Anda di halaman 1dari 62

BAGIAN ILMU KESEHATAN JANTUNG REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFERAT

VALVULAR HEART DISEASE

OLEH :

Sultan Govinda

111 2018 2140

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN JANTUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Sultan Govinda

NIM : 111 2018 2140

Referat : Valvular Heart Desease

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

Makassar, April 2019

Pembimbing Dokter Muda

dr. Fahira Anditasari,M.Kes, Sp.JP, FIHA Sultan Govinda

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2001, sebab utama

kematian penduduk Indonesia adalah penyakit kardiovaskuler yaitu penyakit jantung

dan pembuluh darah (26,3%). Ditemukan angka kematian akibat penyakit

kardiovaskuler sebesar 222 per 100.000 penduduk.

Katup yang mengalami gangguan fungsi akan menyebabkan terjadinya

penyakit katup, yaitu inkompetensi katup (insufisiensi katup dan regurgitasi) atau

aliran yang mengalami obstruksi (stenosis) (Grosman, 2005).

Penyakit jantung rematik masih merupakan penyebab utama penyakit

kardiovaskuler di negara berkembang. Diperkirakan 15,6 juta orang menderita

penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekitar 282.000 kasus baru dan

233.000 kasus kematian karenanya setiap tahun (Curtin & Griffin, 2010). Rasio

kejadian antara wanita dan pria adalah 2:1 (Braunwald, 2001; Grose & Schub 2012

Faktor usia meningkatkan risiko kalsifikasi katup mitralis (Grose & Schub,

2012). Kejadian penyakit katup jantung meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Keterkaitan antara penyakit katup jantung degeneratif, usia tua dan peningkatan usia

harapan hidup, menyebabkan terjadi peningkatan prevalensi penyakit katup yang

pesat (Choo & Steeds, 2011).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MITRAL STENOSIS

2.1.1 Pendahuluan

Mitral stenosis saat ini masih merupakan kelainan katup yang cukup sering

ditemui di negara-negara berkembang yang sebagian besar akibat demam rematik,

yang diawali dengan radang tenggorokan yang disebabkan oleh kuman streptococcus

β hemolitikus grup A yang selanjutnya akan menimbulkan respon inflamasi sistemik

termasuk di daerah katup. Respon inflamasi kemudian menimbulkan kerusakan

hingga terjadi stenosis katup mitral.(1)

Prevalensi kejadian mitral stenosis di Amerika Serikat yaitu 0,1 % dan di Eropa

berasarkan Euro Heart Survey mencapai 9%. (2) Angka kejadian penyakit mitral

stenosis di Indonesia tidak ketahui dengan pasti. Berdasarkan data yang dilaporkan

oleh Hasnul et al, mitral stenosis yang diakibatkan demam rematik di RSUP Dr. M

Djamil Padang selama 4 tahun (2009-2012) sebanyak 17,6% dari seluruh katup.(2)

Stenosis mitral (SM) merupakan kondisi obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri

akibat adanya halangan pembukaan katup atau yang disebut juga dengan

pengurangan mitral valve area (MVA) secara sempurna saat fase pengisian diastolic

ventrikel kiri. Pengurangan MVA terjadi akibat inflamasi seperti penyakit jantung

rematik yang mengakibatkan penebalan, perlengketan serta fibrosis katup. Penyebab

lain yang cukup jarang terjadi berupa mitral stenosis congenital, karsinoid, systemic

lupus eritematosus (SLE)¸ deposit amiloid, rheumatoid arthritis, dan kalsifikasi annulus

daun katup.(3)

2.1.2 Definisi
3
Mitral Stenosis (MS) adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari

atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. (4)

Penyakit jantung rematik (PJR) adalah penyebab utama terjadinya mitral stenosis.

Selain itu, dapat pula disebabkan oleh penuaan katup. Stenosis terjadi secara

perlahan tanpa menimbulkan gejala selama bertahun-tahun sebelum menyebabkan

penurunan aktivitas dan sesak napas.(5)

2.1.3 Etiologi

Stenosis katup mitral biasanya terjadi bertahun-tahun setelah episode rematik

karditis akut. Penyebab lain seperti malignant carsinoid disease, sistemik lupus

eritematosus, rheumatoid arthritis, mucopolysaccharidoses, dan kelainan bawaan

seperti mitral stenosis congenital. Pada penelitian yang dilakukan Iwataki et al, pasien

dengan stenosis aorta degeneratif dapat menyebabkan stenosis mitral nonreumatik. (6)

2.1.4 Epidemiologi

Respon inflamasi menimbulkan kerusahan hingga terjadi stenosis katup mitral.

Insiden demam rematik akut di negara-negara berkembang diperkirakan sekitar 50

sampai 200 / 100.000 per tahun, dimana serangan pertama demam rematik akut

terjadi paling sering antara umur 6 tahun sampai 15 tahun.(1)

Di Amerika Serikat maupun negara Eropa Barat insiden penyakit jantung

rematik (PJR) terus menurun, tetapi di negara berkembang seperti Indonesia, PJR

masih sering dijumpai. Sayangnya, data resmi di Indonesia mengenai penyakit ini

belum ada. Diperkirakan kejadian di negara Asia yang sudah maju seperti Korea dan

Jepang berkirar 0.05-0.14/1000, sedangkan di negara-negara berkembang kawasan

Asia seperti Bangladesh, Cina, dan India bekisar 1.3-4.54/1000 penduduk.(4)

4
2.1.5 Faktor resiko

Faktor resiko seseorang dapat mengalami mitral stenosis, antara lain: (7)

1. Jenis Kelamin

Insiden terjadinya demam rematik seimbang pada laki-laki dan perempuan,

namun pada mitral stenosis perempuan berpotensi 2-3 kali dibanding laki-

laki.

2. Usia

Di negara maju,, presentasi stenosis mitral biasanya terjadi pada dekade

keempat sampai keenam kehidupan. Mitral stenosis diperkirakan terjadi

setelah masa laten 20-40 tahun setelah kejadian demam rematik.

Sebaliknya, pasien di negara berkembang memiliki progresif yang lebih

cepat pada akhir usia remaja atau di awal usia dewasa.

2.1.6 Patofisiologi

Pada stensosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan

(valvulitis) dan pembentuan nodul tipis disepanjang garis penutupan katup. (8) Proses

perusakan katup mitral pada demam rematik sebetulnya adalah suatu proses antigen-

antibodi atas infeksi kumman streptokokus beta hemolitikus grup A. Antibodi terbentuk

ternyata tidak hanya menyerang kuman tersebut, tetapi juga menyerang katup mitral

dan merusak katup tersebut.(4)

Proses perusakan/ perubahan yang terjadi tidak hanya melibatkan daun katup

mitral saja, tetapi juga annulus katup. Katup mitral yang terkena rematik akan

menebal, mengalami fibrosis dan terjadi perlengketan pada tepi katup. Hasil akhir dari

5
proses patologis ini adalah penyempitan area katup mitral seperti mulut ikan (fish

mouth atau lubang kancing (button hole).(8)

Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area

orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri

berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat

terjadi.(8) Hambatan aliran darah pada katup mitral ini akan menyebabkan dilatasi

atrium kiri maupun vena pulmonalis yang kemudian akan menyebabkan peningkatan

tekanan vena pulmonalis. Proses ini bila berlangsung lama dapat menyebabkan

peningkatann tekanan arteri pulmonalis, sehingga dapat menyebabkan hipertensi

pulmonal.(4)

Pada saat aktivitas fisik meningkat, frekuensi denyut jantung juga meningkat,

sehingga fase diastolic memendek dan waktu yang diperlukan untuk mengosongkan

atrium kiri pendek. Akibat dari kondisi ini, terjadilah peningkatan tekanan diatrium kiri

dan vena pulmonis, yang akhirnya menimbulkan edema paru. (4)

Pasien dengan mitral stenosis tidak akan menimbulkan gejala sampai

penyempitan area katup 2-2,5 cm2 atau kurang, dimana pada keadaan tersebut saat

pasien melakukan aktivitas ringan akan menimbulkan exertional dyspnea dari

peningkatan gradient transmitral dan tekanan atrium kiri.(6) Pada MS yang berat

dengan area katup kurang dari 1 cm2, peningkatan gradient katup mitral dan tekanan

atrium kiri akan menyebabkan transudasi cairan ke dalam interstitium paru dan

dyspnea saat istirahat. Hemoptisis dapat terjadi apabila vena bronchial pecah dan

dilatasi atrium kiri meningkatkan resiko atrial fibrilasi dan tromboembolisme.(6)

6
2.1.7 Klasifikasi mitral stenosis

Derajat berat ringannya stenosis mitral, dapat dinilai berdasarkan luasnya area

katup mitral sebagai berikut:

1. Minimal : bila area <2.5 cm2

2. Ringan : bila area 1.4-2.5 cm2

3. Sedang : bila area 1-1.4 cm2

4. Berat : bila area <1.0 cm2

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup

mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2.5 cm2). Dengan bertambah

sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat bersamaan dengan

progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang berupa stenosis mitral berat maka

akan terjadi limitasi dalam aktifitas.(8)

