Anda di halaman 1dari 19

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS AKHIR SEMESTER 1 S2 ILMU KIMIA

Mata Kuliah : Instrumentasi dan Metode Analisis

EVALUASI TEKNIK SPEKTROFOTOMETER ATOM BERBASIS AAS


DAN ICP SERTA LITERATUR REVIEW MENGENAI ICP-MS

Dosen Pengajar : Asep Saefumillah, S.Si, M.Si, Ph.D

PUTRI HAWA SYAIFIE


1906320885

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU KIMIA
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
TUGAS I : RINGKASAN PERBANDINGAN TEKNIK SPEKTROFOTOMETER
ATOM BERBASIS AAS DAN ICP

I. Pendahuluan
Spektroskopi atom adalah teknik untuk menentukan komposisi unsur analit
berdasarkan spektrum elektromagnetik atau massanya. Beberapa teknik analitik telah
tersedia, dan pemilihan yang tepat adalah kunci untuk mencapai hasil analisis yang akurat
dan andal. Seleksi yang tepat membutuhkan pemahaman dasar masing-masing teknik karena
tiap teknik memiliki kekuatan dan keterbatasan. Berikut akan dijelaskan gambaran umum
dasar-dasar teknik analisis:
a. FAAS (Flame Atomic Absorption Spectroscopy)
b. GFAAS (Grafit furnace atomic absorption spectroscopy)
c. AES (Atomis emision spectroscopy)
d. ICP-AES (Inductively Coupled Plasma Atomic Emission Spectroscopy)
e. ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry)

II. Flame-AAS

Dalam Flame AAS, nyala api udara/asetilen atau nitrous oksida asetilen digunakan
untuk menguapkan pelarut dan memecah komponen dalm sampel menjadi komponen atom-
atom. Ketika sumber sinar dari lampu katoda ( dipilih berdasarkan elemen yang dianalisis)
melewati awan atom, atom yang sesuai menyerap sinar radiasi resonansi dari lampu katoda
sehingga menyebabkan atom tereksitasi. Transmisi sinar dari atom diukur oleh detektor untuk
menghitung konsentrasi elemen dalam sampel. Hubungan antara jumlah sinar yang diserap
dan konsentrasi analit dalam standar yang diketahui dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi sampel dengan bantuan kurva linier standar. Sumber cahaya yang biasanya
digunakan adalah lampu katoda berongga (HCL) atau lampu pelepasan muatan listrik tanpa
kabel (EDL).
Mekanisme kerja FAAS yaitu sampel dimasukkan sebagai aerosol ke dalam nyala
oleh sistem pengenalan sampel yang terdiri dari nebulizer dan spray chamber. Burner sejajar
sehingga sinar cahaya melewati api, kemudian cahaya diserap oleh atom. Keterbatasan utama
Flame AAS adalah sistem burner-nebulizer (perangkat pengambilan sampel) yang relatif
tidak efisien. Hanya sebagian kecil dari sampel yang mencapai nyala api.
Penggunaan temperatur limit nyala api pada flame aas untuk eksitasi atom dibatasi
pada maksimum 3000 °C (dengan sumber gas N2O/asetilen). Komponen logam alkali dan
banyak logam berat lain seperti timbal, kadmium, serta logam transisi seperti mangan, nikel
diatomisasi dalam flame AAS dengan efisiensi yang baik pada nyala api dan limit deteksi
pada rentang sub-ppm.
Namun, terdapat beberapa elemen seperti V, Zr, Mo dan boron yang tidak dapat
diatomisasi dengan baik pada nyala api. Hal tersebut karena terbatasnya temperatur
maksimum pada AAS, bahkan dengan penggunaan N2O/asetilen nyala api yang dihasilkan
tidak efisien untuk memecah molekul sampel menjadi atom logam tersebut. Sensitivitas
flame AAS untuk elemen tersebut kurang optimal dan disarankan penggunaan teknik lain.
Gambar 1. Gambar sederhana dari sistem Flame AAS (Perkin Elmer, 2006)

III. GF-AAS
Dalam Graphite Furnace Atomic Absorption (GFAA), sampel dimasukkan langsung
ke dalam tabung grafit, yang kemudian dipanaskan untuk menghilangkan komponen matriks
pelarut dan matriks utama dalam sampel kemudian suhu tinggi dalam tungku grafit
mengatomisasi sampel yang tersisa. Semua analit diatomisasi, dan atom dipertahankan di
dalam tabung (dan jalur sinar yang melewati tabung) untuk waktu yang lama sehingga
sensitivitas dan batas deteksi meningkat secara signifikan diatas Flame AA. Waktu analisis
Graphite Furnace lebih lama daripada Flame AAS, dan lebih sedikit elemen yang dapat
ditentukan menggunakan GFAA. Namun, peningkatan sensitivitas GFAA, dan
kemampuannya untuk menganalisis sampel yang sangat kecil, secara signifikan memperluas
kemampuan penyerapan atom. GFAA memungkinkan penentuan lebih dari 40 elemen dalam
volume sampel mikroliter dengan batas deteksi 100 hingga 1000 kali lebih baik daripada
sistem Flame AA.

