Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan

lainnya(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh

bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin

dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme pada metabolisme sel

darah merah (Amiruddin, 2006). Keadaan ini merupakan tanda penting

penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah

(khususnya kelainan sel darah merah).

Kadar normal bilirubin dalam serum berkisar antara 0,3 sampai 1,0

mg/dl dan dipertahankan dalam batasan ini oleh keseimbangan antara

produksi bilirubin dengan penyerapan oleh hepar, konjugasi dan ekskresi

empedu. Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2,5 mg/dl maka sudah telihat

warna kuning pada sklera dan mukosa sedangkan bila sudah mencapai > 5

mg/dl maka kulit tampak berwarna kuning. Ikterus terjadi karena

peningkatan kadara bilirubin direk (conjugated bilirubin) dan atau kadar

bilirubin indirek (unconjugated bilirubin) (Amiruddin, 2006).

Kata ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Perancis jaune yang

berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang

hari, dengan melihat sklera mata. Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre

hepatika (hemolitik), ikterus hepatika (parenkimatosa) dan ikterus post

hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah ikterus yang

disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang

1
terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu. Ikterus

obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau

seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam duodenum. Pada ikterus

obstruktif, kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin

yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus akibat adanya

suatu obstruksi (Sulaiman, 2007).

Angka kejadian ikterus obstruksi atau disebut juga kolestasis

diperkirakan 5 kasus per 1000 orang pertahun di AS. Angka kesakitan dan

kematian akibat obstruksi bilier atau ikterus bergantung pada penyebab

terjadinya obstruksi. Mayoritas kasus terbanyak adalah kolelitiasis (batu

empedu). Di Amerika Serikat, 20% orang tua berusia ≥ 65 tahun menderita

kolelitiasis (batu empedu) dan 1 juta kasus baru batu empedu didiagnosa

setiap tahunnya.

Resiko terjadinya kolelitiasis terkenal dengan kriteria 4F yaitu

female, fourty, fat dan fertile (Anonimous, 2009). Resiko terjadinya batu

empedu meningkat pada usia > 40 tahun keatas. Berdasarkan jenis kelamin

wanita lebih sering terkena kolelitiasis dari pada pria. Hampir 25% wanita

AS menderita batu empedu dengan 50% diantaranya berusia 75 tahun dan

20% pria dengan menderita yang sama batu empedu. (Bonheu, 2009).

Faktor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain obesitas

terutama pada wanita, kehamilan, penurunan berat badan yang cepat,

kontrasepsi oral dan diabetes mellitus. Faktor genetik juga terlibat dalam

pembentukan batu empedu yang dibuktikan oleh prevalensi batu empedu

2
yang tersebar luasdi antara berbagai kelompok etnik tertentu. Prevalensi

paling banyak pada suku Indian Prima di Amerika Utara (>75%), Chili

dan Kaukasia di AS. Prevalensi terendah pada orang Asia (4). Ikterus

obstruksi di RSUP Dr. Mdjamil Padang diruang bangsal bedah wanita

pada tanggal 4Desember 2019 terdapat 2 orang penderita.

Pasien dengan Ikterus Obstruksi memerlukan penegakkan

diagnosa dini mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan untuk

menghasilkan prognosa yang tepat, akurat dan sistematis. Oleh karena itu

makalah seminar kasus ini ditulis untuk menerapkan asuhan keperawatan

pada Ny “M” dengan Ikterus Obstruksi di ruang Bangsal Bedah Wanita

RSUP DR M.Djamil Padang Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang dijelaskan di

atas, maka dapat dirumuskan masalahnya yaitu “Bagaimanakah Asuhan

Keperawatan Pada Ny.M Dengan Ikterus Obstruksi diruang Bangsal

Bedah Wanita RSUP DR M.Djamil Padang Tahun 2019?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Ny “M”

dengan gangguan sistem digestive: Ikterus Obstruksi di ruang Bangsal

Bedah Wanita RSUP DR M.Djamil Padang Tahun 2019.

3
2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada Ny “M” dengan gangguan sistem

digestive : Ikterus Obstruksi di ruang Bangsal Bedah Wanita RSUP

DR M.Djamil Padang Tahun 2019.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny “M” dengan

gangguan sistem digestive: Ikterus Obstruksi di ruang Bangsal

Bedah Wanita RSUP DR M.Djamil Padang Tahun 2019.

c. Merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada Ny “M” dengan

gangguan sistem digestive: Ikterus Obstruksi di ruang Bangsal

Bedah Wanita RSUP DR M.Djamil Padang Tahun 2019.

d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny “M” dengan

gangguan sistem digestive: Ikterus Obstruksi di ruang Bangsal

Bedah Wanita RSUP DR M.Djamil Padang Tahun 2019.

e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny

“M” dengan gangguan sistem digestive: Ikterus Obstruksi di ruang

Bangsal Bedah Wanita RSUP DR M.Djamil Padang Tahun 2019.

D. Manfaat

1. Bagi RSUP. DR. M.Djamil Padang Tahun 2019.

Dapat memberikan informasi dan sumbangan pikiran

dalam pelaksanaan Asuhan keperawatan pada Ny “M” dengan

gangguan sistem digestive: Ikterus Obstruksi di ruang Bangsal Bedah

Wanita RSUP DR M.Djamil Padang Tahun 2019.

4
2. Bagi STIKes Syedza Saintika Padang

Laporan seminar kasus ini diharapkan menjadi referensi tambahan

yang bermanfaat khususnya bagi mahasiswa keperawatan serta dapat

dijadikan sumber rujukan bagi penulis yang akan datang tentang

asuhan keperawatan terhadap pasien dengan Ikterus Obstruksi.

3. Bagi Pembaca

a) Penulis berharap bahwa dengan adanya makalah seminar ini

diharapkan pembaca dapat memahami tentang Asuhan

Keperawatan kepada pasien dengan Ikterus Obstruksi.

b) Penulis berharap bahwa pembaca dapat memahami tentang Ikterus

Obstruksi baik secara teoritis maupun secara klinis.

c) Penulis berharap bahwa pembaca dapat memperluas ilmu

pengetahuan dan menambah wawasan tentang Ikterus Obstruksi

dan dapat menjadikan makalah seminar ini sebagai salah satu

rujukan dalam pembuatan topik tentang Ikterus Obstruksi.

d) Penulis berharap kepada pembaca khususnya mahasiswa

Keperawatan untuk dapat mengaplikasikan tentang tindakan

keperawatan terhadap pasien dengan Ikterus Obstruksi dan

mencoba intervensi lain yang dapat diberikan kepada pasien.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian

Ikterus adalah suatu keadaan dimana jaringan berwarna kekuning-

kuningan akibat deposisi bilirubin yang terjadi bila kadar bilirubin darah

mencapai 2 mg/dL. Ikterus adalah perubahan warna kuning pada skelera mata,

kulit, dan membran mukosa yang disebabkan oleh deposisi bilirubin yang

meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Kata lain ikterus yaitu Jaundice

yang berasal dari kata Perancis “jaune” yang berarti kuning. Jaundice

merupakan tanda bahwa hati atau system empedu tidak berjalan normal

(Stump, 1993).

Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh

obstruksi sekresi bilirubin yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan

ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut terjadi regurgitasi

bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah icterus (Anonim, 2008).

Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum,

dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan

ampula vateri (Sherly, 2008). Dengan demikian, ikterus obstruktif merupakan

jaundice/ kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi

bilirubin mengalir ke jejunum.

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang

sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus

koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan

pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak

6
dapat lewat dari darah ke dalam usus. Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut

kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik.

Bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa,

yang disebut ampula Vater. Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks

pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus

ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam

sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum.