2.1.8 Manifestasi Klinis

Keluhan yang lazim dirasakan pasien dengan MS adalah lekas lelah, sesak

nafas bila beraktivitas (dyspnea d’effort) yang makin lama makin berat. Pada MS yang

berat, keluhan sesak nafas dapat timbul saat tidur malam (nocturnal dyspnea), bahkan

dalam keadaan istirahat sambil berbaring (ortophnea). Kadang juga didapatkan

keluhan berdebar bila ada irama jantung fibrilasi atrium. Pada keadaan lebih lanjut

bisa ditemukan batuk darah (hemoptysis), akibat pecahnya kapiler pulmonalis karena

tingginya tekanan arteri pulmonalis.(4)

7
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti

tromboemboli, infektif endokarditis, atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya

atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.(8)

Pemeriksaan fisik dapat dijumpai malar facial flush, gambaran pipi yang merah

keunguan yang dikenal sebagai wajah mitral (mitral facies) akibat curah jantung yang

rendah (low cardiac output). Auskultasi dapat dijumpai adanya S1 akan mengeras, hal

ini hanya terjadi bila pergerakan katup mitral masih fleksibel. Bila sudah terdapat

kalsifikasi dan atau penebalan katup mitral, S1 akan melemah. S2 akan mengeras

sebagai akibat adanya hipertensi pulmonal. Opening snap terdengar akibat gerakan

katup mitral ke ventrikel kiri yang mendadak berhenti.(9) Opening snap menandai daun

katup mitral yang masih lentur ketika membuka pada fase diastolic. Selain itu,

terdengar bising/murmur mid diastolic di daerah apeks jantung. Panjang murmur ini

mencerminkan beratnya MS. Agar lebih jelas terdengar, gunakan stetoskop bel dan

miringkan pasien ke kiri. Pada MS berat dengan aliran melalui katup mitral yang keci,

S1, OS, dan bising mid diastole mungkin tidak terdengar lagi.(4)

Pemeriksaan penunjang dari elektrokardiografi (EKG) pada pasien MS

memberikan gambaran fibrilasi atrium. Pada foto rontgen toraks ditandai dengan aorta

yang relatif kecil, pinggang jantung mendatar atau bahkan mencembung (pembesaran

atrium kiri), apeks jantung terangkat (pembesaran ventrikel kanan), pembesaran

atrium kanan serta gambaran double contour.

8
Gambar 1. Foto rontgen toraks pasien MS

Pemeriksaan ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang paling penting

untuk menegakkan diagnosis MS. Terlihat penebalan dan pengapuran katup mitral

serta apparatus subvalvular, gerakan katup mitral yang terbatas sehingga bentuk

katup menyerupai kubah (dooming) pada fase diastolic.(4)

2.1.9 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan untuk mitral stenosis adalah untuk mengurangi

terulangnya kejadian demam rematik, memberikan profilaksis endokarditisi infektif,

mengurangi gejala kongesti paru (misalnya ortophenea, dyspnea nocturnal

paroxysmal), mengendalikan ventricular rate jika ada fibrilasi atrium, dan mencegah

komplikasi berupa tromboemboli.(6)

Beberapa obat-obatan seperti antibiotic golongan penisilin, eritromisin,

sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokarditis.

Pada pasien yang mengalami MS dengan fibrilasi atrium maka pemakaian digitalis

merupakan indikasi. Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan untuk mencegah

fenomena tromboemboli.(8) Gejala kongesti paru dapat di terapi dengan pemberian

diuretik. Diet rendah sodium dan nitrat dapat membantu menurunkan preload. (6)

9
Selain menggunakan terapi medikamentosa, penatalaksanaan MS juga dapat

dilakukan dengan cara intervensi mekanik meliputi intervensi bedah dan intervensi

perkutan.(4) Koreksi bedah MS diindikasikan jika embolisasi berulang. Jenis operasi

yang dapat dilakukan yaitu:(8)

1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi

2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat

dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya thrombus di

dalam atrium.

3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai

regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas.

Intervensi perkutan dikenal dengan istilah percutaneous balloon mitral

valvuloplasty (PBMV)/ percutaneous trans-mitral commisurotomy (PTMC). Hal

yang harus diperhatikan sebelum dilakukan PBMV adalah ada tidaknya kebocoran

katup mitral. Selain itu, skor Wilkins <10 juga menjadi salah satu syarat. Disamping

skor Wilkins, tindakan intervensi perkutan ini mensyaratkan tidak adanya thrombus

di atrium kiri, karena thrombus ini bisa terlepas pada waktu tindakan sedang

dilaksanakan dan menyebabkan emboli perifer. Apabila terdapat thrombus dapat

diberikan antikoagulan oral selama kurang lebih 8 minggu.(4)

Gambar 2. Percutaneous Balloon Valvuloplasty

10
2.1.10 Guideline Mitral Stenosis27

Ekokardiografi adalah metode yang sering digunakan untuk mendiagnosis

stenosis mitral dan untuk menilai tingkat keparahan dan dampak hemodinamiknya.

11
Secara umum, indikasi untuk intervensi harus dibatasi pada pasien dengan

stenosis mitral yang signifikan secara klinis (sedang hingga berat) (area katup <1,5

cm2). Namun, PMC dapat dipertimbangkan pada pasien bergejala dengan area

katup> 1,5 cm2 jika gejala tidak dapat dijelaskan oleh penyebab lain dan jika

anatominya baik. PMC harus dipertimbangkan sebagai pengobatan awal untuk

pasien dengan kalsifikasi ringan hingga sedang atau gangguan subvalvular yang

memiliki karakteristik klinis yang menguntungkan.

12
Diuretik, beta-blocker, digoxin, atau CCB dapat memperbaiki gejala untuk

sementara waktu. Anticoagulant diindikasikan pada pasien dengan onset baru

atau pada pasien dengan paroksismal atrial fibrilasi.

2.1.11 Kesimpulan

1. Mitral Stenosis (MS) adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari

atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral.

2. Demam rematik merupakan penyebab utama dan terbanyak dari mitral

stenosis

13
3. Mitral stenosis banyak terjadi pada dekade keempat hingga keenam kehidupan

dan lebih sering ditemukan pada wanita.

4. Pasien MS akan merasa lekas lelah, dyspnea d’effort, ortophnea, jantung

berdebar, hingga hemoptisis.

5. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan terapi medikamentosa dan terapi

intevensi.

2.2 MITRAL REGURGITASI

2.2.1 Pendahuluan

Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah

yang melintasi katup jantung. Katup normal memiliki dua ciri aliran yang penting:

aliran searah dan aliran yang tidak dihalangi. Katup akan membuka bila tekanan

dalam ruang jantung yang terletak di proksimal katup lebih besar dari tekanan dalam

ruang atau pembuluh darah di sebelah distal katup. Sebaliknya katup akan menutup

bila tekanan distal lebih besar daripada tekanan dalam ruang di proksimal katup.

Misalnya katup atrioventrikularis akan membuka bila tekanan dalam atrium lebih besar

daripada tekanan dalam ventrikel, dan akan menutup bila tekanan ventrikel lebih

besar daripada tekanan atrium. Daun katup sedemikian responsifnya sehingga sedikit

perbedaan tekanan (kurang dari 1 mmHg) antara dua ruang jantung, sudah mampu

membuka dan menutup daun katup tersebut.1,3

Katup yang terserang penyakit dapat mengalami dua jenis gangguan

fungsional: (1) regurgitasi – daun katup tidak dapat menutup rapat sehingga darah

dapat mengalir balik (sinonim dengan insufisiensikatup dan inkompetensikatup); (2)

stenosiskatup – lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran darah

14
mengalami hambatan. Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu

katup, dikenal sebagai “lesi campuran” atau terjadi sendiri yang disebut sebagai “lesi

murni”. 1,3

Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup

memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk menggantikan jumlah darah

yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik sehingga meningkatkan volume kerja

jantung. Stenosis katup memaksa jantung meningkatkan tekanannya agar dapat

mengatasi resistensi terhadap aliran yang meningakat, karena itu akan meningkatkan

tekanan kerja miokardium. Respon miokardium yang khas terhadap peningkatan

volume kerja dan tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi ruang

dan hipertrofi merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan meningkatkan

kemampuan pemompaan jantung.1,3

2.2.2 Definisi

Regurgitasi mitral adalah suatu keadaan di mana terdapat aliran darah balik dari

ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup

mitral secara sempurna. Dengan demikian, aliran darah saat sistol akan terbagi dua:1,2

 Ke aorta dan seterusnya ke aliran sistemik (fungsi utama).

 Ke atrium kiri.

15
2.2.3. Etiologi

Etiologi regugirtasi mitral sangat banyak, erat hubungannya dengan klinisnya

MR akut atau MR kronik.1,4

Etiologi MR akut

MR akut secara garis besar ada tiga bentuk:

 MR primer akut non iskemia yang terdiri dari:

o Ruptur korda spontan

o Endokarditis infektif

o Degenerasi miksomatous dari valvular

o Trauma

 MR karena iskemia akut: MR yang terjadi karena iskemia akut dapat dijelaskan

sebagai berikut. Akibat adanya iskemia akut, maka akan terjadi gangguan

fungsi ventrikel kiri, annular geometri atau gangguan fungsi muskulus papilaris.

