlu
orang-orang mukallaf saja. diketahui bahwa dalam al-Quran ada
Karena menurut akal tidak beberapa ayat yang lafaz-lafaznya
mungkin Tuhan mewajibkan haji terikat dengan kaidah-kaidah umum di
bagi orang-orang yang belum atas, tetapi yang dimaksud adalah
dewasa atau orang-orang yang khusus. Begitu pula sebaliknya,
tidak âqil. Petunjuk akal inilah lafaznya khusus tetapi maksudnya
yang menjadi qarînah yang umum. kesemuanya ini dapat diketahui
menghilangkan arti keumumnan dengan melihat kesesuaian konteks
ayat tersebut. pembicaraannya.
c. ‘Âm makhsûs, artinya ‘âm yang Dan sisi kepastian hukum lafaz
khusus untuk ‘âm atau ‘âm ‘âm, wajib diperpegangi atau
muthlaq. ‘Âm seperti ini tidak diamalkan, hingga ada dalil lain yang
disertai dengan qarînah yang menetapkan pentakhsisannya. Karena
menghilangkan kemungkinan diketahui mengamalkan nash-nash
dikhususkan dan tidak disertai yang bersumber dari alKitab dan
pula dengan qarînah yang sunnah hukumnya wajib atas segala
menghilangkan keumumannya. yang ditetapkannya. Demikian juka
142 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

jika terdapat dalil am karena sebab memberi pengertian


yang khusus, maka wajib diamalkan mewajibkan yang dilarang, selama
berdasarkan keumumannya, karena tidak ada dalil yang memalingkan dari
kaidah ushul mengatakan ‫برة‬ee‫الع‬ keharaman itu.8 Contohnya QS. Al-Isra
‫بعموم اللفظ ال بخصوص السبب‬ ْ
َ َّ‫َوال تَ ْقتلُ ُوا النف‬
5
.
[17], 33: ‫س‬
ُ
2. Khâs
Khas menurut bahasa ialah
‫ التَِّي َح َّر َم ال ََّّل إِال بِ ْال َح ِّق‬.
Ini menunjukkan haramnya
lawan daripada ‘âm. Sedangkan
membunuh secara qath’iy karena sigat
menurut istilah ialah suatu lafaz
nâhiy juga termasuk khas.
yang menunjukkan arti tunggal yang
menggunakan bentuk mufrad, baik 3. Takhshîsh al-‘Âm
pengertian itu menunjuk pada jenis ( Takhshîsh al-‘âm ialah
‫ان‬ee‫)إنس‬, atau menunjuk macam ( penjelasan bahwa maksud
almutakallim (syari’) dari
‫)رجل‬, atau juga menunjuk arti keumuman lafaznya adalah
perorangan (‫)خالد‬, ataupun isim sebagiannya, tidak keseluruhannya,
jumlah (‫)ثالثة‬. 6 agar pendengar tidak
Singkatnya bahwa setiap mengira selain yang
lafaz yang menunjukkan arti tunggal dimaksud.9
itulah lafaz khâs. Dan menurut Lafaz âm terbagi atas dua, yaitu
kesepakatan para ulama âm yang dapat dimasuki takhshîsh dan
bahwa setiap lafaz yang khâs, âm yang tidak bisa dimasuki
menunjukkan pengertian yang takhshîsh. Karena itu
qath’iy yang tidak mengandung harus ada dalil yang menunjukkan
adanya kemungkinankemungkinan bahwa ia benar-benar ditakhshîsh.
yang lain. Hanafiyah berpendapat
Jika lafaz itu berbentuk bahwa yang bisa mentakhshish âm
perintah maka memberi pengertian ialah lafaz yang berdiri sendiri
mewajibkan yang diperintahkan itu, bersamaan dalam satu zaman serta
selama tidak terdapat dalil yang mempunyai kekuatan yang sama
memalingkan perintah itu dari dilihat dari segi qath’iy
kewajiban.7 Contohnya QS. atau zanniynya.10
AlBaqarah [2], 43: َ‫َوأقَيِ ُموا الصَّالة‬ Berbeda dengan jumhur
ulama, takhshîsh bisa terjadi secara
َ‫ َوآت ُوا ال َّز َكاة‬. muttashil atau munfashil, bisa
Ayat tersebut secara tegas bersamaan masanya atau tidak. Oleh
menunjukkan adanya perintah wajib karena itu mukhasshîsh muttashil bisa
melaksanakan shalat dan perintah menggunakan istitsnâ’, shifat, gâyah
mengeluarkan zakat dan perintah ataupun syarth.11 Contohnya QS. Al-
tersebut bersifat khusus.
Ma’arij [70], 29-30: َّeَِّ ‫َو‬
ِ ‫ْم‬eُُْ ‫الِذينَ ه‬
‫لف‬
Demikian juga sebaliknya, jika
lafaz itu berbentuk larangan, maka ‫ إاِل َعلَى‬. َ‫افظوُن‬ ِ ‫ُُر‬
ِ ‫وج ِه ْم َح‬
143 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

