Anda di halaman 1dari 42

PRESENTASI KASUS

DHF

Disusun Oleh :
Nama : Anissa Nadia Fathurahmi
NIM : 030.00.021

Pembimbing :
Dr.Charles Antoni, SpA
Dr.Tri Yanti ,SpA
Dr. Dina S Dalianti ,SpA
Dr. Rivai Usman,SpA

KEPANITERAAN KLINIK ANAK RSUD BEKASI


PERIODE 15 DESEMBER 2008 – 21 FEBRUARI 2009
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
JAKARTA, 2009
PENGESAHAN

Dengan hormat ,

Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD


Bekasi periode 15 Desember 2008 – 21 Februari 2009 dengan judul
DHF yang disusun oleh :

Nama : Anissa Nadia Fathurahmi


NIM : 030.00.021
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :

Pembimbing :
Dr.Charles Antoni, SpA
Dr.Tri Yanti, Sp.A
Dr.Dina S Dalianti ,SpA
Dr.Rivai, SpA

Menyetujui ,

( Dr.Charles Antoni,Sp.A ) (Dr.Tri Yanti, SpA)

(Dr.Dina S Dalianti, SpA) (Dr.Rivai, SpA)


PRESENTASI KASUS

.I. IDENTITAS
A. Identitas pasien
Nama : An. K
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : JL. Mutiara no: 16 rt.10/16.
Masuk RSUD Bekasi : 27 Desember 2008
B. Identitas orang tua
Ayah Ibu
Nama : Tn.Supardi Ny. Muslimah
Usia : 45 tahun 38 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : D3 SMP
Pekerjaan : Swasta Ibu rumah tangga
Penghasilan : Rp.2.000.0000 -
Alamat : SDA SDA

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 27 Desember 2008
Keluhan utama
Pasien panas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tambahan
Pusing, nyeri ulu hati, mual, mengigil, batuk-batuk, BAB (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan panas sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Os mengeluh panas dirasakan pada sore hari dan memuncak
pada malam hari lalu agak berkurang pada siang hari. Panas dirasakan
pasien sejak hari sabtu disertai dengan pusing, 2 hari SMRS pasien di
bawa ke Puskesmas dan oleh dokter diberi obat penurun panas, tetapi
pasien mengeluh panas nya turun lalu kemudian naik kembali pada
malam hari. 1 hari SMRS pasien mengeluh demam disertai pusing berat
dan nyeri ulu hati, mual- mual, nafsu makan menurun ,batuk-batuk
, belum BAB sejak sakit, sesak (-) , tidak ada retraksi sela iga, tidak
ada pernafasan cuping hidung, BAK normal. Karena panasnya yang
turun naik, ibu pasien membawa pasien ke RSUD Bekasi untuk dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Di dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti
dirinya.
III. Riwayat pasien
A.Susunan keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak pasien
adalah laki-laki berusia 16 tahun dan adik pasien adalah perempuan
berusia 8 tahun. Ayah pasien adalah anak kedua dari enam bersaudara,
sedangkan ibu pasien adalah anak ketiga dari empat bersaudara.
Kakek dan nenek pasien dari pihak ibu masih hidup. Kakek dan nenek
pasien dari pihak ayah sudah meninggal. Baik nenek dan kakek dari
kedua pihak ibu dan ayah dari pasien tidak menderita penyakit
apapun.
Dengan demikian dapat disimpulkan susunan pedigree keluarga
pasien adalah sebagai berikut:

PASIEN

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Selama kehamilan,ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke
bidan. Dan ibu pasien menyatakan tidak pernah ada riwayat infeksi
selama masa kehamilannya tidak mengkonsumsi obat-obatan maupun
jamu2xan selama masa kehamilannya
Pasien dikandung cukup bulan (9bulan 7 hari), lahir spontan dengan
ditolong oleh bidan. Setelah lahir, pasien langsung menangis, dengan
berat badan lahir 3600gram, panjang 50 cm, pergerakan aktif, warna kulit
kemerahan, dan tidak ada tanda-tanda sesak. Tidak ditemukan adanya
kelainan congenital pada pasien

KEHAMILAN Morbiditas Ibu pasien ketika hamil tidak


kehamilan mengalami sakit yang berat
Perawatan antenatal Ibu pasien rajin kontrol ke bidan
KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi 9 bln 7 hr
- berat lahir : 3600 gram
Keadaan bayi - panjang : 50 cm
- lingkar kepala: -
- langsung menangis
- pucat (-)
- biru (-)
- kuning (-)
- kejang (-)
- nilai apgar: (-)
- kelainan bawaan: (-)

Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik.

C.Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan gigi : gigi pertama tumbuh bulan ke 6

Psikomotor
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 12 bulan
Bahasa : Ngoceh : 4 bulan
Bicara beberapa kata : 12 bulan
Psikososisal : Interaksi dengan keluarga : 5 bulan
Bermain bersama teman : 2 tahun
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik.
Riwayat makanan dan minuman

Umur (bulan) ASI PASI Buah / Bubur Nasi tim Makanan


(SGM) biskuit susu / bubur keluarga

0–2 + - - - - -

2–4 + - - - - -

4–6 + - - - - -

6–8 + + + + + -

8 – 10 + + + + + -

10 – 12 + + + + + -

12 – 18 + + + + + -

18 – + + + - + -
seterusmya

+ = tidak rutin diberikan


Kesan : kualitas dan kuantitas makanan baik.

