Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

APLIKASI SIG UNTUK PEMETAAN RAWAN LONGSOR


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Geografi

Anggota Kelompok :
1. Arya Dwipa Nugraha (09.2018.1.00631)
2. Muhammad Edo Fardiansyah (09.2018.1.00620)
3. Muhammad Hafizhni Ath-Thoyibi (09.2018.1.00615)
4. Sarah Alfina Ayuningsih (09.2018.1.00613)
5. Mar’atus Sholihah (09.2018.1.00608)
6. Maikel Kareth (09.2014.1.)

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2
BAB I ................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 5
2.1 Sistem Informasi Geografi ................................................................................... 5
2.2 Wilayah Kecamatan Sibolangit ........................................................................... 5
2.3 Metode .................................................................................................................. 14
2.4 Hasil ...................................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah Indonesia terletak di garis khatulistiwa sehingga banyak menerima
panas matahari dan curah hujan yang tinggi, oleh karena itu Indonesia menjadi
rawan terhadap bencana alam hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan,
gelombang laut besar, dan sebagainya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) mencatat dari total bencana hidrometeorologi yang paling sering terjadi di
Indonesia adalah bencana banjir diikuti oleh longsor.
Tanah longsor adalah suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan
atau batuan penyusun lereng. Gerakan tanah merupakan salah satu proses geologi
yang terjadi akibat interkasi beberapa kondisi antara lain geomorfologi, struktur
geologi, hidrogeologi dan tata guna lahan. Kondisi yang saling berpengaruh
tersebut dapat mewujudkan kondisi lereng yang cenderung bergerak (Karnawati,
2005). Pergerakan tanah dapat diketahui dengan tanda–tanda seperti munculnya
retak tarik dan kerutan di permukaan lereng, miringnya pepohonan, hilangnya
kelurusan fondasi bangunan dan lainnya (Hardiyatmo,2012).
Longsor merupakan perpindahan massa tanah secara alami, longsor terjadi
dalam waktu singkat dan dengan volume yang besar. Pengangkutan massa tanah
terjadi sekaligus, sehingga tingkat kerusakan yang ditimbulkan besar. Suatu daerah
dinyatakan memiliki potensi longsor apabila memenuhi tiga syarat, yaitu: 1) lereng
cukup curam, 2) memiliki bidang luncur berupa lapisan di bawah permukaan tanah
yang semi permeabel dan lunak, dan 3) terdapat cukup air untuk menjenuhi tanah
di atas bidang luncur. Untuk mengurangi kerugian akibat longsor maka perlu
diidentifikasi kawasan-kawasan yang rawan longsor sebagai antisipasi untuk
mencegah kerugian yang lebih besar. Pemodelan kerawanan bencana longsor
sangat diperlukan sebagai bentuk penyederhanaan dari dunia nyata. Selain itu,
model tersebut juga dapat diaplikasikan dalam berbagai bentuk permasalahan
serupa di daerah lain, karena model bersifat dinamis. Pembuatan peta rawan longsor
dapat menggunakan Sistem Informasi Geografis, sehingga dapat diketahui daerah
yang terdampak (Firdaus dan Sukojo, 2015).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi yang berdasar
pada data keruangan dan merepresentasikan obyek di bumi. Sistem Informasi
Geografis (SIG) merupakan suatu sistem atau sekumpulan objek, ide yang saling
berhubungan (interrelasi) yang bertujuan dan bersasaran untuk menampilkan
informasi geografis sehingga dapat mejadi suatu teknologi perangkat lunak sebagai
alat bantu untuk pemasukkan, penyimpanan, manipulasi, analisis, dan
menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan
keruangan. Sistem informasi geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem
manual (analog) dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). (Munir,
2014).
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang aplikasi SIG dalam
pemetaan rawan longsor di suatu daerah, dan daerah yang akan dibahas adalah
daerah kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan bencana
longsor?
 Bagaimana membangun model GIS?
 Bagaimana mengaplikasikan model GIS untuk identifikasi kawasan longsor?

