Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU

SKD KLB-WABAH DEMAM TIFOID


Dosen Pengampu: Hoirun Nisa, Ph.D
Fika Muntahaya (11171010000074)

1. Kriteria kasus
Berdasarkan data yang tersedia, berikut adalah tabel distribusi frekuensi diagnosis.

Gejala dan tanda Frekuensi Presentase (%)


Panas 14 42.4
Lesu 12 36.4
Lain 8 24.2
Lidah Kotor 7 21.2
Berdasarkan data, dapat didefinisikan kasus sebagai berikut.

a. Kasus confirmed
Ditemukan peningkatan antibody 4 kali atau lebih pada serum darah peserta rapat SDN
II di wilayah tersebut dengan tanda lidah kotor pada 25-30 April 2003.
b. Kasus probable
Lidah kotor pada peserta rapat SDN II di wilayah tersebut pada 25-30 April 2003.
c. Kasus possible
Panas dan lesu pada peserta rapat SDN II di wilayah tersebut pada 25-30 April 2003.

2. Berdasarkan data yang tersedia, waktu onset tercepat adalah pada tanggal 6 April dan
terlama adalah pada tanggal 21 April, maka dapat diketahui masa inkubasi terpendek
adalah 8 hari dan masa inkubasi terpanjang ada 23 hari.

