DHF
DHF
DHF
Disusun Oleh :
Nama : Anissa Nadia Fathurahmi
NIM : 030.00.021
Pembimbing :
Dr.Charles Antoni, SpA
Dr.Tri Yanti ,SpA
Dr. Dina S Dalianti ,SpA
Dr. Rivai Usman,SpA
Dengan hormat ,
Pembimbing :
Dr.Charles Antoni, SpA
Dr.Tri Yanti, Sp.A
Dr.Dina S Dalianti ,SpA
Dr.Rivai, SpA
Menyetujui ,
.I. IDENTITAS
A. Identitas pasien
Nama : An. K
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : JL. Mutiara no: 16 rt.10/16.
Masuk RSUD Bekasi : 27 Desember 2008
B. Identitas orang tua
Ayah Ibu
Nama : Tn.Supardi Ny. Muslimah
Usia : 45 tahun 38 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : D3 SMP
Pekerjaan : Swasta Ibu rumah tangga
Penghasilan : Rp.2.000.0000 -
Alamat : SDA SDA
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 27 Desember 2008
Keluhan utama
Pasien panas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tambahan
Pusing, nyeri ulu hati, mual, mengigil, batuk-batuk, BAB (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan panas sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Os mengeluh panas dirasakan pada sore hari dan memuncak
pada malam hari lalu agak berkurang pada siang hari. Panas dirasakan
pasien sejak hari sabtu disertai dengan pusing, 2 hari SMRS pasien di
bawa ke Puskesmas dan oleh dokter diberi obat penurun panas, tetapi
pasien mengeluh panas nya turun lalu kemudian naik kembali pada
malam hari. 1 hari SMRS pasien mengeluh demam disertai pusing berat
dan nyeri ulu hati, mual- mual, nafsu makan menurun ,batuk-batuk
, belum BAB sejak sakit, sesak (-) , tidak ada retraksi sela iga, tidak
ada pernafasan cuping hidung, BAK normal. Karena panasnya yang
turun naik, ibu pasien membawa pasien ke RSUD Bekasi untuk dirawat.
PASIEN
Psikomotor
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 12 bulan
Bahasa : Ngoceh : 4 bulan
Bicara beberapa kata : 12 bulan
Psikososisal : Interaksi dengan keluarga : 5 bulan
Bermain bersama teman : 2 tahun
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik.
Riwayat makanan dan minuman
0–2 + - - - - -
2–4 + - - - - -
4–6 + - - - - -
6–8 + + + + + -
8 – 10 + + + + + -
10 – 12 + + + + + -
12 – 18 + + + + + -
18 – + + + - + -
seterusmya
Riwayat imunisasi
Abdomen :
Inspeksi : Datar, umbilicus tidak menonjol.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak terabamembesar,
nyeri tekan (+) pada epigastrium,
nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, turgor kulit baik.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapangan abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
= 30 – 41,5 .
(52,4-41,5)
= - 11,5
10,9
= - 1,05
Kesimpulan : Gizi Baik
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Bed rest total
2. IVFD RL : 30 tetes/menit
3. Paracetamol syrup : 3x1 Cth
4. Vometa : 3x1 Cth
5. Polysilen : 3x1 Cth
6. Amoxylin : 3x500 mg iv
7. Ranitidin : 2x1 ampul
IX. PROGNOSIS
Ad. Vitam : bonam
Ad. Functionam : bonam
Ad. Sanasionam : bonam
ANALISA KASUS
ETIOLOGI
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit demam akut
yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, mempunyai 4 jenis serotype yaitu
den-1, den-2, den-3 dan den-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus. Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan
serotype dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotype
den-2. Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000
penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak
terkena infeksi dengue kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak
kelompok umur lebih tua menderita DBD.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur
hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga
seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4
kali seumur hidupnya.
EPIDEMIOLOGI
Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini
mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien
DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-
lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya
kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian
menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan
kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat
dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini.
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh
propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak
389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534
orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di
atas permukaan laut.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus.
Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa
bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM
menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual,
maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk
bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu
diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue,
patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang
baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium)
dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,
akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit
tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama
kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB
setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19
per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun
2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Patogenesa
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup, maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia
sebagai pejamu (host) terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat bergantung pada daya tahan pejamu, penyakit akan sembuh sempurna dan
timbul antibody atau perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Patogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial.