1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Informasi Geografi
Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System
disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki
informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah
sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan,
mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang
diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga
memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai
bagian dari sistem ini.
Berdasarkan definisi diatas maka dapat ditarik suatu manfaat tentang GIS
(Geographic Information System) antara lain :
 Manajemen tata guna lahan.
 Inventarisasi sumber daya alam.
 Untuk pengawasan daerah bencana alam.
 Bagi perencanaan Wilayah dan Kota.
Sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasialyaitu
sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai
dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda
dari data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute) yang
dijelaskan berikut ini :
 Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat
geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya
informasi datum dan proyeksi.
 Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial, suatu lokasi yang
memiliki beberapa keterangan yang berkaitan dengannya, contohnya: jenis
vegetasi, populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya.

2.2 Wilayah Kecamatan Sibolangit


Daerah Kecamatan Sibolangit merupakan wilayah daratan tinggi dengan
ketinggian 400-700 m diatas permukaan laut. Daerah dataran tinggi Sibolangit
memiliki topografi kasar dengan relief perbukitan bergelombang dengan kemiringan
lereng bekisar antara 600-900. Dengan kemiringan lereng yang sangat tinggi maka
potensi terjadinya longsor sangat besar. Selain itu curah hujan yang tinggi di
Kecamatan Sibolangit menjadi faktor yang menyebabkan terjadi longsor.
Berdasarkan Peta Prakiraan Potensi Terjadi Gerakan Tanah pada Bulan Maret 2017
di Provinsi Sumatera Utara (Badan Geologi), daerah Sibolangit merupakan daerah
bencana termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah menengah-tinggi. Artinya,
daerah tersebut mempunyai potensi menengah hingga tinggi untuk terjadi gerakan
tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal,
terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau
jika lereng mengalami gangguan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Longsor Kecamatan Sibolangit
 Curah Hujan
Berdasarkan data dari peta RTRW Sumatera Utara terkait peta curah
hujan. Dimana curah hujan di lokasi penelitian termasuk tinggi yaitu antara
1501-2500 mm/tahun. Intensitas hujan dan distribusi curah hujan akan
menentukan seberapa besar peluang terjadinya longsoran dan di mana longsor
itu akan terjadi. Untuk lebih jelasnya curah hujan di Kecamatan Sibolangit

dapat dilihat pada Gambar 2.1.


Gambar 2. 1. Peta Curah Hujan Kecamatan Sibolangit
Tabel 2. 1. Klasifikasi Curah Hujan Menurut Desa di Kecamatan Sibolangit
Desa Skor Desa Skor
Tanjung
Bandar Baru 3 3
Beringin
Sikeben 3 Tambunen 3
Martelu 3 Puang Aja 3
Bukum 5 Betimus Mbaru 3
Rumah
Negeri Gunung 5 3
Kinangkung
Cinta Rakyat 3 Sala Bulan 3
Ketangkuhen 3 Bengkurung 3
Suka Maju 3 Kuala 3
Bulu Awar 3 Batu Mbelin 3
Batu Layang 3 Sibolangit 3
Rumah Pipil 3 Sembahe 3
Suka Makmur 3 Bingkawan 3
Durin Serungun 3 Sayum Sabah 3
Ujung Deleng 3 Lan Benteludan 3
Sumber : Data RTRW Deli Serdang diolah 2017
Curah hujan dengan intensitas 2001-2500 mm/tahun merupakan
intensitas curah hujan yang memiliki luasan terbesar yaitu meliputi 28 desa
(Tabel 2.1.). Disamping itu terdapat 2 desa memiliki sebagian daerahnya
dengan tingkat curah hujan berkisar antara 1501-2000 (kering). Adapun
menurut tabel terdapat desa yang memiliki skor 5 yaitu desa Negeri Gunung
dan Desa Bukum, karena memiliki daerah yang terdiri atas dua parameter
curah hujan yaitu 1501-2000 mm/tahun dan 2001-2500 mm/tahun. Terdapat
26 desa yang memiliki skor 3 dengan curah hujan berkisar 2001-2500
mm/tahun.
 Jenis Batuan
Jenis batuan di Kecamatan Sibolangit untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Peta Jenis Batuan Kecamatan Sibolangit