Riwayat imunisasi

Jenis Imunisasi Dasar 1 2 3


BCG √
Hepatitis B √ √ √
Polio √ √ √
DPT √ √ √
Campak √ √

Kesan : Riwayat imunisasi dasar kurang lengkap


Riwayat sosial ekonomi
Ayah pasien adalah seorang pegawai swasta dengan penghasilan kira kira
sebesar Rp. 2.000.000 per bulan. Menurut ibu pasien, penghasilan tersebut cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari hari keluarga.

¤ Kesan : keadaan sosial dan ekonomi cukup.


Riwayat perumahan dan sanitasi lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tuanya dalam sebuah rumah
berukuran kira kira 150 m2 dengan 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, dapur, dan ruang
tamu. Dindingnya terbuat dari tembok dengan lantai keramik dan beratap genting.
Jarak antara satu rumah dengan rumah lain berdempetan. Sinar matahari dan
ventilasi cukup. Penerangan listrik PLN dan air untuk berbagai kebutuhan rumah
tangga didapat dari Sanyo air tanah.
Pembuangan air dari rumah tangga disalurkan ke septic tank. Sampah
dikumpulkan dan langsung dibakar di depan rumah

¤ Kesan : riwayat perumahan dan sanitasi baik.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

A. Dilakukan pada tanggal 27 Desember 2008


Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 30 kg
Tinggi badan : 146 cm
Tanda vital :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 100 x/ menit
- Suhu : 38,6 C
- Pernafasan : 32 x/ menit
Kepala : Normocephali,rambut hitam mengkilap, tidak mudah
dicabut, distribusi merata.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor,
RCL +/+, RCTL +/+.
Telinga : normotia, serumen +/+.
Hidung : bentuk dan ukuran dalam batas normal, deviasi septum (-),
secret (-), epistaksis (-).
Mulut : bibir kering, sianosis (-), caries dentis (+).
Lidah : normoglosia, lidah kotor (+) dengan tepi hiperemis,
Tremor (-).
Leher : KGB tidak teraba membesar, kel. Tiroid dbn, trakea lurus
ditengah.
Thorax :
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V midclavicularis
sinistra.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, Murmur (-),
Gallop (-)
Paru – paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, retraksi sela iga (-).
Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua lapangan paru.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesicular, ronki basah halus (+/+)
di kedua lapang paru bagian parahiler
Wheezing (-/-) di kedua lapang paru .

Abdomen :
Inspeksi : Datar, umbilicus tidak menonjol.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak terabamembesar,
nyeri tekan (+) pada epigastrium,
nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, turgor kulit baik.


Perkusi : Timpani pada seluruh lapangan abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Extremitas : akral hangat, edema (-), cyanosis (-).


B. Status gizi Berat Badan : 30 kg
Tinggi Badan : 146 cm
Berdasarkan standar WHO - NCHS berat badan perempuan usia 11
tahun adalah 41,5 kg (median) dan 52,4 kg (+1 SD) sementara berat
badan pasien adalah 30 kg.

BB / U Z-scores= nilai anthropometris anak-median standar


selisih median dg + 1SD (tabel)

= 30 – 41,5 .
(52,4-41,5)

= - 11,5
10,9
= - 1,05
Kesimpulan : Gizi Baik

Berdasarkan standar WHO - NCHS tinggi badan anak perempuan


umur 12 tahun adalah 151,5 cm (median) dan 158,3 cm (+1 SD),
sementara tinggi badan pasien adalah 146 cm.

TB / U Σ = nilai antropometri - median standar


1 SD dari standar
= 146 – 151,5
(158,3 – 151,5)
= -5,5/6,8
= -0,80
Kesan = Tinggi badan Normal
Indikator BB/U : Gizi baik
Indikator TB/U : Normal
Kesan : Keadaan Gizi anak ” Baik ” pada saat ini.
IV. PEMERIKASAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
Tanggal 27 Desember 2008
Hb : 13,1 g/dl
Leukosit : 5900 /ul
Ht : 38,9 %
Trombosit : 109.000 /ul
Hematologi lengkap :
- LED : 65 mm
- MCV : 85,1 fl
- MCH : 28,9 fg
- Hitung jenis : 33,9 g/dl
- Basofil : 0 %
- Eosinofil : 0 %
- Batang : 0 %
- Segment : 87 %
- Limfosit : 12 %
- Monosit : 1 %
Widal :
- Salmonella typhi O : 1/160
- Salmonella paratyphi AO : Negatif
- Salmonella patratyphi BO : 1/160
- Salmonella paratyphi CO : Negatif
- Salmonella typhi H : 1/160
- Salmonella paratyphi AH : 1/80
- Salmonella paratyphi BH : Negatif
- Salmonella paratyphi CH : Negatif
Urine lengkap
- Warna : Kuning
- Kejernihan : Jernih
- Ph : 6
- Berat jenis : 1020
- Albumin : 0
- Glukosa : Negatif
- Keton : Negatif
- Urobilinogen : 0,2 EU
- Bilirubin : Negatif
- Darah samar : Negatif
- Leukosit esterase : 0
- Nitrit : Negatif
Sedimen
- Eritrosit : 0-2 /LPB
- Leukosit : 4 /LPB
- Silinder : Negatif
- Epitel : Negatif
- Kristal : Negatif
- Bakteri : 0
- Lain-lain : Negatif
Ro/ Thorax :
Tampak : COR : Dalam batas normal
Pulmo : Bercak infiltrat parahiler
Kesan : Bronkopneumoni
V. RESUME
Pasien seorang anak perempuan 11 tahun dengan keluhan panas sejak 4
hari SMRS, demam terutama pada malam hari ,pusing, 2 hari SMRS
pasien di bawa ke Puskesmas dan oleh dokter diberi obat penurun panas,
tetapi panasnya tidak berkurang,pasien mengeluh pusing berat dan nyeri
ulu hati, mual- mual, nafsu makan menurun ,batuk- batuk, belum BAB
sejak sakit, BAK normal,batuk(+), pilek(+).

