Anda di halaman 1dari 20

SERAT WULANGREH

Yasa Dalem Sri Susuhunan Pakubuwana IV

“Deduga lawan prayoga


Myang watara reringa away lali
Iku parabot satuhu, tan kena tininggala
Tangi lungguh angadeg tuwin lumaku
Angucap meneng anendra
Duga-duga nora keri”
Dalam terminologi yang paling sederhana yang bisa saya fahami, Wulangreh
berasal dari dua kata dasar, yaitu WULANG dan REH. Wulang berarti ajaran
(katakan, teori) sedangkan REH berasal dari akar kata Ngereh atau Memerintah.
Jadi Wulangreh (sekali lagi, dalam pengertian saya) adalah ajaran untuk, ngereh,
memimpin memerintah. Mudahnya, Wulangreh adalah teori kepemimpinan.
Dalam berbagai referensi, Serat Wulangreh dapat diterjemahkan sebagai ajaran
untuk memahami kehidupan pribadi kaitannya dengan berbangsa dan bernegara.
Itu adalah arti yang lebih luas karena itulah tugas seorang pemimpin. Agar di garis
bahwahi juga, memimpin disini adalah memimpin dalam arti luas. Bukan saja
memimpin suatu organisasi tetapi juga memimpin diri sendiri dan keluarganya.
Sesuai dengan kapasitas manusia sebagai khalifah

Serat Wulangreh terdiri dari 12 Bab yang masing-masing dibedakan dalam 14


pupuh tembang Macapat dan 1 tembang gedhe, masing-masing adalah sebagai
berikut:
1. Pupuh I (Pangkur) terdiri dari 8 pada
2. Pupuh II (Kinanthi) terdiri dari 16 pada
3. Pupuh III (Gambuh) terdiri dari 16 pada
4. Pupuh IV (Pangkur) terdiri dari 16 pada
5. Pupuh V (Maskumambang) terdiri dari 34 Pada
6. Pupuh VI (Megatruh / Duduk Wuluh) terdiri dari 18 pada
7. Pupuh VII (Durma) terdiri dari 12 pada
8. Pupuh VIII (Wirangrong) terdiri dari 26 pada
9. Pupuh IX (Pocung) terdiri dari 35 pada
10. Pupuh X (Pocung) terdiri dari 22 pada
11. Pupuh XI (Mijil) terdiri dari 25 pada
12. Pupuh XII (Asmarandana) terdiri dari 26 Pada
13. Pupuh XIII (Sinom) terdiri dari 33 pada
14. Pupuh XIV (Girisa) terdiri dari 23 pada.
Untuk Pakdhe Bagio, mohon maaf adalah kata yang paling tepat yang bisa saya
sampaikan.
*******

SERAT WULANGREH
Yasa Dalem : Sri Susuhunan Pakubuwana IV
PUPUH I
DHANDHANGGULA
(01)
Pamedare wasitaning ati,
cumantaka aniru Pujangga,
dahat muda ing batine.
Nanging kedah ginunggung,
datan weruh yen keh ngesemi,
ameksa angrumpaka, basa kang kalantur,
turur kang katula-tula,
tinalaten rinuruh kalawan ririh,
mrih padanging sasmita.

Inilah curahan hati


Berlagak meniru pujangga
Tapi merasa harus disanjung
Tak sadar banyak yang mencibir
Memaksa diri merangkai kata, bahasa yang (justru) ngelantur
Bahasa yang carut marut
yang (jika) dicermati
(hanyalah) untuk terangnya isyarat (kata hati) semata.
Delapan pada Tembang Dhandhanggula ini merupakan prolog (pengantar) untuk
masuk ke ajaran yang nanti akan dibahas secara rinci dalam Serat Wulangreh.
Pupuh pertama ini merupakan pengakuan universal orang jawa yang andhap asor
dan tidak mau memamerkan ilmunya. Sri Susuhunan Mangkunegara merasa
dirinya rendah dan bodoh (cumanthaka aniru pujangga). Bahkan sebagai manusia,
beliau sadar akan adanya sanjungan yang sebenarnya tidak pantas diterima
olehnya. Pengantar klasik yang hanya orang jawa yang bisa memahaminya.
(02)
Sasmitaning ngaurip puniki,
mapan ewuh yen ora weruha,
tan jumeneng ing uripe,
akeh kang ngaku-aku,
pangrasane sampun udani,
tur durung wruh ing rasa, rasakang satuhu,
rasaning rasa punika,
upayanen darapon sampurna ugi,
ing kauripanira.