Gambar 2. Gambar sederhaa dari sistem GF-AAS (Perkin Elmer, 2006)

IV. AES (Atomic Emission spectroscopy)


AES adalah teknik analisis kuantitatif atau kualitatif suatu unsur kimia berdasarkan
spektrum emisi atom dari sampel tertentu. Ketika atom atau ion tereksitasi dari keadaan
energi tinggi ke keadaan energi rendah, atom akan mengimisikan foton yang sesuai dengan
perbedaan energi. Setiap elemen memiliki panjang gelombang garis spektral atom yang
identik dan intensitas emisi atom sebanding dengan jumlah elemen.
Berbagai sumber eksitasi telah dikembangkan dan tersedia untuk spektrometer emisi
atom dengan efisiensi eksitasi yang baik. Saat ini, yang paling umum tersedia adalah sumber
nyala, sumber pelepasan listrik dan sumber plasma. Flame AES menghasilkan eksitasi energi
terendah yang memberikan spektrum atom paling sederhana. Elemen yang mudah tereksitasi
dari dua kelompok pertama tabel periodik yaitu logam alkali tanah dapat dideteksi
menggunakan flame AES. Sampel cairan biasanya diuapkan menjadi tetesan kecil sebelum
memasuki nyala api, dan hanya ~ 5% dari larutan asli yang tersisa. Suhu tinggi dalam nyala
api akan mengeringkan, mengatomisasi sampel dan mengeksitasi atom

Gambar 3. Gambar sederhaa dari sistem AES (Thermo Elemental, 2007)

V. ICP-AES
ICP-AES yaitu teknik analisis multielemen yang menggunakan inductively coupled
plasma untuk memecah sampel kedalam bentuk atom atau ionnya, mengeksitasi atom
tersebut sehingga menghasilkan emisi sinar pada panjang gelombang tertentu. Detektor
mengukur intensitas emisi sinar dan menghitung konsentrasi target elemen dalam sampel.
Ketika melakukan analisis ICP, sampel dipanaskan pada temperatur melebihi 10.000°C
sehingga elemen sampel yang tahan panas sekalipun dapat diatomisasi dengan afisiensi yang
tinggi. Limit deteksi untuk elemen-elemen yang dianalisis bisa lebih rendah dengan
instrumen ICP dibandingkan FAAS, yaitu pada retang 1-10 bagian per milyar (ppb).
Instrumen ICP terbagi 2 tipe yaitu radial dan aksial. Konfigurasi radial yaitu sumber
plasma keluar dari samping, melintasi saluran pusat pemancar plasma yang sempit. Sistem
terbarukan yaitu keluarnya sumber plasma ke saluran pemancar secara horizontal (dari atas
plasma) yang dikenal sebagai metode aksial. Tampilan aksial meningkatkan panjang jalur
plasma dan mengurangi sinyal latar belakang plasma, menghasilkan batas deteksi sebanyak
5-10x lebih rendah dibandingkan dengan konfigurasi radial. Instrument ICP dapat
menangkap lebih dari 60 elemen dalam satu analisis sampel dengan waktu hanya 1 menit,
tanpa pengurangan presisi atau limit deteksi

Gambar 4. Konfigurasi Radial Sistem ICP-AES (Perkin Elmer, 2006)


Gambar 5. Konfigurasi Aksial Sistem ICP-AES (Perkin Elmer, 2006)

VI. ICP-MS
ICP-MS adalah teknik analisis multi elemen yang menggunaan sumber plasma ICP
untuk memecah sampel kedalam konstituen atom atau ionnya. Dalam ICP-MS, konstituen ion
yang terdeteksi bukan melainkan emisi sinar dari eksitasi atom. Ion-ion diekstraksi dari
plasma dan diteruskan ke spektrometer massa, di mana ion dipisahkan berdasarkan rasio
massa terhadap muatan atomnya (m/z) oleh penganalisa quadrupole atau magnetik.
Quadropole mass spectrometer adalah yang paling umum digunakan pada ICP-MS.
ICP-MS menyediakan informasi untuk setiap satuan massa atom (amu) atau Dalton.
Rasio massa ion terhadap muatannya, ditampilkan dengan satuan m / z pada daerah massa 3-
250 Dalton. Pengukuran rasio isotop sering digunakan untuk Pb dan U yang tidak memiliki
kelimpahan alami yang konstan, dan analisis sampel yang memiliki kelimpahan isotop yang
tidak alami.
Pengenceran isotop adalah metode spiking sampel dengan konsentrasi isotop murni
yang diketahui untuk dapat menentukan konsentrasi unsur yang sangat akurat. Syarat dari
teknik ini adalah elemen yang aan dianalisis harus memiliki lebih dari satu isotop.