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :


Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 30 kg
Tinggi badan : 146 cm
Tanda vital :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 100 x/ menit
- Suhu : 38,6 C
- Pernafasan : 32 x/ menit
Status generalis
Mulut : bibir kering, sianosis (-), caries dentis (+)
Lidah : normoglosia, lidah kotor dengan tepi hiperemis,
tremor (-)
Abdomen : supel, datar, BU (+), nyeri tekan di epigastrium,
hepar dan lien tidak teraba membesar.

Pada pemeriksaan penujang tanggal 27 Desember 2008, didapatkan ;


Ht : 38,9 %
Trombosit : 109.000 /ul Hematologi lengkap :
- LED : 65 mm
- Eosinofil : 0 %
- Batang : 0 %
- Segment : 87 %
- Limfosit : 12 %
- Monosit : 1 %
Widal :
- Salmonella typhi O : 1/160
- Salmonella patratyphi BO : 1/160
- Salmonella typhi H : 1/160
- Salmonella paratyphi AH : 1/80
Pada Ro/ thorax ditemukan : Gambaran bercak infiltrat di
parahiler

VI. DIAGNOSA KERJA


DHF GRADE 1
VII. DIAGNOSA BANDING
Demam Tifoid
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
IgG , IgM anti dengue

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Bed rest total
2. IVFD RL : 30 tetes/menit
3. Paracetamol syrup : 3x1 Cth
4. Vometa : 3x1 Cth
5. Polysilen : 3x1 Cth
6. Amoxylin : 3x500 mg iv
7. Ranitidin : 2x1 ampul

IX. PROGNOSIS
Ad. Vitam : bonam
Ad. Functionam : bonam
Ad. Sanasionam : bonam

ANALISA KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis DHF adalah berdasarkan dari:


1. Anamnesis
Adanya panas naik turun 4 hari SMRS. Disertai dengan rasa mual.
Os juga mengeluh kepala pusing dan susah BAB (konstipasi),nyeri
ulu hati, nafsu makan menurun.
2. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yang sakit
sedang, kesadaran: CM, peningkatan suhu:38,6 C, lidah: coated
tongue, nyeri tekan di daerah epigastrium, dan kesulitan BAB.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan tgl 27 Desember 2008 didapatkan:
Hematologi : Ht : 38,9 %
Trombosit : 109.000 /ul
Serologi : Tes widal :
- Salmonella typhi O : 1/160
- Salmonella patratyphi BO : 1/160
- Salmonella typhi H : 1/160
- Salmonella paratyphi AH : 1/80
Untuk menegakkan diagnosa DHF pada kasus ini selain dari
manifestasi klinik juga dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti
hematologi, serologi. Dari pemeriksaan penunjang disertai dengan
gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien dan tanda-tanda klinis yang
dijumpai maka dapat ditegakkan diagnosa DHF.
Pemeriksaan yang anjuran untuk pasien DHF adalah IgG dan IgM
dengue blood

Keadaan gizi pada pasien ini kurang dengan perhitung sbb:


Umur: 11thn, Bb: 30kg
Perhitungan BB berdasarkan umur: 30/35,2 x 100% = 85,7%
Berdasarkan status gizi NCHS pasien termasuk gizi cukup

Terapi pada pasien ini secara garis besar dibagi 3, yaitu :


1. Perawatan
Pasien memerlukan istirahat (bed rest) total yang cukup dengan
immobilisasi sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari.
2. Diet
Dianjurkan makanan yang tinggi kalori dan protein untuk
mempercepat proses penyembuhan dan memperbaiki gizi pasien,
dan pantang mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi.
3. Medikamentosa :
a. Kausatif
Amoxyilin : 3 x 500 mg
b. Simtomatif
Paracetamol sebagai obat penurun panas,vometa untuk
muntah dan polysilane untuk nyeri epigastrium
Tinjauan Pustaka

DEMAM BERDARAH DENGUE


DEFINISI
Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam
berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang
disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa
terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat
kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS).

ETIOLOGI
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit demam akut
yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, mempunyai 4 jenis serotype yaitu
den-1, den-2, den-3 dan den-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus. Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan
serotype dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotype
den-2. Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000
penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak
terkena infeksi dengue kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak
kelompok umur lebih tua menderita DBD.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur
hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga
seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4
kali seumur hidupnya.
EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, penyakit Demam berdarah dicurigai pertama kali di surabaya


dan jakarta tahun 1969, konfirmasi virologis baru diperoleh tahun 1970. tahun
1972, DBD dilaporkan juga di Bandung dan Yogyakarta, lalu epidemi terjadi diluar
jawa dimulai di Sumatera Barat, Lampung, riau, Sulawesi dan Bali. Saat ini DBD
sudah menjadi penyakit yang endemis dibanyak kota besar, bahkan juga
dipedesaan.

Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini
mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien
DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-
lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya
kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian
menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan
kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat
dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini.
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh
propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak
389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534
orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di
atas permukaan laut.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus.
Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa
bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM
menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual,
maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk
bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu
diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue,
patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang
baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium)
dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,
akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit
tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama
kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB
setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19
per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun
2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,


disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta
adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi


kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk
dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan
larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan
tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang
memuaskan.

Patogenesa
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup, maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia
sebagai pejamu (host) terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat bergantung pada daya tahan pejamu, penyakit akan sembuh sempurna dan
timbul antibody atau perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Patogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial.
Dua teori yang umum dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesis pada
DBD dan DSS, yaitu hipotesis infeksi sekunder

Infeksi virus dengue dimulai dengan kontak erat antara manusia sebagai
host dengan vektor yang membawa virus. Manusia menjadi terinfeksi virus setelah
nyamuk aedes aegypti menghisap darah manusia yang sudah terinfeksi virus.
Jarang dilaporkan adanya menularan antar manusia misalkan melalui transmisi
jarum suntik.
Patofisiologi pasti belum diketahui, tetapi ada 2 teori yang secara umum
dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesa yang terjadi pada DHF yaitu
teori virulensi virus dan teori imunopatologi.
Teori pertama mengatakan bahwa seseorang akan terkena infeksi virus
dengue dan menjadi sakit bila jumlah dan virulensi virus cukup kuat untuk
mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini diperkuat dengan uji coba dimana
beberapa orang sukarelawan digigit nyamuk infeksius, hasilnya ada yang sakit dan
ada yang tidak. Mereka yang sakit umumnya memiliki pertahanan tubuh lebih
lemah.
Teori kedua menjelaskan bahwa pasien yang mendapat infeksi untuk kedua
kalinya dengan virus dengue serotype heterolog mendapatkan resiko lebih besar
untuk menderita DHF. Antibody didalam tubuh akan mengenali virus yang
menginfeksi, kemudian akan membentuk komplek antigen antibody. Oleh karena
antibody yang heterolog maka virus tidak dapat dinetralisir dan terjadilah replikasi
virus. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, maka terjadilah sekresi mediator
vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
mengakibatkan hipovolemi dan shock.
Teori ini diperkuat dengan percobaan pada manusia dan mencit dapat
disimpulkan bahwa setelah mendapat infeksi virus dengue satu serotype maka ia
akan kebal dengan virus ini dalam jangka yang lama dan tidak mampu memberikan
proteksi terhadap jenis virus yang lain. Teori ini didukung dengan data
epidemiologi, klinis dan laboratorium di Thailand tahun 1954 – 1964. kemudian
teori ini dikenal dengan teori infeksi sekunder.
Selain kedua teori tersebut masih terdapat teori lain yang menjelaskan
patogenesa DBD yaitu teori antigen antibody dan teori infection enhancing
antibody.
Teori antigen antibody :
Virus dengue dianggap sebagai sebagai antigen yang bereaksi dengan
antibody, kemudian mengaktifasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan
anafilatoksin C3a dan C5a, Yang merupakan mediator kuat untuk meningkatkan
permeabilitas kapiler kemudian disusul dengan kebocoran plasma.
Teori infection enhancing antibody :
Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan
membentuk antibody, dimana anti body ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi
infeksi berulang memiliki resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan
manusia yang tak memiliki antibody. Hal ini terjadi karena antigen dengue lebih
banyak terdapat pada makrofag yang beredar dibanding dengan yang tinggal
dijaringan, kemungkinan antibody non neutralizer tersebut lebih banyak melingkupi
sel magrofag yang beredar dan tidak melingkupi sel magrofag yang menetap
dijaringan. Pada makrofag yang dilindungi dengan antibody memiliki sifat
opsonisasi,internalisasi, sehingga mudah terinfeksi, lebih banyak sel magrofag yang
terinfeksi lebih berat penyakitnya. Di duga makrofag yang terinfeksi akan menjadi
aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin, dan tromboplastin
yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi factor koagulasi.

Teori Mediator
Pada kasus DBD virus menginfeksi makrofag terutama makrofag
mononuclear. Makrofag ini menghasilkan sitokin yang disebut sebagai monokin.
Dimana normalnya sitokin tak terbentuk. Mekanisme dan kerja sitokin adalah
sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang
infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi
limfosit, sebagai activator inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator
pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Teori mediator ini sejalan dan
berkembang bersama dengan peran endotoksin dan teori peran sel limfosit.
 Peran Endotoksin
Syok pada BDB akan menyebabkan iskemia pada usus, disamping
iskemia juga pada jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi
translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin
sebagai komponen kapsul luar dari bacteri gram negative akan
mudah masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang diikuti
iskemia berat. Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin
terutama TNF alfa dan interleukin 1. dimana hal tersebut
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang memudahkan
kembali terjadinya syok hipovolemic.
 Peran Limfosit
Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana
peptide virus akan dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang
dipermukaan virus. Pajanan peptide virus menyebabkan sel limfosit
T CD8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus.
Kemudian sel makrofag virus tersebut teraktivasi, mengeluarkan
limfokin, termasuk limfokin yang mengaktifkan makrofag dan
mengaktifkan sel B.