B. Anatomi Sistem Hepatobilier

Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas

ventral (diverticulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal

minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian

sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral:

bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar,

dan bagian kaudal yang lebih ecil (pars sistika) meluas membentuk kandung

empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara

divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut akan membentuk duktus

biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus

biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenumSistem biliaris secara luas

dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik. Unit

sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier),

kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris

intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris

7
ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus,

kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen

ekstrahepatik percabangan biliaris. Duktus sistikus dan hepatikus komunis

bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira

panjangnya 8 10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi

menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan

intrapankreatik.

Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum,

mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong

papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi

oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat

masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus

pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula

Vater. Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut

pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang

arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau

langsung kedalam sinusoid hepatikum.

C. Etiologi

Ikterus obstruktif dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati ) dan

ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan

ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.

8
Ikterus obstruktif intrahepatic Penyebab tersering ikterus obstruktif

intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan kerusakan sel parenkim

hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini,

pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat

kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu

semua fase metabolisme bilirubin ambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi

ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah

hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif intrahepatic

yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan

herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada kedaan ini

terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang

menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang sering

mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral,

estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.

Ikterus obstruktif ekstrahepatik Penyebab tersering ikterus obstruktif

ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada ujung bawah

duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas manyebabkan tekanan pada

duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri.

Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca peradangan atau setelah

operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik

seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan

atau kiri. (Price & Wilson, 2006).

9
Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan

batu empedu. Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit

kandung empedu adalah empat kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya

wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun, multípara dan obesitas. Insidens

pembentukan batu empedu meningkat pada para pengguna pil kontrasepsi,

estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier.

Insidens pembentukan batu meningkat bersamaan dengan pertambahan umur.

Peningkatan insidens ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh

hati dan menurunnya síntesis asam empedu. Disamping itu resiko

terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat malabsorpsi garam-garam

empedu pada klien dengan penyakit gastrointestinal atau fistula T-tube atau

pada pasien yang pernah menjalani operasi pintasan atau reseksi ileum.

Insidens ini juga meningkat pada para penyandang penyakit diabetes.

(Smeltzer & Bare, 2002).

D. Insiden

1. Ikterus obstruktif intrahepatic

 Hepatitis A (HAV) : Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau

terjadi akibat kontak dengan orang terinveksi melalui kontaminasi feces

pada makanan atau air minum.

 Hepatitis B (HBV) : Infeksi terutama terjadi pada usia dewasa.

 Hepatitis C (HCV) : Diyakini terutama ditularkan melalui parenteral

dan kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan tranfusi darah.

10
 Hepatitis D (HDV) : Terutama menyerang pengguna obat melalui

intravena.

 Hepaitis E (HEV) : Penyakit ini paling sering menyerang usia dewasa

muda sampai petengahan.

 Hepatitis F dan G (HFV dan HGV) : Walaupun telah di klasifikasikan

denagn nama HFV, namun belum dipastikan bahwa virus hepatitis F

benar-benar ada. Kelompok yang beresiko tertular HGV adalah

individu yang telah menjalani tranfusi darah, tertusuk jarum suntik

secara tidak sengaja, pengguna obat intravena dan pasien hemodialisis.

2. Ikterus obstruktif ekstrahepatik

Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah

sumbatan batu empedu. Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan

penyakit kandung empedu adalah empat kali lebih banyak dari pada laki-

laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun, multípara dan

obesitas. Insidens pembentukan batu empedu meningkat pada para

pengguna pil kontrasepsi, estrogen dan klofibrat yang diketahui

meningkatkan saturasi kolesterol bilier.

Insidens pembentukan batu meningkat bersamaan dengan

pertambahan umur. Peningkatan insidens ini terjadi akibat bertambahnya

sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya síntesis asam empedu.

Disamping itu resiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat

malabsorpsi garam-garam empedu pada klien dengan penyakit

gastrointestinal atau fistula T-tube atau pada pasien yang pernah menjalani

11
operasi pintasan atau reseksi ileum. Insidens ini juga meningkat pada para

penyandang penyakit diabetes. (Smeltzer & Bare, 2002).

E. Patofisiologi

1. Ikterus Obstruktif intrahepatik

Penderita hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan hepatitis D yaitu

masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh melalui membran

mukosa/merusak kulit untuk mencapai hati. Di hati replikasi 2–6

minggu/sampai 6 bulan penjamu mengalami gejala. Beberapa infeksi

tidak terlihat untuk yang mengalami gejala : tingkat kerusakan hati dan

hubungannya dengan demam yang diikuti dengan kekuningan, artritis,

nyeri perut dan mual. Pada kasus yang ekstrim dapat terjadi kerusakan

pada hati (hepatomegali).

2. Ikterus Obstrukif Ekstrahepatik

Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun

dari pigmen dan batu yang terutama dari kolesterol.

a. Batu Pigmen

Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi

dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga

terjadi batu. Batu ini bertanggung jawab atas sepertiga dari klien-

klien batu empedu di Amerika Serikat. Resiko terbentuknya batu

semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolisis dan

12
infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus

dikeluarkan dengan jalan operasi.

b. Batu kolesterol

Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu yang

tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam- asam

empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada klien yang

cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan síntesis

asam empedu dan peningkatan sistesis kolesterol dalam hati,

keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh

kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan

membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol

merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan

sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung

empedu.

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk

pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan,

karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer

ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol,

bilirubin, dan berbagai hormon.

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan

komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di

usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi

sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang

13
mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan

malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A,

D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis

berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan

osteoporosis atau osteomalasia. Retensi bilirubin menyebabkan

hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin

dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu

berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan

retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak

(meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol

juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. Penyakit

hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi

mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam

empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan

perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria.

Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik

berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan

berkembangnya kerusakan oksidatif.

F. Manifestasi Klinis

1. Ikterus obstruktif intrahepati

Terdapat tiga fase :

a. Fase pra-ikterik

14
Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual,

muntah, diare, konstipasi, penurunan berat badan, malaise, sakit

kepala, demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.

b. Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).

Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin),

hepatomegali dengan nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus

(akibat akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase pra-ikterik

berkurang sesuai menonjolnya gejala.

c. Fase pasca ikterik.

Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat

bulandiperlukan untuk pemulihan komplit.

2. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik

Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat

mengalami dua jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung

empedu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan

empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis

seperti:

1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan

nyeri yang samar pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi

setelah individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau

digoreng.

2) Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu

empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya

15
infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa

padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai

nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke

punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan

mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam

sesudah makan makanan dalam porsi besar.

3) Ikterus. Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit

kandung empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi

pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah

empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas

yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan

diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan

membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai

dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.

4) Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh

ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak

lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan

biasanya pekat yang disebut “clay-colored”.

5) Defisiensi Vitamin. Obstruksi aliran empedu juga mengganggu

abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut lemak. Karena itu pasien

dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika

obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat

16
menggangu pembekuan darah yang normal. (Smeltzer & Bare,

2002 ).

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Ikterus Obstruktif Intrahepatik

a. Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan :

Merupakan batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dari

non virus.

b. AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat

meningkat dalam 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak

menurun.

c. Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan

hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan

perdarahan.

d. Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).

e. Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit

atipikal, dan sel plasma.

f. Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).

g. Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).

h. Albumin serum : Menurun.

i. Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan

fungsi hati).

j. Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.

k. HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).

17
l. Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).

m. Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml,

prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan

nekrosis seluler).

n. Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.

o. Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan

parenkim.

p. Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat

terjadi.

2. Ikterus Obstruktif Estrahepatik

a. Foto polos abdomen. Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat

melihat batu dikandung empedu atau di duktus koledokus.

Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat

keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen.

b. Ultrasonografi (USG). Ultrasonografi sangat berperan dalam

mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis.

Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris

intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis

apakah ada icterus obstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila

terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah

bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar

dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.

18
c. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP).

ERCP merupakan tindakan yang langsung dan invasif untuk

mempelajari traktus biliaris dan sistem duktus pankreatikus.

Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai keberhasilan

yang cukup tinggi dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris

dan sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman

ERCP mempunyai keberhasilan yang cukup tinggi dan tingkat

keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%.

d. Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP).

MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus

pankreatikus dengan memakai pesawat MRI. Dengan memakai

heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan

yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.

e. Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC). PTC

merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus

obstruktif ekstra dan intra hepatik serta menentukan lokasi

sumbatan dan juga pada kebanyakan kasus etiologi dari pada

obstruksi lainnya. Gambaran saluran empedu yang diperoleh PTC

tidak hanya memberikan informasi mengenai saluran empedu

tetapi juga mempermudah menduga penyebabnya, sehingga dapat

menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan operasinya.

f. Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD). Teknik

sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui

19
obstruksi dan bisa sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena

flow dan cairan empedu masuk ke dalam “side hole” dari kateter.

g. CT-Scan. Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak

dilakukan untuk melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi

yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan

dilakukan guna menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat

adanya obstruksi/kelainan pada saluran empedu. Dalam hal ini

CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif,

apakah intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya

dilatasi dari duktus biliaris.

h. Pemerisaan Laboratorium.

 Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml),

Normal = 0,1-0,3 mg/ml.

 Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8

mg/ml), Normal = 0,2-0,8 mg/ml.

 Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin

urin (konsentrasi tinggi dalam darah).

 Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada

kemampuan hati untuk mengabsorbsi urobilinogen dari sistem

portal, Normal = 0-4 mg/hari.

 Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal =

40-280 mg/hari, karena tidak mencapai usus.

20
 Peningkatan alkalin fosfat dan level kol esterol karena tidak

dapat diekskresi ke kandung empedu secara normal.

 Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level

kolesterol mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk

mensintesisnya.

 Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di

kulit, sehingga menimbulkan pruritus.

 Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik)

dikarenakan penurunan absorbsi vitamin K.

H. Penanganan Medik

1. Ikterus Obstruktif Intrahepatik

Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring

selama fase akut penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi

karbohidrat umumnya merupakan makanan yang paling dapat

dimakan oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena

mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus

muntah. Aktifitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda

dan tes fungsi hati kembali normal.

2. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik

Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan

tradisional dianggap sebagai cara pendekatan yang baku dalam

penatalaksanaan penyakit ini. Namun demikian, perubahan dramatis

21
telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan nonbedah terhadap

penatalaksanaan kandung empedu.

1) Penatalaksanaan Nonbedah

a. Penatalaksanaan Pendukung dan Diet

Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang

akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak.

Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk

ke dalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika

pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau

ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan,

sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.

Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama

pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap

makanan berlemak dan mengeluhkan gejala gastrointestinal

ringan.

b. Farmakoterapi

Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat

(chenodiol, chenofalk) telah digunakan untuk melarutkan

batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama

tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan

dengan asam kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek

samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil

untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya

22
adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan

sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu.

c. Pelarutan Batu Empedu

Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu

empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut

(Monooktanion atau Metal ke dalam kandung empedu. Pelarut

tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini : melalui

selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam

kandung empedu melalui selang atau drain yang dimasukan

melalui saluran T- tube untuk melarutkan batu yang belum

dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP

(Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography); atau

kateter bilier transnalas.

d. Pengangkatan Nonbedah

Beberapa metode nonbedah digunakan untuk

mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat

cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus koledokus.

Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya

disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistule yang

terbentuk pada saat insersi T-tube, jaring digunakan untuk

memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus

koledokus.

e. Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)

23
Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah

batuempedu tanpa pembedahan. Prosedur noninvasif ini

menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock

waves) kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau

duktus koledokus.

f. Litotripsi Intrakorporeal

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung

empedu atau duktus koledokus dapat dipecah dengan

menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa atau

litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan

langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau debris

dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.

2) Penatalaksanaan Bedah

Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu

dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama,

untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi

kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang

dirasakan klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu

prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya

a. Kolesistektomi

Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling

sering dilakukan, di Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani

24
pembedahan ini setiap tahunnya. Dalam prosedur ini, kandung

empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.

b. Minikolesistektomi

Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk

mengeluarkan kandung empedu lewat insisi selebar 4 cm.

c. Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)

Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka

tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur

kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas

karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu

pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat

struktur abdomen.

d. Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus

untuk mengeluarkan batu.

e. Bedah Kolesistostomi

Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak

memungkinkan untuk dilakukan operasi yang lebih luas atau bila

reaksi infalamasi yang akut membuat system bilier tidak jelas.

(Smeltzer & Bare, 2002 )

25
I. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian

1. Identitas

Meliputi nama, jenis kelamin (wanita lebih beresiko dari pda laki-

laki), usia (bisa terjadi pada bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa

danlanjutusia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan, golongan darah, no. MR, tanggal masuk rumah sakit dan

diagnosa medis.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan atau

mengalami keluhan sampai di bawa kerumah sakit.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Penyakit yang diderita klien dahulu yang berhubungan dengan

penyakit saat ini atau penyakit yang dapat mempengaruhi penyakit

yang diderita saat ini.

c. Riwayat Kesehatan Kkeluarga

Apakah di dalam keluarga klien ada yang pernah mengalami

penyakit seperti ini atau ada penyakit keturunan atau menular.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Apakah klien keadaan baik atau buruk

b. Tingkat kesadaran’

26
Apakah kesadaran klien Compos Mentis, Apatis, Somnolen,

delirium, sopor atau koma.

c. Pemeriksaan tanda-tanda vital

Dilakukan pemeriksaan tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan.

d. Pemeriksaan fisik persistem:

1) Wajah/ Muka

Apakah bentuk wajah klien normal atau tidak, simetris atau

tidak.

2) Mata

Biasanya pada klien dengan ikterus obstruksi conjungtiva

anemis dan sklera kekuningan.

3) Hidung atau sinus

Bentuk hidung simetris iya atau tidak, apakah kesulitan

bernafas, apakah adanya peradangan dan bagaimana keadaan

hidung bersih atau tidak.

4) Sistem Pernapasan

Terjadinya peningkatan frekuensi pernapasan dan pernapasan

tertekan ditandai oleh napas pendek dan dangkal.

5) Telinga

Bagaimana keadaan telinga, apakah klien menggunakan alat

bantu dengar.

6) Sistem Kardiovaskuler

27
Ditemukan tanda-tanda syok seperti takikardi, berkeringat dan

hipotensi.

7) Sistem Gastrointestinal

Ditemukan distensi abdomen, kembung, mukosa bibir kering,

penurunan peristaltik usus, nyeri epigastrium,anoreksia, mual/

muntah dan adanya penurunan BB.

8) Eliminasi

Ditemukan urine berwarna teh, feses berwarna pekat/ lempung

dan teraba massa dikuadran kanan atas.

9) Sistem Muskuloskeletal

Kelemahan dan kesulitan ambulasi/ mobilisasi terjadi akibat

nyeri pada abdomen sehingga menyebabkanotot tegang atau

kekakuan otot.

10) Sistem Neurologis

Berapa GCS klien, apakah berbicara normal atau tidak,

bagaimana penciuman dan pengecapan, apakah mampu

mengunyah dan menelan, apakah gerak berjalan mampu dengan

sendiri atau dengan bantuan.

11) Sistem Integumen

Ditemukan kulit kekuningan, pruritus, kulit kering.

4. Aspek Psikologis

a. Status Emosional

Kemungkinan ditemukan emosi klien menjadi labil.

28
b. Konsep Diri

Body image/ gambaran diri mencakup persepsi perasaan terhadap

dirinya

5. Aspek Sosial dan Budaya

Mencakup komunikasi dan interaksi interpersonal.

6. Aspek Spiritual

Mencakup tentang kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa.

B. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Nyeri Akut

2. Mual

3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

4. Kerusakan Integritas Kulit

5. Ansietas

6. Resiko Gangguan Fungsi Hati

7. Intoleransi Aktivitas

29
C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. Nyeri akut b.d Agens Kontrol Nyeri 1. Pemberian Analgetik


Cidera Biologis Indikator:  Cek riwayat adanya alergi
(Obstruktif saluran 1. Menggambarkan obat
empedu) faktor penyebab  Pilih analgetik atau
2. Menggunakan kombinasi analgetik
Analgetik
3. Menggunakan  Evaluasi keefektifan
Tindakan analgetik
Pencegahan  Kolaborasi dengan dokter
 Memonitor tanda-tanda
vital sebelum dan setelah
pemberian obat
2. Manajemen Nyeri
 Lakukan pengkajian
secara komprehensif
 Observasi petunjuk non
verbal mengenai tindakan
 Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
tentang pengalaman nyeri
 Gali pengetahuan dan
pengalaman nyeri
 Kendalikan faktor
lingkungan
3. Terapi Relaksasi
 Pertimbangkan keinginan
individu untuk
berpartisipasi
 Ciptakan lingkungan yang
nyaman
 Dorong pasien mengambil
posisi yang nyaman
 Tunjukkan dan
praktekkan teknik
relaksasi
 Dorong untuk kontrol
sendiri saat relaksasi
dilakukan

30
2. Mual b.d Penyakit Mual muntah yang 1. Manajemen Mual
Pankreas mengganggu  Dorong pasien memantau
Indikator: pengalaman diri terhadap
1. Mengenali onset mual
mual  Dorong pasien belajar
2. Menggunakan strategi mengatasi mual
obat antiemetik
3. Menggunakan  Observasi tanda non
langkah-langkah verbal
pencegahan  Dapatkan riwayat
pengobatan sebelumnya
 Identifikasi faktor yang
menjadi penyebab
2. Terapi Intravena
 Verifikais untuk perintah
terapi IV
 Periksa tipe cairan, jumlah
dan karakteristik cairan
 Berikan perngobatan
sesuai yang diresepkan
 Monitor kecepatan aliran
 Monitor reaksi fisik
3. Manajemen Obat
 Tentukan obat apa yang
diperlukan
 Monitor tanda dan gejala
toksisotas pengobatan
 Monitor efek samping
obat
 Ajarkan tentang metode
pemberian obat
 Kembangkan strategi
untuk mengelola efek
samping obat
3. Ketidakseimbangan Status Nutrisi: 1. Manajemen Nutrisi
Nutrisi Kurang Dari Asupan Makanan  Tentukan status gizi
Kebutuhan Tubuh b.d Cairan pasien
Kurang Asupan Indikator:  Identifikasi adanya alergi
Makanan 1. Asupan makanan atau intoleransi makanan
oral  Instruksikan tentang
2. Asupan makanan

31
intravena, tube kebutuhan nutrisi
feeding atau  Tentukan jumlah kalori
parenteral dan jenis nutrisi
 Atur diet yang diperlukam
2. Manajemen Gangguan
Makan
 Kolaborasi dengan ahli
gizi
 Monitor intake atau output
 Monitor asupan kalori
 Diskusikan makanan yang
disukai pasien
 Observasi pasien selama
pemberian makanan
3. Monitor Cairan
 Tentukan jumlah dan jenis
intake
 Monitor berat badan
 Monitor asupan dan
pengeluaran
 Monitor nilai kadar serum
 Monitor parameter
hemodinamik

32
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN

a) Identitas Pasien

Nama : Ny. M
Umur : 51 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang Kue
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Janda
Suku : Minang
Alamat : Jln. Panyalaian Kampung baru
Ruang Rawat : CW Bedah
Golongan Darah :-
No. MR : 01.06.90.87
b) Penanggung Jawab

Nama : Ny. E
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Panyalaian Kampung baru
Hubungan : Kakak
c) Data Masuk Rumah Sakit

Tanggal Masuk RS : 28 November 2019


Tanggal Pengkajian : 2 sampai 5 Desember 2019
Yang Mengirim : IGD
Cara Masuk : Masuk IGD, diantar oleh brangkarmen
dan keluarga ke ruang CW Bedah
Alasan Masuk : Nyeri di perut kanan atas, seluruh badan
menguning dan mual

33
Dx Medis Saat Masuk : Ikterus Obstruktif Colestasis Ekstrahepatik
Ruang Rawat : CW Bedah
Dx Medis Saat Pengkajian : Ikterus Obstruktif Colestasis Ekstrahepatik
d) Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama :

Klien mengeluhkan nyeri perut bagian atas, disertai dengan mual

dan muntah setiap kali klien makan.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang :

Pada saat pengkajian yang dilakukan tanggal 2 November 2019

jam 11.00 WIB, klien mengatakan nyeri pada perut kanan bagian atas

dan menjalar sampai ke punggung, nyeri yang dirasakan seperti

tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 5, dan nyeri yang dirasakan hilang

timbul. Klien juga mengeluhkan muntah setiap kali mencoba makan.

Pada saat pengkajian kulit klien tampak kuning, BAB tampak putih

seperti dempul dan BAK klien berwarna coklat. Klien terpasang infus

pada tangan kanan dengan asering 20 tetes/menit, dan klien terpasang

kateter.

Masalah Keperawatan : Nyeri Akut, Mual

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien dan keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang

menderita penyakit seperti klien, penyakit menular dan penyakit

genetik seperti diabetes melitus, hipertensi, dll.

34
e) Riwayat Psikososial dan Spiritual

a. Psikologis

Suasana hati : Sedikit sedih


Karakter : Baik
Keadaan Emosional : Stabil
Konsep Diri : Koping Efektif
Persepsi pasien terhadap penyakitnya :
1) Hal yang amat dipikirkan saat ini : klien memikirkan bagaimana
bisa cepat sembuh dan bisa beraktivitas kembali.
2) Harapan setelah menjalani perawatan : klien berharap dapat
terbebas dari penyakit yang dirasakan saat ini.
3) Perubahan yang dirasakan setelah sakit : klien merasa tidak
nyaman dengan kondisi badan karena merasa nyeri, mual dan
muntah.
b. Sosial

1) Orang yang terdekat dengan pasien : kakak dan keponakannya.


2) Hubungan antara keluarga : baik
3) Hubungan dengan orang lain : baik
4) Perhatian terhadap orang lain : baik
5) Perhatian terhadap lawan bicara : baik dan ada umpan balik
c. Spiritual

1) Pelaksanaan ibadah : ibadah klien terganggu karena sakit yang


dialami
2) Aktivitas keagaaman yang ingin dilakukan : klien ingin
mengerjakan sholat 5 waktu
3) Keyakinan kepada tuhan : klien yakin pada Tuhan Yang Maha Esa

35
f) Pola Kesehatan Fungsional

a. Pola Nutrisi

Sehat Sakit

Pola makan 3x sehari (habis) 3x sehari (1/2 Porsi)

Jenis makanan Nasi+Sayur+lauk Nasi+Sayur+lauk

Makanan pantangan Tidak Ada Makanan bergas & lemak

Makanan yang disukai Semuanya Semuanya

BB dan TB 50 kg dan 158 cm 49 kg dan 158 cm

Masalah Keperawatan : Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

b. Cairan / Minum

1) Sehat

Pola minum : klien mengatakan minum 8-9 gelas / hari

Minuman kesukaan : klien mengatakan suka minum teh

2) Sakit

Intake cairan : klien minum air putih secara oral 6-7 gelas / hari,

klien terpasang infuse.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

c. Pola eliminasi
BAK (Buang Air Kecil)