Makna kehidupan itu


sungguh sayang bila tak tahu
tidak kokoh hidupnya,
banyak orang mengaku,
perasaannya sudah utama,
padahal belum tahu rasa,
rasa yang sesungguhnya,
hakikat rasa itu adalah,
usahakan supaya diri sempurna,
dalam kehidupan.
Yang nanti akan diulas (panjang lebar) oleh Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV,
adalah filsafat dan hakikat hidup yang lebih pada pemaknaan rasa yang secara
manusiawi melekat pada diri tiap manusia. Merasa dirinya bisa memahami rasa,
tanpa pernah punya perasaan. Kesalahan fatal manusia menurut (pada 2 diatas)
adalah karena manusia tidak memahami hakekat rasa. Dalam hal ini, Kanjeng
Susuhunan sangat menyayangkan apabila manusia tidak bisa kokoh hidupnya hanya
karena salah memaknai rasa.
(03)
Jroning Quran nggoning rasa yekti,
nanging ta pilih ingkang unginga,
kajaba lawan tuduhe,
nora kena den awur,
ing satemah nora pinanggih,
mundak katalanjukan,
tedah sasar susur,
yen sira ajun waskita,
sampurnane ing badanira, (*kirang 3 wanda)
sira anggugurua.

Dalam Qur’an tempat rasa jati,


tapi jarang orang tahu,
keluar dari petunjuk,
tak dapat asal-asalan,
akhirnya tidak ketemu,
malahan terjerumus,
akhirnya kesasar,
kalau kamu ingin peka,
agar hidupmu sempurna,
maka bergurulah.

Nilai dasar manusia terkait dengan masalah rasa, pada hakekatnya sudah tertuang
dalam Quran. Disanalah sebenarnya rasa itu ada. Sayangnya tak setiap orang bisa
memahami (atau setidaknya menyadari). Quran adalah penuntun hidup, maka
dalam memaknainya harus dengan sangat hati-hati (ora kena den awur), agar
nantinya tidak terjerumus atau bahkan berlebihan dan over acting. Oleh karena itu,
kendati sudah didepan mata dan diyakini sebagai tuntunan hidup, jika ingin
memahami AlQuran, bergurulah!

(04)
Nanging yen sira ngguguru kaki,
amiliha manungsa kang nyata,
ingkang becik martabate,
sarta kang wruh ing ukum,
kang ngibadah lan kang ngirangi,
sokur oleh wong tapa,
ingkang wus amungkur,
tan mikir pawewehing liyan, (*langkung 1 wanda)
iku pantes sira guronana kaki,
sartane kawruhana.
Namun apabila kamu berguru
pilihlah manusia nyata
yang baik martabatnya
serta tahu hukum
yang beribadah dan sederhana
syukur dapat pertapa
yang sudah menanggalkan
pamrih pemberian orang
itu pantas kamu berguru
serta ketahuilah
Meskipun demikian, jika kita hendak berguru (belajar, dalam hal ini Al Quran),
hendaklah hati-hati. Pilihlah guru yang benar-benar nyata baik ilmu maupun
aplikasinya. Tak jarang, meski sudah berdasarkan Al Quran, jika salah dalam
pemahaman, salah pula dalam aplikasinya dapat berakibat buruk. Boleh jadi, NII,
Bom Bunuh Diri, Ahmadiyah dan sebagainya adalah representasi dari warning yang
diberikan oleh Kanjeng Susuhunan. Jelas sekali, belaiau memerintahkan untuk kita
berguru kepada orang yang (becik martabate), Martabat dapat difahami sebagai
tindak, tingkah laku, track record. Akan lebih baik, jika orang tersebut memahami
hukum. Saya menterjemahkan hukum disini adalah hukum positf (bukan Hukum Al
Quran). Dalam pengertian saya, tempat kita berguru adalah orang yang alim, faham
al Quran dan tidak cacat hukum, atau setidaknya orang yang taat pada hukum
positif.