Teori Trombosit Endotel


Pada kasus DBD terjadi trombositopenia dan peningkatan permeabilitas
kapiler dimana haltersebut ada pengaruhnya terhadap sel endotel. Dimana endotel
yang terganggu dapat mengeluarkan bahan-bahan vasoaktif kuat seperti
prostasiklin, platelet activating factor(PAF), factor plasminogen dan interleukin 1
yang bermanifestasi pada terjadinya syok. Disamping itu gangguan pada endotel
akan menimbulkan agregasi trombosit serta aktivasi koagulasi.

Teori Apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel secara fisiologik yang merupakan reaksi
terhadap pelbagai stimuli. Proses tersebut dibagi dua tahap yaitu kerusakan inti sel,
kemudian perubahan bentuk sel dan perubahan permeabilitas membrane sel.
Konsekuensi dari apoptosis adalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi
sitoplasma, blebbing dan peningkatan granulasi membrane plasma menjadi DNA
subseluler yang berisi badan-badan apoptotik. Pada paham teori ini, kasus DBD
berat terdapat kerusakan hepar, terdapat councilman bodies yang pertanda adanya
apoptosis sel hepar.

Perubahan Hematologi
Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan
unik pada berbagai mekanisme homeostatic dalam tubuh penderita. Komplek virus
antibody yang terbektuk akan mengaktifkan system koagulasi yang dimulai dari
aktivasi system koagulasi yang dimulai dari aktivasi factor XII (Hageman Factor )
menjadi bentuk aktif ( XIIa). Selanjutnya factor XIIa ini akan mengaktifkan factor
koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya
terbentuk fibrin. Di samping itu, selain terdapat system koagulasi, factor XIIa juga
mengaktifkan system fibrinolisis, system kinin dan system complement yang
kesemuannya memberikan gambaran betapa kompleknya akibat yang ditimbulkan
oleh infeksi virus DBD. Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai
akibat trombositopenia berat, masa perdarahan dan masa protrombin yang
memanjang, penurunan kadar factor pembekuan II,V,VII,VIII,IX dan X bersama
hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin ( FDP ). Sedangkan
aktivasi system kinin, akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dengan akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit dan efusi cairan serosa. Terbentuknya bradikinin mengakibatkan
pelebaran pembuluh darah yang dapat berlanjut dengan turunya tekanan darah.
Berbagai kelainan hematologist telah terbukti menyertai perjalanan penyakit DBD,
keadaan ini dipakai sebagai penunjang diagnosis dan untuk penatalaksaan yang
tepat serta untuk penelitian lebih jauh mengenai patofisiologi DBD.
Komplek virus - antibody

XII XIIa

koagulasi Fibrinolisis Kinin komplemen

plasmin System
kardiovaskuler

DIC

Fibrin FDP

perdarahan syok

Hematokrit dan Hemoglobin

Nilai hematokrit biasanya meningkat pada hari ketiga dari perjalanan


penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit DBD.
Seperti telah disebutkan bahwa peningkatan nilai hematokrit merupakan
manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang
ekstravaskuler disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat
kebocoran volume plasma menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya
syok hipovolemic dan kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah
disertai perdarahan, umumnya nilai hematokrit tidak meningkat, bahkan malahan
menurun.
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit
menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan
hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematology paling awal yang dapat
ditemukan pada DBD.

Jumlah Leukosit dan Hitung jenis


Pada penderita DBD dapat terjadi leucopenia ringan sampai leukositosis
sedang. Leucopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung
jenis yang masih dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada hari ke tiga
sampai kedelapan. Pada syok berat, dapat dijumpai leukositosis dengan neutropenia
absolute. Hal lain yang menarik adalah ditemukannya cukup banyak limfosit
bertransformasi atau atipik dalam sediaan apus darah tepi pada penderita DBD,
terutama pada infeksi sekunder. Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu
( mononuclear ) dengan struktur kromatin inti halus dan agak padat, serta
sitoplasma yang relative lebar dan berwarna biru tua. Oleh karenanya sel ini juga
dikenal sebagai limfosit plasma biru. Limfosit plasma biru ini sudah dapat
ditemukan sejak hari ketiga terjadinya panas, dan merupakan penunjang diagnosis
DBD.

Trombosit
Penyabab terjadinya trombositopenia pada DBD masih controversial.
Sebagian peneliti mengatakan kemungkinan penyebabnya adalah trombopoesis
yang menurun dan destruksi trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain
menemukan adanya gangguan fungsi trombosit. Mekanisme yang menyebabkan
peningkatan destruksi dan gangguan fungsi trombosit belum diketahui dengan jelas.
Ditemukan kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab
agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh system
retikuloendotelial khususnya dalam limpa dan hati.