Pada infark akut, dapat terjadi ruptur dari muskulus papilaris, satu atau

keduanya. Selanjutnya timbul edema paru, syok dan kematian. Namun apabila

hanya satu muskulus papilaris yang ruptur, biasanya walau klinisnya berat,

namun kemungkinan masih bisa diatasi. Ruptur muskulus papilaris pada infark

akut biasanya timbul antara hari kedua sampai hari kelima, klinisnya berat,

biasanya perlu tindakan operasi. MR juga bisa timbul sebagai kelanjutan dari

infark akut, di mana terjadi remodelling miokard, gangguan fungsi muskulus

papilaris, dan dilatasi annulus, gangguan koaptasi katup mitral, selanjutnya

timbul MR.3,4

 MR akut sekunder pada kardiomiopati: Pada kardiomiopati terdapat penebalan

dari miokard yang tidak proporsional dan bisa asimetris, yang berakibat kedua

16
muskulus papilaris berobah posisi, akibatnya tidak berfungsi dengan

sempurna, selanjutnya penutupan katup mitral tidak sempurna. 3,4

Etiologi MR kronik

Etiologi MR kronik sangat banyak. MR kronik dapat terjadi pada penyakit jantung

valvular yang berlangsung secara “slowly progressive”, seperti pada penyakit jantung

rematik. Dapat juga terjadi sebagai konsekuensi lesi akut seperti perforasi katup atau

ruptur korda yang tidak pernah memperlihatkan gejala-gejala akut, namun dapat

diadaptasi sampai timbul bentuk kronis dari MR. Beberapa jenis etiologi MR kronik

terdiri dari hal-hal sebagai berikut: 4

 MR karena reumatik

Biasanya disertai juga dengan stenosis mitral berbagai tingkatan dan fusi dari

“commisura”, hanya sekitar 10% kasus rematik mitral murni MR tanpa ada

stenosis. Biasanya lesi rematik dapat berupa retraksi fibrosis pada apparatus

valvuler, yang mengakibatkan koaptasi dari katup mitral tidak berfungsi secara

sempurna.Pada kasus-kasus MR yang mengalami koreksi operasi, terdapat 3-

40% karena atas dasar reumatik. 4

 MR Degeneratif

Yang paling sering penyebabnya adalah mitral valve prolapse (MVP), di mana

terjadi gerakan abnormal dari daun katup mitral ke dalam atrium kiri saat sistol,

diakibatkan oleh tidak adekuatnya sokongan (“support”) dari korda, memanjang

atau ruptur, dan terdapat jaringan valvular yang berlebihan.4

 MR karena endocarditis infective

“Infective endocarditis” dapat menyebabkan destruksi dan perforasi dari daun

katup.4

17
 MR karena iskemia atau MR fungsional

Timbul sebagai akibat adanya disfungsi muskulus papilaris yang bersifat

transient atau permanen akibat adanya iskemia kronis.Iskemia kronik dan MR

fungsional dapat juga terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri, aneurisma ventrikel,

miokardiopati atau miokarditis.4

 Penyebab lain MR kronik

Masih sangat banyak, walau sangat jarang ditemukan, seperti penyakit

jaringan ikat (“connective tissue disorders”), seperti sindrom Marfan, sindrom

antikardiolipin, sindrom SLE dan lain-lain. 4

2.2.4 Patofisiologi

MR akut

Pada MR primer akut, atrium kiri dan vetrikel kiri yang sebelumnya normal-

normal saja, tiba-tiba mendapat beban yang berlebihan (“severe volume overload”).

Pada saat sistol atrium kiri akan mengalami pengisian yang berlebihan, di samping

aliran darah yang biasa dari vena-vena pulmonalis, juga mendapat aliran darah

tambahan dari ventrikel kiri akibat regugirtasi tadi. Sebaliknya pada saat diastol,

volume darah yang masuk ke ventrikel kiri akan mengalami peningkatan yang berasal

dari atrium kiri yang mengalami volume overload tadi. Dinding ventrikel kiri cukup tebal

tidak akan sempat berdilatasi, namun akan mengakibatkan mekanisme Frank-Starling

akan berlangsung secara maksimal, yang selanjutnya pasien masuk dalam keadaan

dekompensasi jantung kiri akut. Tekanan atau volume ventrikel kiri yang berlebih

diteruskan ke atrium kiri, selanjutnya ke vena-vena pulmonalis dan timbullah edema

paru yang akut. Pada saat yang bersamaan pada fase sistol di mana ventrikel kiri

mengalami volume overload dan tekanan di ventrikel kiri mengalami volume overload

18
dan tekanan di ventrikel kiri meningkat, tekanan after load berkurang akibat regurgitasi

ke atrium kiri yang bisa mencapai 50% dari strok volume ventrikel kiri. Aliran darah ke

aorta (sistemik) akan berkurang karena berbagi ke atrium kiri. Akibatnya cardiac

output akan berkurang walaupun fungsi ventrikel kiri sebelumnya masih normal atau

bahkan diatas normal. Pada keadaan seperti ini, pasien akan memperlihatkan gejala-

gejala gagal jantung kiri akut, kongesti paru, dan penurunan cardiac output. 1,4

MR kronik

Tidak sempurnanya koaptasi dari kedua daun katup mitral pada fase sistol,

menimbulkan ada pintu/celah terbuka (“regurgitant orifice”) untuk aliran darah balik ke

atrium kiri. Adanya “systolic pressure gradient” antara ventrikel kiri dengan atrium kiri,

akan mendorong darah balik ke atrium kiri. Volume darah yang balik ke atrium kiri

disebut “volume regirgitatant”, dan presentase regurgitant volume dibanding dari total

ejection ventrikel kiri, disebut sebagai fraksi regurgitan. Dengan demikian pada fase

sistole, akan terdapat beban pengisian atrium kiri yang meningkat, dan pada fase

diastol, beban pengisian ventrikel kiri juga akan meningkat, yang lama kelamaan akan

memperburuk performance ventrikel kiri (“remodelling”). 1,4

Pada MR kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri, walau lebih ringan ketimbang pada

regurgitasi aorta (AR), pada tingkat regurgitasi yang sama. Tekanan volume akhir

diastol (“end diastolic volume”) dan regangan dinding ventrikel (“wall stress”) akan

meningkat. Volume akhir sistol akan meningkat pada MR kronik, meskipun demikian,

regangan akhir sistole dinding ventrikel kiri biasanya masih normal. Selanjutnya

massa ventrikel kiri pada MR akan meningkat sejajar dengan besarnya dilatasi

ventrikel kiri.1,4

19
Fungsi ventrikel kiri sulit dinilai karena ada perubahan pada preload dan after

load. After load lebih sulit lagi dinilai karena ada aliran darah regurgitasi ke atrium kiri,

yang sedikit banyak akan mengurangi tahanan pengeluaran darah dari ventrikel kiri,

padahal pengukuran after load dan regangan akhir dinding ventrikel kiri masih dalam

batas normal. Bagaimanapun juga, terdapat korelasi terbalik antara tekanan akhir

dinding ventrikel dengan fraksi ejeksi pada MR.1,4

Petunjuk yang cukup komplek dengan memakai after load seperti regangan

akhir sistolik dinding ventrikel kiri atau elastan maksimum yang disejajarkan dengan

volume ventrikel kiri, dapat dipakai sebagai pengukur perubahan fungsi ventrikel kiri

yang cukup sensitif.Disfungsi ventrikel kiri akibat MR merupakan petanda prognase

yang tidak baik. 1,4

Fungsi diastolik pada MR sangat sulit dianalisis akibat peningkatan volume

pengisian.Relaksasi ventrikel kiri biasanya memanjang dan kekakuan (stiffness)

ventrikel kiri juga biasanya berkurang akibat bertambahnya diameter rongga ventrikel

kiri. 1,4

Pada pasien MR fungsional akibat penyakit jantung koroner atau kardiomiopati,

kelainan primer terdapat pada ventrikel kiri, di mana kontraktilitas dinding ventrikel

sangat berkurang, padahal daun katup mitral itu sendiri masih normal. MR

kebanyakan tidak sejajar dengan derajat disfungsi ventrikel kiri, tetapi lebih

berhubungan dengan remodeling ventrikel kiri secara regional. MR fungsional agak

berbeda dengan MR organik (valvular). Pada MR fungsional, volume regurgitasi

biasanya sedikit dan dilatasi ventrikel kiri biasanya tidak proporsional dengan derajat

MR. Tetapi MR fungsional punya arti klinis yang penting, berhubungan dengan

peninggian volume dan tekanan di atrium kiri, dan suatu pertanda penyakit

20
miokardium yang sudah lanjut. MR fungsional sangat efektif diobati dengan

vasodilator. 1,4

2.2.5 Manifestasi Klinis

MR akut

Pasien MR berat akut hampir semuanya simptomatik. Pada beberapa kasus

dapat diperberat oleh adanya ruptur chordae, umumnya ditandai oleh sesak nafas dan

rasa lemas yang berlebihan, yang timbul secara tiba-tiba. Kadang ruptur korda

ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea, paroxysmal nocturnal dispnea dan rasa

capai kadang ditemukan pada MR akut. 3,4

Dari anamnesis juga kemungkinan dapat diperoleh perkiraan etiologi dari MR

akut. MR akut akibat iskemia berat, dapat diperkirakan pada kasus dengan syok atau

gagal jantung kongestif pada pasien dengan infark akut, terutama bila didapatkan

adanya murmur sistolik yang baru, walau kadang tidak ditemukan murmur sistolik

pada MR akut akibat iskemia, karena dapat terjadi keseimbangan tekanan darah di

dalam ventrikel kiri dan atrium kiri, yang dapat menimbulkan lamanya murmur

memendek sehingga pada auskultasi sulit dideteksi. 3,4

MR kronik

Pasien dengan MR ringan biasanya asimptomatik. MR berat dapat

asimptomatik atau gejala minimal untuk bertahun-tahun. Rasa cepat capek karena

cardiac output yang rendah dan sesak nafas ringan pada saat beraktivitas, biasanya

segera hilang apabila aktivitas segera dihentikan. 1,4

Sesak nafas berat saat beraktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea atau

edema paru bahkan hemoptisis dapat juga terjadi.Gejala-gejala berat tersebut dapat

21
dipicu oleh fibrilasi atrial yang baru timbul atau karena peningkatan derajat regurgitasi,

atau ruptur korda atau menurunnya performance ventrikel kiri. 1,4

Sedangkan periode transisi dari akut menjadi kronik MR, dapat juga terjadi

misalnya dari gejala akut seperti edema paru dan gagal jantung dapat mereda secara

progresif akibat perbaikan performance ventrikel kiri atau akibat pemberian diuretika.
1,4

2.2.6 Klasifikasi

2.2.7 Pemeriksaan Fisik 1,4

Tekanan darah biasanya normal.Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya

terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks

pertanda terdapatnya MR berat. Juga bisa terdapat right ventricular heaving, bisa juga

didapatkan pembesaran ventrikel kanan.