Berdasarkan pengklasifikasian Puslittanak batuan pembentuk yang
terdapat di lokasi penelitian terdiri dari 2 jenis batuan yaitu batuan Vulkanik, dan
batuan Aluvial. Batuan Vulkanik terdiri atas formasi batuan gunung api barus
(Qvbr), mikrodiorit menden (Qtim), satuan binjai (Qvbj), satuan mentar
(QTvm), satuan sibayak (Qvba) dan satuan singkut (Qvbs). Batuan Aluvial yang
terdapat di lokasi penelitian adalah satuan aluvium muda (Qh) (Tabel 2.2).
Tabel 2. 2 Formasi Batuan Kecamatan Sibolangit
Formasi Formasi
Desa Skor Desa Skor
Batuan Batuan
Tanjung Qvbj,
Bandar Baru Qvba,Qvbj 6 6
Beringin QTvm
Qvba,Qvbj,
Sikeben 9 Tambunen QTvm 3
Qvbs
Qvba,Qvbj, Qvbs,
Martelu 9 Puang Aja 6
Qvbs QTvm
Qvba,
Qvbs,
Bukum Qvbj, 16 Betimus Mbaru 6
QTvm
Qvbs,
Formasi Formasi
Desa Skor Desa Skor
Batuan Batuan
Qvbr,
QTvm, Qh

Qtim,
Rumah Qvbs,
Negeri Gunung QTvm, 9 6
Kinangkung QTvm
Qvbr
Qvbs,
Cinta Rakyat QTvm 3 Sala Bulan 6
QTvm
Qvbs,
Ketangkuhen 6 Bengkurung QTvm 3
QTvm
Qvbs,
Suka Maju 6 Kuala QTvm 3
QTvm
Qvbs,
Bulu Awar 6 Batu Mbelin QTvm 3
QTvm
Qvbs,
Batu Layang Qvbs 3 Sibolangit 6
QTvm
Qvbs,
Rumah Pipil 6 Sembahe QTvm 3
QTvm
Qvbs,
Suka Makmur 6 Bingkawan QTvm 3
QTvm
Qvbj,
Durin Serungun Qvbs, 9 Sayum Sabah QTvm 3
QTvm
Qvbj,
Lan Qvbs,
Ujung Deleng Qvbs, 9 6
Benteludan QTvm
QTvm
Sumber : Data RTRW Deli Serdang diolah 2017
 Jenis Tanah
Jenis Tanah di lokasi penelitian berdasarkan Peta Tanah lokasi
penelitian terdiri dari tanah Podsolik, Andosol, Latosol, Regosol, Aluvial
(Tabel 2.3). Mengacu pada klasifikasi Puslittanak berdasarkan kepekaan
terhadap erosi, maka jenis tanah di lokasi penelitian terbagi menjadi kelas
Sangat Peka Erosi/Permeabilitas sangat Lambat (Regosol), Peka
Erosi/Permeabilitas Lambat (Podsolik, dan Andosol), Agak Peka
Erosi/Permeabilitas Cepat (Latosol), dan Tidak Peka Erosi/Permeabilitas
Sangat Cepat (Aluvial dan Glei). Distribusi spasial jenis tanah di lokasi
penelitian dapat dilihat pada (Gambar 2.3).

Gambar 2. 3 Peta Jenis Tanah Kecamatan Sibolangit


Tabel 2. 3 Jenis Tanah Kecamatan Sibolangit

Desa Jenis Skor Desa Jenis Skor


Tanah Tanah
Bandar Baru R, LA, L 12 Tanjung LK 2
Beringin
Sikeben L, LA 7 Tambunen LK 2
Martelu R, P, L 12 Puang Aja LA, LK, 6
Bukum RA, RP, 13 Betimus LA, LK 6
R Mbaru
Negeri P 4 Rumah LA, LK 6
Gunung Kinangkung
Cinta Rakyat LK 2 Sala Bulan LK 2
Ketangkuhen P, L, LA 11 Bengkurung LK 2
Suka Maju LK, P, 10 Kuala A, LK 6
LA
Bulu Awar LK 2 Batu LK 2
Mbelin
Batu Layang LA 4 Sibolangit
LA,LK 6
Rumah Pipil LA 4 Sembahe LK 2
Suka L, LA 7 Bingkawan
LK 2
Makmur
Durin LA, L, 9 Sayum LK 2
Serungun LK Sabah
Ujung LA, L, 9 Lan LK 2
Deleng LK Benteludan
Sumber : Data RTRW Deli Serdang diolah 2017
A= Andisol, LA = Latosol Aluvium, RA = Regosol Andisol, RP = Regosol
Podsolik, L= Latosol, LK = Latosol Kuning, P = Podsolik, R = Regosol.
 Kemiringan Lereng
Berdasarkan hasil klasifikasi menurut Puslittanak yang terdiri atas
>45%, 30-45%, 15-30%, 8-15%, <8%, maka daerah penelitian memiliki
kemiringan lereng antara lain >40%, 15-40% dan 2-15% (Gambar 2.4).
Daerah lokasi penelitian merupakan daerah yang memiliki topografi kasar,
dengan bentuk lahan perbukitan yang memiliki ketinggian 300-700 m dpl.
Berdasarkan data pada Tabel 2.4 dapat diketahui bahwa sebanyak
sembilan belas desa yang memiliki kemiringan lereng 15-40%, enam desa
memiliki kemiringan lereng antara 2-40%,dua desa memiliki kemiringan
2-15%, dan satu desa memiliki kemiringan lereng 40% dan >40%. Secara
keseluruhan daerah penelitian memiliki kemiringan 15-40% yang
merupakan daerah perbukitan.

