OLEH:
KELOMPOK 3
KELAS B
PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dari ada atau tidak adanya gejala lain seperti demam, muntah, atau sakit perut.
Pergerakan usus dianggap meningkat ketika terjadi tiga kali atau lebih per hari
atau kronis, kurang dari 14 hari, antara 14 dan 30 hari, dan masing-masing
dengan gastroenteritis akut telah meningkat sejak tahun 1999, dan bahkan
mencapai sekitar 17.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari delapan puluh
persen dari kematian ini kami temukan dalam populasi lansia, dan lebih dari
enam puluh persen dari mereka dikaitkan dengan infeksi Clostridium difficile.
Ini mengarah pada kesimpulan penting bahwa usia yang lebih tua dikaitkan
gastroenteritis akut.
wabah gastroenteritis akut di hampir semua kelompok umur. Wabah ini dapat
menyebabkan serangan muntah yang parah yang berlanjut hingga 60 jam dan
menurun secara spontan. Virus ini biasanya ditularkan melalui rute oral tinja.
B. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. STUDI KASUS
1. Profil Pasien
Nama : Mr. S
Umur : 66 Tahun
No. RM : 372227
Berat Badan : 64 kg
2. Profil Penyakit
a. Keluhan Utama
Demam sejak 2 hari yang lalu, menggigil, nyeri ulu hati, mual, muntah
(frekuensi lebih dari 3 kali). BAB cair sejak 1 hari terakhir (frekuensi lebih dari
b. Riwayat Penyakit
c. Riwayat Pengobatan
d. Diagnosa Masuk
Febris + diare
e. Diagnosa Penyerta
Trombositopenia
f. Diagnosa Akhir
3. Data Klinik
Berdasarkan pemeriksaan oleh dokter, maka diperoleh data klinik yang dapat
Hasil Pengamatan
No Data Klinik
23/3/2019 24/3/2019 25/3/2019 26/3/2019
2. Pernapasan (kali/menit) 20 24 22 20
7. Menggigil + + - -
8. Susah tidur - - + -
4. Data Laboratorium
Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel darah pasien di laboratorium
Hasil Pengamatan
No Pemeriksaan Nilai Rujukan
24/3/2019 25/3/2019 26/3/2019
Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
23/3/2019
Hasil
Jenis Pemeriksaan Rujukan Satuan
25/3/2019
L = 0.8-1.4;
Kreatinin 1,14 mg/dL
P=0.6-1.2
6. Profil Pengobatan
Berdasarkan pengontrolan obat pasien, maka diperoleh profil pengobatan yang
50 mg/
2. Ranitidin IV/12 jam – –
2 mL
10 IV/1
3. Paracetamol – –
mg/mL gr/drips
Pagi 2
tablet
Siang 1
4. New Diatabs 600 mg – –
tablet
Malam 1
tablet
Oral 960
jam
7. Futrolit – –
Oral/12
8. Lodia 2 mg – – –
jam
Oral/24
10. Alprazolam 0.5 mg – – –
jam
Oral/24
11. Amlodipin 5 mg – –
jam
Oral/24
12. Lansoprazol 30 mg – – –
jam
B. KERASIONALAN OBAT
1. Ondansetron
a. Indikasi
Antagoni. Ondansetron digunakan untuk terapi mual dan muntah yang disebabkan
1. Dosis untuk emetik tinggi akibat kemoterapi, yang digunakan untuk mencegah
muntah akut:
a. 8 mg, dosis tunggal yang diberikan melalui intravena lambat atau injeksi
dimulai dari 30 menit sebelum kemoterapi dan diulang selama 4 dan 8 jam
Efisiensi efek dari ondansetron yang diberikan untuk emetic yang disebabkan
2. Regimen dosis di atas juga diberikan untuk mencegah emesis pada pasien less
3. Untuk anak-anak, dosis yang diberikan yaitu (di Inggris) yaitu 5 mg/m2 secara
setelanya. Dosis oral 4 mg 2 kali sehari bisa dilanjutkan selama 5 hari setelah
kemoterapi selesai.
pascaoperasi:
c. Efek samping
sensasi hangat pada wajah, cegukan, dan kosntipasi. Peningkatan aktivitas enzim hati
anafilkasis. Nyeri dada, aritmia, hipotensi, takikardia dan bradikardia jarang terjadi.