22
Pada palpasi biasa didapatkan Carotid upstroke jelas, pada auskultasi

didapatkan bunyi jantung S1 melemah, splitting bunyi jantung S2, komponen bunyi

jantung kedua P2 mengeras bila telah terjadi hipertensi pulmonel,murmur pansistolik

dengan punctum maksimum di apeks menjalar ke lateral dan axilla.

2.2.8 Elektrokardiografi 1,4,5

Gambaran EKG pada MR tidak ada yang spesifik, namun fibrilasi atrial sering

ditemukan pada MR karena kelainan organik. MR karena iskemia, Q patologis dan

LBBB bisa terlihat sedangkan pada MVP bisa terlihat perubahan segmen ST-T yang

tidak spesifik. Pada keadaan dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi atrium kiri

(LAH) dan dilatasi atrium kanan (RAH) bisa ditemukan apabila sudah ada hipertensi

pulmonal yang berat.Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri (LVH) bisa juga ditemukan

pada MR kronik

2.2.9 Foto Toraks 4

Bisa memperlihatkan tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel

kiri.Juga tanda-tanda hipertensi pulmonal atau edema paru bisa ditemukan pada MR

kronik.Sedangkan pada MR akut, biasanya pembesaran jantung belum jelas,

walaupun sudah ada tanda-tanda gagal jantung kiri.

2.2.10 Ekokardiografi 4

Ekokardiografi Doppler saat ini merupakan alat diagnostik yang utama pada

pemeriksaan pasien dengan MR. Dengan Eko Doppler, dapat diketahui morfologi lesi

katup mitral, derajat atau beratnya MR. Juga mengetahui beratnya MR. Juga

23
mengetahui fungsi ventrikel kiri dan atrium kiri. Dengan eko bisa diketahui etiologi dari

MR.

Color Flow Doppler imaging merupakan pemeriksaan non-invasive yang

sangat akurat dalam mendeteksi dan estimasi dari MR. Atrium kiri biasanya dilatasi,

sedangkan ventrikel kiri cenderung hiperdinamik. Dengan quided M-mode diameter,

dapat diukur besarnya ventrikel kiri, massa ventrikel kiri dan tekanan dinding ventrikel,

dan fraksi ejeksi dapat dikalkulasi atau diestimasi. Volume ventrikel juga dapat diukur

dengan Ekokardografi dua dimensi.

2.2.11 Penatalaksanaan

Terapi Medikamentosa pada MR akut

Terapi MR akut adalah secepatnya menurunkan volume regurgitan, yang

seterusnya akan mengurangi hipertensi pulmonal dan tekanan atrial dan

meningkatkan strok volume. Vasodilator atrial seperti sodium nitroprusid merupakan

terapi utama untuk tujuan ini. Vasodilator arterial dapat mengurangi resistensi valvuler,

meningkatkan aliran pengeluaran dan bersamaan dengan ini akan terjadi juga

pengurangan dari aliran regurgitasi. Pada saat bersamaan dengan berkurangya

volume ventrikel kiri dapat membantu perbaikan kompetensi katup mitral.

Sodium nitroprusid diberikan secara intravena, sangat bermanfaat karena half

life sanagt pendek, sehingga mudah dititrasi, apalagi bila diberikan dengan

pemasangan Swan Ganz catheter. Pada pasien MR berat dengan hipotensi,

sebaiknya pemberian sodium nitroprusid harus dihindari. Intra Aortic Balloon Counter

Pulsation dapat dipergunakan untuk memperbaiki mean arterial blood pressure, di

mana diharapkan dapat mengurangi after load dan meningkatkan forward output

24
(pengeluaran darah dari ventrikel kiri). Penggantian katup mitral baru bisa

dipertimbangkan sesudah hemodinamik stabil.

Terapi Medikamentosa pada MR kronik

Prevensi terhadap endokarditis infektif pada MR sangat penting. Pasien usia

muda dengan MR karena penyakit jantung rematik harus mendapat profilaksis

terhadap demam rematik. Untuk pasien dengan AF perlu diberikan digoksin dan atau

beta blocker untuk kontrol frekuensi detak jantung (rate control).

Antikoagulan oral harus diberikan pada pasien dengan AF.Penyekat beta

merupakan obat pilihan utama pada sindrom MVP, di mana sering ditemukan keluhan

berdebar dan nyeri dada.Diuretika sangat bermanfaat untuk kontrol gagal jantung, dan

untuk kontrol keluhan terutama sesak nafas. ACE inhibitor dilaporkan bermanfaat

pada MR dengan disfungsi ventrikel kiri, memperbaiki survival dan memperbaiki

simptom. Juga MR fungsional sangat bermanfaat dengan ACE inhibitor ini.

Terapi Operasi

Ada dua pilihan yaitu rekonstruksi dari katup mitral dan penggantian katup

mitral. Ada beberapa pendekatan dengan rekonstruksi valvular ini, tergantung dari

morfologi lesi dan etiologi MR, dapat berupa valvular repair misalnya pada MVP,

annuloplasty, memperpendek korda dan sebagainya.

Sebelum rekontruksi atau replacement perlu penilaian aparatus mitral secara

cermat, dan performance dari ventrikel kiri. Namun kadang saat direncanakan

rekonstruksi, sesudah dibuka, ternyata harus diganti (di ‘replacement’).

25
Penggantian katup mitral, dipastikan apabila dengan rekonstruksi tidak

mungkin dilakukan. Apabila diputuskan untuk replacement, maka pilihan adalah

apakah pakai katup mekanikal di mana ketahanan dari valve mechanical ini sudah

terjamin, namun terdapat risiko tromboemboli dan harus minum antikoagulan seumur

hidup, atau katup bioprotese (biologic valve) di mana umur valve sulit diprediksi,

namun tidak perlu pakai antikoagulan lama.

Kapan tindakan penggantian katup dilakukan masih banyak para ahli yang

belum sepaham, namun ada kecenderungan semakin cepat semakin baik, sebelum

terjadi disfungsi ventrikel kiri.Disfungsi ventrikel kiri biasanya irreversible, walau

katupnya sudah diganti.

26
2.2.12 Guideline Mitral Regurgitasi27

27
28
2.3 STENOSIS AORTA

2.3.1 Pendahuluan

Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai penyakit yang hampir

selalu disebabkan oleh rematik, tetapi sekarang telah lebih banyak ditemukan

penyakit jatup jenis baru. Penyakit katup jantung yang paling sering dijumpai

adalah penyakit katup degeneratif yang berkaitan dengan meningkatnya masa

hidup rata-rata pada orang yang hidup di negara industri dibandingkan dengan

yang hidup di negara berkembang.

29
Di Amerika Utara dan Eropa Barat, stenosis katup aorta merupakan

penyakit utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan

jaringan parut dan penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup

aorta seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru

muncul setelah usia 70-80 tahun.

Stenosis katup aorta juga bisa disebabkan oleh demam rematik pada

masa kanak-kanak. Pada keadaan ini biasanya disertai dengan kelainan pada

katup mitral baik berupa stenosis, regurgitasi maupun keduanya.

2.3.2 Definisi

Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup

aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari

ventrikel kiri ke aorta.

Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara

maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta.

Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan menutup dan

membuka sehingga darah bisa melewatinya.1

Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup sehingga

lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya ventrikel kiri

harus memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta. 1

2.3.3 Etiologi

Pada orang dewasa stenosis aorta terjadi karena kalsifikasi dari katup aorta

yang pada umumnya sering terjadi pada kelainan kongenital katup aorta bikuspid

dan inflamasi rematik sebelumnya. Studi di AS menunjukkan bahwa 53% terjadi

karena katup aorta bikuspid dan 4% katup aorta unikuspid. Proses terjadinya

perburukan dan kalsifikasi pada katup aorta bukan merupakan proses yang pasif,

30
melainkan terjadi karena proses aktif yang melibatkan banyak faktor seperti

aterosklerosis vaskular ,disfungsi endotel, akumulasi lipid, aktifasi sel-sel

inflamasi, dan pelepasan sitokin.2

Beberapa faktor penyebab aterosklerosis juga berhubungan dengan

perkembangan dan progresi dari kalsifikasi pada stenosis aorta seperti LDL,

kolesterol, lipoprotein a, diabetes mellitus, merokok, penyakit ginjal kronis dan

sindrom metabolik. Terjadinya sklerosis katup aorta (penebalan fokal dan

kalsifikasi katup belum cukup untuk menyebabkan obstruksi yang berat)

berhubungan dengan meningkatnya resiko kematian kardiovaskular dan infark

miokard pada orang berumur lebih dari 65 tahun.2

Penyakit rematik pada katup aorta menghasilkan penggabungan komisural,

yang terkadang membuat katup menjadi bikuspid. Kondisi ini menjadikan katup

lebih rentan terkena trauma dan dapat mengarah pada terjadinya fibrosis,

kalsifikasi, dan penyempitan lebih jauh. Ketika obstruksi aliran ventrikel kiri

menyebabkan kecacatan klinis yang serius, daun katup biasanya sudah tampak

seperti massa berkalsifikasi yang kaku, dan pada keadaan ini sangat sult untuk

menentukan etiologi dari kelainan yang mendasarinya.2

2.3.4 Epidemiologi

Stenosis aorta adalah penyakit jantung ketiga yang paling umum terjadi di

negara berkembang setelah hipertensi dan penyakit jantung koroner. Stenosis

aorta adalah salah satu indikasi terbanyak untuk tindakan penggantian katup

aorta, terhitung di Eropa sebanyak 40.000 tindakan dan 95.000 tindakan di

Amerika Serikat per tahunnya. Banyak studi melaporkan bahwa stenosis aorta

31
adalah masalah kesehatan dunia di negara berkembang dan memberi masalah

kesehatan yang siginifikan terutama pada pasien usia lanjut.3

2.3.5 Diagnosis

Pada tahap asimtomatik, stenosis aorta ditandai oleh murmur sistolik ejeksi di

basis jantung yang menyebar ke leher, paling keras di daerah aorta dan apeks.

Pada awalnya karena curah jantung masih baik, murmur ini keras dan kasar

puncak mid sistol dan disertai thrill. Pada perkembangannya di mana curah jantung

mulai menurun, murmur ini menjadi lebih halus dengan puncak di akhir sistole.

Pada stenosis aorta kongenital, murmur ini biasanya didahului oleh klik sistolik. 4

Perabaan amplitude nadi menurun (pulsus parvus et tardus). Bunyi jantung

kedua melemah atau terdengar hanya satu komponen saja. Bila disertai regurgitasi

aorta akan ditemukan early diastolik murmur. Foto toraks dapat normal tahap awal

karena hipertrofi konsentrik ventrikel kiri. Kalsifikasi aorta dapat terlihat pada

flouroskopi. Pada tahap lanjut akan ditemukan dilatasi post stenotik aorta

desendens, dilatas ventrikel kiri, kongesti paru, pembesaran atrium kiri dan rongga

jantung kanan.4

Elektrokardiografi menunjukkan pembesaran ventrikel kiri. Pada kasus lanjut

akan ditemukan depresi segmen ST dan inversi gelombang T (LV strain) di

sadapan I, AVL dan prekordial. Namun beratnya AS tidak bisa disingkirkan

walaupun tanpa hipertrofi ventrikel kiri pada EKG. Elektrokardiografi sangat

membantu untuk menunjukkan penebalan dan kalsifikasi daun katup aorta. 4

Pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis aorta stenosis adalah Doppler-

Ekokardiografi non-invasif 2 dimensi. Temuan pada pemeriksaan fisik dan

Doppler-ekokardiografi dapat menunjukkan perluasan dan keparahan dari

stenosis aorta. Kateterisasi jantung menggunakan cara invasif untuk menilai

32
secara langsung tekanan intrakardiak dan aorta. Kateterisasi diperlukan apabila

hasil pemeriksaan non-invasif kurang mendukung temuan secara klinis dan

sebelum pembedahan katup aorta pada pasien yang beresiko terkena penyakit

jantung koroner. Indikasi kateterisasi adalah: pasien dengan 1) AS serta tanda

iskemia miokard untuk memastikan keterlibatan arteri koronaria, 2) Kelainan

multivalvular untuk memastikan kelainan di masing-masing katup, 3) Pasien AS

muda asimtomatik dan non-kalsifikasi dimana tindakan valvotomi balon masih

dapat dilakukan, 4) Kecurigaan obstruksi infra valvular seperti kardiomiopati

hipertrofi obstruktif.5

2.3.6 Gejala Klinis

AS jarang menunjukkan tanda-tanda secara klinis sampai orifisium katup

menyempit kira-kira 1cm2. Bahkan AS yang berat pun dapat bertahan selama

bertahun-tahun tanpa menunjukkan gejala apapun karena kemampuan ventrikel

kiri yang hipertrofi untuk menghasilkan tekanan intraventrikular yang diperlukan

untuk menjaga stroke volume yang normal. Ketika gejala muncul, maka perlu

dilakukan penggantian katup. 2

Pada kebanyakan pasien dengan AS memiliki peningkatan obstruksi secara

perlahan yang berlangsung selama bertahun-tahun, tetapi tidak menjadi

simtomatik sampai dekade ke-enam dan ke-delapan. Pada pasien dewasa dengan

kelainan BAV mengalami disfungsi katup dan gejala yang signifikan dalam waktu

satu sampai dua dekade lebih awal. Dispnea, angina pectoris dan sinkop adalah

tiga tanda gejala utama. 2

Dispnea terjadi karena peningkatan dari tekanan kapiler pulmoner yang

disebabkan oleh peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri akibat berkurangnya

kemampuan ventrikel kiri untuk meregang dan berelaksasi. Angina pectoris

33
biasanya terjadi kemudian dan menunjukkan ketidakseimbangan antara

kebutuhan oksigen miokardial dengan ketersediaan oksigen. PJK dapat/ tidak

ditemukan, tetapi umumnya terjadi pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun.

Sinkop terjadi karena penurunan tekanan arterial akibat vasodilatasi pada otot

yang digunakan dan vasokonstriksi yang inadekuat pada otot yang tidak

digunakan karena terikat CO, atau akibat CO yang dihasilkan oleh aritmia. 2

2.3.7 Klasifikasi Stenosis Aorta

Stenosis aorta diklasifikasikan sebagai ringan, sedang atau berat. Sistem

klasifikasi didasarkan pada parameter hemodinamik yang diukur dengan

menggunakan ekokardiografi Doppler; aortic jet velocity, mean aortic valve

gradient, dan aortic valve area. Aortic jet velocity adalah aliran darah yang diukur

pada bagian tersempit dari orifisium aorta pada sat sistol. Aortic jet velocity adalah

pengukuran langsung terhadap tingkat keparahan dari stenosis dan prediktor

terkuat terhadap hasil temuan klinis. Orifisium yang sempit menghasilkan efek

seperti mulut pipa ketika aliran darah melewati katup yang membuka, makin sempit

orifisium, makin besar kecepatannya. 5

Mean aortic valve pressure gradien adalah perbedaan antara tekanan ventrikel

kiri yang lebih tinggi dan tekanan aorta yang lebih rendah, yang diukur tepat di atas

katup aorta pada saat sistol. Gradien ini menandakan derajat resistensi valvular

terhadap ejeksi ventrikel kiri.

Aortic valve area didapat berdasarkan pengukuran sepanjang katup aorta.

Parameter ini lebih peka terhadap kesalahan pengukuran dibandingkan jet velocity

dan pressure gradient. 5

Walaupun sistem klasifikasi stenosis aorta berpegang pada pengukuran dari

aortic jet velocity, pressure gradient, dan aortic valve area, tidak satupun

34
menunjukkan keparahan dan progresifitas dari stenosis aorta. Area katup aorta

yang normal adalah 3.0 sampai 4.0 cm 2. Stenosis aorta dianggap penting secara

hemodinamik ketika luas katup kurang dari 1.0 cm 2, tetapi derajat dari obstruksi

yang berdampak pada tanda dan gejala sangat bervariasi. 5

Klasifikasi Stenosis Aorta

Tingkat Aortic jet velocity,


Mean aortic valve
Aortic valve area,

m/s pressure cm2

gradient, mmHg

Ringan < 3.0 < 25 1.5

Sedang 3-4 25-40 1.0-1.5

Berat >4 >40 <1.0

Tabel 1. Klasifikasi Stenosis Aorta5

2.3.8 Patofisiologi

Stenosis aorta menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta pada waktu

sistolik ventrikel. Dengan meningkatnya resistensi terhadap ejeksi ventrikel, maka

beban tekanan ventrikel kiri meningkat. Sebagai akibatnya, ventrikel kiri menjadi

hipertrofi agar dapat menghasilkan tekanan yang lebih tinggi untuk

mempertahankan perfusi perifer; hal ini menyebabkan timbulnya selisih tekanan

yang mencolok antara ventrikel kiri dan aorta. Hipertrofi mengurangi daya regang

dinding ventrikel, dan dinding relatif menjadi kaku. Jadi meskipun curah jantung

dan volume ventrikel dapat dipertahankan dalam batas normal, tekanan terakhir

diastolik ventrikel akan sedikit meningkat. 6

35
Ventrikel kiri mempunyai cadangan daya pompa yang cukup besar. Untuk

mengompensasi dan mempertahankan curah jantung, ventrikel kiri tidak hanya

memperbesar tekanan tetapi juga memperpanjang waktu ejeksi. Oleh karena itu,

meskipun terjadi penyempitan progresif pada orifisium aorta yang menyebabkan

peningkatan kerja ventrikel, efisiensi mekanis jantung masih dapat dipertahankan

dalam waktu lama. Namun, akhirnya kemampuan ventrikel kiri untuk

menyesuaikan diri terlampaui. Timbul gejala-gejala progresif yang mendahului titik

kritis dalam perjalanan stenosis aorta. Titik kritis pada stenosis aorta adalah bila

lumen katup aorta mengecil dari ukuran 3-4 cm2 menjadi kurang dari 0,8 cm2.