(05)
Lamun ana wong micara kaki,
tan mupakat ing patang prakara,
aja sira age-age,
anganggep nyatanipun,
saringana dipun baresih,
limbangen lan kang patang :
prakara rumuhun,
dalil qadis lan ijemak,
lan kijase papat iku salah siji,
ana-a kang mupakat.
Kalau ada orang bicara ilmu
tak setuju empat perkara
jangan cepat-cepat
percaya padanya
saringlah yang teliti
pertimbangkan empat hal
perkara terdahulu
dalil hadis dan ijma’
dan keempat qiyas semua
telah disepakati
Lebih hebat lagi, jika mendapatkan orang yang ahli tapa (tirakat), tatat beribadah
dan hidup sederhana. Hal ini bisa dibuktikan apabila dia memang tanpa pamrih dan
jauh dari niat mencari keuntungan duniawi. Jika sudah mendapatkan yang
demikian,. Bergurulah anda pada mereka! Jika hanya ada orang yang hanya pandai
berbicara (sepandai apapun dia) jika tidak mengedepankan pada empat hal, maka
pertimbangkanlah dulu. Empat hal itu adalah dalil (Qur’an), Hadis, Ijma dan
Qiyas. Itulah yang sejak dulu menjadi dasar dan landasan berfikir manusia untuk
menjinakkan rasa guna memperoleh ketenteraman.
(06)
Ana uga kang sira antepi,
yen ucul saka patang prakara,
nora enak legetane,
tan wurung tinggal wektu,
panganggepe wus angenggoki,
aja kudu sembah hyang,
wus salat kateng-sun,
banjure mbuwang sarengat,
batal haram nora nganggo den rawati,
bubrah sakehing tata.
Ada juga yang mantab
kalau tepat empat perkara
sungguh tidak tepat
hanya meninggalkan waktu
menganggap sudah tepat
hendak tidak shalat
hanya bikin tanggung
lalu membuang syariat
batal haram tak peduli
lalu bikin kacau
(07)
Angel temen ing jaman puniki,
ingkang pantes kena ginuronan,
akeh wong jaya ngelmune,
lan arang ingkang manut,
yen wong ngelmu ingkang netepi,
ing panggawening sarak,
den arani luput,
nanging ta asenengan,
nora kena den wor kakarepaneki,
pancene parijangga.

Sungguh sulit jaman sekarang


Mana yang pantas diteladani
(Meski) banyak yang hebat ilmunya
Tetapi jarang yang taat
Jikalau orang berilmu yang menjelaskan.
Jika orang berbuat baik
Dikatakan salah
Tetapi jika hanya bersenang-senang
Tak bisa dimengerti apa maksudnya
Betul-betul orang hebat
Kanjeng susuhunan juga sangat memahami keadaan. Betapa sulitnya mencari
orang yang tepat untuk berguru (angel temen ing jaman puniki ………. ingkang
pantes ginuronan). Banyak orang yang hebat dibidang ilmu (pengetahuan) tetapi
jarang yang menjadikannya panutan. Bahkan sebaliknya, yang meninggalkan
syarak, dan hanya suka bersenang-senang serta sulit diikuti kemauannya,
memaksakan diri untuk menjadi panutan. Dasar manusia!

(08)
Ingkang lumrah ing mangsa puniki,
mapan guru ingkang golek sabat,
tuhu kuwalik karepe,
kang wus lumrah karuhun,
jaman kuna mapan si murid,
ingkang pada ngupaya,
kudu angguguru,
ing mengko iki ta nora,
Kyai Guru narutuk ngupaya murid,
dadiya kanthinira.
Umumnya dijaman sekarang
Justru guru yang mencari teman
Benar-benar terbalik keadaanya
Jamaknya (begitulah) yang biasa terjadi
Kalau jaman dulu, muridlah
Yang mencari guru
Tapi sekarang tidak
Kyai Guru berkeliaran mencari murid
Agar ikut dengannya
Sekarang yang terjadi sebaliknya. Jika dahulu, seorang akan besusah paying
berguru mencari ilmu pengetahuan, tetapi sekarang justru gurulah yang mencari
murid. (Lihatlah, spanduk, baliho, pamplet, selebaran beredar dimana mana
mencari murid agar mau bersekolah) Akibatnya, murid yang belajar bukan tumbuh
dari dasar hatinya, tetapi termakan oleh bujukan iklan. Kendati demikian, belajar,
belajar dan belajarlah!
Itulah pesan awal yang disampaikan oleh Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV
dalam Pupuh I Dhandhanggula, untuk masuk lebih focus pada Serat
Wulangreh………………….

PUPUH II
KINANTHI
01
Padha gulangen ing kalbu,
ing sasmita amrih lantip,
aja pijer mangan nendra,
kaprawiran den kaesthi
pesunen sariranira,
sudanen dhahar lan guling.