Dua teori yang umum dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesis pada
DBD dan DSS, yaitu hipotesis infeksi sekunder
Infeksi virus dengue dimulai dengan kontak erat antara manusia sebagai
host dengan vektor yang membawa virus. Manusia menjadi terinfeksi virus setelah
nyamuk aedes aegypti menghisap darah manusia yang sudah terinfeksi virus.
Jarang dilaporkan adanya menularan antar manusia misalkan melalui transmisi
jarum suntik.
Patofisiologi pasti belum diketahui, tetapi ada 2 teori yang secara umum
dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesa yang terjadi pada DHF yaitu
teori virulensi virus dan teori imunopatologi.
Teori pertama mengatakan bahwa seseorang akan terkena infeksi virus
dengue dan menjadi sakit bila jumlah dan virulensi virus cukup kuat untuk
mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini diperkuat dengan uji coba dimana
beberapa orang sukarelawan digigit nyamuk infeksius, hasilnya ada yang sakit dan
ada yang tidak. Mereka yang sakit umumnya memiliki pertahanan tubuh lebih
lemah.
Teori kedua menjelaskan bahwa pasien yang mendapat infeksi untuk kedua
kalinya dengan virus dengue serotype heterolog mendapatkan resiko lebih besar
untuk menderita DHF. Antibody didalam tubuh akan mengenali virus yang
menginfeksi, kemudian akan membentuk komplek antigen antibody. Oleh karena
antibody yang heterolog maka virus tidak dapat dinetralisir dan terjadilah replikasi
virus. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, maka terjadilah sekresi mediator
vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
mengakibatkan hipovolemi dan shock.
Teori ini diperkuat dengan percobaan pada manusia dan mencit dapat
disimpulkan bahwa setelah mendapat infeksi virus dengue satu serotype maka ia
akan kebal dengan virus ini dalam jangka yang lama dan tidak mampu memberikan
proteksi terhadap jenis virus yang lain. Teori ini didukung dengan data
epidemiologi, klinis dan laboratorium di Thailand tahun 1954 – 1964. kemudian
teori ini dikenal dengan teori infeksi sekunder.
Selain kedua teori tersebut masih terdapat teori lain yang menjelaskan
patogenesa DBD yaitu teori antigen antibody dan teori infection enhancing
antibody.
Teori antigen antibody :
Virus dengue dianggap sebagai sebagai antigen yang bereaksi dengan
antibody, kemudian mengaktifasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan
anafilatoksin C3a dan C5a, Yang merupakan mediator kuat untuk meningkatkan
permeabilitas kapiler kemudian disusul dengan kebocoran plasma.
Teori infection enhancing antibody :
Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan
membentuk antibody, dimana anti body ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi
infeksi berulang memiliki resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan
manusia yang tak memiliki antibody. Hal ini terjadi karena antigen dengue lebih
banyak terdapat pada makrofag yang beredar dibanding dengan yang tinggal
dijaringan, kemungkinan antibody non neutralizer tersebut lebih banyak melingkupi
sel magrofag yang beredar dan tidak melingkupi sel magrofag yang menetap
dijaringan. Pada makrofag yang dilindungi dengan antibody memiliki sifat
opsonisasi,internalisasi, sehingga mudah terinfeksi, lebih banyak sel magrofag yang
terinfeksi lebih berat penyakitnya. Di duga makrofag yang terinfeksi akan menjadi
aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin, dan tromboplastin
yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi factor koagulasi.
Teori Mediator
Pada kasus DBD virus menginfeksi makrofag terutama makrofag
mononuclear. Makrofag ini menghasilkan sitokin yang disebut sebagai monokin.
Dimana normalnya sitokin tak terbentuk. Mekanisme dan kerja sitokin adalah
sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang
infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi
limfosit, sebagai activator inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator
pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Teori mediator ini sejalan dan
berkembang bersama dengan peran endotoksin dan teori peran sel limfosit.
Peran Endotoksin
Syok pada BDB akan menyebabkan iskemia pada usus, disamping
iskemia juga pada jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi
translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin
sebagai komponen kapsul luar dari bacteri gram negative akan
mudah masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang diikuti
iskemia berat. Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin
terutama TNF alfa dan interleukin 1. dimana hal tersebut
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang memudahkan
kembali terjadinya syok hipovolemic.