Biasanya tidak terdapat perbedaan tekanan pada kedua sisi katup sampai ukuran

lumen berkurang menjadi 50%.6

2.3.9 Penatalaksanaan

Penggantian katup aorta adalah satu-satunya cara yang efektif untuk keadaan

stenosis aorta yang berpengaruh secara hemodinamik. Pembedahan tersebut

memiliki rata-rata angka kematian sebesar 4% dan resiko kegagalan penggantian

katup sekitar 1% per tahun.7

Tidak ada terapi medis yang terbukti mengurangi progresifitas dari penyakit

katup aorta atau untuk meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi banyak pasien

dengan stenosis aorta asimptomatis memiliki kelainan jantung yang bersamaan,

seperti hipertensi, atrial fibrilasi dan PJK, kondisi-kondisi seperti ini harus

dikendalikan secara hati-hati. 7

Pasien Simtompmatik

Angka mortalitas meningkat secara drastis ketika stenosis aorta sudah

menimbukan gejala. Rata-rata angka kehidupan pada pasien simptomatik tanpa

pembedahan adalah 2 sampai 3 tahun. Walaupun tidak ada penelitian teracak

36
yang membandingkan antara penggantian katup aorta dengan pengobatan medis

, studi observasi retrospektif telah menunjukkan bahwa pembedahan memberikan

peningkatan angka kelangsungan hidup secara signifikan. 7

Walaupun mungkin studi observasional ini memiliki keterbatasan, penanganan

pada pasien simptomatik dengan pembedahan menunjukkan perbedaan

sebanyak empat kali lipat dalam hal peningkatan angka kelangsungan hidup

dibandingkan dengan pasien yang diberikan pengobatan secara medis, itulah

sebabnya mengapa prosedur pembedahan sangat dianjurkan untuk dilakukan

sesegera mungkin pada pasien simptomatik. 7

Apabila hasil pemeriksaan ekokardiografi pada pasien simptomatik

menunjukkan gejala stenosis aorta yang berat, gejala – gejala yang terdapat pada

pasien harus dipastikan berasal dari stenosis aorta, meskipun mungkin terdapat

kausa potensial lain seperti CAD. Tetapi, jika hasil ekokardiografi menunjukkan

stenosis aorta yang sedang, pemeriksaan diagnostik lain yang lebih lanjut(

angiografi koroner, tes fungsi paru-paru, evaluasi aritmia) mungkin diperlukan. 7

Walaupun informasi tentang pengobatan medis sangat sedikit, untuk

mengatasi angina dapat dilakukan dengan tirah baring, terapi oksigen, pengunaan

β-blocker untuk mengurangi konsumsi oksigen dan pengobatan dengan nitrat

untuk meningkatkan penyaluran oksigen lewat dilatasi dari arteri koronaria. β-

blocker dan nitrat harus digunakan dengan hati-hati karena resiko terhadap

penurunan preload dan tekanan darah sistemik pada pasien yang rentan.

Nitrogliserin intravena dosis rendah atau nitrogliserin sub lingual dosis rendah

dapat menjadi pilihan.5

Sinkop biasanya terjadi saat latihan dan tidak ditangani secara spesifik setelah

kejadian selesai. Jika sinkip berhubungan dengan kejadia taki/bradi- aritmia,

37
medikasi anti aritmia atau implantasi untuk pacemaker dan/atau defibrillasi kardiak

interna dapat diberikan. 5

Kongesti pulmonar yang disebabkan oleh gagal jantung diobati dengan

digitalis, diuretik dan ace- inhibitor atau angiotensin receptor blocker, dengan

observasi yang ketat terhadap terjadinya reduksi preload yang dapat memicu

terjadinya hipotensi dan penurunan cardiac output. 5

Intervensi Bedah untuk Stenosis Aorta

Prosedur Indikasi Deskripsi

Penggantian katup aorta Stenosis aorta bergejala berat


Katup aorta diangkat dan

Stenosis aorta berat dengan katup baru (mekanik atau

fraksi ejeksi <50% biologis) dijahit ke annulus

Stenosis aorta berat dan dari katup aslinya.

keperluan untuk operasi

jantung lain

Baloon aortic valvuloplasty Awal penggantian katup aorta


Balon diletakkan sepanjang

pada pasien yang tidak katup aorta dan dipompa

stabil dan dikempiskan

Terapi paliatif untuk beberapa kali per detik

mengurangi gejala jika untuk melebarkan

pembedahan beresiko annulus dan mengurangi

tinggi derajat stenosis.

Transcatheter aortic vlave


Pasien dengan gejala yang
Penggantian katup di dalam

implantation lebih serius dan tidak bisa stent yang diletakkan di

diatasi dengan atas annulus katup aorta

38
menggunakan secara transapikal atau

pembedahan biasa transkateter

Guideline dari The European Society of Cardiology/ European Association for

Cardio-Thoracic Surgery 2012 menyatakan bahwa Indikasi kelas 1 untuk AVR

(Aortic Valve Replacement) adalah 1) stenosis aorta dengan simptom yang berat,

2) pasien asimtompmatik dengan stenosis aorta berat yang sedang menjalani

operasi CABG; operasi aorta asendens, atau operasi katup lain, 3) pasien

asimptomatik dengan stenosis aorta berat dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri kurang

dari 50% dan 4) stenosis aorta berat asimptomatik dengan exercise test yang

abnormal dan menunjukkan gejala yang berhubungan dengan stenosis aorta.

Indikasi kelas 2a untuk AVR adalah 1) pasien beresiko tinggi dengan stenosis

aorta berat asimptomatik yang memenuhi syarat untuk AVR transapikal setelah

dinilai profil anatominya, 2) stenosis aorta berat asimptomatik dengan excercise

test abnormal yang menunjukkan penurunan tekanan darah dibawah batas

normal, 3) stenosis aorta sedang pada pasien yang menjalani CABG, operasi aorta

asendens atau operasi katup lain, 4) pasien stenosis aorta berat simptomatik

dengan fraksi ejeksi ventrikel yang normal dan gradien ynag rendah ( kurang dari

40mmHg), 5) pasien stenosis aorta berat simptomatik, berkurangnya fraksi ejeksi

ventrikel kiri, gradien yang rendah dan 6) pasien stenosis aorta berat asimptomatik

tanpa semua ketentuan di atas jika resiko operasi kecil dan peak transvalvular

velocity lebih besar dari 5,5 m/s atau terdapat kalsifikasi yang berat pada katup

aorta dan rata-rata progresi transvalvular velocity ≥ 0,3m/s per tahun.

39
Transapikal AVR harus dipertimbangkan pada pasien dengan stenosis aorta

berat simptomatik yang tidak dapat menjalani operasi AVR karena komorbiditas

yang berat.

Pasien Asimptomatik

Penggantian katup aorta juga direkomendasikan untuk pasien asimptomatik

dengan stenosis aorta berat disertai dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri ( fraksi

ejeksi < 50%). Ketika stenosis aorta berat menjadi kelainan utama, penggantian

katup aorta adalah terapi life-saving dan dapat memperbaiki fungsi ventrikel kiri.7

Tetapi, observasi ketat juga direkomendasikan pada kasus pasien dengan

stenosis aorta asimptomatik, termasuk mereka dengan penyakit berat.

Pembedahan pada pasien asimptomatik memiliki resiko sudden death sebanyak

1% per tahunnya. Pembedahan dilakukan pada pasien yang memiliki outcome

buruk apabila tidak dilakukan penggantian katup aorta secepatnya. 7

Pasien dengan stenosis aorta berat ( area katup aorta < 0,6cm2 atau aortic jet

velocity ≥ 5m/s), peningkatan aortic jet velocity yang cepat sepanjang waktu, atau

kalsifikasi katup yang parah memiliki resiko tinggi untuk menjadi simptomatik dan

membutuhkan operasi penggantian katup aorta dalam waktu satu atau dua tahun

selanjutnya. 7

Pasien beresiko tinggi, termasuk pasien yang tinggal berjauhan dengan

fasilitas kesehatan, mungkin memerlukan observasi yang lebih ketat atau

mempertimbangkan untuk melalukan operasi penggantian katup secepatnya jika

prediksi kematian operasi 1 % atau kurang ( untuk pasien usia 70 tahun atau lebih

muda tanpa komorbiditas yang berarti). 7

40
Ketika status simptom tidak jelas, ACC/AHA merekomendasikan bahwa

excersise stress testing dilakukan dibawah pengawasan langsung oleh kardiologis

yang berpengalaman. Penggantian katup aorta harus dipertimbangkan apabila

simptom terjadi ketika pasien memiliki rata –rata denyut jantung maksimum < 80%

dari nilai yang diprediksi atau jika pasien memiliki respon tekanan darah yang

abnormal.7

Pedoman untuk terapi medikasi sangat terbatas dan terapi medis saat ini

didasarkan pada konsensus dari para ahli. Dalam beberapa penelitian, terapi statin