Tiga keadaan utama patofisiologi yang terjadi :


1. aktivasi sisten komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktik yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah 
ekstravasasi plasma darah ke extra vaskuler  kekurangan volume
plasma darah  hipovolemia  bisa menjadi shock
2. Agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia
3. keadaan homeostatic yang tidak normal akibat dari gangguan vaskuler
karena kerusakan endotel pembuluh darah ( vaskulopati ) yang
menyebabkan aktivasi system pembekuan darah  kelainan koagulasi

Manifestasi Klinis
Dengue fever

Anak < 15 tahun biasanya memiliki gejala demam nonspesifik mungkin


juga disertai makulopapular rash. Juga disertai gejala sebagai berikut
 nyeri seluruh badan
 demam tinggi > 39 derajat celcius
 sakit kepala
 nyeri daerah belakang mata
 limfadenopati ( castelani’s sign )
 maculopapular rash yang terjadi pada awal demam sampai akhir
demam
 gejala – gejala lain yang melibatkan saluran nafas atas dan bawah
 faringitis, muntah dan diare
 tidak nafsu makan
Masa inkubasi antara 3-14 hari,Umumnya 4-6 hari. Puncak masa demam dan
nyeri berlangsung 2-7hari dan diikuti periode membaik perlahan. Masa penyembuhan
berlangsung selama 2 minggu
 Test tourniquet (+) , ptechiae, epistaxis, gusi berdarah, hematuria,
hypermenorrhea mungkin timbul. DF dengan komplikasi perdarahan harus
dibedakan dgn DHF.
 Lab : CBC – normal /leucopenia, trombosit - biasanya normal, protrombin time-
normal, serologi - normal, liver enzyme – normal /meningkat.
 DD/ berbagai infeksi virus/bakteri/parasit/rickettsia.

Dengue haemorrhagic fever


Gejala hampir sama dengan demam dengue dan demam karena infeksi
virus
yang lain. Ketika demam terjadi pada 2-7 hari tanda ekstravasasi plasma mulai
tampak, kesan mendiagnosa DHF biasanya dalam 24jam sebelum dan sesudah
demam.
Menurut WHO mendiagnosa DHF memiliki 4 kriteria :
1. Demam tinggi mendadak,
2. Manifestasi perdarahan seperti hemoconsentrasi, trombositopenia,
uji torniket positif
3. Kegagalan sirkulasi sebagai tanda dari gangguan permeabilitas
pembuluh darah, seperti hipoproteinemia, effusions
4. Hepatomegali
Jadi DHF memiliki ciri klinis berikut ini :
- lebih sering terjadi pada anak yang lebih besar
- gejala hampir sama dengan demam dengue
- flashing pada daerah muka
- nyeri epigastrium, anoreksia dan muntah
- hepatomegali
- kemungkinan perdarahan  petechiae, hematuria, hematemesis,
epistaksis, melena, perdarahan gusi
- uji rumple leed (+)
- komplikasi merupakan fase kritis yang terjadi setelah demam turun
yang bila tidak mendapat penanganan dan pengawasan ketat akan
menyebabkan gangguan sirkulasi  DSS
SECONDARY HETEROLOGOUS DENGUE INFECTION

Virus replication Annamnestic antibody response

Virus antibody complex

Platelet aggregation Coagulation activation Complement activation


plasmin
Impaired Platelet removal by res Platelet factor III release Activated hageman factor
platelet
function
Thrombocytopenia
Consumptive coagulopathy Kinin system Anaphylatoxin

Kinin
Clotting factors
Vascular
permeability
FDP

EXCESSIVE HEMORRHAGE SHOCK

Gambar Patogenesis Perdarahan Pada DHF

Dengue Shock Syndrome


DSS timbul sebagai komplikasi dari DHF yang tidak ditangani dengan
baik.
Gejala umum akan terjadinya shock yaitu nyeri perut, muntah dan lemas.
Pasien
juga memiliki gejala yang berhubungan dengan kegagalan sirkulasi
Tanda
- hari demam ke 4-5
- suhu turun
- nadi cepat tanpa demam
- hipotensi
- leucopenia < 5000/mm3

Patogenesis terjadinya shock

Secondary Heterologous Dengue Infection

Virus Replication
AnnamnesticAntibodyResponse

Virus Anti body Complex

Complement Activation

Complement↓

Anaphylatoxin ( C3a C5a)

↑Histamin Level in
24hr - Urine
↑Vascular Permeability
>30% In Shock
Cases 24-48 hr Leakage of Plasma
Ht↑
Na+↓
Fluid in
the
Serous
Cavity

Hypovolemia

Shock

Anoxia + Acidosi
DIAGNOSIS

Dasar diagnosis demam berdarah dengue menurut WHO (1975) :


Gejala klinik :
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekia, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Renjatan : nadi lemah, cepat, tekanan nadi menurun <20 mmHg, tekanan darah
menurun sampai tekanan sistolik <80 mmHg. Kulit teraba dingin dan lembab,
sianosis di sekitar mulut dan penderita menjadi gelisah.

Derajat penyakit demam berdarah dengue :


Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain
(gusi berdarah, perdarahan gastrointestinal, epistaksis).
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab
dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.

Tersangka DBD
Demam tinggi mendadak terus menerus kurang dari 7 hari tidak disertai infeksi
salauran nafas bagian atas, badan lemah dan lesu.