Sehat Sakit

Jumlah Urin 1500 cc 30 cc/jam

Warna Kuning Kuning kecoklatan

Bau Pesing Pesing

Masalah Keperawatan : Kekurangan Volume Cairan

36
BAB (Buang Air Besar)

Sehat Sakit
Frekuensi 1x dalam sehari 1x dalam sehari

Warna Kuning kecoklatan Putih seperti dempul

Konsentrasi Padat Lembek

Masalah Keperawatan : Disfungsi Motilitas Gastrointestinal

d. Pola Istirahat dan Tidur


Sehat Sakit
Lama tidur / hari 7-8 jam / hari 5-6 jam / hari

Gangguan tidur Tidak ada Tidak ada

Kebiasaan pengantar tidur Tidak ada Tidak ada

Kesulitan saat tidur Tidak ada Susah tidur karena


merasakan nyeri

Masalah Keperawatan : Gangguan Pola Tidur

e. Personal Hygiene
Sehat Sakit

Mandi 2x sehari 1x sehari

Gosok gigi 2x sehari 1x sehari

Potong kuku 1x seminggu Tidak ada

Hambatan pemenuhan Tidak Dibantu

Personal hygiene Bersih Kurang Bersih

Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri

37
g) Pemeriksaan Fisik

a) Umum :

Keadaan umum : Klien tampak baik


Tingkat kesadaran : Composmentis
Tinggi Badan :158 cm
Berat Badan : 49 kg
Lingkar Lengan : 27,9 Cm
IMT : 20,08
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
b) Tanda – tanda vital

Tekanan darah : 100 / 60 mmHg


Nadi : 92 x/i
Pernapasan :18 x/i
Suhu : 36,5 0C
Nyeri : P = Obstruktif pada hepar
Q = Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk
R = Nyeri dirasakan pada perut kanan atas sampai
menjalar ke punggung
S = Skala nyeri 5
T = Nyeri dirasakan hilang timbul
c) Integumen

Inspeksi : Kulit klien tampak bewarna kuning, sedikit kotor dan tidak
ada lesi dan jaringan parut pada kulit.
Palpasi : Turgor kulit baik, tekstur kulit sedikit kasar
Masalah Keperawatan : Kerusakan Integritas Kulit
d) Kuku

Inspeksi : Warna kuku tampak kuning, bentuk kuku normal


Palpasi : Capillary Refil Time normal (kurang dari 2 detik)
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah

38
e) Rambut dan Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala dan wajah simetris kiri dan kanan, tidak
tampak adanya benjolan, lesi ataupun massa, rambut bersih, dan tidak
ada ketombe.
Palpasi :Tidak teraba adanya massa, benjolan, tidak terdapat nyeri
tekan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
f) Wajah / Muka

Inspeksi : Bentuk wajah normal, simetris kiri dan kanan, ekspresi


wajah meringis saat nyeri muncul.
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
g) Leher

Inspeksi : warna leher normal, bentuk leher simetris, tidak tampak


adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening.
Palpasi : leher teraba panas, tidak ada teraba pembesaran kelenjar
tiroid dan kelenjar getah bening dan refleks menelan baik.
h) Dada

 Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dada simetris kiri dan kanan, sifat
pernapasan dada, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, tidak
ada kelainan pada dada.
Palpasi : taktil fremitus sama kiri dan kanan, anterior normal,
posterior normal.
Perkusi : Perkusi paru sonor
Auskultasi : bunyi napas vesikuler, suara nafas ronkhi -/-,
wheezing -/-.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
 Jantung
Inspeksi : Tampak ictus cordis di RIC IV, V mid clavikula, JVP
Normal, tidak ada bendungan vena.

39
Palpasi : Jantung tidak membesar, pulsasi ictus cordis normal,
tidak ditemui nyeri tekan.
Auskultasi : bunyi jantung 1 di RIC IV dan RIC V sama, bunyi
jantung 2 di RIC II mid clavikula ki/ka sama. Tidak terdapat bunyi
tambahan, bunyi jantung S1 dan S2 normal.
Masalah K eperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
i) Abdomen

Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen, tidak ada ascites


Palpasi : adanya nyeri tekan di perut kanan atas
Auskultasi : Bising Usus 12x/i
Perkusi : bunyi perkusi abdomen timpani, bunyi perkusi limpa redup,
bunyi perkusi hepar pekak.
Masalah Keperawatan : Gangguan Mortalitas GastroIntestinal, Nyeri
Akut
j) Genetalia

Inspeksi normal, klien terpasang kateter

k) Muskuloskeletal

Inspeksi : ukuran otot normal, tulang normal, tulang belakang normal,


sendi normal
Palpasi : tidak teraba adanya pembengkakan pada ekstremitas dan
tidak adanya krepitasi
l) Persyarafan

Nilai GCS 15, orientasi orang, tempat, waktu baik, berbicara normal,
mengunyah mampu, menelan mampu, penciuman normal, sensasi
nyeri.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

40
h) Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin = 9,1 g/dL ()


APTT = 30,9 ()
Globulin = 4,0 g/dL ()
Bilirubin total = 9,79 mg/dL ()
Bilirubin direck = 8,64 mg/dL ()
Bilirubin Indireck = 1,15 mg/dL ()
SGOT = 71 u/L ()
SGPT = 81 u/L ()
HbsAg non reaktif
i) Terapi yang diberikan

IVFD Tutofusin
Omeperazole 2x1 mg
Paracetamol 3x500 mg
Terapi PRC 1 unit
Metacholoprami

B. ANALISA DATA

No Data fokus Penyebab Masalah

1 Ds :
- Klien mengatakan nyeri pada Ikterik obstruktif Nyeri Akut b.d
perut kanan atas dan menjalar  Agens Cedera
sampai ke punggung Biologis
Penyumbatan saluran
Do : (Obstruktif saluran
- Klien tampak meringis empedu empedu)
- N : 92 x/i 
- P : Obstruksi pada hepar Aliran O2 tidak efektif
- Q : Nyeri seperti ditusuk disekitar area obstruktif
- R : Nyeri dirasakan pada perut 
kanan atas kemudian menjalar
ke bagian punggung Nyeri Akut
- S : (5)
- T : Nyeri hilang timbul
2 Ds : Obstruksi saluran Mual b.d obstruksi

41
- Klien mengatakan terus empedu saluran empedu
menerus merasa mual 
sehingga tidak bisa makan Aliran balik cairan
- Klien mengeluhkan mual yang empedu
mengganggu 
Do : Peradangan sekitar
- Klien tampak lemah hepatobiliar
- Klien tampak tidak nyaman 
- Bibir tampak pucat Pengeluaran
- Mukosa bibir tampak kering peningkatan SGOT dan
- TD : 100 / 60 mmHg SGPT
- S : 36,5°C 
- Kulit klien tampak kering Iritasi saluran cerna

Penurunan peristaltik,
akumulasi gas usus
pencernaan

Gas lambung
meningkat

Mual
3 Ds : Ikterus Ketidakseimbangan
- Klien mengatakan badan  nutrisi kurang dari
terasa lemah Konsentrasi asam kebutuhan tubuh
- Klien mengatakan setiap habis b.d
makan selalu merasa mual dan empedu intraluminal  ketidakmampuan
muntah  mencerna makanan
Do : Penurunan kalsium
- Klien tampak lemah, lesu 
- Klien tampak lesu Defisiensi vitamin
- Turgor kulit buruk
- Seluruh tubuh klien tampak 
menguning Malnutrisi
- IMT awal : 22,08 
- IMT sekarang : 19,67 Ketidakseimbangan
- Lingkar Lengan Atas : 27,9 nutrisi kurang dari
- Nafsu makan terganggu kebutuhan tubuh
- Porsi makanan tidak habis

42
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Paraf

1 Nyeri Akut b.d Agens Cedera Biologis

2 Mual b.d obstruksi saluran empedu

3 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan


Tubuh b.d Kurang Asupan Makanan

D. RENCANA KEPERAWATAN

NO Tanggal Diagnosa NOC NIC Aktivitas


atau Jam

1. 2-12-2019 Nyeri akut Kontrol Nyeri 1. Pemberian  Kolaborasi


12.00 b.d Agens Indikator: Analgetik dengan dokter
Cidera 1. Menggambarkan  Pilih analgetik
2. Manajemen
Biologis faktor penyebab atau kombinasi
Nyeri
(Obstruktif 2. Menggunakan analgetik
Analgetik
saluran 3. Terapi  Cek adanya alergi
3. Menggunakan
empedu) Relaksasi obat
Tindakan
Pencegahan  Evaluasi
keefektifan
analgetik