dinilai dapat memperlambat progresifitas dari stenosis aorta, tetapi dalam

beberapa penelitian yang lebih besar, tidak mendukung hal itu. Pedoman saat ini

merekomendasikan terapi statin untuk pasien dengan stenosis aorta dan

hiperkolesterolemia untuk mengurangi kejadian kardiovaskular. 5

Antibiotik profilaksis sebelum tindakan dental dan prosedur invasif lainnya

adalah terapi standar pada pasien dengan stenosis aorta. Saat ini, antibiotik

profilaksis diberikan pada pasien dengan stenosis aorta rematik, untuk mencegah

terjadinya demam rematik berulang. Bukti terbaru menunjukkan bahwa

bakteremia lebih sering terjadi pada kegiatan sehari-hari seperti menyikat gigi,

flossing, dan mengunyah dibandingkan dengan tindakan prosedur dental. Oleh

karena itu, menjaga higiene dan kesehatan oral yang maksimal dapat menurunkan

resiko kejadian yang lebih besar. 5

Prevalensi pasien dengan hipertensi dan stenosis aorta cukup tinggi. Studi dari

1873 pasien menunjukkan 50% diantaranya memiliki hipertensi. Hipertensi pada

pasien dengan stenosis aorta berpengaruh pada peningkatan afterload yang

menambah beban kerja dari ventrikel kiri yang sudah hipertrofi. 5

2.3.10 Prognosis

41
Survival rate 10 tahun pasien pasca operasi ganti katup aorta adalah sekitar

60% dan rata-rata 30% katup artifisial bioprotesis mengalami gangguan setelah 10

tahun dan memerlukan operasi ulang. Katup metal artifisial harus dilindungi

dengan antikoagulan untuk mencegah trombus dan embolisasi. Sebanyak 30%

pasien ini akan mengalami komplikasi perdarahan ringan- berat akibat dari terapi

tersebut. Valvuloplasti aorta perkutan dengan balon dapat dilakukan pada pasien

anak atau anak muda dengan AS kongenital-non kalsifikasi. Pada orang dewasa

dengan kalsifikasi, tindakan ini menimbulkan restenosis yang tinggi. 4

42
2.3.11 Guideline Stenosis Aorta27

43
44
2.3.11 Kesimpulan

Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup

aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari

ventrikel kiri ke aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta

membuka secara maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari

jantung menuju aorta.

Pada orang dewasa stenosis aorta terjadi karena kalsifikasi dari katup aorta

yang pada umumnya sering terjadi pada kelainan kongenital katup aorta bikuspid

dan inflamasi rematik sebelumnya.

Stenosis aorta adalah penyakit jantung ketiga yang paling umum terjadi di

negara berkembang setelah hipertensi dan penyakit jantung koroner.

Pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis aorta stenosis adalah Doppler-

Ekokardiografi non-invasif 2 dimensi. Temuan pada pemeriksaan fisik dan

Doppler-ekokardiografi dapat menunjukkan perluasan dan keparahan dari

stenosis aorta.

Stenosis aorta bisa tampak asimptomatik, bisa juga tampak simptomatik. Tiga

gejala utama yang timbul pada stenosis aorta adalah dispnea, angina dan sinkop.

Stenosis aorta diklasifikasikan berdasarkan aortic jet velocity, mean gradien

pressure dan aortic valve area menjadi ringan, sedang dan berat.

Stenosis aorta menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta pada waktu

sistolik ventrikel. Dengan meningkatnya resistensi terhadap ejeksi ventrikel, maka

beban tekanan ventrikel kiri meningkat. Sebagai akibatnya, ventrikel kiri menjadi

hipertrofi agar dapat menghasilkan tekanan yang lebih tinggi untuk

mempertahankan perfusi perifer; hal ini menyebabkan timbulnya selisih tekanan

yang mencolok antara ventrikel kiri dan aorta.

45
Penggantian katup aorta adalah satu-satunya cara yang efektif untuk keadaan

stenosis aorta yang berpengaruh secara hemodinamik. Pembedahan tersebut

memiliki rata-rata angka kematian sebesar 4% dan resiko kegagalan penggantian

katup sekitar 1% per tahun.

Survival rate 10 tahun pasien pasca operasi ganti katup aorta adalah sekitar

60% dan rata-rata 30% katup artifisial bioprotesis mengalami gangguan setelah 10

tahun dan memerlukan operasi ulang.

46
2.4 REGURITASI AORTA

2.4.1. Definisi

Regurgitas katup aorta adalah kebocoran pada katup aorta yang terjadi

setiap kali ventrikel mengalami relaksasi. Regurgitasi di tentukan oleh adanya

inkompetensi katup aorta dimana sebagian dari volume curah jantung dari

ventrikel kiri mengalir kembali ke ruang ventrikel selama diastol.

2.4.2 Etiologi

2.4.2.1 Dilatasi pangkal aorta

Penyakit kolagen

Aortitis sifilitka

Diseksi aorta

47
2.4.2.2 Penyakit katup artifisial

Penyakit jantung rematik

Endokarditis bakterialis

Aorta artificial congenital

Ventricular septal defect

Ruptur traumatik

Aortic left ventricular tunnel

Bicuspid acrtic valve

Senile degeneration calsification

2.4.2.3 Genetik

Sindrom Marfan

2.4.3. Patofisiologi

Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang rusak membentuk

bilah katup aorta, sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta

dengan rapat selama diastole dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari

aorta ke ventrikel kiri.

Defek katup ini disebabkan oleh endokarditias, kelainan bawaan atau

penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau

sobekan aorta ascenden.

Karena kebocoran katup aorta selama diastole, maka sebagian darah

dalam aorta, yang biasanya bertekanan tinggi akan mengalir ke ventrikel kiri

sehingga ventrikel kiri harus mengatasi keduanya yaitu mengirim darah yang

48
secara normal diterima dari atrium kiri maupun darah yang kembali dari aorta.

Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi

peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih dari

normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan sistolik meningkat.

Sistem kardiovaskular berusaha mengkompensasi melalui refleks dilatasi

pembuluh darah dan arteri perifer melemas sehingga tahanan perifer menurun

dan tekanan diastolik turun drastis.

Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan

kronik. Kerusakan akut akan timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi

sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap

insufisiensi aorta. Peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir

ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.

Dilatasi ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta,

bertujuan untuk mempertahankan curah jantung disertai peninggian tekanan

artifisial ventrikel kiri. Pada saat aktivitas, denyut jantung dan resistensi vaskular

perifer menurun sehingga curah jantung bisa terpenuhi. Pada tahap lanjut,

tekanan atrium kiri, pulmonary wedge preasure, arteri pulmonal, ventrikel kana

dan atrium kanan meningkat sedangkan curah jantung menurun walaupun pada

waktu istirahat.

2.4.4 Manifestasi klinis

Adapun tanda dan gejala yang biasa dirasakan oleh pasien dengan aorta

regurgitasi adalah sebagai berikut :

49
1. Rasa lelah

2. Dyspnea saat aktivitas

3. Palpitasi

4. Angina dengan hipertrofi ventrikel kiri

5. Temuan hemodinamik :

a. Pengisian dan pengosongan denyut arteri yang cepat

b. Tekanan nadi melebar disertai peningkatan tekanan sistemik dan

penurunan tekanan diastolik

c. Tekanan diastolik rendah

6. Auskultasi : bising diastolik, bising austinflint yang khas, sistoloik ejection click

disebabkan oleh peningkatan volume ejeksi.

Regurgitasi aorta berat menyebabkan melebarnya tekanan nadi (wide pulse

pressure) karena selisih tekanan sistolik dan diastolik yang besar. Sebagai

akibatnya curah sekuncup (stroke volume) juga menjadi besar. Hal ini

menyebabkan beberapa tanda perifer yang khas, yang dinamai sesuai dengan

penemunya. Di bawah ini adalah 13 tanda regurgitasi aorta berat:

a. Pulsasi Corrigan (Corrigan’s pulse): distensi arteri yang cepat dan kuat,

diikuti kolaps arteri tersebut dengan segera.

b. Tanda Muller (Muller’s sign): pulsasi uvula yang terlihat jelas.

c. Tanda Duroziez (Duroziez’s sign): bruit sistolik dan diastolik yang

terdengar saat menekan arteri femoralis secara gradual.

d. Tanda de Musset (de Musset’s sign): kepala terangguk setiap jantung

berdenyut.

50
e. Tanda Quincke (Quincke’s sign): pulsasi kapiler yang nampak dengan

penekanan ringan pada kuku jari.

f. Tanda Hill (Hill’s sign): tekanan darah sistolik arteri poplitea > 60 mm Hg

dibanding arteri brakialis (tanda regurgitasi aorta paling sensitif).

g. Tanda Shelly (Shelly’s sign): pulsasi leher rahim pada pemeriksaan

ginekologi.

h. Tanda Traube (Traube’s sign): bunyi sistolik dan diastolik yang terdengar

di arteri femoral (“pistol shots sound”).

i. Tanda Becker (Becker’s sign): pulsasi arteriol retina yang terlihat.

j. Tanda Rosenbach (Rosenbach’s sign): pulsasi hepatik

k. Tanda Landolfi (Landolfi’s sign): kontraksi pupil saat sistolik dan dilatasi

pupil saat diastolik.

l. Tanda Gerhardt (Gerhardt’s sign atau Sailer’s sign): pulsasi limpa bila

telah terjadi splenomegali.

m. Tanda Mayne (Mayne’s sign): penurunan tekanan darah diastolik sebesar

15 mm Hg ketika lengan diangkat di atas kepala (merupakan tanda yang

tidak spesifik).