Mari latih dan pahami hati


Agar perasaan bisa lebih tajam
Jangan Cuma makan dan tidur
Watak ksatria harus dipelajari
Latih badan / tubuhmu
Kurangi makan dan tidur
Ngarsa dalem ingkang Sinuhun (pada masa itu) sudah sangat memahami betapa
tantangan atas perkembangan jaman. Maka yang pertama ditekankan adalah
melatih, memahami dan mengasah rasa (Padha gulangen ing kalbu). Langkah ini
dirasa paling efektif untuk menyikapi perkembangan keadaan. Nilai ini universal
dan bisa diterapkan bahkan di era computer sekarang ini.
Salah satu langkah yang mutlak dilakukan adalah dengan mesu budi, prihatin
dengan jalan kurangi makan dan kurangi tidur. Watak ksatria harus ditempuh
dengan cara itu agar kita kadunungan kawaskithan.
02
Dadiya lakuniraku,
cegah dhahar lawan guling,
lawan ojo sukan-sukan,
anganggowa sawatawis,
ala watake wong suka,
nyuda prayitnaning batin.

Jadikanlah kebiasaanmu
mencegah makan dan tidur
dan jangan suka bersenaang-senang
jika perlu, lakukan seperlunya
jeleklah watak orang yang hanya bersuka-suka
akan mengurangi kewaspadaan batin
Mengurangi makan dan tidur, agar dijadikan kebiasaan disamping mencegah hura-
hura dan kesenangan ragawi semata. Sekarang terbukti. Kesenangan duniawi
dibuka lebar-lebar dan bahkan diberikan ijin resmi oleh penguasa. Akibatnya, para
pemuda tak lagi peduli dengan pesan moral untuk mencegah makan dan mencegah
tidur.
Boleh jadi, Sinuhun Pakubuwana sudah memprediksikan jika pada suatu saat nanti,
kesenangan memang akan menjadi bagian dari kehidupan manusia. Jiaka itu
terpaksa terjadi, lakukanlah secukupnya (anganggowa sawetawis). Bagaimanapun
juga, orang yang hanya mengedepankan bersuka-suka, termasuk kategori orang
yang berwatak buruk. Kesenangan akan mengurangi kewaspadaan. Anda bisa
membuktikan bahwa sebagian besar tindak kriminal terjadi ketika orang tengah
hanyut dalam kesenangan.
03
Yen wus tinitah wong agung,
ywa sira gumunggung dhiri,
aja nyelakaken wong ala,
kang ala lakunireki,
nora wurung ngajak-ajak
satemah anenulari.

Jika sudah ditakdirkan jadi pembesar


janganlah kamu menyombongkan diri
jangan dekat dengan orang jelek (wataknya)
biarlah dia seperti itu
karena paling-paling akan mengajak
pada khirnya akan menular (pada dirimu)
Pesan berikut dialamatkan kepada mereka yang sudah menjadi pembesar
(penguasa). Wulangreh mengajarkan untuk tidak sombong (sumongah
sesongaran). Seorang pembesar / penguasa jangalah terlalu denkat dengan orang
yang berwatak buruk karena pada kahirnya Cuma akan mengajak dan
menjerumuskan pada tindakan jelek pula.
04
Nadyan asor wijilipun,
yen kelakuwane becik,
utawa sugih cerita,
kang dadi misil,
yen pantes raketana,
darapon mundhak kang budi.

Meski berasal dari rakyat jelata


jika wataknya bagus
atau yang banyak cerita
yang bisa diambil sarinya
jika memang layak, dekatilah
dengan harapan akan mengangkat harkatmu
Sebaliknya, meskipun berasal dari golongan rakyat jelata, jika memang memiliki
watak dan kepribadian yang bagus layak untuk didekati. Pembesar / penguasa yang
demikian akan sangat memahami apa yang terjadi pada masyarakatnya. Mereka
akan mengambil keputusan tepat bagi rakyat, karena dia mendekat langsung dan
mendengarkan cerita mereka. Jika sudah demikian, bukan tidak mungkin, dari
rakyat jelata inilah yang mampu mengangkat harkat dan martabatnya.

05
Yen wong anom pan wus tamtu,
manut marang kang ngadhepi,
yen kang ngadhep
akeh durjana,
tan wurung bisa anjudi,
yen kang ngadhep akeh bangsat,
nora wurung dadi maling.