Gambar 6. Model Quadrupole ICP-MS (Tyler dan Jobin, 2007)


VII. Aplikasi Teknik AAS dan ICP

Semua teknik AAS atau ICP digunakan pada area aplikasi yang hampir sama seperti
pada bidang lingkungan, pertambangan dan metalurgi, farmasi/bioteknologi, industri
semikonduktor, agrikultur, makanan, kimia/petrokimia, kesehatan dan klinis. Beberapa
aplikasi yang lebih cocok menggunakan teknik analisa ICP atau MS didasarkan pada jenis
elemennya contoh (logam tanah jarang secara umum dideteksi dengan quadrupole ICP-MS).
Tabel periodik dibawah ini membantu dalam memilik teknik yang tepat, namun perlu diingat
banyak overlaping teknik pada beberapa elemen

Gambar 7. Aplikasi teknik AAS atau ICP (Thermo Elemental, 2007)


VIII. Kepraktisan penggunaan

Sistem FAAS pada umumnya paling cepat pada proses persiapan alat dan running
sampel. FAAS dapat dioperasikan secara otomatis tetapi harus diawasi karena resiko
penggunaan gas yang mudah terbakar. Pengembangan metodenya mudah dan adanya metode
library yang luas. Sistem GFAAS terkadang lebih sulit proses persiapan alatnya karena
akurasi injeksi sampel yang dibutuhkan untuk hasil yang terbaik. Adanya batas penggunaan
tabung grafit memerlukan perawatan sistem sampling secara rutin.
Sistem ICP-AES mudah untuk disiapkan dan tidak harus selalu disesuaikan. Jika
terdapat gangguan spektra utama, pengembangan metode akan sulit namun, penggunaan
spektrometer resolusi tinggi akan meminimalisir masalah. Secara umum, pengembangan
metode ICP-AES relatif mudah meskipun metode library lebih sedikit dibandingkan AAS
dan GFAAS. ICP mampu dioperasikan secara otomatis tanpa selalu diawasi.
Sistem ICP-MS adalah yang paling mudah disiapkan untuk analisis rutin. Beberapa
bagian sistem (misalnya kerucut antarmuka) membutuhkan pemantauan untuk mencapai hasil
maksimal. Pengembangan metodenya perlu keahlian khusus pada high level. Sistem ICP-MS
dapat dioperasikan otomatis dan tanpa perlu diawasi.

IX. Kecepatan Pengukuran


An equilibrum period adalah waktu yang dibutuhkan untuk mentransfer sampel dari
tempat sampel menuju ke sel atomisasi dan mencapai kestabilan respon sinyal analit
ICP-MS dan ICP-AES memiliki waktu tunggu yang sama yaitu selama 60 detik. FAAS lebih
cepat sekitar 5 detik. Sistem GFAAS membutuhkan waktu 2 menit untuk pengeringan dan
pengabuan sampel untuk selanjutnya dapat diukur.
Waktu pengukuran yaitu waktu lamanya respon sinyal dari elemen sampel terukur
oleh instrumen. Sedangkan waktu pembilasan adalah waktu yang dibutuhkan untuk
membersihkan sisa sampel pengukuran sebelumnya. Pada teknik AAS dan Sequential ICP-
AES, membutuhkan waktu tambahan untuk memilih elemen berikutnya yang akan dianalisis.
ICP-MS dan Simultan ICP AES adalah waktu pengukuran tercepat, semua analit dalam
sampel dapat diukur selama 2-5 menit. Sequential ICP-AES menghabiskan waktu 10 detik
peranalit, termasuk waktu yang dibutuhkan untuk memilih analit selajutnya. Mode Sequence
yaitu mengukur semua analit dalam sampel satu persatu, kemudian sampel selanjutnya diukur
perelemen.
FAAS secara umum membutuhkan 4 detik setiap pengukuran, tetapi mode sequence
nya berbeda. Semua sampel diukur tiap single analit kemudian lampu katoda sesuai analit
selanjutnya dipilih untuk pengukuran kembali.
Waktu pengukuran GFAAS kurang dari 5 detik untuk satu single analit. Pengulangan
pengukuran mungkin dibutuhkan pada GFAAS untuk mendapatkan presisi yang diharapkan
Berikut keseluruhan kecepatan pengukuran setiap sistem :
ICP-MS : semua elemen 2-5 menit
ICP-AES (simultan) : semua elemen 2-5 menit
ICP-AES (sequential) : 5-6 elemen per menit
FAAS : 4 detik per elemen
GFAAS : 2-3 menit per elemen
Waktu total analisis yang dibutuhkan oleh teknik-teknik tersebut bergantung pada
jumlah elemen yang diukur per sampelnya. Sehingga :
 pengukuran kurang dari 5 elemen persampel. FAAS adalah teknik tercepat, tergantung
pada total sampelnya
 pengukuran 5-15 elemen, sequential ICP-AES adalah pilihan yang direkomendasikan
 pengukuran diatas 15 elemen, teknik ICP-MS atau simultan ICP-AES adalah pilihan
terbaik
 Teknik GFAAS akan selalu lebih lama waktu pengukurannya dibandingkan teknik lain

X. Biaya

Instrumentasi untuk spektroskopi atom unsur tunggal (Flame AA dan GFAA)


umumnya lebih murah daripada untuk teknik multi-elemen (ICP-OES dan ICP-MS). Namun,
ada perbedaan yang cukup besar dalam biaya di antara instrumentasi untuk teknik yang sama.
Instrumen yang hanya menawarkan fitur-fitur dasar umumnya lebih murah daripada sistem
yang lebih fleksibel, yang seringkali juga menawarkan tingkat otomatisasi yang lebih besar.
Gambar 8 memberikan perbandingan kisaran harga instrumen khas untuk teknik spektroskopi
atom utama.