.. ‫ْز َوا ِج ِه ْم‬eََْ ‫أ‬ dengan tepat bisa diamalkan sesuai


Ini adalah salah satu contoh dengan arti keumumannnya sampai
muttashil (istitsnâiy). Sedang yang diketahui ada dalil khâs yang
munfashil, misalnya QS. An-Nisa menjelaskannya.
َ Di bawah ini dijelaskan
[4], 11: ‫أْوال ِد ُك ْم‬ ِ ‫صي ُك ُم ال َّّل‬
eََْ ‫في‬ ِ ‫ي ُو‬ contoh bagaimana kedua metode
... ‫ِم ْث ُل َحظِّ األ ْنثيَ ْيَ ِن‬eُُِ ‫ للِ َّذ َك ِر‬. tersebut diterapkan. Ada dua hadis
yang menerangkan tentang zakat
Ditakhshish oleh hadits Nabi ‫ال‬
tanaman yaitu: pertama, ‫قته‬ee‫ا س‬ee‫م‬
‫مراث لقاتل‬ dan ditakhshish lagi ‫ه العشر‬ee‫ماء ففي‬ee‫ الس‬dan kedua, ‫ليس‬

dengan hadits lain ‫ال يرث أهل‬ ‫دون خمسة أوسق صدقة‬
Imam Syafi’i dan jumhur
‫ ملتين‬.12 fuqaha memandang bahwa hadits
4. Antara ‘Âm dan Khâs Menurut yang kedua sebagai penjelas
Hanafiyah, apabila khâs terhadap hadits pertama, karena
bertentangan ‘âm, maka khâs bisa hadits pertama baru menerangkan
mentakhsis âm jika keduanya dasar kewajiban zakat tanaman dan
datang bersamaan, sesuai dengan ukurannya, sedang yang kedua
syarat takhsis yang mereka menerangkan nisabnya. Tetapi
tetapkan. Imam Abu Hanifah mengatakan
Dalam hal keduanya tidak bahwa hadis kedua telah dinasakh
bersamaan, bila ‘âm datang oleh hadits pertama, yang datang
belakangan berarti menasakh yang kemudian.15 Dengan demikian
khâs, dan bila yang khâs belakangan menurut mereka nisab tanaman itu
berarti menasakh sebagian satuan tidak ada.
âm.13 Hal demikian didasarkan atas Dalam contoh tersebut
prinsip mereka bahwa untuk terlihat bagaimana masing-masing
mentakhsis dalil âm dan khâs harus menerapkan pandangannya yang
bersamaan waktunya, keduanya pokok tentang âm dan khâs, jumhur
mempunyai status yang qath’iy dan memandang khâs menjelaskan yang
masing-masing jelas tidak âm dan mazhab hanafiyah
membutuhkan penjelasan dari arti memandang adanya pertentangan
lain. antara keduanya.
Sedangkan jumhur fuqaha
berpendapat bahwa tidak ada B. Muthlaq dan Muqayyad
pertentangan antara âm dan khâs, 1. Muthlaq
bila keduanya dihadirkan dalam Muthlaq menurut
waktu dan tempat yang sama, maka istilah ialah lafaz yang
akan nampak bahwa yang khâs menunjukkan pada hakikat lafaz itu
berfungsi menjelaskan yang âm.14 apa adanya tanpa memandang
Hal itu disebabkan karena dalil âm jumlah maupun
secara lahiriah selalu mengandung sifatnya.16 Misalnya firman Allah
kemungkinan untuk dijelaskan
144 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