Peran Limfosit
Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana
peptide virus akan dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang
dipermukaan virus. Pajanan peptide virus menyebabkan sel limfosit
T CD8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus.
Kemudian sel makrofag virus tersebut teraktivasi, mengeluarkan
limfokin, termasuk limfokin yang mengaktifkan makrofag dan
mengaktifkan sel B.
Teori Apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel secara fisiologik yang merupakan reaksi
terhadap pelbagai stimuli. Proses tersebut dibagi dua tahap yaitu kerusakan inti sel,
kemudian perubahan bentuk sel dan perubahan permeabilitas membrane sel.
Konsekuensi dari apoptosis adalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi
sitoplasma, blebbing dan peningkatan granulasi membrane plasma menjadi DNA
subseluler yang berisi badan-badan apoptotik. Pada paham teori ini, kasus DBD
berat terdapat kerusakan hepar, terdapat councilman bodies yang pertanda adanya
apoptosis sel hepar.
Perubahan Hematologi
Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan
unik pada berbagai mekanisme homeostatic dalam tubuh penderita. Komplek virus
antibody yang terbektuk akan mengaktifkan system koagulasi yang dimulai dari
aktivasi system koagulasi yang dimulai dari aktivasi factor XII (Hageman Factor )
menjadi bentuk aktif ( XIIa). Selanjutnya factor XIIa ini akan mengaktifkan factor
koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya
terbentuk fibrin. Di samping itu, selain terdapat system koagulasi, factor XIIa juga
mengaktifkan system fibrinolisis, system kinin dan system complement yang
kesemuannya memberikan gambaran betapa kompleknya akibat yang ditimbulkan
oleh infeksi virus DBD. Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai
akibat trombositopenia berat, masa perdarahan dan masa protrombin yang
memanjang, penurunan kadar factor pembekuan II,V,VII,VIII,IX dan X bersama
hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin ( FDP ). Sedangkan
aktivasi system kinin, akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dengan akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit dan efusi cairan serosa. Terbentuknya bradikinin mengakibatkan
pelebaran pembuluh darah yang dapat berlanjut dengan turunya tekanan darah.
Berbagai kelainan hematologist telah terbukti menyertai perjalanan penyakit DBD,
keadaan ini dipakai sebagai penunjang diagnosis dan untuk penatalaksaan yang
tepat serta untuk penelitian lebih jauh mengenai patofisiologi DBD.
Komplek virus - antibody
XII XIIa
plasmin System
kardiovaskuler
DIC
Fibrin FDP
perdarahan syok
Trombosit
Penyabab terjadinya trombositopenia pada DBD masih controversial.
Sebagian peneliti mengatakan kemungkinan penyebabnya adalah trombopoesis
yang menurun dan destruksi trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain
menemukan adanya gangguan fungsi trombosit. Mekanisme yang menyebabkan
peningkatan destruksi dan gangguan fungsi trombosit belum diketahui dengan jelas.
Ditemukan kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab
agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh system
retikuloendotelial khususnya dalam limpa dan hati.
Manifestasi Klinis
Dengue fever
Kinin
Clotting factors
Vascular
permeability
FDP
Virus Replication
AnnamnesticAntibodyResponse
Complement Activation
Complement↓
↑Histamin Level in
24hr - Urine
↑Vascular Permeability
>30% In Shock
Cases 24-48 hr Leakage of Plasma
Ht↑
Na+↓
Fluid in
the
Serous
Cavity
Hypovolemia
Shock
Anoxia + Acidosi
DIAGNOSIS
Tersangka DBD
Demam tinggi mendadak terus menerus kurang dari 7 hari tidak disertai infeksi
salauran nafas bagian atas, badan lemah dan lesu.
Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Muntah darah Uji torkinet (+) Uji
torkinet (-)
Batuk darah
Distres pernapasan
Ht menurun
3 ml/kgBB/jam Ht naik
Koloid Transfusi darah segar
20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
IVFD stop pada 24-48 jam
Bila tanda vital/Ht stabil,
diuresis cukup
Perbaikan
1. Oksigenisasi
2. Penggantian volume (cairan kristaloid isotonis)
Ringer laktat/NaCl 0,9%
20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)
DIAGNOSIS BANDING
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau
protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit lain. Diagnosis banding lain
adalah sepsis, meningitis meningokok, idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP),
leukemia dan anemia aplastik.