Gambar 8. Perbandingan Harga Spektroskopi Atom (Perkin Elmer, 2006)

Biaya Pemasangan, Laboratorium mungkin membutuhkan perubahan signifikan sebelum


memasang instrumen analisis yang baru. Sebagai contoh, semua sistem ICP atau AAS
membutuhkan sistem pembuangan asap. ICP-MS atau GFAAS membutuhkan kondisi
ruangan yang sangat bersih (kelas 100 atau lebih) untuk dapat dioperasikan sampai level
deteksi ppt. Sistem berbasis ICP (ICP-AES atau ICP-MS) membutuhkan pemasangan gas
dengan volume yang besar. Untuk GFAAS atau ICP-MS, reagen yang digunakan butuh
diupgrade dari grade analisis normal menjadi grade high-purity. Grade standar Atomic
Absorption dengan tingkat kemurnian yang sedang, tidak cocok untuk sistem ICP-AES atau
ICP-MS. GFAAS hanya menggunakan gas argon sekitar 3L/menit sedangkan ICP-AES dan
ICP MS mengkonsumsi gas argon 15-20 L/menit karena teknik ICP beroperasi lebih cepat
dan tidak menghabiskan banyak waktu.

XI. Limit Deteksi


Limit deteksi yang dapat dicapai oleh masing-masing dari berbagai teknik dapat
membantu untuk memutuskan teknik mana yang terbaik untuk pengukuran. Sebagai contoh,
di bidang analisis lingkungan, CRDLs (Contract Required Detection Limits) yang ditentukan
oleh USEPA untuk logam beracun dalam air minum limit deteksinya jauh lebih rendah dari
batas kemampuan deteksi FAAS. Sebagai acuan, ICP-MS menghasilkan limit deteksi yang
terbaik (umumnya 1-10 ppt), diikuti oleh GFAAS, (umumnya dalam kisaran sub-ppb)
kemudian ICP-AES (dari urutan 1-10 ppb) dan terakhir FAAS (dalam kisaran sub-ppm).
Tabel di bawah ini menunjukkan rentang limit deteksi untuk masing-masing teknik, termasuk
variasi teknik seperti generasi hidrida AA dan ICP radial dan aksial.
Limit Deteksi berikut dihitung pada 3σ (3 σ limit deteksi dalam air akuades). Limit
deteksi yang tercantum mewakili teknik dan tidak mewakili kinerja instrumen tertentu.
Semua nilai ICP-MS didasarkan pada kinerja ICP-MS quadrupole; tingkat deteksi yang lebih
rendah tersedia pada sistem ICP-MS sektor magnetik.

Gambar 9. Limit deteksi dari berbagai teknik analisis elemen logam (Thermo Elemental,
2007)

XII. Presisi
Presisi adalah ukuran kekonsistenan hasil pengukuran. % RSD (Relative Standar
Deviasi) yang rendah pada hasil akhir menunjukkan tingkat kepercayaan hasil yang
tinggi.Presisi jangka pendek secera umum mengacu pada lama pengukuran 5-10 menit,
sedangkan presisi jangka panjang umumnya diukur selama beberapa jam pengoperasian,
Untuk teknik FAAS, presisi jangka pendek berada pada rentang 0,1-10%. Presisi
jangka panjang tergantung pada optik spektrometernya. Tipe double beam memiliki presisi
jangka panjang yang baik yaitu 1-2%, sedangkan optik single beam rentang presisinya lebih
kecil yaitu 5%
Pada GFAAS,sulitnya menginjeksi sampel dengan volume yang sangat kecil
menyebabkan presisi jangka pendek sekitar 0,5-5%. Presisi jangka panjangnya bergantung
pada tipe tabung yang digunakan dan kondisi alat
Presisi jangka pendek ICP-AES sekitar 0,1-2%, lebih baik dari teknik lain dan preisisi
jangka panjangnya 1-5%. Spektrometer simultan (pengukuran semua analit dalam sampel
dilakukan pada waktu yang sama) secara umum menghasilkan presisi jangka pendek dan
jangka panjang yang sangat baik dibandingkan sistem sequential ( pengukuran tiap analit
dilakukan satu persatu). Penggunaan standar internal dapat meningkatkan secara signifikan
presisi teknik sequential.
Presisi jangka pendek ICP-MS berada pada rentang 0,5-2% dan presisi jangka
panjangnya sekitar 4%. Penggunaan standar internal atau metode isotop dilution dapat
meningkatan presisi secara signifikan