Jika para pemuda memeng sudah sepatutnya


tunduk pada yang dihadapi
jika yang dihadapi banyak orang licik
paling-paling akan bisa berjudi
jika yang menghadap banyak bangsat
akhirnya juga akan jadi pencuri
khususnya kepada para pemuda, Wulangreh mengingatkan untuk tunduk pada yang
dihadapi. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Tapi hati-hati, banyak
orang licik disekitar kita. Jika menghadapi orang licik tetapi kita tidak bisa
mengendalikan diri, akhirnya akan terjerumus. paling-paling Cuma akan jadi
tukang judi. Demikian juga, jika tak mampu mengendalikan diri ketika berhadapan
dengan bangsat, akhirnya akan tergoda untuk menjadi pencuri.
Korupsi dan kolusi terjadi karena penguasa tidak mampu menahan diri pada
gemerlapnya keadaan. Dia tidak mampu mendteksi orang baik dan orang buruk.
Sekalipun pada awalnya tidak berniat untuk korupsi, tetapi karena kurang waspada
(batin, jiwa dan rasanya) akhirnya dia terjebak pada pilihan korupsi atau jatuh. Jika
dia tidak korupsi, maka akan kedudukannya akan terancam. Pilihannya jelas,
korupsi akan lebih baik daripada dirinya jatuh. Inilah kekgagalan pemimpin dalam
mengolah rasa dan salah dalam menilai baik buruk watak orang yang didekati.
06
Sanadyanta nora melu,
pasti wruh lakuning maling,
kaya mangkono sabarang,
panggawe ala puniki,
sok weruha gelis bisa,
yeku panuntuning iblis.

kendati kamu tidak ikut-ikutan


sepatutnya kamu tahu watak pencuri
begitulah semuanya
kelakuan buruk ini
meski cuma melihat akan cepat bisa
itulah tuntunan iblis
Sekalipun, keadaan itu tejadi karena sebuah keterpaksaan sejak awal Wulangreh
sudah mengingatkan agar kita tidak ikut-ikutan hanyut terbawa keadaan. Jadi tak
ada salah mempelajari watak dan perilaku pencuri. Bukan untk ikut mencuri, tetapi
menghindarkan diri dari keterpaksaan mancuri. Karena untuk belajar menjadi
buruk sungguh sangat gampang. Sekali melihat akan bisa.

07
Panggawe becik puniku,
gampang yen wus den lakoni,
angel yen durung linakwan,
aras-arasen nglakoni,
tur iku den lakonana,
mufa’ati badanneki.

Perbuatan baik itu


mudahnya jika sudah dilakukan
tapi sulit jika jika belum dilakukan
rsanya malas untuk melakukan
maka lakukanlah
karena akan bermanfaat bagi dirimu
Demikian juga perbuatan baik. Ia juga mudah untuk dilakukan. Yang
membedakan dengan perbuatan buruh adalah pada tindakannya. Jika perbuatan
buruk akan sangat mudah dilakukan, sedang perbuatan baik akan sangat sulit untuk
memulai, smeski sebenarnya mudah dipelajari. Untuk memul;ai suatu perbuatan
baik, meski kita tahu itu sangat mudah, namun begitu beratnya untuk dilakukan.
Wulangreh menyebut aras-arasen nglakoni.
08
Yen wong anom-anom iku,
kang kanggo ing masa iki,
andhap asor dipun bucal,
unbag gumunggung ing dhiri,
obrol umuk kang den gulang,
kumenthus lengus kumaki.

Jika anak muda-muda itu


yang berlaku dimasa sekarang
sopan santun sudah dibuang
sombong dan selalu tinggi hati
mengobrol dan membual yang dikerjakan
bergaya, congkak dan mentang-mentang
Kembali pada persolanan anak muda. Disetiap jaman, anak muda berada dalam
dinamikanya sendiri. kanjeng Susuhunan juga sudah menyadari bahwa para
pemuda adalah segmen penting yang harus digarap secara tuntas. Masalah sopan
santun nampaknya masih menjadi perhatian beliau. Kurang Sopan santun,
sombong, egois, sok gaya adalah label yang acap kali menmpel di pundak pemuda.
Kebiasaan yang sekarang jamak terjadi di kalangan muda, sudah disorot oleh
wulangreh sejak 2 abad lalu.

09
Sapa sira sapa ingsun,
angalunyat sarta edir,
iku lambanging waong ala,
nomnoman adoh wong becik,
emoh angrungu carita,
kang ala miwah kang becik.
Membanggakan diri sendiri
egois dan tak peduli
itulah lambang orang yang buruk
pemuda yang jauh dari orang baik
tak mau mendengarkan petuah
yang jelek dan yang baik
bait ini juga masih menyoroti tentang watak pemuda yang nampaknya terjadi
disepanjang jaman. Membaggakan diri, sombong dan egois seakan menjadi cirri
pemuda pada umumnya. Jadi wajar apabila Sri SSusuhunan Pakubuwana IV
memberikan garis bawah cukup tebal diawal materi Serat Wulangreh.