Pusing dan gangguan penglihatan seperti blurred vision telah dilaporkan pada pasien
yang diberikan selama injeksi intravena secara cepat. Kejang dan kelainan
oculogic terlah dilaporkan. Ruam dan urticaria juga bisa terjadi. Reaksi injeksi pada
tempat pemberian dan rasa panas local bisa dirasakan setelah pemberian
5-HT3 antagonis tidak bioejb digunakan pada pasien yang pernah mengalami
reaksi hipersensitivitas terhadap obat golongan yang sama. Obat hini harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien pedierita subakut obstuk intestinal atau ileus. Dosis
ondansetron harus dikurangi pada pasien gangguan hati sedang atau parah.
d. Kontra indikasi
e. Kerasionalan obat
Penggunaan obat endonsetron dalam mengobati mual dan muntah yang dialami
pasien dinggap tidak rasional karena obat ini biasa diindikasikan pada pasien dengan
2. Ranitidin
a. Indikasi
Pencegahan mual muntah. Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 jari aktif,
Ranitidine HCL injeksi diindikasikan untuk rawat inap di rumah sakit dengan keadaan
hipersekresi patologis atau ukus dua belas jari yang sulit diatasi atau sebagai
pengobatan alternatife jangka pendek pemberian oral pada pasien yang tidak bisa
Terapi pemeliharaan pada penyembuhan ulkus peptikum & ulkus duodenum : 150
c. Efek samping
Efek samping pengguaan ranitidin yaitu: kepala, pusing, mengantuk, insomnia,
eosinofillia).
d. Kontra indikasi
e. Kerasionalan obat
3. Paracetamol
a. Indikasi
mengurangi nyeri ringan – sedang. Efek antiinflamasi sangat lemah atau hamper tidak
Dewasa 500 mg – 1000 mg persekali pakai, diberikan tiap 4-6 jam (peroral).
Maksimum 4 gram per hari. Anak-anak < 12 tahun : 10 mg/kgBB/kali (bila ikterik: 5
Parasetamol juga dapat diberikan melalui infus IV di atas 15 menit; dosis dapat
Pasien dengan berat 33 – 50 kg, dosis tunggal 15 mg/kg tiap 4 jam atau lebih,
maksimum dosis 60 mg/kg atau 3 gram perhari. Parasetamol juga dapat diberikan
dalam bentuk suppositoria 0,5 – 1 gram tiap 4 – 6 jam, maks 4 kali sehari.
c. Efek samping
Efek samping penggunaan obat ini yaitu reaksi alergi, ruam kulit berupa
d. Kontra indikasi
e. Kerasionalan obat
Penggunaan pada kasus ini untuk mengatasi demam, pemberian melalui infus
IV dengan dosis 1 gram sudah rasional dan telah dihentikan pemberian setelah suhu
tubuh normal.
4. New Diatabs
a. Indikasi
Terapi simptomatik pada diare non spesifik. Digunakan sebagai absorbens kuman dan
mengurangi frekuensi diare dan memperbaikki konsistensi feses ((Tjay & Raharja,
2010; hal.297)
Dewasa & anak>12 tahun: 2 tablet setelah setiap buang air besar, maksimal 12
tablet/hari. Anak 6-12 tahun: 1 tablet setelah setiap buang air besar, maksimal 6
tablet/hari.1,2-1,5 g setelah tiap kali buang air dengan maksimal 9 g (Tjay & Raharja,
2010). 1200–1500 mg setelah setiap buang air besar atau setiap 2 jam; sampai 9000
c. Efek samping
d. Kontra indikasi
Hipersensitivitas, obstruksi usus, demam tinggi (diare disertai infeksi), disentri, darah
e. Interaksi Obat
Dapat menghambat absorbsi obat lain yang diberikan bersamaan, seperti Promazine
(Stockley, 2008;762)
f. Kerasionalan obat
Penggunaan new diatabs dalam kasus ini dianggap tidak rasional diberikan
dahulu cairan elektrolit kemudian diberikan obat antidiare mukolitik atau adsorben
tetapi pada kasus ini adsorben hanya mampu mengurangi gejala dari diare dengan
menyerap toksin dan dengan mengurangi produksi air, tetapi tidak ada bukti dari
2013:Hal.2303). Obat ini juga dapat mempengaruhi kerja obat lainnya dengan
5. Cotrimoxazole
a. Indikasi
kemih (sistitis), infeksi saluran napas, infeksi saluran cerna (terutama disebabkan oleh
Salmonella, Shigella) dan infeksi lainnya yang disebabkan oleh kuman yang sensitive
terhadap cotrimoxazole.