XIII. Gangguan Elemen atau Gangguan teknis lain


Semua teknik analisis elemen yang telah dijelaskan terganggu oleh beberapa masalah.
Tingkat keparahan dari efek gangguan tersebut dapat membuat perbedaan yang signifikan
pada hasil analisa sampel. Berikuti klasifikasi tipe-tipe gangguan.
1. Gangguan Spektra-disebabkan oleh struktur halus atom atau molekul pada spektrum
2. Background- disebabkan oleh melebarnya baseline elektronik
3. Efek matriks-disebabkan oleh pengaruh sifat fisika atau kimia sampel
Flame AAS
1. Spektral-tidak adanya gangguan spektra yang signifikan dalam flame AAS
2. Backgroud-ada nya efek background pada flame AAS pada umumnya diatasi dengan
pengkoreksi background seperti penggunaan lampu dasar deuteurium
3. Efek matriks- gangguan ini cukuopserius pada FAAS. Penggunann nyala api terpanas
yaitu N2O/asetilen dapat meminimalisir efek matriks kimia. Namun, efek ionisasi
analit menjadi masalah baru ketika flame suhu tinggi digunakan. Buffer ionisasi
dibutuhan untuk menghambat ionisasi analit. Kekentalan atau efek tegangan antar
muka dalam spray chamber AAS harus diatasi dengan penggunan standar yang sesuai
Grafit Furnace AAS
1. Spectral-tidak ada gangguan spetra
2. Bacground- efek background menjadi masalah serius dan harus diatasi dengan
pengkoreksi bacground deterium atau Zaeman. Background biasanya muncul dari
komponen matriks sampel yang teruapkan dan teratomisasi bersamaan dengan analit
3. Efek matriks-efek ini menjadi sangat serius pada fase penguapan sampel, berbagai
modifier kimia tanpa penggunaan tabung grafit diaplikasikan untuk mengatasi efek
matriks ini. Injeksi sampel kedalam tabung grafit juga menyebabkan masalah
viskositas/tegangan permukaan
ICP-AES
1. Spectral-masalah gangguan spektra biasanya muncul pada teknik ini, karena produksi
grais spektra yang sangat banyak dari sumber plasma suhu tinggi. Hal tersebut dapat
diatasi dengan penggunaan spectrometer resolusi tinggi atau faktor pengkoreksi antar
elemen.
2. Background- efek Background yang muncul pada teknik ini diatasi dengan teknik
koreksi offline background atau penggunaan chemometric yang lebih baik. spesi
molekul (OH dalam pelarut air) dapat menyebabkan munculya pik atau pita.
3. Efek matriks-efek matriks kimiawi sedikit tetapi efek magtrik fisika seperti viskositas an
tegangan permukaan dalam spray chamber atau nebulizer membutuhkan penggunaan
standar internal yang sesuai
ICP-MS
1. Spectral - Masalah interferensi spektral di ICP-MS relatif sedikit dan teratasi dengan
baik. masalah tersebut terjadi ketika spesi ( molekul atau ion bermuatan ganda)
memiliki massa yang mirip dengan analit. Spesi terebut dikenal sebagai gangguan
isobarik dan tidak bisa diatasi dengan resolusi spektrometer massa quadrupole.Faktor
koreksi antar elemen dapat digunakan (prinsipnya sama dengan koreksi antar-elemen
faktor-faktor dalam ICP-AES) atau lainnya, kelimpahan yang isotop yang rendah
harus dipilih dengan mempertimngkan selektivitas. Banyak gangguan pada ICP-MS
diatasi dengan menggunakan plasma dingin atau sel tumbukan (collison cell)
teknologi untuk memecah molekul atau dengan penggunaan sektor magnetik resolusi
tinggi ICP-MS.
2. Background - Tidak ada gangguan backgroum yang luas. Pada level deteksi ppt (part
per-triliun), masalah background ini bisa signifikan muncul.
3. Efek matriks - Efek matriks kimia dapat menjadi masalah pada ICP-MS yang
mengakibatkan gangguan akurasi. Efek matriks adalah hasil dari adanya gas plasma
argon dan juga pelarut / asam yang digunakan dalam preparasi sampel.

