Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada
ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma
ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang
dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot, pembuluh darah dan saraf.
Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma system lain. Bila
hanya ekstremitas yang mengalami trauma biasanya tidak dianggap sebagai
prioritas pertama.
Trauma ekstremitas jarang menimbulkan kematian pada penderita trauma,
sehingga tidak mengherankan bila pembentukan dan pemeliharaan jalan
pernapasan yang memuaskan, ventilasi yang tepat serta pemulihan pendarahan
biasa nya mendahului penatalaksanaannya. Namun, perlu diingat bahwa akibat
trauma ekstrimitas dapat memperberat masalah yang mengancam nyawa ini.
Sehingga penting mengenal bahwa terapi tepat bagi ekstremitas yang
cedera yang tidak hanya betapa pentingnya bagian tersebut, tetapi bisa memainkan
peranan besar dalam melangsungkan kehidupan pasien.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dasar dan asuhan keperawatan pada trauma ekstremitas?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi dari trauma ekstremitas.
2. Mengetahui klasifikasi dari trauma ekstremitas.
3. Mengetahui etiologi dari trauma ekstremitas.
4. Mengetahui patofisiologi dari trauma ekstremitas.
5. Mengetahui tanda dan gejala dari trauma ekstremitas.
6. Mengetahui asuhan keperawatan dari trauma ekstremitaS

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Trauma Ekstremitas

Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada


ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma
ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang
dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot, pembuluh darah dan saraf.
Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma system
lain. Bila hanya ekstremitas yang mengalami trauma biasanya tidak dianggap
sebagai prioritas pertama. Mekanisme cedera/trauma antara lain
tabrakan/kecelakaan kendaraan bermotor, penyerangan, jatuh dari ketinggian,
cedera waktu olah raga, cedera waktu bersenang-senang atau waktu melakukan
pekerjaan rumah tangga.

B. Etiologi Trauma Ekstremitas


a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.

2
C. Klasifikasi Trauma Ekstremitas
1. Fraktur

Cedera skelet yang paling signifikan dapat terjadi disebut fraktur. Selain
berakibat ke jaringan tulang, cedera dapat terjadi disekitar jaringan lunak,
pembuluh darah, dan saraf. Resiko komplikasi yang signifikan, seperti infeksi
yang sering dikaitkan dengan fraktur yang meliputi cedera jaringan lunak
mayor.

a. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa cedera jaringan lunak
terbuka. Prognosis umumnya lebih baik untuk fraktur tertutup
karena resiko infeksi terbatas. Fraktur tertutup juga diklasifikasikan
berdasarkan tipenya : compression impacted, green stick, oblique,
spiral, transversal, komunitif

b. Fraktur terbuka
Adalah fraktur dengan cedera jaringan lunak terbuka. Fraktur
ini kadang sulit ditentukan bila luka pada bagian proksiml fraktur
benar-benar terkain dengan fraktur tersebut. Pedoman atau prinsip

3
yang berdasarkan praktik menganggap luka sebagai fraktur terbuka
sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

Fraktur terbuka ditangani sebagai


kedaruratan ortopedik karena resiko
infeksi dan kemungkinan komplikasi.
Fraktur terbuka dapat diklasifikasikan
berdasarkan tingkat keparahannya.

Klasifikasi fraktur terbuka


Derajat I Luka kecil, panjang < 1 cm yang tertusuk dari
bawah
Derajat II Luka melingkar penuh sampai panjang 5 cm
dengan sedikit atau tanpa kontaminasi dan tidak
ada kerusakan jaringan lunak berlebihan atau
kepingan periosteal
Derajat III Luka > 5 cm dan dikaitkan dengan kontaminasi
atau cedera jaringan lunak signifikan (kehilangan
jaringan, avulse, cedera remuk) dan sering
mencakup fraktur segmental; dapat ditemukan
kepingan jaringan lunak tulang, cedera vaskuler
mayor atau kepingan periosteal.
Data dari American College of Surgeons: Advance trauma life
support, student manual, ed 2, Chicago, 1993. The College;
Geiderman, JM: Orthopedic Injuries: management principles. In
Rosen P et al, editors: Emergency medicine concepts and clinical
practice, ed 4. St Louis, 1998 Mosby.