 Gali pengetahuan
dan pengalaman
nyeri
 Kendalikan
faktor lingkungan

 Pertimbangkan
keinginan
individu untuk
berpartisipasi
 Ciptakan
lingkungan yang
nyaman

43
 Dorong pasien
mengambil posisi
yang nyaman
 Tunjukkan dan
praktekkan teknik
relaksasi
 Dorong untuk
kontrol sendiri
saat relaksasi
dilakukan
2. 3-12-2019 Mual b.d Mual muntah yang 1. Manajemen  Dorong pasien
12.00 Penyakit mengganggu Mual belajar strategi
Pankreas Indikator: mengatasi mual
2. Terapi IV
1. Mengenali onset  Observasi tanda
mual non verbal
2. Menggunakan
3. Manajemen  Dapatkan riwayat
obat antiemetik
Obat pengobatan
3. Menggunakan
langkah-langkah sebelumnya
pencegahan  Identifikasi faktor
yang menjadi
penyebab

 Verifikais untuk
perintah terapi IV
 Periksa tipe
cairan, jumlah
dan karakteristik
cairan
 Berikan
perngobatan
sesuai yang
diresepkan
 Monitor
kecepatan aliran

 Monitor reaksi
fisik
 Tentukan obat
apa yang

44
diperlukan
 Monitor tanda
dan gejala
toksisotas
pengobatan
 Monitor efek
samping obat
 Ajarkan tentang
metod
 pemberian obat
 Kembangkan
strategi untuk
mengelola efek
samping obat
3. 3-12-2019 Ketidakseimb Status Nutrisi: 1. Manajemen  Tentukan status
12.00 angan Nutrisi Asupan Makanan Nutrisi gizi pasien
Kurang Dari Cairan  Identifikasi
Kebutuhan Indikator: 2. Manajemen adanya alergi
atau intoleransi
Tubuh b.d 1. Asupan makanan Gangguan
makanan
Kurang oral Makan
2. Asupan makanan  Instruksikan
Asupan tentang
intravena, tube 3. Monitor
Makanan kebutuhan nutrisi
feeding atau
parenteral
Cairan  Tentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrisi
 Atur diet yang
diperlukam

 Kolaborasi
dengan ahli gizi
 Monitor asupan
kalori
 Diskusikan
makanan yang
disukai pasien

 Tentukan jumlah
dan jenis intake
 Monitor berat
badan
 Monitor asupan
dan pengeluaran

45
 Monitor nilai
kadar serum
 Monitor
parameter
hemodinamik

E. CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : Ny. M


Ruangan/Kamar : Bedah Wanita
TANGGAL JAM NO.DX IMPLEMENTASI NAMA
JELAS
2-12-2019 08.30 2 -Mengkaji penyebab mual
08.40 2 -Mengobservasi kondisi klien pasca
mengeluhkan mual
08.45 2 -Menganjurkan klien untuk istirahat

09.00 1 -Mengukur TTV


09.10 1 -Mengkaji penyebab nyeri
09.10 1 -Mengkaji kriteria, skala dan penyebab
munculnya nyeri
09.15 1 - Mengajarkan teknik napas dalam
09.30 1 -Meminta rekomendasi analgetik, antiemetik

-Memberikan analgetik yang


10.00 1 direkomendasikan dan antiemetik
-Mengevaluasi tindakan
12.30 1,2

3-12-2019 08.00 3 -Mengkaji asupan makanan


08.10 3 -Monitor cairan oral dan intravena
08.10 3 -Mengkaji alasan makanan yang tidak
dihabiskan
08.10 3 -Mendiskusikan makanan yang disukai

09.00 1 -Mengkaji kriteria, skala dan penyebab


munculnya nyeri
09.00 1 - Menganjurkan teknik napas dalam
10.00 1 -Melanjutkan pemberian analgetik,
antiemetik
10.00 1 -Menganjurkan istirahat

13.00 1,2 -Mengevaluasi mual,nyeri


13.00 1,2,3 -Mengevaluasi tindakan

46
4-12-2019 08.30 3 -Mengevaluasi asupan makanan dan cairan
08.30 2 - Mengganti cairan IV yang dibutuhkan
08.40 3 -Memantau pengeluaran Output

09.00 1 -Menganjurkan teknik relaksasi napas dalam


ketika nyeri
09.00 1 -Memeriksa TTV
10.00 1 -Memberikan obat analgetik

12.30 1 -Merekomendasikan untuk merubah posisi


nyaman
13.00 2 -Melakukan perawatan infus
13.00 1 -Memonitor kecepatan aliran infus
13.10 -Mendorong pasien untuk beristirahat dan
tidur
13.30 1,2,3 -Evaluasi tindakan

F. EVALUASI
TANGGAL JAM NO. SUBJEKTIF, OBJEKTIF, ANALISA, PARAF
DX PLANNING (SOAP)
2-12-2019 12.30 1 S:-Klien masih mengeluhkan nyeri pada perut kanan
atas dan menjalar sampai ke punggung
O: -Klien masih tampak meringis
-N : 89 x/i
-P : Obstruksi pada hepar
-Q : Nyeri seperti ditusuk
-R : Nyeri dirasakan pada perut kanan atas
kemudian menjalar ke bagian punggung
-S : (5)
-T : Nyeri hilang timbul setiap 5 menit
A:Nyeri pada perut kanan atas belum teratasai yang
ditandai dengan masih terasa dan skala nyeri
masih (5)
P: -Lanjutkan intervensi pemberian analgetik, dan
diskusikan dengan tim medis lain pemberian
terapi farmakologi dan non farmakologi

2 S: -Klien mengatakan masih mengeluhkan mual


O:-Klien masih tampak lemah, pucat, mukosa bibir

47
kering,
-TD : 110 / 75 mmHg
-S : 36,8°C
A: Mual muntah yang mengganggu belum teratasi
yang ditandai dengan klien masih mengeluhkan
adanya mual
P: Intervensi dilanjutkan untuk terapi farmakologi
dan terapi non farmakologi

3-12-2019 13.00 1 S:-Klien masih mengeluhkan nyeri pada perut kanan


atas dan terasa tidak nyaman
O: -Klien masih tampak menunjukan nyeri
-N : 88 x/i
-P : Obstruksi pada hepar
-Q : Nyeri seperti ditusuk
-R : Nyeri dirasakan pada bagian perut
-S : (5)
-T : Nyeri setiap 15 menit
A:Nyeri pada perut kanan atas belum teratasai yang
ditandai dengan masih terasa dan skala nyeri
masih (5)
P: -Lanjutkan intervensi pemberian analgetik, dan
diskusikan dengan tim medis lain pemberian
terapi farmakologi dan non farmakologi

2 S: -Klien mengatakan masih mengeluhkan mual


O:-Klien masih tampak lemah, pucat, mukosa bibir
kering,
-TD : 120 / 85 mmHg
-S : 37°C
A: Mual muntah yang mengganggu belum teratasi
yang ditandai dengan klien masih mengeluhkan
adanya mual
P: Intervensi dilanjutkan untuk terapi farmakologi
dan terapi non farmakologi

3
S: -Klien mengatakan badan terasa lemah
-Klien mengatakan setiap habis makan selalu
merasa mual dan muntah
-porsi makan tidak habis
O:-Klien masih tampak lemah,lesu
-BB : 49 Kg

48
- IMT awal : 22,08
-IMT sekarang : 19,67
-Lingkar Lengan Atas : 27,9
A: Pemenuhan nutrisi klien masih belum terpenuhi
yang ditandai dengan keadaan klien masih tampak
lemah, nafsu makan masih kurang dan porsi
makan masih tersisa
P: Intervensi dilanjutkan dan dimonitor asupan
makanan dan cairan