XIV. Evaluasi Kelebihan dan Kekurangan masing-masing teknik

Tabel 1. Evaluasi Kelebihan dan Kekurangan masing-masing teknik

Teknik Kelebihan Kekurangan


Flame-AAS  Mudah dioperasikan  Sensitivitas analisis yang
 Proses Analisis yang cepat rendah
 Biaya keseluruhan instrumen  Hanya mampu menganalisis
dan analisisnya murah single elemen tidak bisa multi
 Relatif sedikit gangguan. elemen dalam satu kali running
Tidak ada gangguang spektra  Harus selalu diawasi dalam
 Performa instrumen yang pengoperasiannya karena
baik menggunakan gas yang
 Komponen penyusun flammable
instrumen relatif tidak mudah  Limit deteksi paling besar
rusak diantara teknik atomic lain
 Ideal untuk menganalisis  Tidak bisa analisis skrining
sampel dengan jumlah besar sampel
dan konsentrasi kisaran ppm
GF-AAS  limit deteksi yang sangat  Rentang kerja analisis terbatas
rendah yaitu sub-ppb  Waktu total analisis yang lama
 Ukuran sampel yang  Adanya gangguan kimia karena
dibutuhkan sedikit matriks sampel yang ikut
 Harga relatif lebih murah teruapkan
dibanding ICP  Terbatasnya elemen/unsur yang
 Sedikit gangguan spektral bisa dianalisis
 Tidak bisa melakukan skrining
sampel
ICP-OES  Mudah dioperasikan  Biaya analisis cukup mahal
 Mampu mendeteksi  Memungkinkan adanya
Multielemen gangguan spektral
 Rentang kerja analisis yang
lebar
 Ekonomis untuk analisis
seluruh elemen dalam satu
sampel
 Sedikit gangguan kimia
 Komponen penyusun
instrumen relatif tidak mudah
rusak
 Mampu melakukan analisis
skrining sampel
ICP-MS  Limit deteksi yang sangat  Pengembangan metode lebih
kecil yaitu ppt sulit dari teknik lain
 Mampu mendeteksi  Beberapa metode perlu skill
multielemen operator yang memadai
 Ekonomis untuk analisis  Biaya awal dan analisisnya
berbagai elemen dalam paling tinggi
sampel
 Mampu melakukan
pengukuran isotop
 Skrining semikuantitatif yang
cepat
 Adanya teknik hibridisasi
(LA-ICP-MS dan LC-ICP-
MS)
 Mudah menginterpretasikan
spektra
TUGAS II : LITERATUR REVIEW MENGENAI ICP-MS

I. Pendahuluan
Inductively Coupled Plasma (ICP) MS, secara luas digunakan sebagai Plasma Source
Mass Spectrometry (PS MS). ICP MS rutin digunakan untuk kebutuhan analisis berbagai
bidang misalnya Geokimia, lingkungan, natural science, industri (makanan, kimia,
semikonduktor, nuklir), kimia forensik dan arkeologi. Setelah peluncuran intrumentasi ICP
pertama secara komersial tahun 1983, teknik ini telah banyak berkembang. Beberapa
produsen memproduksi instrumen ICP yang reliable dan Robust dengan limit deteksi sangat
rendah (ppt) dan resolusi spektra yang tinggi (10000) untuk deteksi multielemen isotop.
Aplikasi secara umum dan kebutuhannya untuk menginvestigasi sejumlah kasus krisis
kesehatan ( seperti degenerasi saraf oleh metil merkuri, kerusakan otak oleh kompleks
organotimbal, keracunan arsen dalam air minum) menyebabkan perluasan aplikasi ICP dalam
penelitian life science karena sensitivitas deteksi heteroelemen dan kuantisasi yang mudah.
ICP-MS telah menjadi pilihan untuk metode spesiasi elemen logam, logam terkoordinasi,
elemen berikatan kovalen, metabolit metaloid dan organologam. Sejumlah besar protein
mengandung heteroelemen seperti S, P, Se yang mengikat logam (Zn, Fe, Mn, Cu, Ni, Mo,
Cr) mampu dideteksi secara kuantitatif oleh ICP-MS.

II. ICP-MS
ICP adalah standar sumber ion suhu tinggi yang banyak digunakan secara komersial
sebagai instrumentasi Plasma Source Mass Spectrometry (PS MS). Detail sumber ion dan
skema instrumen dapat dilihat pada gambar 1. ICP dioperasikan dengan suhu tinggi mencapai
5500°C. Pada operasi suhu rendah, ion plasma akan rusak dan terlepas dari ikatan kimianya.
Data yang diperoleh dari sumber ion plasma sesuai dengan total komponen elemen dalam
sampel. Kuantisasi multielemen analit berdasarkan standar multielemen tersertifikasi dan
certified references material (CRMs). Spektra massa pada ICP MS terdeteksi dari 5-250 m/z
yang dihasilkan dari multiple fragmentasi struktur dan massa molekul. Karakteristik unik
plasma yaitu memiliki kerapatan ion yang tinggi (Ar+ dan e-) sehingga pada kondisi suhu
tinggi, terjadi tumbukan antar partikelnya yang menyebabkan eksitasi elektron pada elemen
analit.
Sumber ion ICP jauh lebih rentan terhadap garam dan pelarut yang masuk bersama
sampel misalnya, konsentrasi garam 100 mmol / L. Garam dengan konsentrasi tersebut dapat
menyebabkan penyumbatan kerucut pada saluran sampel dan akhirnya menkontaminasi
instrumen. Namun, jika garam yang dimasukkan bersama sampel mengandung unsur volatil
yang terurai dalam plasma menjadi komponen gas, ratusan milimol per liter garam dapat
ditoleransi dan tidak ada kontaminasi instrumen terjadi. Untuk meminimalkan pengaruh
variabel matriks sampel, asam volatil ditambahkan dengan konsentrasi tinggi (0,1–1 mol / L
HNO3) ke dalam sampel. Efek matriks sampel jauh lebih besar pada sumber ion plasma
daripada jenis sumber ion lainnya. Matriks yang mempengaruhi respon pada ICP-MS (efek
asam, space charge effect, efek umum dari ion bersamaan, komponen organik pada
pembentukan aerosol) dapat diatasi dengan standar yang diadaptasi dengan matriks,
penambahan standar ke matriks atau isotop.
Gambar 10. Skema Alat ICP-MS (Amman, 2007)

ICP-MS menjadi sangat bermanfaat, efisien, reliabel dalam pendeteksian elemen,


identifikasi dan kuantifikasi elemen. Bahkan molekul dapat diidentifikasi jika setidaknya
terdapat 1 heteroatom dan tersedia standar yang sesuai. Dalam hal ini instrumen harus
dilengkapi dengan teknik pemisahan spesi tertentu yang selektif memisahkan komponen
untuk diidentifikasi dan dikuantisasi.