10
Cerita kang wus kalaku,
panggawe ala lan becik,
tindak bener lan becik,
tindak bener lan kang salah,
kalebu jro caritareki,
mulane aran carita,
kabeh-kabeh den kawruhi.

Cerita yang telah terjadi


perbuatan buruk dan baik
perbuatan benar dan salah
termasuk dalam cerita ini
maka disebut cerita
semua hal agar diketahui
Dengan sangat lugas Pakubuwana IV mengakui, bahwa menceritakan keadaan
pemuda terutama yang menyangkut perbuatan baik buruk dan benar salah adalah
bagian penting dari cerita (maksudnya) karangan ini. Maka sekalipun dirasa terlalu
vulgar tetap saja disebut untuk bisa diketahui dan dipelajari

11
Mulane wong anom iku,
abecik ingkang taberi,
jejagongan lan wong tuwa,
ingkang sugih kojah ugi,
kojah iku warna-warna,
ana ala ana becik.

Maka, orang muda itu


sebaiknya yang teliti
jika berbicara / berhadapan dengan orang tua
yang (kebetulan) banyak omong
pembicaraan itu bermacam-macam
ada yang baik, ada yang buruk
Maka sebagai orang muda, sudah selayaknya apabila lebih teliti. Jika berhadapan
dengan orang tua yeng kebetulan sedang berbicara, maka dengarkanlah. Meskipun
kadangkala menjengkelkan karena terlalu banyak yang dibicarakan / diomongkan,
tapi mendengarkan dengan seksama adalah lebih bijaksana. Karena dari sanalah
kita bisa mengenal banyak orqang dengan berbagai perwatakannya, baik baik
maupun buruk

12
Ingkang becik kojahipun,
sira anggawa kang remit,
ingkang ala singgahana,
aja niat anglakoni,
lan den awas wong kang kojah,
ing lair masa puniki.

Yang baik pembicaraannya


bawalah dengan cermat
yang jelek sembunyikan,
jangan pernah berniat melakukan
dan waspadailah orang yang berbicara (itu)
yang terucap saat ini
Yang (kebetulan) mempunyai materi pembicaraan yang baik, maka camkanlah dan
gunakan dengan cermat. Sebalknya, apabila ada yang kurang baik, terimalah
sebagai berbandingan, dan sembunyikanlah. Tetapi tetaplah waspada dan teliti
mendengarkan pembicaraan orang yang terjadi pada saat itu.

13
Akeh wong kang bisa muwus,
nanging den sampar pakolih,
amung badane priyangga,
kang den pakolihaken ugi,
panastene kang den umbar,
nora nganggo sawatawis.

Banyak memang orang yang bisa bicara


namun entah bagaimana hasil (kenyataan)nya
Cuma dirinya sendiri
yang meakhirnya mendapatkan
emosinya yang dikedepankan
tanpa ada pengendalian
14
Aja ana wong bisa tutur,
amunga ingsun pribadhi,
aja ana amemedha,
angrasa pinter ngluwihi,
iku setan nunjang-nunjang,
tan pantes dipun cedhaki.

Jangan ada orang yang bisa menasihati


biarlah aku sendiri
jangan pernah terpancing
merasa lebih pintar
inilah setan gentayangan
tak pantas didekati

15
Singakna den kaya asu,
yen wong kang mangkono ugi,
dahwen open nora layak,
yen sira sadhinga linggih,
nora wurung katularan,
becik singkiorana kaki.

Singapun akan seperti anjing


jika ada orang yang demikian itu
suka ingin tahu (urusan orang) dan tidak pantas
jika kamu duduk berdampingan (dengan orang semacam itu)
Nanti kamu akan tertular
sebaiknya jauhilah, nak

16
Poma-poma wekasingsun,
mring kang maca layang iki,
lan den wedi mring wong tuwa,
ing lair prapto ing batin,
saunine den estokna,
ywa nambuh wulang kang becik.

Ingat-ingatlah pesanku
pada (siapapun) yang membaca surat (tulissan) ini
dan takutlah pada orang tua
baik lahir maupun batin
semua perkataannya turutkanlah
jangan menghindar ajaran baik.
**********BERSAMBUNG***********

Anda mungkin juga menyukai