Ada Kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Muntah darah Uji torkinet (+) Uji
torkinet (-)
Batuk darah

Jumlah trombosit Jumlah trombosit - Rawat


jalan
< 100.000/uL >100.000/uL - Parasetamol
- Kontrol
tiap
hari
sampai
demam
hilang

Rawat inap Rawat jalan

- Minum banyak 1.5-2 l/hari


- Parasetamol Nilai tanda klinis,
- Kontrol tiap hari sampai periksa trombosit &
HT bila demam
demam turun
menetap setelah hari
- Periksa HB, HT, trombosit sakit ke 3
Tiap kali

Perhatian untuk orang tua


Pesan bila timbul tanda syok yaitu
gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, sakit perut,
faeces hitam, BAK kurang
Lab: Hb & Ht naik , Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit


DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


- Beri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerus
atau 1 sdm tiap 5 menit
- Jenis minuman: air putih, teh manis,
sirup, jus buah, susu, buah - Pasang infus NaCl 0,9%:
- Bila suhu > 38,50 ºC beri parasetamol Dekstrosa 5% (1 : 3), teteskan
- Bila kejang beri antikonvulsif rumatan sesuai berat badan
- Periksa Hb, Ht, trombosit tiap
6-12 jam

- Monitor gejala klinis dan laboratorium


- Perhatikan tanda syok Ht naik atau trombosit turun
- Palpasi hati setiap hari
- Ukur diuresis setiap hari
- Awasi perdarahan Infus ganti ringer laktat tetesan
- Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam disesuaikan

Perbaikan klinis dan laboratoris

Pulang (lihat kriteria memulangkan pasien)

Gambar Penatalaksanaan DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit


DBD derajat I dengan peningkatan Ht > 20%
Cairan Awal
RL/NaCl 0,9 % atau RLD5/
NaCl 0.9%+D5,6-7 ml/kg/
BB/jam
Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

ada tidak ada


perbaikan perbaikan
Gelisah
Tidak gelisah Distres pernapasan
Nadi kuat Frekuensi nadi meningkat
Tekanan darah stabil Hematokrit tetap tinggi/
Diuresis cukup (12 ml/kgBB/jam) meningkat
Ht turun (2 kali pemeriksaan) Tekanan nadi < 20 mmHg
Diuresis kurang/tidak ada

Tanda vital memburuk


Tetesan dikurangi Ht meningkat Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
tetesan dinaikkan bertahap

5 ml/kgBB/jam Perbaikan Evaluasi 12-24 jam

Perbaikan Tanda vital tidak stabil


sesuaikan tetesan

Distres pernapasan
Ht menurun
3 ml/kgBB/jam Ht naik
Koloid Transfusi darah segar
20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
IVFD stop pada 24-48 jam
Bila tanda vital/Ht stabil,
diuresis cukup

Perbaikan

Gambar Penatalaksanaan DBD derajat I dengan peningkatan Ht > 20%


DBD derajat III & IV

1. Oksigenisasi
2. Penggantian volume (cairan kristaloid isotonis)
Ringer laktat/NaCl 0,9%
20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan intravena Syok tidak teratasi
Syok teratasi Kesadaran menurun
Kesadaran membaik Nadi lembut/tidak teraba
Nadi teraba kuat Tekanan nadi < 20 mmHg
Tekanan nadi > 20 mmHg Distres pernapasan/sianosis
Tidak sesak napas/sianosis Kulit dingin dan lembab
Ekstremitas hangat Ekstremitas dingin
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan Lanjutkan cairan


10 ml/kgBB/jam 20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat Tambahkan koloid/plasma


Dekstran/FPP
Tanda vital 10-20 (max 30) ml/kgBB/jam
Tanda perdarahan
Diuresis
Hb, Ht, trombosit Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam
Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok teratasi Syok belum teratasi

Ht turun Ht tetap tinggi/naik


Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Transfusi darah segar 10
ml/kgBB diulang sesuai Koloid 20 ml/kgBB
Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan
setelah syok teratasi

Gambar Penatalaksanaan DBD derajat III & IV

DIAGNOSIS BANDING
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau
protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit lain. Diagnosis banding lain
adalah sepsis, meningitis meningokok, idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP),
leukemia dan anemia aplastik.
Diagnosis banding yang paling penting ialah Chikungunya haemorrhagic fever
(CHF) yaitu demam berdarah yang disebabkan virus Chikungunya yang termasuk
Arbovirus kelompok A. Demam Chikungunya sangat menular dan biasanya seluruh
keluarga terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek,tapi suhu
diatas 40◦C. Ruam makulopapular, injeksi conjungtiva dan rasa nyeri pada sendi.
Proporsi uji bendung positif, petekia, dan epistaksis hampir sama dengan demam
berdarah dengue. Pada demam Chikungunya tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal
dan syok.
Tabel Perbandingan Kriteria Diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever dan Chikungunya
Fever
Manifestasi Dengue (%) Chikungunya (%)
Durasi demam 2-4 hari 23,6 62,5
5-7 hari 59,0 31,2
>7 hari 17,4 6,2
Manifestasi perdarahan
Uji torniquet 83,9 77,4
Petekia 46,5 31,3
Rash konvalesen 10,1 0,0
Epistaksis 18,9 12,5
Gusi berdarah 1,5 0,0
Melena/hematemesis 11,8 0,0

Hepatomegali 90,0 75,0


Syok 35,2 0,0

Indikator fase syok :


 Hari sakit ke 4-5
 Suhu turun, kulit dingin dan lembab
 Nadi cepat, lemah
 Tekanan nadi turun/hipotensi
 Leukopenia <5000/mm³
 Anak tampak gelisah

