Perebutan posisi primer dan sekunder antara materi dan ide merupakan
perdebatan yang tak pernah dingin dalam sejarah perjalanan filsafat. Berbeda dengan
idealisme yang menyatakan bahwa ide adalah hal yang primer, materialism malah
menawarkan sebuah pandangan yang menyatakan ke-primer-an materi sebgai awal
semesta ini. Namun, seiring perjalanannya, materialism kemudian menjadi aliran
pemikiran dengan corak atheis yang kental. Terlebih ketika aliran dengan corak
kebendaan ini – ditangan berbagai filsuf besar seperti marx dan engels – mengadopsi
sebuah senjata handal dari pihak idealis yakni Dialektika.
Tan Malaka, bapak pendiri republik Indonesia bukan hanya orang yang sadar
akan pentingnya filsafat bagi anak bangsanya, namun beliau juga dapat dipandang
sebagai orang yang melampaui batas zamannya. Bagaimana tidak dengan latar belakang
kehidupan yang sangat agamis, beliau mengambil dasar pemikirannya dari sebuah
aliran filsafat yang sangat identik dengan anti Tuhan: materialisme.
Tidak hanya sebatas persoalan filsafat, dalam berbagai kesempatan tan malaka
bahkan mencoba untuk menyinggung tentang tuhan dan agama dalam presfektif yang ia
tawarkan melalui senjata analisis yang berpijak berdasarkan materialisme dan
kemudian beliau tawarkan sebagai sebuah senjata untuk membedah segala fenomena
yang ada disemesta ini secara kasat mata.