trimethoprim. Dosis dewasa : 960 mg dua kali sehari. Pada infeksi berat dapat
c. Efek samping
(terutama mual dan muntah) dan reaksi kulit adalah efek samping yang paling umum.
Demam relatif umum terjadi, dan reaksi yang melibatkan kulit mungkin termasuk ruam,
kulit yang parah, berpotensi fatal, termasuk nekrolisis epidermal toksik dan sindrom
Stevens Johnson telah terjadi pada pasien yang diobati dengan sulfonamid. Dermatitis
juga dapat terjadi akibat kontak sulfonamida dengan kulit. SLE, khususnya
d. Kontraindikasi
Hipersenstifitas, bayi berumur <2 bulan, gangguan fungsi hati dan ginjal berat,
anemia megaloblastik atau anemia defisiensi folat, pasien hamil dan menyusui
kernicterus).
e. Kerasionalan obat
setelah melihat dari uji data klinis pemeriksaan Widal, tidak ditemukan infeksi akibat
bakteri sehingga penggunaan antibiotik tidak tepat. Efek samping yang ditimbulkan
dengan penggunaan obat ini juga dapat memperparah kondisi mual/muntah yang
6. Asam Treneksamat
a. Indikasi
Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada hemofilia, sebagai terapi
untuk perdarahan dari terapi fibrinolitik, dan sebagai profilaksis untuk perdarahan
ulang dari aneurisma intrakranial, perdarahan kandung kemih sekunder akibat radiasi
hingga 1,5 g (atau 15 hingga 25 mg / kg) 2 hingga 4 kali sehari. Saat diberikan dengan
dosis injeksi intravena lambat 0,5-1 g (atau 10 mg / kg) 3 kali sehari. Asam
c. Efek samping
tersumbat. Obat tidak boleh digunakan pada pasien dengan koagulasi intravaskular
diseminata atau perdarahan genitourinari saluran atas, misalnya, ginjal dan ureter,
d. Kontra indikasi
karena dilihat dari data klinisnya waktu pemberian obat dilakukan sebelum terjadi
pendarahan, sedangkan ketika terjadi pendarahan tidak lagi diberikan. Selain itu dosis
yang diberikan juga tidak tepat dimana, dosis yang diberikan hanya sebagian dari
dosis yang dianjurkan. Efek samping yang ditimbulkan dengan penggunaan obat ini
7. Futrolit
a. Indikasi
Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pada pre-operasi, saat operasi dan
berat badan/hari (setara dengan 1,5 g sorbitol/kg berat badan/hari). Pada pasien
dengan berat badan 70 kg:2 l/hari dengan kecepatan infus sampai dengan 6 ml/menit
(120 tetes/menit).