KOMPLIKASI
1. shock
2. encephalopathy
3. convulsi
4. encephalitis
5. kerusakan hepar
6. acute renal failure

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan darah ditemukan :
 Leukopenia pada akhir fase demam
 Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok
 Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi), harus dimonitor setiap 3-4 jam
pada kasus DHF atau DSS
 Trombosit <100000 (trombositopenia)
Perubahan metabolik :
 Hiponatremia paling sering terjadi pada pasien DHF atau DSS
 Asidosis metabolik ditemukan pada pasien dalam keadaan syok, dan harus
dikoreksi secepatnya
 Kadar urea nitrogen darah meninggi
Kelainan koagulasi :
 Masa protrombin memanjang
 Masa tromboplastin parsial memanjang
 Kadar fibrinogen turun dan peningkatan penghancuran fibrinogen merupakan
petanda DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Pemeriksaan fungsi hati :
 Kadar transaminase sedikit meningkat
 Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya hemokonsentrasi

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
 Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus (RLD)
Ditemukan adanya efusi pleura kanan yang tipikal. Efusi pleura bilateral biasa
terjadi pada pasien DSS.

PEMERIKSAAN SEROLOGIS
 Uji hambatan hemaglutinasi
 Uji netralisasi
 Uju fiksasi komplemen
 Teknik hemadsorpsi immunosorben
 Uji ELISA anti-dengue IgM

PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya bersifat supportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma


sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien
demam dengue dapat berobat jalan, sedangkan pasien demam berdarah dengue dirawat di
ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus demam berdarah dengue dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ke-3.
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.
Pasien perlu diberi minum banyak, 50 mL/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa teh
manis, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, berikan
cairan rumatan 80-100 mL/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksi diatasi dengan
antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%.
Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali.

Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila pasien
terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan per-oral atau didapatkan
nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>20 vol%). Jenis cairan yang
digunakan adalah ringer laktat yang mengandung Na 130 mEq/L, K 4 mEq/L, korektor
basa 28 mEq/L, Cl 109 mEq/L dan Ca 3 mEq/L. Volume dan komposisi cairan yang
diperlukan seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,yaitu cairan
rumatan ditambah defisit 6% (kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang).

Cairan yang diperlukan untuk dehidrasi sedang menurut kgBB/24 jam adalah :
Water Loss/kgBB 3 – 10 kg 10 – 15 kg 15 – 25 kg
PWL 80 mL 70 Ml 50 mL
NWL 100 mL 80 mL 65 mL
CWL 25 mL 25 mL 25 mL
Jumlah 205 mL 175 mL 140 mL

Untuk tiap kenaikan suhu badan 1ºC diatas 37ºC, NWL harus dinaikkan 12%.

Kebutuhan cairan rumatan :


BB : 10 kg , Jumlah cairan : 100 per kg BB
10-20 kg 1000 + (BB-10)x 50 ml/hr
> 20 kg 1500 + (BB- 20)x 20 ml/hr

Jenis cairan (rekomendasi WHO) :


 Kristaloid
o Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL)
o Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat
(D5/RA)
o Larutan NaCl 0,9% (garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan
garam faali (D5/GF)
 Koloid
o Dekstran 40
o Plasma

Penanganan syok
Dalam keadaan renjatan berat dberikan cairan ringer laktat secara cepat (diguyur)
selama 30 menit. Apabila syok tidak teratasi dan/atau keadaan klinis memburuk, ganti
cairan dengan koloid 10-20 mL/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 mL/kgBB.
Setelah perbaikan, segera cairan ditukar dengan kristaloid (tetesan 20 mL/kg BB). Bila
dengan cairan koloid dan kristaloid syok belum teratasi sedangkan kadar hematokrit
turun, diduga telah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfuse darah segar.
Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol%, berikan darah sebanyak 10 mL/kgBB/jam,
tetapi bila perdarahan massif berikan 20 mL/kgBB/jam.

Apabila renjatan tidak berat diberikan cairan dengan kecepatan 20 mL/kgBB/jam.


Bila renjatan sudah diatasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi cukup besar, tekanan
sistolik 80 mmHg atau lebih, maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10
mL/kgBB/jam. Kecepatan pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik
dan nilai hematokrit yang diperiksa periodic.

Cairan intravena dapat dihentikan bila hematokrit telah turun sekitar 40 vol%.
Jumlah urin 12 mL/kgBB/jam atau lebih menandakan sirkulasi membaik. Pada umumnya
cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam sejak syok teratasi.

Kriteria memulangkan pasien


 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
 Nafsu makan membaik
 Tampak perbaikan secara klinis
 Hematokrit stabil 3 hari setelah syok teratasi
 Trombosit >50000/mL
 Tidak dijumpai distres pernapasan

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

1. Environmental changes : perbaiki dan menutup tempat penampungan air,


membuang secara baik sampah2 yang dapat menjadi sarang nyamuk.
2. Personal protection : pakaian2 yang melindungi, kassa penolak nyamuk, mosquito
repellent, dan insectiside dlm bentuk spray.
3. Biological control : dengan ikan yang dipelihara dalam kolam, bakteri yang
dikembangbiakkan pada air ( Bacillus thuringiensis H-14, Bacillus sphaericus).
Chemical control : butir2 abate/temephos 1% pada tempat penyimpanan air,
fogging dgn malathion/fenitrothion.

Anda mungkin juga menyukai