c. Fraktur ekstremitas bawah

4
 Fraktur pelvic
Fraktur ini dapat mengakibatkanhipovolemi akibat
kemungkinan kehilangan darah sampai 4 L yang dapat terjadi
karena robekan arteri, kerusakan pembuluh vena pleksus, dan
permukaan kanselosa tulang yang fraktur.
Gejala :
 Deformitas eksternal ringan mungkin terjadi,
sebagai akibat jaringan lunak yang bertumpuk
banyak
 Darah dapat terlihat di meatus dan pada
pemeriksaan rectal (cedera rectal, uretra dan
kandung kemih adalah komplikasi fraktur pelvis)
 Ekimosis perineal atau hematoma skrotum
mungkin terlihat
 Rotasi abnormal pada panggul atau kaki mungkin
ada
 Perdarahan eksternal mungkin teramati pada
fraktur terbuka
 Sirkulasi distal mungkin berpotensi terganggu
 Pasien merasa nyeri ketika tekanan diberikan pada
Krista iliaka anteriorsuperior dan simpisis pubis
 Fraktur femoral
Fraktur femur bilateral dapat menunjukkan cedera
mengancam jiwa sekumder akibat hipovolemi (kehilangan
darah pada setiap femur mungkin sebanyak 2 L)
 Fraktur lutut
Fraktur patella umumnya disertai dislokasi akibat transmisi
energy tinggi, dan fraktur ini dapat dikaitkan dengan cedera
pembuluh popliteal
 Fraktur tibia dan fibula

5
Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi bersamaan atau sendiri-
sendiri dan umunya akibat benturan langsung. Tibia umumya
fraktur saat jatuh karena sifatnya yang menyokong beban
berat tubuh.
Gejala :
 Fraktur tibia dapat dikaitkan dengan memburuknya
sindrom kompartemen. Evaluasi nyeri progresif yang
tampak hebat pada cedera ringan menetap, nyeri
peregangan pasif pada otot yang terkena, tegangan
pada area yang terkena, penurunan sensasi, dan
kelemahan tungkai bawah.
 Pasien dengan fraktur tibia dan fibula yang stabil
mungkin dapat menyokong berat tubuh pada
ekstremitas. Pemeriksaan posterior tungkai bawah
dapat menunjukkan gejala yang konsisten dengan
fraktur.
d. Fraktur ekstremitas atas
 Fraktur scapula
Curigai adanya fraktur scapula dengan cedera jaringan lunak
yang signifikan pada bahu dan saat mekanisme cedera
menunjukkan tingkat transmisi energy kinetic tinggi. Fraktur
scapula menuntut evaluasi yang cermat untuk kerusakan pada
struktur disekitarnya karena sering dikaitkan dengan dislokasi
bahu, kontusio paru, fraktur iga dengan potensi
pneumotoraks, fraktur kompresi vertebra dan fraktur
ekstremitas atas.
Gejala :
 Pasien sering menunjukkan keterbatasan rentang
gerak ekstremitas ipsilateral.
 Fraktur klavikula

6
Fraktur klavikula sering menyebabkan kerusakan pada
struktur dibawahnya, seperti paru (pneumotoraks,
hemotoraks), dan vena subklavia.
Gejala :
 Pasien sering menunjukkan bahu yang tidak stabil
karena kehilangan penyokong pada gelang bahu
 Evaluasi status neuro vascular ekstremitas karena
fraktur ini sering dikaitkan dengan gangguan
neurovascular
 Fraktur ini dapat dikaitkan dengan pneumotoraks,
hematotoraks, atau kompresi pleksus brakialis
 Fraktur humerus
fraktur humerus dapat dikaitkan dengan kerusakan arteri
brakialis dan kerusakan saraf radialis, ulnaris dan saraf
medialis. Oleh karena lokasi anatomic berkas neurovascular,
fraktur humerus distal yang dicurigai harus menjalani
pemeriksaan neurovascular dengan seksama dan
terdokumentasi. Benturan langsung pada prosesus olekranon
dapat mengakibatkan fraktur indirek pdaa humerus distal.
 Fraktur radius dan ulna
Gejala :
 Perhatikan fraktur dekat siku dan pergelangan
yang berkaitan dengan gangguan neurovascular;
fraktur pada daerah ini memerlukan evaluasi
neurovascular dan dokumentasi yang cermat.
 Fraktur Colle adalah salah satu dari fraktur yang
paling umum pada radius dan ulna. Fraktur ini
umumnya ditandai dengan tipe penampilan “garpu
perak”, dengan pergelangan tangan memutar
keatas yang berhubungan dengan radius dan ulna.

7
2. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah kondisi kedaruratan yang terjadi
ketika tekanan didalam kompartemen otot meningkat sampai tingkat
yang mempengaruhi sirkulasi mikrovaskular dan merusak integritas
neurovascular. Setelah beberapa jam tekanan jaringan nintersitial
meningkat diatas dasar kapiler, yang mengakibatkan iskemia saraf dan
jaringan otot.