c. Efek samping
Jika digunakan sesuai anjuran, efek samping tidak akan terjadi. Reaksi dapat
terjadi karena teknik pemberian dari FUTROLIT® seperti respon febris trombosis atau
d. Kontraindikasi
e. Kerasionalan obat
Pemberian futrolit sebenarnya sudah betul jika penggunaannya untuk terapi
namun karena dosis yang diberikan tidak dicantumkan maka pengobatannya jadi tidak
rasional. Pilihan pertama dan terbaik untuk kasus GEA moderate atau ringan yaitu
dengan terapi oral rehidrasi. Hal ini yang menjadi pertimbangan mengapa tidak
dilakukan monitoring kadar elektrolit dalam tubuh. Terapi cairan adalah salah satu
terapi yang sangat menentukan keberhasilan penanganan pasien kritis. Tindakan ini
seringkali merupakan langkah “life saving” pada pasien yang menderita kehilangan
cairan yang banyak seperti dehidrasi karena muntah mencret dan syok. Terapi cairan
intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada penyediaan IV cairan dan elektrolit
untuk pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan rute enteral,
namun sebaliknya baik dalam hal keseimbangan cairan dan elektrolit dan penanganan
(yaitu mereka yang pada dasarnya euvolemik tanpa signifikan defisit elektrolit,
kerugian yang abnormal yang sedang berlangsung atau masalah redistribusi internal
yang kompleks). Tujuan saat memberikan cairan perawatan rutin adalah untuk
menyediakan cukup cairan dan elektrolit untuk memenuhi insensible losses (500-1000
ekskresi ginjal dari produk-produk limbah (500-1500 ml.). Jenis cairan rumatan yang
dapat digunakan adalah : NaCl 0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, ringer laktat/asetat,
NaCl 0,9% hanya untuk rumatan yang tinggi kandungan NaCl dari saluran cerna
Jumlah kehilangan air tubuh berbeda sesuai dengan umur, yaitu Dewasa 1,5-2
intravena diberikan, monitor dan lakukan penilaian ulang pada pasien. Hentikan cairan
intravena jika tidak ada indikasi yang tepat. Cairan nasogastrium atau makanan
8. Lodia
a. Indikasi
akut sebagai tambahan terapi redehidrasi pada dewasa dengan diare akut. Obat ini
fekal, mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit, dan meningkatkan viskositas feses
dan bulk .
Berikan 0,1 mg/kg/dosis setiap kali anak BAB berupa feses encer.
c. Efek samping
Obat ini dikontraindikasikan untuk individu yang hipersensitif dan mereka yang
tidak boleh mengalami konstipasi, juga terjadi penetrasi organ ke dalam mukosa usus.
lebih dari 38,3 C atau diarenya berdarah. Waspadai penggunaan obat pada individu
e. Kerasionalan obat
Penggunaan Lodia pada kasus ini dianggap telah rasional dengan dosis dan
rute pemerian yang juga telah tepat. Jika dilihat dari hasil pemeriksaan obat ini juga
9. Ozid
a. Indikasi
Dosis untuk penderita tukak lambung dan duodenum: dosis awal 1X20 mg/hari
selamaa 4-8 minggu dapat ditingkatkan menjadi 40 mg /hari pada kasus berat atau
c. Efek samping
Efek samping dari omeprazole umumnya ditoleransi dan relatif jarang. Namun
efek yang sering ditimbulkan adalah sakit kepala, diare, dan ruam kulit.
d. Kontra indikasi
e. Kerasionalan obat
Jika dihubungkan dengan kondisi pasien. Penggunaan omeprazole diberikan
setelah pemberhentian ranitidin injeksi yang mana keduanya memiliki efek yang
penyakit GERD, tukak peptik atau infeksi Helicobacter pylori yang diombinasi dengan
antibiotic. Namun, dari diagnosis yang ada, pasien menderita gastroenteritis akut
mengatasi mual muntah cukup diberikan dengan dosis 10-20 mg/hari selain itu efek
samping yang biasanya ditimbulkan adalah diare yang akan memperburuk kondisi
pasien saat ini, sehingga penggunaan obat ini dianggap tidak rasional karena tidak
10. Alprazolam
a. Indikasi
dan alprazolam diberikan 0,25-0,5 mg 2-3 kali sehari khusus pada pasien geriatrik
dan pada pasien yang memiliki keadaan yang lemah. Pada ISO Farmakoterapi buku
4 mg. Pada MIMS tahun 2016 dosis yang dianjurkan untuk pasien yang memiliki
gangguan fungsi hati ialah 0,25 mg 2-3 kali sehari. Adapun saran obat diminum
setelah makan.
c. Efek samping
Efek samping dari alprazolam ialah mengantuk, kelemahan otot, ataksia,
amnesia, bingung, kepala terasa ringan, halusinasi, penglihatan kabur, haid tidak
teratur, libido berubah, retensi urin, hipotensi, ruam, dan fungsi hati abnormal.