sifat. Adapun contoh lafaz


QS. Al-Mujadilah [58], 3: ‫ْح ِري ُر‬eََْ َ‫فت‬
muqayyad yang dibatasi dengan
eََْ ‫ ِل‬eَ‫ َرقبَ ٍةَ ِم ْن ق َْْب‬.
‫أْن يَت َماسَّا‬ syarat, ialah ayat yang berkaitan
Lafas raqabah dalam ayat dengan kafarat sumpah QS.
tersebut adalah lafaz khas yang AlMaidah [5], 89: ‫فِصيا َ ُم‬
eََِ ‫ْم يَ ِج ْد‬eََْ ‫ف َم ْن ل‬
muthlaq, karena tidak diberi qayyid
dengan sifat tertentu. Sehingga ‫ ثاَل ثَ ِة أيَا َّ ٍم‬.
dengan demikian dapat mencakup Kafarat puasa tiga
seluruh macam budak, baik budak hari tersebut disyaratkan bila
yang mu’min maupun yang kafir. orang yang melanggar sumpah tidak
Di sini bisa muncul mampu memerdekakan hamba
pertanyaan, apakah perbedaan sahaya atau memberi makanan atau
antara muthlaq dan âm? Ayat yang pakaian.
disebut di atas menuntut Sedang lafaz muqayyad
dimerdekakannya budak, tanpa yang dibatasi dengan
memperhatikan jumlah budak, satu batasan lain, misalnya
atau banyak dan tanpa mengartikan QS. Al-Baqarah [2], 187:
sifat budak, apakah beriman ataukah
tidak. Ini berarti muthlaq. Sedang
‫ ِل‬eَّ‫ ُّموا ِّالصيا َ َم إلِ َى الل َّْْي‬eََِ‫ ث َُّم أِت‬.
âm ialah lafaz yang menunjukkan Ibadah puasa tersebut
pada hakikat lafaz tersebut, dengan dibatasi sampai pada waktu malam.
memperhatikan jumlah (satuan)nya. Oleh karena itu puasa sepanjang
Misalnya firman Allah QS. malam tidak diperbolehkan.

Muhammad [47], 4: َّeَِّ ‫فإ َ ِذا لقَيِت ُُم‬


َ‫الِذين‬ 3. Antara Muthlaq dan Muqayyad
Telah disepakati bahwa jika
‫َِذا‬eَِ ‫ى إ‬ َّ ‫ب َحت‬ ِ َ ‫ِّالرقا‬ َ ْ‫ضَر‬
‫ب‬ َ ‫َُُروا ف‬eَ ‫َكف‬ ada lafaz muthtlaq yang hukum dan
‫ْم‬eُُْ ‫َ َخ ْنت ُُموه‬e‫ أ َْْث‬. obyeknya sama dengan lafaz yang
Lafaz âm, al-riqâb berarti muqayyad, maka pengertian lafaz
meliputi semua orang-orang kafir yang muthlaq tersebut disesuaikan
yang ikut berperang.17 2. Muqayyad dengan lafaz yang
Muqayyad ialah lafaz yang muqayyad.
menunjukkan pada hakikat lafaz :Misalnya QS. Al-Maidah [5], 3
tersebut dengan dibatasi oleh sifat, ‫ْح ُم‬eََْ ‫ ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َول‬eَ‫ت عَل َْْي‬ ْ ‫ُح ِّر َم‬
keadaan, dan syarat tertentu. Atau
dengan kata lain, lafaz yang
. ‫ه‬ ِ ‫ِغي ِْر ال ََِّّل ب‬eََِ ‫ َّل ل‬eُ‫ير َو َما أ ُِِه‬
ِ ‫ْال ِخ ْن ِز‬
menunjukkan pada hakikat lafaz itu
sendiri, dengan dibatasi oleh Darah yang disebutkan di
batasan, tanpa memandang pada atas adalah bersifat muthlaq. Oleh
jumlahnya.18 Misalnya QS. An-Nisa karena itu, pengertian darah yang
bersifat muthlaq tersebut,
]4[, ٍ َ‫َْح ِري ُر َرقَب ٍةَ ُم ْؤ ِمن‬eََْ ‫فت‬.
:92 ‫ة‬ disesuaikan dengan pengertian
Contoh di atas adalah lafaz darah yang muqayyad dalam QS.
muqayyad yang dibatasi dengan Al-
145 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