Sindrom
ini paling
umum

disebabkan oleh edema atau perdarahan kedalam ruang kompartemen


karena cedera remuk, fraktur, kompresi yang lama pada ekstremitas, luka
bakar (listrik, termal) atau gigitan (binatang, manusia). Penyebab
iatrogenic sindrom kompartemen meliputi MAST, manset TD otomatis,
gips atau balutan yang terlalu ketat.
Gejala :
 Nyeri progresif dan berat yang melebihi kondisi cedera lapisan
dibawahnya, nyeri meningkat dengan gerakan pasif otot yang
terkena
 Penurunan sensasi terhadap sentuhan
 Bengkak tegang, asimetris
 Parastesi
 Ekstremitas pucat

8
3. Dislokasi
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.
Dislokasi terjadi bila sendi lepas dan terpisah, dengan ujung-ujung
tulang tidak lagi menyatu. Bila ujung tulang hanya berubah posisi secara
parsial, cedera disebut subluksasio. Bahu, siku, jari, panggul, lutut dan
pergelangan kaki merupakan sendi-sendi yang paling sering mengalami
dislokasi

Gejala :
 Nyeri hebat pada daerah sendi yang sakit
 Deformitas sendi
 Pembengkakan sendi
 Kehilangan rentang sendi
 Kebas, kehilangan sensasi dan tidak terabanya nadi pada bagian
distal cedera (dislokasi dapat mengganggu fungsi arteri dan
saraf dibagian proksimal)

4. Sprain (keseleo)
Sprain (keseleo) merupakan cedera pada sendi yang sering terjadi.
Pada keadaan tersebut, ligament dan jaringan lain rusak karena
peregangan atau puntiran yang keras. Usaha untuk menggerakkan atau
menggunakan sendi meningkatkan rasa nyeri. Lokasi yang sering

9
mengalami sprain (keseleo) meliputi pergelangan kaki, pergelangan
tangan, atau lutut.

Gejala:
Derajat I  Peregangan atau robekan kecil pada
ligament
 Pembengkakan dan hemoragi minimal,
nyeri tekan lokal
 Tidak ada gerakan sendi abnormal
Derajat II  Robekan parsial ligament
 Nyeri
 Gerakan sendi abnormal
Derajat III  Ligament terputus komplet
 Sendi secara nyata mengalami deformasi
 Nyeri tekan dan bengkak
 Sendi tidak dapat menopang beban
 Gerakan sendi sangat abnormal

5. Strain (peregangan)

10
Strain otot, dikenal juga sebagai tarikan otot, terjadi bila otot
terlalu meregang atau robek. Otot punggung sering mengalami strain
bila seseorang mengangkat benda berat.

Gejala :

Derajat I  Peregangan ringan-robekan minor


 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, spasme otot
ringan
Derajat II  Peregangan sedang-peningkatan jumlah serat
yang robek
 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, dislokasi
dan ketidakmampuan untuk menggunakan
tungkai untuk periode lama
Derajat III  Peregangan hebat-pemisahan komplet otot
dari otot, otot dari tendo, atau tendon dari
tulang
 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, pucat

6. Vulnus (Luka)
Terdapat beberapa jenis luka terbuka :

11
 Abrasi : lapisan atas kulit terkelupas, dengan sedikit
kehilangan darah. Nama lain untuk abrasi adalah goresan
(scrape), road rush, dan rug burn.
 Laserasi : kulit yang terpotong dengan pinggir bergerigi. Jenis
luka ini biasanya disebabkan oleh robeknya jaringan kulit
secara paksa
 Insisi : potongan dengan pinggir rata seperti potongan pisau
atau teriris kertas
 Pungsi : cedera akibat benda tajam (seperti pisau, pemecah es
atau peluru). Benda yang menembus dapat merusak organ-
organ internal. Resiko infeksi tinggi. Benda yang
menyebabkan cedera tersebut dapat tetap tertanam dalam
luka.
 Avulse : potongan kulit yang robek lepas dan menggantung
pada tubuh.
 Amputasi : terpotong atau robeknya bagian tubuh

12
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA EKSTREMITAS

A. Pengkajian

a. Mengkaji ABCD
 Airway
Kaji : bersihan jalan nafas, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan dijalan nafas, muntahan,
edema laring
 Breathing
Kaji : frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung atau mulut, udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
 Circulation
Kaji : denyut nadi karotis, tekanan darah, warna kulit, kelembaban
kulit, tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
 Disability
Kaji : tingkat kesadaran dengan AVPU (alert, verbal, pain,
unrespon), gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan respon pupil
terhadap cahaya
b. Kaji riwayat dan kondisi pasien
 Riwayat SAMPLE (Sign and symptom, Allergy, Medication, Past
medical history, Last oral intake, Event Preceding the injury)
 Tentukan mekanisme cedera untuk membantu memperkirakan
kelanjutan cedera
 Kaji disfungsi segera atau lambat atau nyeri yang dialami
 Perhatikan adanya riwayat cedera musculoskeletal
 Singkirkan benda yang berpotensi menekan ekstremitas yang
cedera, seperti pakaian, perhiasaan