III. Sistem Pengenal Sampel ICP-MS


Di samping berbagai jenis nebuliser dan sistem desolvating, sistem pengenalan sampel telah
banyak dikembangkan untuk ICP MS. Gambaran umum dari tipe dasar sistem pengenalan
sampel ditunjukkan pada Gambar. 11.
Nebulisasi larutan cair merupakan teknik pengenalan sampel yang paling ekonomis
dan paling sering digunakan. Namun, Banyak sampel padat harus didestruksi dan dilarutkan
untuk bisa diinjeksi ke nebulizer dan menghasilkan sampel yang homogen. Untuk akses
langsung analit dalam bentuk padatan atau permukaan ke dalam ICP-MS, laser ablation (LA)
digunakan dengan resolusi spasial pada skala mikrometer (~1 μm), yang cocok untuk
microsampling pada permukaan padat. Di beberapa bidang, teknik ini sangat bermanfaat
misalnya kasus untuk analisis inklusi batuan dalam geologi, lingkar pohon, bagian jaringan
biologis dan untuk banyak sampel area permukaan mikro lainnya seperti dalam ilmu material,
forensik, dan untuk objek antik arkeologi yang nondestruktif.
Laser ablation sampel protein dari gel elektroforesis natrium dodesil sulfat
poliakrilamida (SDS-PAGE) telah menjadi teknik umum dalam bidang life science dan
digunakan untuk penentuan distribusi logam dalam proteome. Electrothermal
Vaporation(ETV) memungkinkan persiapan sampel dilakukan secara in situ (pengeringan,
dekomposisi panas-matriks tidak stabil) dan sampel prekonsentrasi. Sistem pengenalan
sampel dengan efisieni tinggi didapatkan dari efisiensi nebulisasi yang baik misalnya
ultrasonik nebuliser (USN), LA dan ETV. Sistem pengenalan sampel tanpa adanya pelarut
lebih direkomendasikan seperti LA, ETV dan erosol kering karena sedikitnya ion poliatom
dan tingkat background yang rendah. Jika dibandingkan batas deteksinya terhadap sampel
cair, nebulisasi larutan menunjukkan hasil yang reprodusibel namun limit deteksinya rendah
dibandingkan dengan LA dan ETV.

Gambar 11. Prinsip Sistem Pengenal Sampel pada ICP-MS (Amman, 2007)

1. ETV – ICP – MS
Sistem pengenalan sampel elektrotermal vaporation (ETV) pada prinsipnya sama
dengan tungku karbon atau filamen metal yang digunakan untuk pemisahan analit secara
termal dari matriks komponen kemudian mendorongnya kedalam ICP-MS. Jumlah sampel
yang diinjeksikan biasanya 20-50 µL melalui autosmpler kedalam tabung grafit atau filamen
logam. Setelah sampel diinjeksi kemudian proses pengeringan, penguapan oleh pemanasan
rendah terjadi ditabung grafit. Material sampel teruapkan kedalam gas pembawa yang
melewati tungku selama siklus pemanasan. Uap analit terkondensasi dalam gas pembawa dan
masuk kedalam plasma untuk ionisasi
2. LA-ICP-MS
Laser Ablation (LA) ICP MS dengan beam laser mengarah pada permukaan sampel
menghasilkan partikel ringan. Partikel yang terablasi ditranfer ke sumber eksitasi sekunder
dari ICP-MS untuk proses digesti dan ionisasi massa sampel. Ion yang tereksitasi dalam
plasma torch masuk ke spektrofotometer massa untuk analisis elemen dan isotop.
3. Nebulization-ICP-MS
Nebulisasi adalah bagian instrumen untuk mengkonversi cairan menjadi spray ringan
menggunnakan gas tambahan untuk menghasilkan gaya tumbukan dengan cairan.
IV. Sistem Gabungan ICP-MS Dengan Teknik Pemisahann Untuk Deteksi Dan
Identifikasi Spesi Tertentu
Batas kadar asam dan garam yang tinggi dalam plasma membuat ICP sebagai detektor
elemen yang ideal untuk analisis spesiasi metode kromatografi seperti GC, HPLC dan CE.
Sistem liquid chromatography terhubung langsung ke nebuliser untuk injeksi aerosol sampel
ke plasma. Metode ini dibuat untuk analisis spesiasi elemen yang dibutuhkan berbagai
bidangilmu. Total analit dalam sampel yang dapat diidentifikasi ICP MS ditunjukkan oleh
gambar 3

Gambar 12. Teknik pemisahan yang terhubung dengan ICP MS (Amman, 2007)
Gas Chromatography (GC) jika digunakan tanpa penjerap-Cryo, akan langsung terhubung ke
tungku pemanas ICP. Cairan dari liquid chromatography dan elektroforesis kapiler (CE) akan
terhubung melalui nebulizer ke plasma.