An’am [6], beriman. Pengertian lafaz


ََّ ِ‫ا أ ُو ِح َي إل‬eeeeee‫في َم‬ ُْ
ِ ‫َِِج ُد‬eَ ‫ْل ال أ‬eُ eeeeee‫ق‬:145
‫ي‬ yang muthlaq dalam ayat ini,
eََْ ‫ هُ إاِل‬eee‫طَ َع ُم‬ ْ ‫اع ٍم ي‬eee
ِ َ‫َلى ط‬
tidak dapat disesuaikan dengan
‫أْن‬ َ ‫ا ع‬eee‫ُم َح َّر ًم‬ lafaz yang muqayyad dalam
‫ْح َم‬eََْ ‫ْو ل‬eََْ ‫ف ُوحًا أ‬ee‫ا َم ْس‬ee‫ْو َد ًم‬eََْ ‫ًَ أ‬eً‫َة‬ee‫ونَ َميْت‬ee‫ي َُك‬ ayat di atas, karena faktor yang
‫ر‬e ِْ ‫ْو‬eََْ ‫ْجسٌ أ‬eٌٌْ ‫هَُّ ِر‬eِ‫ير فإَن‬
ِ e‫ِغ ْي‬eََِ ‫ َّل ل‬eُ‫قا ً أ ُِِه‬e‫فس‬ ٍ ‫ِخ ْن ِز‬ menyebabkan wajibnya membayar
. ‫ََِّل بِ ِه‬eََِّّّ ‫ال‬ kafârah berbeda. Dalam ayat kedua
faktor yang menyebabkan wajibnya
Oleh karena obyek kedua kafarat adalah zhihâr, sedang dalam
lafaz tersebut adalah sama, yakni ayat pertama adalah pembunuhan.
darah, dan hukum keduanya juga Meskipun akibat hukum keduanya
sama yaitu diharamkan, maka
adalah sama, yaitu memerdekakan
pengertian lafaz yang muthlaq
budak.20 Dengan demikian, kafarat
tersebut disesuaikan dengan lafaz
zhihar adalah memerdekan budak
yang muqayyad.19 Dengan demikian
secara muthlaq, sedang kafarat
darah yang diharamkan ialah darah
pembunuhan adalah memerdekakan
yang mengalir. Adapun hati dan
budak dengan qayd yang beriman.
limpah tidak diharamkan, karena
Adapun apabila ada lafaz
tidak termasuk kriteria darah yang
muthlaq mempunyai perbedaan
mengalir.
hukum dengan lafaz yang
Pendapat mazhab Hanafiyah
muqayyad, maka ulama sepakat
adalah jika lafaz muthlaq berbeda
bahwa pengertian lafaz yang
dengan muqayyad, dalam segi hukum
muthlaq tidak dapat disesuaikan
dan sebabnya, maka pengertian lafaz
dengan lafaz yang muqayyad,
yang muthlaq tidak dapat disesuaikan
meskipun keduanya mempunyai
dengan yang muqayyad. Contoh
sebab yang sama, kecuali bila ada
perbedaan lafaz muthlaq dan muqayyad
indikasi (qarînah) atau dalil lain
dari segi sebab tapi hukum keduanya
yang tersendiri. Misalnya QS.
sama, adalah QS. An-Nisa’[4], 92:
AlMa’idah [5] 6:
‫َْح ِري ُر َرق بَ ٍة‬eََْ ‫َو َم ْن قتَ َل ُم ْؤ ِمنا ً َخطَأ ً فت‬ ُ
‫ْم إلِ َى الصَّال ِة‬eُُْ ‫ْمت‬eُُْ ‫َِذا ق‬eَِ ‫َِّذينَ آ َمن ُوا إ‬eَِّ ‫ََُّّها َ ال‬eُّ‫يا َ أي‬
‫ُم ْؤ ِمنَ ٍة‬
ِ ‫ ِديَ ُك ْم إلِ َى ْال َم َر‬eَ‫فا َ ْغ ِسل ُوا ُوجُوه َُك ْم َوأ َْْي‬
‫افق‬
dan QS. Al-Mujadilah [58], ‫أْرجُل َُك ْم إلِ َى‬ eََْ ‫ ُِِر ُءو ِس ُك ْم َو‬eُ ‫َوا ْم َسحُوا ب‬
‫ِسائ ِه ْم ث َُّم‬eََِ ‫َُا ِهرُونَ ِم ْن ن‬eَ‫َِّذينَ يُظ‬eَِّ ‫ َوال‬:3 ‫َُُّروا َوإ ْ ِن‬eَّ َّ‫ْم جُنبُا ً فاَطه‬eُُْ ‫ْال َكعْب ْيَ ِن َوإ ْ ِن ُك ْنت‬
‫ ِل‬eَ‫ْح ِري ُر َرقبَ ٍةَ ِم ْن ق َْْب‬eََْ َ‫ِما قاَل ُوا فت‬eََِ ‫ي َُعو ُدونَ ل‬ ‫أْو َجا َء‬eََْ ‫َلى َسف َ ٍر‬ eََْ ‫ضى‬
َ ‫أْو ع‬ َ ْ‫ْم َمر‬eُُْ ‫ُك ْنت‬
ُ ‫أْو ال َمسْت ُُم النِّ َسا َء‬ eََْ ‫أح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائ ِط‬
‫ِما‬eََِ ‫ُُِِك ْم ت ُوعَظوُنَ ب ِه َوال ََّّل ب‬e ‫أْن يتَ َماسَّا َذل‬ eََْ َ
ٌ eٌٌِ‫ْع َملوُنَ خَبِي‬eََْ ‫ت‬ ً ‫ص ِعيدًا طَ ِّيبا‬ َ ‫ِج ُدوا َما ًء فتَيَ ََّم ُموا‬eََِ ‫ْم ت‬eََْ َ‫فل‬
. ‫ر‬
.ُ ‫ ِدي ُك ْم ِم ْنه‬eَ‫فا َ ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأ َْْي‬
Dalam ayat kedua ini, budak
disebutkan secara muthlaq, sedang Dalam ayat tersebut
pada ayat pertama disebutkan secara terdapat dua hukum yang berbeda,
muqayyad, yakni budak yang yakni kewajiban membasuh kedua
146 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