3. Hasil analisis hubungan antara pajanan dengan kasus confirmed adalah sebagai berikut.
Demam Tifoid
OR
No Variabel Independen Kasus (+) Kasus (-) P-value
n % n % (95% CI)
Konsumsi Lontong
1.  Ya 9 50.0% 9 50.0% 2.750 0.313
 Tidak 4 26.7% 11 73.3% (0.632 - 11.970)
Konsumsi Opor
2.  Ya 10 62.5% 6 37.5% 7.778 0.023
 Tidak 3 17.6% 14 82.4% (1.561 - 38.756)
Konsumsi Bihun
3.  Ya 9 36.0% 16 64.0% 0.563 0.681
 Tidak 4 50.0% 4 50.0% (0.113 - 2.810)
Konsumsi Sambal Goreng
4.  Ya 5 62.5% 3 37.5% 3.542 0.213
 Tidak 8 32.0% 17 68.0% (0.674 - 18.623)
Konsumsi Kerupuk
5.  Ya 4 25.0% 12 75.0% 0.296 0.199
 Tidak 9 52.9% 8 47.1% (0.068 - 1.300)
Konsumsi Jus
6.  Ya 12 42.9% 16 57.1% 3.000 0.625
 Tidak 1 20.0% 4 80.0% (0.296 - 30.393)
Konsumsi Kue Sus
7.  Ya 10 37.0% 17 63.0% 0.588 0.659
 Tidak 3 50.0% 3 50.0% (0.099 - 3.491)
Konsumsi Lumpia
8.  Ya 4 44.4% 5 55.6% 1.333 1.000
 Tidak 9 37.5% 15 62.5% (0.282 - 6.300)
a. Konsumsi Lontong
Berdasarkan hasil analisis, dari 18 peserta rapat yang mengonsumsi lontong, 9
diantaranya merupakan kasus demam tifoid (50%), sementara itu dari 15 peserta rapat
yang tidak mengonsumsi lontong, 4 diantaranya merupakan kasus demam tifoid
(26.7%). Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0.313 yang artinya tidak ada
hubungan signifikan antara konsumsi lontong dengan kejadian demam tifoid pada
peserta rapat SDN II. Selain itu didapatkan nilai OR sebesar 2.750 yang berarti orang
yang mengonsumsi lontong berisiko 2.75 kali mengalami demam tifoid dibanding orang
yang tidak mengonsumsi lontong.
b. Konsumsi Opor
Berdasarkan hasil analisis, dari 16 peserta rapat yang mengonsumsi opor, 10
diantaranya merupakan kasus demam tifoid (62.5%), sementara itu dari 17 peserta rapat
yang tidak mengonsumsi opor, 3 diantaranya merupakan kasus demam tifoid (17.6%).
Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0.023 yang terdapat hubungan signifikan
antara konsumsi opor dengan kejadian demam tifoid pada peserta rapat SDN II. Selain
itu didapatkan nilai OR sebesar 7.778 yang berarti orang yang mengonsumsi opor
berisiko 7.8 kali mengalami demam tifoid dibanding orang yang tidak mengonsumsi
opor.
c. Konsumsi Bihun
Berdasarkan hasil analisis, dari 25 peserta rapat yang mengonsumsi bihun, 9
diantaranya merupakan kasus demam tifoid (36%), sementara itu dari 8 peserta rapat
yang tidak mengonsumsi bihun, 4 diantaranya merupakan kasus demam tifoid (50%).
Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0.681 yang artinya tidak ada hubungan
signifikan antara konsumsi bihun dengan kejadian demam tifoid pada peserta rapat SDN
II. Selain itu didapatkan nilai OR sebesar 0.563 yang berarti orang yang mengonsumsi
bihun berisiko 0.6 kali mengalami demam tifoid dibanding orang yang tidak
mengonsumsi bihun.
d. Konsumsi Sambal Goreng
Berdasarkan hasil analisis, dari 8 peserta rapat yang mengonsumsi sambal goreng,
5 diantaranya merupakan kasus demam tifoid (62.5%), sementara itu dari 25 peserta
rapat yang tidak mengonsumsi sambal goreng, 8 diantaranya merupakan kasus demam
tifoid (32%). Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0.213 yang artinya tidak
ada hubungan signifikan antara konsumsi sambal goreng dengan kejadian demam tifoid
pada peserta rapat SDN II. Selain itu didapatkan nilai OR sebesar 3.542 yang berarti
orang yang mengonsumsi sambal goreng berisiko 3.5 kali mengalami demam tifoid
dibanding orang yang tidak mengonsumsi sambal goreng.
e. Konsumsi Kerupuk
Berdasarkan hasil analisis, dari 16 peserta rapat yang mengonsumsi kerupuk, 4
diantaranya merupakan kasus demam tifoid (25%), sementara itu dari 17 peserta rapat
yang tidak mengonsumsi kerupuk, 9 diantaranya merupakan kasus demam tifoid
(52.9%). Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0.199 yang artinya tidak ada
hubungan signifikan antara konsumsi kerupuk dengan kejadian demam tifoid pada
peserta rapat SDN II. Selain itu didapatkan nilai OR sebesar 0.296 yang berarti orang
yang mengonsumsi kerupuk berisiko 0.3 kali mengalami demam tifoid dibanding orang
yang tidak mengonsumsi kerupuk.
f. Konsumsi Jus
Berdasarkan hasil analisis, dari 28 peserta rapat yang mengonsumsi jus, 12
diantaranya merupakan kasus demam tifoid (42.9%), sementara itu dari 5 peserta rapat
yang tidak mengonsumsi jus, 1 diantaranya merupakan kasus demam tifoid (20%). Hasil
uji statistik menunjukkan p value sebesar 0.625 yang artinya tidak ada hubungan
signifikan antara konsumsi jus dengan kejadian demam tifoid pada peserta rapat SDN
II. Selain itu didapatkan nilai OR sebesar 3.0 yang berarti orang yang mengonsumsi jus
berisiko 3 kali mengalami demam tifoid dibanding orang yang tidak mengonsumsi jus.
g. Konsumsi Kue Sus
Berdasarkan hasil analisis, dari 27 peserta rapat yang mengonsumsi kue sus, 10
diantaranya merupakan kasus demam tifoid (37%), sementara itu dari 6 peserta rapat
yang tidak mengonsumsi kue sus, 3 diantaranya merupakan kasus demam tifoid (50%).
Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0.659 yang artinya tidak ada hubungan
signifikan antara konsumsi kue sus dengan kejadian demam tifoid pada peserta rapat
SDN II. Selain itu didapatkan nilai OR sebesar 0.588 yang berarti orang yang
mengonsumsi kue sus berisiko 0.6 kali mengalami demam tifoid dibanding orang yang
tidak mengonsumsi kue sus.
h. Konsumsi Lumpia
Berdasarkan hasil analisis, dari 9 peserta rapat yang mengonsumsi lumpia, 4
diantaranya merupakan kasus demam tifoid (44.4%), sementara itu dari 24 peserta rapat
yang tidak mengonsumsi lumpia, 9 diantaranya merupakan kasus demam tifoid (20%).
Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 1.0 yang artinya tidak ada hubungan
signifikan antara konsumsi lumpia dengan kejadian demam tifoid pada peserta rapat
SDN II. Selain itu didapatkan nilai OR sebesar 1.333 yang berarti orang yang
mengonsumsi lumpia berisiko 1.3 kali mengalami demam tifoid dibanding orang yang
tidak mengonsumsi lumpia.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis statistik, variable yang berhubungan signifikan dengan
kasus demam tifoid pada 33 peserta rapat SDN II adalah konsumsi opor. Oleh karena itu,
opor diduga menjadi penyebab atau sumber penularan kasus demam tifoid.

Anda mungkin juga menyukai