Tanda-tanda di atas tidak dijumpai pada regurgitasi aorta akut.

2.4.5. Pemeriksaan penunjang

Elektrokardiogram pada pasien dengan regurgitasi aorta umumnya

menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri, tetapi sering tanpa depresi segmen ST dan

inversi T. pada foto thoraks ditemukan gambaran pembesaran ventrikel kiri dan

51
dilatasi aorta proksimal. Echocardiografi akan bisa menetukan anatomi

fungsional dari katup dan pangkal aorta, dan pencitraan Doppler akan membantu

menilai keparahan kebocoran waktu diastole.

2.4.6. Penatalaksanaan

2.4.6.1 Pengobatan medikamentosa

Pasien dengan regusgitasi aorta harus memperoleh manfaat jangka

panjang pemberian vasodilator kerja-langsung ( direct acting ). ACE-I atau ARB

mungkin tidak efektif sampai system RAA diaktifkan, sehigga mungkin ada peran

untuk antagonis kalsium kerja panjang dihidrpiridin, dalam upaya untuk

mengurangi fraksi regurgitasi. Obat-obat tersebut dapat dipertimbangkan untuk

terapi jangka panjang pada pasien regurgitasi aorta berat asimtomatik dengan

dilatasi ventrikel namun fungsi sistoliknya masih baik. Selain itu, meskipun B-

Bloker secara teoritis memperpanjang sistol, banyak dokter menggunakan beta

bloker dosis rendah karena kaitan yang dikenal antara regurgitasi aorta dan

penyakit aneurisma aorta.

Pasien dengan regurgitasi aorta harus memperoleh konseling rinci tentang

aktifitas fisik baginya. Latian isometric, angkat berat, dan kegiatan eksertional

berat, yang melibatkan kerja lengan berat, harus secara spesifik dilarang karena

reflex peningkatan resistensi vascular perifer yang terjadi dengan lathan lengan.

Sebaliknya, latihan ritmis, resistensi rendah pada kelompok otot jantung besar,

seperti bersepeda mengurasi resistensi perifer, harus didorong untuk memelihara

52
kebugaran dan rasa nyaman. Pemberian pengbatan untuk endocarditis juga perlu

diperhatikan.

2.4.6.2 Terapi pembedahan

Penderita insufisiensi kronik berat dengan gejala dianjurkan untuk operasi.

Penderita tanpa gejala tetapi dengan disfungsi ventrikel kiri yang jelas saat

istirahat pada pemeriksaan ventrikulografi Tc 99 m, ekokardiografi dan angiografi

harus dianjurkan untuk operasi.

Penderita dengan ejeksi fraksi tidak meningkat saat kerja juga masuk kategori

yang sama dan biasanya butuh operasi walaupun bisa ditunda operasinya.

Insufisiensi akut biasanya timbul akibat endokarditis bakterialis, diseksi aorta,

atau ruptur katup miksomatosa. Tindakan operatif biasanya perlu dilakukan untuk

mencegah kematian akibat edem paru.

2.4.6.3 Komplikasi

Cardiomegali

Pada regurgitasi katup aorta , darah mengalir kembali ke ventrikel dari aorta tepat

setelah ventrikel memompakan darah ke aorta. Pada regurgitasi aorta otot

ventrikel kiri mengalami hypertrofi akibat peningkatan beban kerja ventrikel. Pada

regurgitasi ruang ventrikel kiri juga membesar untung menampung seluruh darah

yang kembali dari aorta. Kadang-kadang massa otot ventrikel kiri bertambah

empat sampai lima kali lipat, membuat jantung kiri sangat besar.

Gagal ventrikel kiri

53
Pada stadium awal regurgitasi aorta, kemampuan intrinstik ventrikel kiri untuk

beradaptasi terhadap peningkatan beban dapat menghindari gangguan yang

berarti pada fungsi sirkulasi selama beristirahat, di luar peningkatan hasil kerja

yang dibutuhkan oleh ventrikel kiri.

Edema paru

Di atas tingkat kritis kelainan katup aorta, ventrikel kiri akhirnya tidak dapat

menyesuaikan diri lagi dengan beban kerja. Akibatnya ventrikel kiri melebar dan

curah jantung mulai turun, pada saat yang bersamaan darah tertimbun di atrium

kiri dan di paru-paru di belakang ventrikel kiri yang kepayahan. Tekanan atrium

kiri meningkat secara progresif dan muncul edema di paru-paru.

2.4.6.4 Prognosis

70 % pasien dengan insufisiensi aorta kronik dapat bertahan 5 tahun,

sedangkan 50 % mampu bertahan 10 tahun setelah diagnosis ditegakkan.

Pasien mampu hidup secara normal, tetapi rentan terhadap endokarditis infektif.

Jika timbul gagal jantung , bisa bertahan 2 tahun dan setelah timbul gejala angina

biasanya bertahan 5 tahun. Pasien dengan insufisiensi aorta akut dan edema

paru memiliki prognosis buruk dan, biasanya harus operasi.

54
2.4.6.5 Guideline aortic regurgitasi27

55
BAB III

56
KESIMPULAN

Penyakit Katup jantung merupakan penyakit akitbat tidak berfungsinya katup

jantung dengan baik dalam meregulasikan darah dalam satu jalur. Penyakit katup jantung

terdiri dari stenosis dan regurgitasi. Katup stenosis apabila katup tersebut tidak dapat

membuka dengan sempurna dan katup regurgitasi apa katup tersebut tidak dapat

menutup dengan sempurna.

Penyakit katup jantung diakibkan oleh bakteri streptococcus, kelainan congenital,

trauma, rupture korda tendinea, dll. Penyakit katup jantung akan memberikan gejala

berupa dyspney on excertition, orhopneu, kelelahan. Hal ini jika tidak segera di tindaki

lama kelamaan akan menyebabkan gagal jantung.

Penanganan katup jantung dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari medical

therapy, PMC (percutaneous mitral commisuratomy), TAVI (transchateter aortic valve

implantation), hingga dilakukan operasi.

57
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurkhalis. Kelenturan atrioventrikular pada stenosis mitral. 2015;168–74.

2. Razuna A. Gambaran Manajemen Dan Komplikasi Pasien Mitral Stenosis Di RSUP

DR.M. Djamil Padang. Universitas Andalas; 2016.

3. Indrajaya, Ghanie. Stenosis Mitral. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 6th ed.

Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 1171–80.

4. Rifqi S, Nugroho A. Penyakit Katup Jantung. In: Penyakit Kardiovaskular (PKV) 5

Rahasia. 3rd ed. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2015. p. 280.

5. Nijjer S, Gill J, Nijjer S. Valvular Heart Disease. J Am Coll Cardiol [Internet].

2008;51(10):A271–7. Available from:

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0735109708004804

6. Dima C, et al. Mitral Stenosis [Internet]. 2018. Available from:

https://emedicine.medscape.com/article/155724-overview#a4

7. Brandler ES, et al. Mitral Stenosis in Emergency Medicine [Internet]. Departments

of Emergency Medicine and Internal Medicine, University Hospital of Brooklyn,

Kings County Hospital. 2015. Available from:

https://emedicine.medscape.com/article/758899-overview#a6

8. Hussein LN. Stenosis Mitral. Pekanbaru, Riau; 2009.

9. Setiawan F. Hubungan Mitral Valve Area (MVA) Dengan Hipertensi Pulmonal Pada

Stenosis Mitral. Semarang; 2014.

58
10. Price, S.A., Wilson, L.M., (2005), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,

EGC, Jakarta.

11. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et.al editor.

Cardiology. In: Harrison’s manual of medicine 17th ed. USA: McGraw Hill

13. Sudoyo A.W. Setyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna

publishing.2009

14. ACCF/AHA Guidline for Mitral regurgitation : a Report of the American College of

Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on practice

Guidlines. 2013

15. Swanton R.H. Cardiology. Blackwell Science Ltd

16. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison’s principles of internal

medicine. 18th Ed. Vol 1. New York: McGraw Hill; 2012. P. 1938-9

17. Aggeli C, Lampropoulos K, Stefanadis C. Aortic stenosis and hypertension: is there

any relationship?. Hellenic J Cardiol. 2009; 50(1-2); 1.

18. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Edisi 5. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H. 1686-7.

19. Cary T, Pearce J. Aortic stenosis: pathophysiology, diagnosis, and medical

management of nonsurgical patients. Critical Care Nurse. April 2013; 33(2). 63-9.

20. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.

Jakarta: EGC; 2005.h. 620-1.

59
21. Grimard BH, Larson JM. Aortic stenosis: diagnosis and treatment. Am Fam Physician.

2008; 78(6): 720-2.

22. Aronow WS. Indications for surgical aortic valve replacement. J Cardiovasc Dis Diagn.

2013; 1(4). 1.

23. Rilantono, Lili Ismudiati, dkk. 2002. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

24. Gray, Huon H, dkk. 2003. Lectures Notes: Kardiologi. Surabaya: Erlangga

25. Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

26. Leman, Saharman. Buku ajar penyakit dalam : jilid II. 2018. Jakarta . interna

publishing. 1689-1692.

27. Taylor J. ESC/EACTS Guidelines on the management of valvular heart diseaseVol.

33, European Heart Journal. 2012. 2371-2372 p.

60
61

Anda mungkin juga menyukai