tangan dalam berwudhu dan Âm ialah lafaz yang


bertayammum. Kalau kewajiban menunjukkan pada jumlah yang banyak
membasuh kedua tangan dalam dan satuan yang termasuk di dalamnya,
berwudhu dibatasi (muqayyad) dan memiliki ciri-ciri tertentu.
hingga siku, sedang dalam Sedangkan khâs lafaz yang
bertayammum tidak dibatasi menunjukkan arti tunggal, baik
(muthlaq). Padahal yang menjadi menunjuk jenis, macam, nama, atau
penyebab mengerjakan wudhu dan isim jumlah yang pasti, dan menutup
tayammum adalah sama, yaitu kemungkinan yang lainnya. Namun
untuk mengerjakan shalat.21 terlepas dari ketentuan-ketentuan
Permasalahannya, apakah tersebut bisa saja ada lafas umum, tetapi
kewajiban mengusap kedua tangan yang dimaksud adalah khusus.
dalam bertayammum yang bersifat Demikian juga sebaliknya, bisa saja ada
muthlaq itu, dapat disesuaikan lafaz khusus tetapi yang dimaksud
dengan kewajiban membasuh kedua adalah umum, tentu dengan melihat
tangan dalam berwudhu yang kesesuaian konteks pembicaraannya.
bersifat muqayyad lantaran Pengamalan tuntutan lafaz âm
keduanya mempunyai sebab yang wajib, kecuali ada dalil yang menunjuk
sama? selainnya. Dan apabila ada lafaz âm
Ahli ushul telah menetapkan, karena sebab khusus, maka wajib
bahwa lafaz yang muthlaq tersebut tidak mengamalkan keumumannya.
dibawa pada lafaz yang Apabila âm dan khâs datang
muqayyad. Sedangkan kewajiban bersamaan, maka yang âm di takhshîsh
mengusap kedua tangan sampai dengan oleh yang khâs. Tetapi jika âm datang
kedua siku dalam bertayammum kemudian, menurut hanafiyah, khâs
adalah berdasarkan dalil lain yaitu sabda dinasakh oleh yang âm.
Rasulullah: ‫ ضربة‬e:‫التيمم ضربتان‬ Muthlaq ialah lafaz
yang menunjukkan pada hakikat lafaz
) .‫للوجه وضربة لليدين إلى المرافق‬ itu apa adanya tanpa memandang
‫رواه الدارقطنى )والحاكم والبيهقى‬ jumlah maupun sifatnya. Sedangkan
muqayyad ialah lafaz yang
Dengan demikian, maka menunjukkan pada hakikat lafaz
kewajiban mengusap kedua tangan tersebut dengan dibatasi sifat, keadaan,
sampai dengan kedua siku dalam dan syarat tertentu.
bertayammum, bukanlah karena Jika hukum dan obyek lafaz
menyesuaikan pengertian muthlaq muthlaq sama dengan lafaz muqayyad,
pada muqayyad, akan tetapi karena maka disesuaikan dengan yang
berdasarkan sabda Rasulullah saw. muqayyad. tetapi jika keduanya
di atas. berbeda dari segi hukum dan sebabnya,
maka pengertian lafaz yang muthlaq
III. PENUTUP/KESIMPULAN tidak disesuaikan dengan lafaz yang
muqayyad.