d. Kontra indikasi
Hindari pemakaian oleh ibu hamil, laktasi, insufisiensi pulmonal kronik, lanjut
usia dan pasien yang lemah. Dan tidak dianjurkan dikonsumsi pada anak berusia <10
tahun. Interaksi obat dari alprazolam ialah efek ditingkatkan oleh obat yang menekan
SSP.
e. Kerasionalan obat
Pada kasus ini dapat dilihat dari data klinik pasien, pada hari kedua yaitu pada
tanggal 25/03/2019 pasien mengalami insomnia atau susah tidur sehingga pada hari
yang sama dokter memberikan obat ansietas atau alprazolam. Hal yang
pada pasien yang diaggap dokter diakibatkan oleh hipertensi yang dialami pasien
yaitu 160/100 yang melebihi batas normal, dan nyeri ulu hati yang dirasakan pasien
sehingga pasien mengalami insomnia atau susah tidur sehingga dokter memberikan
alprazolam untuk mengobati insomnia yang dialami oleh pasien. Adapun hal ini
ditunjang dengan literatur yang menyatakan bahwa pasien dengan gejala hipertensi,
insomnia, nyeri dada, mual pada pasien adalah gejala ansietas, sehingga dapat
diberikan anti ansietas. Literatur lain menyebutkan bahwa ansietas juga dapat terjadi
karena gangguan gastrointestinal (MIMS, 2016) Hal ini sesuai dengan diagnose awal
dari dokter bahwa pasien mengalami GEA atau Gastrointestinal akut sehingga
pemberian obat alprazolam sebagai anti ansietas rasional, namun dosis yang
11. Amlodipin
a. Indikasi
dosis awal dengan dosis maksimum 10 mg 1 kali sehari. Pada pasien lansia atau
dengan kelainan fungsi hati, dosis yang diharapkan pada awal terapi: 2,5 mg 1 kali
sehari. Bila amlodipine diberikan dalam kombinasi dengan antihipertensi lain, dosis
awal yang digunakan adalah 2,5 mg. Dosis yang direkomendasikan oleh angina stabil
kronik atau angina vasospastik: 5-10 mg, diberikan dosis pada pasien lansia dan
c. Efek samping
Efek samping dari amlodipin ialah sakit kepala, udem, mengantuk, mual, nyeri
d. Kontraindikasi
e. Kerasionalan obat
Pada kasus ini dapat dilihat dari data klinik pasien, pada hari ketiga yaitu pada
tanggal 25/03/2019 pasien mengalami hipertensi sehingga pada hari yang sama
dokter memberikan amlodipin ialah karena diakibatkan oleh hipertensi yang dialami
pasien yaitu 160/100 yang melebihi batas normal. Selain itu pasien juga memiliki
rasional.
12. Lansoprazol
a. Indikasi
Lansoprasol merupakan obat PPI yang diindikasikan untuk pasien yang mengalami
c. Efek samping
d. Kontra indikasi
lansoprazol.
e. Kerasionalan obat
sudah rasional, namun efek samping yang ditimbulkan obat ini dapat memperparah
kondisi gelaja awal yang dialami pasien. Dosis dan rute pengobatan yang diberikan
juga telah tepat, sehingga obat ini rasional digunakan namun disarankan untuk
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari pengobatan yang diberikan pada pasien M.S dalam kasus
ini yaitu beberapa obat-obatan yang diberikan sudah rasional seperti paracetamol,
pemantauan terhadap dosis dan efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat-
obat ini. Obat-obat yang tidak rasional yang diberikan diantaranya adalah
(omeprazol).
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penanganan kasus pasien M.S adalah
DAFTAR PUSTAKA
Tjay & Raharja, 2010, Obat-Obat Penting, Edisi Keenam, Jakarta; Elex Media
Komputindo.
Koda-Kimble and Young’s, 2013, Applied Therapeutics : The Clinical Use Of Drugs,
Stockley, I.,H., 2008, Stockley’s Drug Interactions, Edisi Kedelapan, Great Britain;
Pharmaceutical Press.