Gambar 13. Distribusi elemen pada ICP-MS (Amman, 2007)


Kelebihan ICP MS adalah dapat dengan mudah memberikan kontrol kuantitatif pada
distribusi unsur setiap langkah percobaan. Dalam kondisi tersebut, spesi yang tidak dikenal
yang relevan untuk diketahui secara detail struktur molekulnya oleh sumber ion molekul MS.
Metode ICP telah dikembangkan untuk identifikasi dan karakterisasi penting selenium alami
yang mengandung komponen yang dapat menghambat perutmbuhan tumor. Analit Se dalam
ekstrak air ragi selenium menggunakan fase terbalik HPLC-ICP-MS dan selenium dalam
kacang dianalisis dengan SE-ICP-MS.
1. GC-ICP-MS
GC-ICP-MS analisis adalah gabungan dari tiga instrumen analisis kedalam satu
sistem yang terintegrasi. Sistem ini memiliki limit deteksi yang sangat rendah untuk logam,
sulfur, spesiasi merkuri dalam crude oil dan produk oil. Sistem ini terdiri dari pemisahan dan
kuatifikasi ke tingkat jejak logam dan organologam. Keuntungan sistem ini :
a. Limit deteksi mencapai 50ng/g tau sama dengan 50 ppb
b. Sensitivitas terhadap elemen spesifik, seperti sulfur, yang tidak berpengaruh terhadap
besarnya kuantitas komponen lain dalam matriks sampel
2. HPLC-ICP-MS
Sensitivitas pengukuran HPLC-ICP-MS dapat secara substansial meningkat dengan
penggabungan sistem pembangkit hidrida. Banyak spesies metaloid membentuk hidrida yang
mudah menguap misalnya AsH3, CH3AsH2, (CH3)2AsH yang memungkinkan 70-80%
sampel ditransfer menuju plasma ICP-MS. Natrium tetrahidroborat (III) digunakan untuk
menghasilkan spesi hidrida.
V. Aplikasi ICP-MS
1. Analisis Spesiasi Arsenic dengan metode HPLC-ICP-MS
Metode analisis simultan yang digunakan untuk analisis 6 spesi Arsen yaitu Arsenate
(AsV), arsenite (AsIII), monomethylarsonic acid (MMA), dimethylarsinic acid (DMA),
dimethyldithioarsinic acid (DMDTA) dan dimethylmonothioarsinic acid (DMMTA). Sampel
dipisahkan dengan sistem HPLC elusi isokratik dan terhubung langsung dengan nebulizer
pada ICP-MS. Pemisahan tersebut menggunaan kolom C18 reverse phase dan varasi berbagai
macam pelarut asam. Enam spesi Arsenic spesi berhasil dipisahkan dan dideteksi dengan
urutan AsIII<DMA<MMA<DMMTA<As<DMDTA dalam larutan 5,0 mM TBAP dengan
penambahan metanol 5% disesuaikan dengan pH 7,7 selama total waktu 65 menit
Metode ini merupakan metode pemisahan simultan untuk spesies As, pemisahan
untuk masing-masing spesies As dalam kolom dan kondisi eluen yang berbeda pada metode
kromatografi pada umumnya lebih menghabiskan banyak waktu. Metode tersebut akan
berkontribusi pada pemisahan cepat dan pengukuran berbagai spesi As untuk memahami
toksisitas, metabolisme, dan sifat transfer spesinya.
Gambar 14. Kondisi pengoperasian HPCL-ICP-MS untuk pemisahan dan Penentuan 6 spesi
Arsen(Jeong, et al. 2017)
Daftar Pustaka

Ammann, A. A. 2007. Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP MS): A


Versatile Tool. Journal of Mass Spectrometry, 42, 419–427

Maurera, A. F. Pedro B, Alain P, Jose M, Cristina B, D, Omar B, Loïc S. 2019. Testing LA-
ICP-MS Analysis Of Archaeological Bones With Different Diagenetic Histories For
Paleodiet Prospect. Journal of Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology
534.109287

Jeong a,S. Hosub Lee a, Youn-Tae Kim a,b, Hye-On Yoon a. 2017. Development Of A
Simultaneous Analytical Method To Determine Arsenic Speciation Using HPLC-ICP-MS:
Arsenate, Arsenite, Monomethylarsonic Acid, Dimethylarsinic Acid, Dimethyldithioarsinic
Acid, And Dimethylmonothioarsinic Acid. Microchemical Journal 134. 295–300

Perkin Elmer. 2006. Atomic Spectroscopy - A Guide to Selecting the Appropriate Technique
and System. USA

Thermo Elemental. 2001. An Elemental Overview Of Elemental Analysis. United Kingdom

Tyler, G. Jobin Yvon S.A.S. 2007. ICP-OES, ICP-MS and AAS Techniques Compared.
Horiba Group. Longjumeau, France

Anda mungkin juga menyukai