13
 Evaluasi adanya luka terbuka pada ekstremitas. Tentukan panjang
dan dalamnya luka. Laserasi diatas tempat yang dicurigai fraktur
ditangani sebagai fraktur terbuka sampai pengkajian selanjutnya
membuktikan sebaliknya.
 Perhatikan adanya hematoma
 Evaluasi stabilisasi tulang-krepitasi tulang indikasi adnaya fraktur
 Inspeksi apakah ada pembengkakan, deformitas, rotasi abnormal
atau pemendekan tulang
c. Mengevaluasi ekstremitas apakah ada 5 P
 Pain (nyeri)
Keluhan paling umum pada cedera musculoskeletal adalah nyeri.
Titik nyeri tekan dapat menunkukkan fraktur dibawahnya. Nyeri
yang tidak konsisten dengan perluasan cedera menunjukkan
terjadinya sindrom kompartemen.
 Pallor (pucat)
Iskemik menimbulkan perubahan warna dan suhu
 Pulse (nadi)
Palpasi nadi pada semua ekstremitas. Nadi harus diperiksa dengan
palpasi, atau dengan Doppler bila tidak dapat diraba.
 Parestesia
 Paralisis

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan
trauma ekstremitas adalah :
a. Risiko syok
b. Nyeri akut
c. Hambatan mobilitas fisik

14
C. Intervensi

Diagnosa NOC NIC

Risiko syok Shock Management 1. Monitor keadaan umum pasien


Shock Management – 2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau
Cardiac lebih
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda
perdarahan, dan segera laporkan jika
terjadi perdarahan
4. Monitoring berat badan dan
pengeluaran
5. Auskultasi suara paru untuk
menentukan adanya suara tambahan.
6. Catat tanda dan gejala penurunan
cardiac output ( pucat, akral dingin )
7. Monitoring gejala inadekuat perfusi
arteri koronaria ( perubahan gelombang
ST pd EKG )

Kolaborasi :
8. Pemberian cairan intravena
9. Pemeriksaan : HB, PCV, trombosit

Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management


tindakan keperawatan 1. Lakukan penkajian nyeri
selama 3 x 24 jam klien secara komprehensif termasuk lokasi,
menunjukkan Nyeri berk karakteristik, durasi,

15
urang/hilang dengan frekuensi, kualitas dan faktor
Kriteria Hasil: presipitasi.
1. Tidak ada rintihan, 2. Observasi reaksi nonverbal dari
ekspresi wajah ketidaknyamanan
rileks 3. Kaji kultur yang
2. Melaporkan nyeri d mempengaruhi respon nyeri
apat 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa
berkurang/hilang. D lampau.
ari skala 7 Analgesic Administration
berkurang menjadi 1. Pilih analgesik yang diperlukan atau
2. kombinasi darianalgesik
ketika pemberian lebih dari satu.
2. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri.
Hambatan m Setelah dilakukan 1. Ubah posisi minimal 2 jam ( telentang,
obilitas fisik intervensi keperawatan, miring ) dan sebagainya dn jira
hambatan mobilitas fisik memungkinkan bisa lebih sering jira
menurun dengan kriteria dletakkan dalam posisi bagian yang
hasil : terganggu.
1. Mampu melatih 2. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan
menggerakkan anggota pasif pada semua extremitas

tubuhnya, klien mampu 3. Gunakan penyangga lengan ketika pasien


melakukan aktivitasnya berada dalam posisi tegak , sesuai indikasi
4. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi
tanpa selalu tergantung
ekstensi
pada orang lain
5. Konsultasikan dengan ahli fisiotherapi
secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi
pasien

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada
ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma
ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang
dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot, pembuluh darah dan saraf.
Penyebab dari trauma ekstremitas dapat berupa trauma langsung maupun tidak
langsung.
Trauma ekstremitas meliputi :
 Fraktur
 Dislokasi
 Strain
 Sprain
 Vulnus
Pengkajian gawatdarurat untuk trauma ekstremitas meliputi :

 Mengkaji ABCD
 Kaji riwayat dan kondisi pasien (SAMPLE, mekanisme injuri)
 Mengevaluasi ekstremitas apakah ada 5 P (pain, pallor, pulse,
parestesi, paralisis)

B. Saran
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca dapat
memahami definisi,jenis,penyebab serta tanda dan gejala trauma ekstremitas
sehingga dapat membuat kita lebih hati-hati dalam bekerja ataupun melakukan
aktivitas sehari-hari serta dapat membantu pasien trauma ekstremitas

17
DAFTAR PUSTAKA

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika: Yogyakarta


Thygerson, Alton. 2006. Pertolongan Pertama Edisi 5. Erlangga: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Lukman dan Nurna Ningsih.2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

18

Anda mungkin juga menyukai