Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS PENGARUH BERAT BADAN LAHIR REBDAH, PEMBERIAN ASI

EKSKLUSIF, STIMULASI DAN STATUS GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN


MOTORIK KASAR ANAK USIA 6-24 BULAN DI........

Latar Belakang :

Kesehatan merupakan suatu bentuk dari kebutuhan dasar manusia. Indikator


kesehatan suatu bangsa salah satunya yaitu masih dilihat dari tinggi atau rendahnya angka
kematian bayi. Angka kematian bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum
mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan
masyarakat. Salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB) adalah berat badan
lahir rendah (BBLR) (Depkes, 2015).

Bayi dengan BBLR akan tumbuh dan berkembang lebih lambat karena sejak dalam
kandungan telah mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan akan berlanjut sampai
usia selanjutnya setelah dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
seharusnya dicapai (Proverawati dan ismawati 2010).

Menurut WHO pada tahun 2015 di dunia terdapat kejadian BBLR adalah 15,5%, yang
berarti sekitar 20,6 juta bayi tersebut lahir setiap tahun, 96,5% di antaranya di negara-negara
berkembang. Tingkat BBLR dalam pengembangan Negara (16,5%) lebih dari dua kali lipat
tingkat di kembangkan Daerah (7%). Berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu
masalah utama di negara berkembang. India adalah salah satu negara dengan tingkat tertinggi
kejadian BBLR. Sekitar 27% bayi yang lahir di India adalah BBLR. Asia Selatan memiliki
kejadian tertinggi, dengan 28% bayi dengan BBLR, Sedangkan Asia Timur / Pasifik memiliki
tingkat terendah, yaitu 6% (WHO, 2015).

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2015, prevalensi bayi
berat badan lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15 persen dari seluruh kelahiran di dunia
dengan batasan 3,3 persen sampai 38 persen dan lebih sering terjadi di negara-negara
berkembang atau dengan sosio-ekonomi yang rendah. Angka BBLR di Indonesia nampak
bervariasi, secara nasional berdasarkan analisis lanjut SDKI angka BBLR sekitar 7,5 persen
(SDKI, 2015). Kelahiran bayi dengan BBLR di Indonesia masih tergolong tinggi dengan
persentase BBLR tahun 2014 sebesar 11,1 persen.

Suatu studi kohort di australia menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif jangka
panjang berdampak pada kesehatan dan motorik anak. Triyani menyatakan bahwa pemberian
ASI eksklusif <4 bulan berisiko 7,325 kali lebih besar terjadi penyimpangan perkembangan
dibandingkan pada anak yang memperoleh ASI >4 bulan.

Setiap bayi harus mendapatkan ASI, karena ASI merupakan makanan bayi terbaik
untuk tumbuh kembang awal, selain kandungan gizi ASI yang lengkap dengan menyusui
maka bayi juga mendapat stimulasi sensori yang komprehensif (taktil, penciuman,
pendengaran, pengecapan, kehangatan, kasih sayang dari ibunya) soetjaningsih 2013.
Kandungan seng pada ASI diperlukan untuk tumbuh kembang, sistem imunitas dan
pencegahan penyakit tertentu pada bayi (Astutik,2014)

Berdasarkan hasil data Riskesdes pada tahun 2013, menunjukan pencapaian ASI
eksklusif di indonesia sebesar 42%. Dinegara berpenghasilan rendah dan menengah 37% bayi
usia 6 bulan memperoleh ASI eksklusif . sebagai perbandingan pemberian ASI saat lahir di
inggris tahun 2005 (63-78%). 21 % ibu memberikan ASI sampai usia 6 bulan. Rencana
strategis Kemenkes RI 2015-2019, bayi <6 bulan harus mendapat ASI eksklusif 50%.
Pemberian ASI eksklusif di provinsi kalimantan barat tahun 2016 adalah 51,8%. Data dikota
pontianak cakupan ASI eksklusif tahun 2015-2016 mengalami penurunan 80,14% menjadi
73,1% ditahun 2016.

Periode penting dalam proses tumbuh kembang anak adalah masa lima tahun pertama
(Soedjatmiko, 2008), yang merupakan masa emas kehidupan individu atau disebut dengan
the golden period (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Periode emas pada anak merupakan
saat yang tepat untuk mengoptimalkan perkembangan anak, dan diperlukan rangsangan atau
stimulasi yang sesuai agar potensi anak berkembang (Kania, 2007).

Stimulasi adalah keterampilan merangsang otak dan kemampuan gerak dasar, bicara
dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian anak usia 0-6 tahun agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal (Depkes, RI 2013).

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan balita ialah dengan
diberikan stimulasi yang baik. Perkembangan otak dalam menyusun struktur syaraf sangat
dipengaruhi oleh interaksi antara lingkungan dan rangsangan (Suci Hati dan Lestari, 2016).

Status gizi yang kurang akan menghambat tumbuh kembang yang dialami individu,
akibatnya proporsi struktur tubuh menjadi tidak sesuai dengan usianya yang pada akhirnya
akan berimplikasi pada perkembangan aspek lain (Mahendra dan saputra 2006).

Balita dengan gangguan gizi buruk akan mengalami gangguan perkembangan


mengarah keperubahan permanen, selain gangguan perkembangan motorik dapat juga
mengalami keterbelakangan dalam perkembangan kognitif, kesulitan belajar, gangguan
perilaku, dan keterbelakangan dalam perkembangan bahasa dan usia membaca (Celik et.al
2014).

Pada balita usia 0 -59 bulan, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyatakan
bahwa presentasi gizi buruk di indonesia adalah 3,9%, sedangkan presentasi gizi kurang
adalah 13,8%. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil pemantauan status gizi (PSG)
yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2017, yaitu presentasi gizi buruk
pada balita usia 0-59 bulan sebesar 3,8% dan presentase gizi kurang sebesar 14,0% provinsi
dengan presentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang pada balita usia 0-59 bulan tahun 2018
adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan presentase terendah adalah provinsi
kepulauan riau.
Kerangka teori :

Faktor Ibu :

Faktor internal  Gizi kurang


Faktor prenatal (BBLR)
Faktor – faktor yang
 Umur
mempengaruhi  Jarak
perkembangan anak Kehamilan
Faktor eksternal Faktor Antenatal  Penyakit yang
di derita ibu

Faktor pascanatal :

 Gizi ( status
Gizi dan Aspek – aspek
pemberian ASI perkembangan :
Eksklusif
 Personal
 Penyakit
sosial
kroniskelainan
 Motorik
kongenital
kasar
 Lingkungan
 Motorik
fisik/kimia
halus
 Endokrin
 bahasa
 Sosial ekonomi
 Lingkungan
pengasuhan
 Stimulasi
 Obat-obatan

Gambar 1.Kerangka Teori (Soetjaningsih dan Ranuh, 2013: Depkes R1, 2006
Kerangka Konsep :

Variabel independen Variabel Dependen

Riwayat BBLR

Perkembangan Motorik
Riwayat Pemberian ASI
Kasar Pada Anak Usia 6 –
Eksklusif
24 Bulan

Stimulasi

Status Gizi

Anda mungkin juga menyukai