1 Wahbah al-Zuhailiy, Ushûl al-Fiqh Catatan Akhir:


147 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

20
Fatchurrahman, op. cit., h.186-187. Lihat
al-Islâmiy, juz I, (Dimasyq: Dâr al-Fikr, 1996), Muhammad Abu Zahrah, op.
h. 243-244. cit., h. 258-259
2
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, 21
Wahbah al-Zuhailiy, op.
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h. 236. cit., h. 215.
22
3 Ibid.
Muhammad Sulaimân Abdullah
alAsykar, al-Wâdhih fi Ushûl al-Fiqh,
(Ammân:
Dâr al-Fath, 1992), h. 178-180; lihat juga
Wahbah al-Zuhailiy, op. cit., h. 245-248;
Muhammad shâlih al-Utsaimîn, al-Ushûl min
‘ilm al-Ushûl, (Jeddah, Maktabah al-‘Ilm,
1995), h. 43-45. DAFTAR PUSTAKA
4
Lihat Wahbah al-Zuhailiy, ibid., h.
282-283; lihat juga Mukhtar Yahya dan
fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Abu Zahra, Muhammad. Ushul Fiqh,
Hukum Fiqh Islami, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, (ed. terj.) Jakarta: Pustaka
1986), h. 224-226. lihat Abdulwahhab Khallâf, Firdaus, 1999.
‘Ilm Ushûl Fiqh, (al-Qâhirah: Maktabah
alDa’qah, t.th.), h. 185-186. 5 Muhammad Asyqar, Muhammad Sulaimân
Shâlih al-Utsaimîn op. cit., h. 46. Abdullah al-. al-
6
Muhammad Abu Zahra, op. cit., h.
Wâdhih fi Ushûl al-Fiqh,
236. Wahbah al-Zuhailiy, op. cit., h. 205. 8
7
Ammân: Dâr alFath, 1992.
Ibid.
9 Fatchurrahman, Mukhtar Yahya dan.
Lihat Abu Ishâq al-
Syâthibiy, alMuwâfaqât, fi Ushûl al- Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh
Syarî’ah, juz III, (Bairût: Dâr al-Kutub Islami, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1986.
al-‘Ilmiyah, t.th.), h. 213. lihat juga
Muhammad Sulaimân Abdullah al- Khallâf, Abdulwahhab. ‘Ilm Ushûl
Asyqar, op. cit., h. 194. Fiqh, al-Qâhirah: Maktabah
10
Muhammad Abu Zahra, op. alDa’qah, t.th.
cit., h.
244. Syâthibiy, Abu Ishâq al-.
11
Muhammad Sulaimân Abdullah al- AlMuwâfaqât, fi Ushûl
Asyqar, op. cit., h. 196. 12 Lihat Muhammad alSyarî’ah, juz III, Bairût: Dâr
Abu Zahra, op. cit., h 245-246. alKutub al-‘Ilmiyah, t.th.
13
Ibid., h. 250.
14
Ibid., h. 251 ‘Utsaimîn, Muhammad Shâlih al-.
15
Ibid. AlUshûl min ‘Ilm
16
Wahbah al-Zuhailiy, op. cit., h. al-Ushûl,
208. (Jeddah, Maktabah
17
Muhammad Abu Zahra, op. cit., h.
al-‘Ilm, 1995.
256.
18
Ibid.
19
Zuhailiy, Wahbah al-. Ushûl al-Fiqh
Lihat Mukhtar Yahya dan al-Islâmiy, juz I, Damaskus:
Dâr al-Fikr, 1996.
148 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147

Anda mungkin juga menyukai