Diagnosis banding yang paling penting ialah Chikungunya haemorrhagic fever
(CHF) yaitu demam berdarah yang disebabkan virus Chikungunya yang termasuk
Arbovirus kelompok A. Demam Chikungunya sangat menular dan biasanya seluruh
keluarga terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek,tapi suhu
diatas 40◦C. Ruam makulopapular, injeksi conjungtiva dan rasa nyeri pada sendi.
Proporsi uji bendung positif, petekia, dan epistaksis hampir sama dengan demam
berdarah dengue. Pada demam Chikungunya tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal
dan syok.
Tabel Perbandingan Kriteria Diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever dan Chikungunya
Fever
Manifestasi Dengue (%) Chikungunya (%)
Durasi demam 2-4 hari 23,6 62,5
5-7 hari 59,0 31,2
>7 hari 17,4 6,2
Manifestasi perdarahan
Uji torniquet 83,9 77,4
Petekia 46,5 31,3
Rash konvalesen 10,1 0,0
Epistaksis 18,9 12,5
Gusi berdarah 1,5 0,0
Melena/hematemesis 11,8 0,0
KOMPLIKASI
1. shock
2. encephalopathy
3. convulsi
4. encephalitis
5. kerusakan hepar
6. acute renal failure
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan darah ditemukan :
Leukopenia pada akhir fase demam
Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok
Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi), harus dimonitor setiap 3-4 jam
pada kasus DHF atau DSS
Trombosit <100000 (trombositopenia)
Perubahan metabolik :
Hiponatremia paling sering terjadi pada pasien DHF atau DSS
Asidosis metabolik ditemukan pada pasien dalam keadaan syok, dan harus
dikoreksi secepatnya
Kadar urea nitrogen darah meninggi
Kelainan koagulasi :
Masa protrombin memanjang
Masa tromboplastin parsial memanjang
Kadar fibrinogen turun dan peningkatan penghancuran fibrinogen merupakan
petanda DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Pemeriksaan fungsi hati :
Kadar transaminase sedikit meningkat
Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya hemokonsentrasi
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus (RLD)
Ditemukan adanya efusi pleura kanan yang tipikal. Efusi pleura bilateral biasa
terjadi pada pasien DSS.
PEMERIKSAAN SEROLOGIS
Uji hambatan hemaglutinasi
Uji netralisasi
Uju fiksasi komplemen
Teknik hemadsorpsi immunosorben
Uji ELISA anti-dengue IgM
PENATALAKSANAAN
Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila pasien
terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan per-oral atau didapatkan
nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>20 vol%). Jenis cairan yang
digunakan adalah ringer laktat yang mengandung Na 130 mEq/L, K 4 mEq/L, korektor
basa 28 mEq/L, Cl 109 mEq/L dan Ca 3 mEq/L. Volume dan komposisi cairan yang
diperlukan seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,yaitu cairan
rumatan ditambah defisit 6% (kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang).
Cairan yang diperlukan untuk dehidrasi sedang menurut kgBB/24 jam adalah :
Water Loss/kgBB 3 – 10 kg 10 – 15 kg 15 – 25 kg
PWL 80 mL 70 Ml 50 mL
NWL 100 mL 80 mL 65 mL
CWL 25 mL 25 mL 25 mL
Jumlah 205 mL 175 mL 140 mL
Untuk tiap kenaikan suhu badan 1ºC diatas 37ºC, NWL harus dinaikkan 12%.
Penanganan syok
Dalam keadaan renjatan berat dberikan cairan ringer laktat secara cepat (diguyur)
selama 30 menit. Apabila syok tidak teratasi dan/atau keadaan klinis memburuk, ganti
cairan dengan koloid 10-20 mL/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 mL/kgBB.
Setelah perbaikan, segera cairan ditukar dengan kristaloid (tetesan 20 mL/kg BB). Bila
dengan cairan koloid dan kristaloid syok belum teratasi sedangkan kadar hematokrit
turun, diduga telah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfuse darah segar.
Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol%, berikan darah sebanyak 10 mL/kgBB/jam,
tetapi bila perdarahan massif berikan 20 mL/kgBB/jam.
Cairan intravena dapat dihentikan bila hematokrit telah turun sekitar 40 vol%.
Jumlah urin 12 mL/kgBB/jam atau lebih menandakan sirkulasi membaik. Pada umumnya
cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam sejak syok teratasi.