Gambar 2. 4 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Sibolangit


Tabel 2. 4 Kemiringan Lereng Kecamatan Sibolangit
Desa Kemiringan Skor Desa Kemiringan Skor
Lereng (%) Lereng (%)
Bandar Baru 2-40 6 Tanjung Beringin 15-40 4
Sikeben 15-40 4 Tambunen 15-40 4
Martelu 15-40 4 Puang Aja 15-40 4
Bukum 15-40 4 Betimus Mbaru 15-40 4
Negeri 40 - >40% 9 Rumah Kinangkung 15-40 4
Gunung
Cinta Rakyat 15-40 4 Sala Bulan 15-40 4
Ketangkuhen 15-40 4 Bengkurung 2-40 6
Suka Maju 15-40 4 Kuala 2-40 6
Bulu Awar 15-40 4 Batu Mbelin 2-40 6
Batu Layang 15-40 4 Sibolangit 15-40 4
Rumah Pipil 15-40 4 Sembahe 2-40 6
Suka 15-40 4 Bingkawan 2-15 2
Makmur
Durin 15-40 4 Sayum Sabah 2-15 2
Serungun
Ujung 2-40 6 Lan Benteludan 15-40 4
Deleng
Sumber : Data RTRW Deli Serdang diolah 2017
 Penutupan Lahan
Penutupan lahan di suatu wilayah berkaitan erat dengan kondisi
ekonomi dan tipe masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.
Berdasarkan hasil digitasi peta penggunaan lahan deli serdang diperoleh
lima tipe penutupan lahan (Gambar 2.5). Dimana penutupan lahan pada
peta ini memiliki kontribusi yang berbeda-beda tergantung pada sifat dan
kondisi penutupan lahan tersebut seperti bentuknya berupa permukiman,
perkebunan, tegalan, hutan lebat, dan persawahan. Penutupan serta lokasi
penutupan lahan itu berada adalah hal-hal yang berpengaruh dalam
penentuan kerawanan wilayah (Tabel 2.5).
Gambar 2. 5. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Sibolangit
Tabel 2. 5 Penggunaan Lahan Kecamatan Sibolangit
Desa Penggunaan Lahan Skor
Bandar Baru Hutan, Perkebunan, 3
Sikeben Permukiman, Hutan, Perkebunan 5
Martelu Permukiman, Perkebunan 5
Bukum Permukiman, Perkebunan, Hutan, Persawahan 10
Negeri Gunung Perkebunan, Persawahan, Hutan 5
Cinta Rakyat Perkebunan, Permukiman, Persawahan 8
Ketangkuhen Perkebunan, Permukiman, Persawahan 10
Suka Maju Perkebunan, Permukiman, Persawahan 10
Bulu Awar Perkebunan, Permukiman 10
Batu Layang Perkebunan, Permukiman, Persawahan 5
Rumah Pipil Perkebunan, Persawahan 10
Suka Makmur Perkebunan 8
Durin Serungun Perkebunan, Permukiman, Tegalan 3
Ujung Deleng Hutan, Perkebunan, Permukiman 10
Tanjung Beringin Tegalan, Perkebunan 5
Tambunen Tegalan, Perkebunan, Permukiman 8
Puang Aja Perkebunan 10
Betimus Mbaru Perkebunan, Tegalan 3
Rumah Kinangkung Perkebunan, Tegalan 8
Sala Bulan Perkebunan, Tegalan 8
Bengkurung Perkebunan ,Permukiman 8
Kuala Perkebunan, Permukiman 5
Batu Mbelin Perkebunan, Permukiman, Tegalan 5
Sibolangit Perkebunan, Permukiman, Tegalan 10
Sembahe Tegalan, Persawahan, Perkebunan 10
Bingkawan Permukiman, Perkebunan 8
Sayum Sabah Perkebunan, Permukiman, Tegalan 5
Lan Benteludan Hutan, Perkebunan, 10
Sumber : Data RTRW Deli Serdang diolah 2017
2.3 Metode
Bahan dan alat dalam penelitian Pemanfaatan SIG untuk pemetaan tingkat
ancaman longsor tingkat ancaman longsor di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten
Deli Serdang adalah Peta jenis batuan Kecamatan Sibolangit, Peta jenis tanah
Kecamatan Sibolangit, Peta penggunaan lahan Kecamatan Sibolangit dan Peta
curah hujan dan datadata lainnya terkait dengan tanah, penutup lahan, curah hujan
dan kemiringan lereng di Kecamatan Sibolangit. Data berupa peta curah hujan, peta
jenis tanah, peta geologi dan peta kontur selanjutnya di Input dalam software SIG.
Proses pemasukan data-data dilakukan melalui seperangkat komputer dengan
software ArcGIS 10.1. Data keluaran ini kemudian digunakan sebagai data acuan
penentuan wilayah penelitian serta acuan analsis pemetaan daerah rawan bencana
longsor di Kecamatan Sibolangit.
Analisis peta kerawanan tanah longsor dilakukan setelah peta-peta tematik
parameter yaitu peta curah hujan, peta jenis tanah, peta geologi, peta kemiringan
lereng wilayah tersebut tersedia dan siap dalam bentuk peta digital. Setiap jenis
peta tersebut dilakukan klasifikasi berdasarkan skor serta diberi bobot kemudian
skor dikelompokkan dan dianalisis. Model pendugaan Puslittanak 2004, parameter-
parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan adalah penutupan
lahan (landcover), jenis tanah, kemiringan lahan, curah hujan dan formasi geologi
(batuan induk) (Tabel 1-5). Model yang digunakan untuk menganalisis kerawanan
kongsor adalah model pendugaan yang mengacu pada penelitian Puslittanak tahun
2004 dengan formula :
SKOR TOTAL = 0,3FCH+0,2FBD+0,2FKL+0,2FPL+0,1FJT
Keterangan:
FCH = Faktor Curah Hujan
FBD = Faktor Jenis Batuan
FKL = Faktor Kemiringan Lereng
FPL = Faktor Penutupan Lahan
FJT = Faktor Jenis Tanah
0,3;0,2;0,1 = Bobot nilai
Tabel 2. 6 Klasifikasi Curah Hujan (mm/tahun)
Parameter Bobot Skor