4-12-2019 13.30 1 S:-Klien mengatakan bahwa nyeri yang biasanya


dirasakan sudah berkurang, tetapi masih muncul
sesekali
O: -Ekspresi nyeri wajah sesekali masih tampak
-N : 93 x/i
-P : Obstruksi pada hepar
-Q : Nyeri seperti ditusuk
-R : Nyeri dirasakan pada bagian perut
-S : (3)
-T : Nyeri setiap 30 menit
A:Nyeri pada perut kanan atas sudah mulai teratasai
yang ditandai skala nyeri (3) dan nyeri yang
biasanya muncul setiap 15 menit sudah menjadi
30 menit sekali
P: -intervensi tetap dilanjutkan dan dilakukan
pemantauan dan pengukuran skala nyeri

2 S: -Mual yang dirasakan pasien masih ada tetapi


sudah berkurang
O:-Klien masih tampak lemah dan lesu
-TD : 120 / 75 mmHg
-S : 36,8°C
A: Mual muntah yang mengganggu belum teratasi
yang ditandai dengan klien masih mengeluhkan
adanya mual
P: Intervensi dilanjutkan untuk terapi farmakologi
dan terapi non farmakologi
3
S: -Klien mengatakan badan masih terasa lemah
-porsi makan masih habis
O:-Klien masih tampak lemah,lesu
-BB : 49 Kg
- IMT awal : 22,08
-IMT sekarang : 19,67
-Lingkar Lengan Atas : 27,9
A: Pemenuhan nutrisi klien masih belum terpenuhi

49
yang ditandai dengan keadaan klien masih tampak
lemah, nafsu makan masih kurang dan porsi
makan masih tersisa
P: Intervensi dilanjutkan dan dimonitor asupan
makanan dan cairan

50
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai uraian kasus yang diangkat

oleh kelompok serta kesenjangan yang ada antara konsep teori dengan kondisi

dilahan praktik yang terjadi dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan. Dalam hal

ini, kelompok akan memfokuskan pembahasan mulai dari Pengkajian, Perumusan

Masalah, Penegakkan Diagnosa, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi.

A. Pengkajian

Pelaksanaan pengkajian pada Ny. M dengan Pasca Operasi Ikterus

Obstruktif Colestasis Ekstrahepatik, kelompok menggunakan metode

pendekatan pola fungsional gordon, pola ini dapat mencakup seluruh aspek

yang didalamnya dapat membantu kelompok untuk memperoleh data fokus

yang menunjang pada kasus pasca operasi Ikterus Obstruktif Colestasis

Ekstrahepatik.

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 2 Desember 2019 sampai 4

Desember 2019 didapatkan data subjektif : klien mengatakan nyeri pada perut

kanan atas dengan Provoking (P) :Obstruksi pada Hepar , Quality (Q) : Klien

mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk, Region (R) : Nyeri dirasakan pada

perut kanan atas dan menjalar sampai ke punggung, Severity (S) : Skala nyeri

5 (sedang) dari 0-10 skala nyeri, Time (T) : nyeri dirasakan hilang timbul saat

klien melakukan pergerakan, klien juga mengatakan belum bisa dan takut

menggerakkan perut kanan karena terasa nyeri saat bergerak. Data objektif :

klien tampak meringis, klien berbaring di tempat tidur, aktifitas dibantu oleh

51
keluarga, Tekanan Darah 100/60 mmHg, Nadi 92 x/menit, Suhu 36,5 °C,

Pernafasan 18 x/menit. Pembahasan : hasil dari pengkajian yang ditemukan

penulis tanggal 2 Desember 2019 sampai 4 Desember 2019 sudah sesuai

dengan apa yang ada di teori. Secara teori dijelaskan bahwa keluhan utama

pada pasien Ikterik yakni Klien mengeluhkan nyeri perut bagian atas, disertai

dengan mual dan muntah setiap kali klien makan. dari data trsebut di

dapatkan kesimpulan tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktik.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian yang didapat, kelompok menegakkan 3

diagnosa sebagai berikut : Nyeri Akut, Mual dan Ketidakseimbangan Nutrisi

Kurang Dari Kebutuhan Tubuh, ke tiga diagnosa yang ditegakkan ini sesuai

dengan penjelasan secara teori dimana terdapat beberapa diagnosa yang tepat

ditegakkan pada pasien ikterik diantaranya : Nyeri Akut , Mual dan

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh, Resiko

Gangguan Fungsi Hati, Gangguan Pola Tidur, dan Defisit Perawatan Diri.

Berdasarkan teori dan kenyataan di lahan praktik beberapa diagnosa yang

mungkin muncul dan dalam teori sudah sesuai dengan beberapa diagnosa di

dalam teori. Diagnosa yang kelompok tegakkan tersebut dikarenakan klien

mengeluhkan hal tersebut lebih sering dan juga didukung oleh beberapa data

objektif serta data penunjang seperti hasil labor dll.

52
C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut

Tujuan dari diagnosa ini adalah kontrol nyeri klien diharapkan mengalami

penurunan skala nyeri dari nyeri sedang (5) menjadi nyeri ringan (4) dalam

waktu 3 x 24 jam dengan indikator menggambarkan faktor penyebab dari

kadang-kadang menunjukkan (3) ditingkatkan menjadi jarang menunjukkan (2),

menggunakan analgetik dari sering menggunakan (4) ditingkatkan menjadi

jarang menggunakan (3), dan menggunakan tindakan pencegahan non

farmakologi dari tidak pernah menggunakan (1) ditingkatkan ke sering

menggunakan (4). Adapun intervensi yang dilakukan pada masalah Nyeri Akut

yakni melakukan Pemberian Analgetik, melakukan Manajemen Nyeri, serta

mengajarkan Teknik Relaksasi

2. Mual

Tujuan dari diagnosa ini adalah mual muntah yang mengganggu dapat

mengalami pengontrolan dari sering menunjukkan (4) menjadi jarang

menunjukkan (2) dalam waktu 3 x 24 jam dengan indikator mengenali onset

mual sering menunjukkan (4) ditingkatkan menjadi jarang menunjukkan (2),

menggunakan obat antiemetik sering menunjukkan (4) ditingkatkan menjadi

jarang menunjukkan (2), menggunakan langkah-langkah pencegahan jarang

menunjukkan (2) ditingkatkan menjadi sering menunjukkan (4). Adapun

intervensi yang dilakukan pada masalah Mual Muntah yang mengganggu yakni

mengajarkan Manajemen Mual, Memberikan Terapi IV serta Memberikan

Obat-obatan (Antiemetik)

53
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

Tujuan dari diagnosa ini adalah Status Nutrisi: Asupan Makanan Cairan

yang tidak adekuat (1) ditingkatkan menjadi cukup adekuat (3) dalam waktu 3

x 24 jam dengan indikator asupan makanan oral tidak adekuat (1) ditingkatkan

menjadi cukup adekuat (3), asupan makanan intravena, tube feeding dan

parenteral cukup adekuat(3) dipertahankan. Adapun intervensi yang dilakukan

pada masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh yakni

Memanajeman Nutrisi, Manajemen Gangguan Makan serta Memonitor Cairan.

D. Implementasi Keperawatan

1. Nyeri Akut

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh kelompok selama melakukan

asuhan keperawatan di rumah sakit adalah mengukuri TTV, mengkaji

penyebab, kriteria, skala dan karakteristik nyeri klien, mengajarkan teknik

relaksasi nyeri dengan nafas dalam, mengatur posisi yang nyaman bagi klien,

memberikan obat analgesik sesuai program (Paracetamol 3x500 mg 8 jam oral).