Sangat basah (>3000) 5


Basah (2501-2300) 4
Sedang (2001-2500) 30% 3
Kering (1501-2000) 2
Sangat kering (<1500) 1
Sumber : Puslittanak Bogor (2004)

Tabel 2. 7 Klasifikasi Jenis Batuan


Parameter Bobot Skor
Batuan vulkanik 3
Batuan sedimen 20% 2
Batuan aluvial 1
Sumber : Puslittanak Bogor (2004)

Tabel 2. 8 Klasifikasi Kemiringan Lahan


Parameter (%) Bobot Skor
>45 5
30-45 4
15-30 20% 3
8-15 2
<8 1
Sumber : Puslittanak Bogor (2004)

Tabel 2. 9 Klasifikasi Penutup Lahan


Parameter Bobot Skor

Tegalan, sawah 5
Semak belukar 4
Hutan dan perkebunan 20% 3
Kota/permukiman 2
Tambak, waduk, perairan 1
Sumber : Puslittanak Bogor (2004)

Tabel 2. 10 Klasifikasi Jenis Tanah


Parameter Bobot Skor

Regosol 5
Andosol, podsolik 4
Latosol coklat 10% 3
Asosiasi latosol cokltak kekuningan 2
Aluvial 1

Sumber : Puslittanak Bogor (2004)

Klasifikasi hasil akhir dengan analisis skor dan dilakukan dengan membuat 4 kelas kerawanan
longsor yaitu : rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi berdasarkan jumlah skor akhir, semakin besar
jumlah skor maka semakin tinggi tingkat kerawanan, dengan penentuan selang skor :
2.4 Hasil

Anda mungkin juga menyukai