Kekuatan dari implementasi ini adalah klien kooperatif dan mau

melakukan teknik relaksasi serta mau di injeksi obat analgesik atau diberikan

obat (Paracetamol 3x500 mg 8 jam oral). Kelemahannya adalah klien merasa

kesulitan untuk menunjukan skala intensitas nyeri yang disarankan, sehingga

menyulitkan perawat dalam menentukan tindakan yang akan diambil terlebih

dahulu.

54
2. Mual

Tindakan keperawatan yang dilakukan kelompok selama melakukan

asuhan keperawatan di rumah sakit adalah mengkaji tingkat mual, mendorong

klien mengontrol rasa mual sesuai dengan kemampuan klien,mengatur posisi

nyaman serta anjurkan untuk istirahat. Kekuatan dari implementasi ini adalah

klien kooperatif pada saat dilakukan tindakan keperawatan. Kelemahan dari

implementasi ini adalah klien masih takut mual-mual dan kadang mengeluh

perut sebah dan mulut terasa kering. Solusi untuk mengatasi kelemahan

implementasi adalah memotifasi klien untuk berlatih mengatasi mual secara

mandiri dan bertahap.

3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

Tindakan keperawatan yang dilakukan kelompok selama melakukan asuhan

keperawatan di rumah sakit adalah mengobservasi keadaan pasien, identifikasi

perubahan berat badan terakhir, lakukan atau bantu pasien perawatan mulut

sebelum makan, anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering, memberikan

obat analgetik, antiemetik sesuai instruksi. Kekuatan dari implementasi ini

adalah klien sudah kooperatif pada saat dilakukan pemenuhan kebutuhan

nutrisi untuk tubuhnya tetapi kondisi lingkungan klien dan rasa mual yang

dirasakan masih ada atau belum hilang sehingga mengganggu klien ketika akan

memulai makan.

55
G. Evaluasi

1. Nyeri Akut b.d Agens Cedera Biologis (Obstruktif Saluran Empedu)

Evaluasi yang dilakukan kelompok selama 3 hari dalam melakukan

tindakan keperawatan belum sesuai dengan kriteria hasil. Hasil pertama saat

pengkajian dari rentang skala nyeri 0-10 klien merasakan nyeri pada skala

nyeri 5 (sedang), setelah dilakukan implementasi selama dua hari berikutnya

skala nyeri klien berkurang dari 5 (sedang) menjadi 3 (ringan).

Kesimpulannya Nyeri Akut yang dirasakan klien sudah mulai teratasi tetapi

intervensi pada masalah diharapkan untuk dapat dilanjutkan sampai masalah

Nyeri selesai.

2. Mual berhubungan dengan obstruksi saluran empedu

Evaluasi yang dilakukan kelompok selama 3 hari dimana pada hari pertama

klien masih mengeluhkan mual dan muntah. Setelah dilakukan implementasi

selama 3 hari mual muntah yang mengganggu masih belum teratasi. Akan

tetapi intervensi pada masalah mual muntah terus dilanjutkan baik untuk

terapi Farmakologi maupun Non Farmakologi.

3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d Kurang

Asupan Makanan

Evaluasi yang dilakukan kelompok selama 3 hari dimana pada hari pertama

klien mengeluhkan badan terasa lemas karena efek mual dan muntah sehingga

asupan makanan menjadi berkurang dan tidak nafsu makan. Setelah dilakukan

implementasi beberapa hari pemenuhan nutrisi klien dirasakan masih belum

56
terpenuhi karena efek mual muntah yang mengganggu masih ada. Akan tetapi

untuk intervensi yg diberikan tetap dilanjutkan guna memenuhi kebutuhan

nutrisi klien agar semakin lebih baik.

57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan

lainnya(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh

bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin

dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme pada metabolisme sel

darah merah (Amiruddin, 2006).

Angka kejadian ikterus obstruksi atau disebut juga kolestasis

diperkirakan 5 kasus per 1000 orang pertahun di AS. Angka kesakitan dan

kematian akibat obstruksi bilier atau ikterus bergantung pada penyebab

terjadinya obstruksi. Mayoritas kasus terbanyak adalah kolelitiasis (batu

empedu). Di Amerika Serikat, 20% orang tua berusia ≥ 65 tahun menderita

kolelitiasis (batu empedu) dan 1 juta kasus baru batu empedu didiagnosa

setiap tahunnya.

Faktor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain obesitas

terutama pada wanita, kehamilan, penurunan berat badan yang cepat,

kontrasepsi oral dan diabetes mellitus. Faktor genetik juga terlibat dalam

pembentukan batu empedu yang dibuktikan oleh prevalensi batu empedu

yang tersebar luasdi antara berbagai kelompok etnik tertentu. Prevalensi

paling banyak pada suku Indian Prima di Amerika Utara (>75%), Chili

dan Kaukasia di AS. Prevalensi terendah pada orang Asia (4). Ikterus

obstruksi di RSUP Dr. Mdjamil Padang diruang bangsal bedah wanita

pada tanggal 4Desember 2019 terdapat 2 orang penderita.

58
Adapun beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

pada kasus Ikterus Obstruksi yakni Nyeri Akut, Mual dan Muntah,

Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh, Kerusakan

Integritas Kulit, Ansietas, Resiko Gangguan Fungsi Hati, dan Resiko

Gangguan Fungsi Hati.

B. Saran

Sebagai penulis makalan seminar ini yang membahas tentang

Asuhan Keperawatan Pada Ny.M Dengan Ikterus Obstruksi diBangsal

Bedah Wanita RSUP.Dr.M.Djamil Padang, kami berharap kepada

pembaca atau kepada ruangan tempat pengambilan kasus untuk terus

melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan yang sebaik baiknya

dan selalu bekerja sama dengan tim medis lainnya agar masalah yang

dialami pasien dapat segera di beri tindakan dan ditangani dengan baik.

Untuk itu kami juga menyarankan kepada mahasiwa khususnya

keperawatan atau pihak Rumah Sakit untuk dapat melakukan dan mencari

intervensi keperawatan yang lain guna mempercepat kondisi pemulihan

pasien.

59
DAFTAR PUSTAKA

Adithya, B. 2014. Karakteristik dan Evaluasi Kadar Bilirubin Direct Pre-Operatif


dan Post-Operatif Pada Pasien Ikterik Obstruksi Post Hepatik di RSUD
Raden Mattaher Provinsi Jambi Periode 2011-2013.

Amirudin, R. (2006). Fisiologi dan Biokimiawi Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Anonimous. (2008). Ikterus Obstruktif. Diambil pada 3 Desember 2019


darihttp://klinikmedis.com/ikterus-obstruktif.pdf.

Anonimous. Cholelitiasis (2009). Diakses tanggal 4 Desember 2019.

Anonimous. Role of Endoscope Ultrasonography in Disease: Endoscope


Ultrasonography and Bile Duct Stones 2009. Diakses tanggal 4
Desember 2019.

Bonheu, J.L. (2009). Billiary Obstruction. Diakses tanggal 4 Desember 2019.

Black, J.M., dan Jacobs, E.M. (1997). Medical-Surgical Nursing Clinical.

Company. (Sumber asli diterbitkan tahun 1993).

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., Geissler, A. C. (2000). Nursing care plans:


Guidelines for planning and documenting patient care. Edisi 3.

Kariasa & N. M. Sumarwati, Penerjemah). Philadelphia: F. A. Davis

Management for Continuity of Care. (5th Ed). Philadelphia: W.B. Saunders.

Obstruktif Ekstrahepatik. Diambil pada 4 Desember 2019 dari


http://fkunud.com/penyakitdalam.pdf

Sherly, dkk. (2008). Peran Biopsi Hepar Dalam Menegakkan Diagnosis Ikterus.
Jakarta: Gramedia.

Sulaiman, A. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta: Jayabadi.

Tarigan, Mula (2003). Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge


Planningpada Klien dengan Hiperbilirubinemia. Diambil pada 4
Desember 2019.

60

Anda mungkin juga menyukai