Bab Ii Pembahasan
Bab Ii Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Filsafat dari kata Arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani, bahkan
asalnya memang dari kata Yunani. Kata Yunaninya ialah pilosopia. Dalam bahasa
Yunani kata pilosopia merupakan kata majemuk yang terdiri atas pilo dan sopia. Pilo
artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin, dan karena ingin itu, lalu
berusaha mencapai yang diinginkan itu. Sopia artinya kebijaksanaan. Bijaksana ini
pun kata asing, yang artinya pandai: mengerti dengan mendalam atau cinta dengan
mendalam. Jadi menurut namanya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai,
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani
“philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah
philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari
zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian
sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti
Menurut Surajiyo (2010: 1) secara etimologi kata filsafat, yang dalam Bahasa
Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah
philoshophy adalah dari Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein yang
berarti cinta (love) dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga
secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti
pencari kebijaksanaan.
berarti “cinta kepada ilmu”. Filsafat berasal dari kata Philo yang artinya cinta
dan Sophos artinya ilmu/hikmah. Jadi dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
setiap manusia yang mencintai suatu ilmu/hikmah yang mana dengan ilmu tersebut
dia mencari suatu kebenaran dengan mendalam dan tanpa batas maka disebut dengan
filsuf. Dan filsafat ini merupakan ilmu pertama yang diamalkan untuk menemukan
suatu kebenaran atau sebuah rumusan dari segala ilmu penegtahuan. Sebagaimana
Muzayyin di dalam bukunya yang sama menjelaskan, bahwa secara historis, filsafat
menjadi induk segala ilmu pengetahuan yang berkembang sejak zaman Yunani kuno
Harold H. Titus (1984: 11-14) menyebutkan bahwa filsafat tidak lain adalah
sekumpulan sikap yang terbentuk dari berpikir berpikir kritis tentang realitas
kehidupan dan alam. Dan bukankah hidup itu sendiri adalah bagaimana
subjeknyadapat menyikapi berbagai realitas yang ada yang berdasarkan itu pula
5
muncul sikap dan pola hidup dan kehidupan positif yang menyempurnakan bagi
berpikir jernih tentang segala sesuatu yang ada dan atau yang diperkirakan ada.
Semakin jernih seseorang memandang berbagai ragam realitas yang ada, maka
menghadapi realitas itu. Hal ini tentu akan tampil dalam keseluruhan tingkah laku
kesehariannya.
Menurut Bakry dalam Abbas Hamami (1976: 2), ilmu filsafat adalah ilmu
bagaimana hakikatna sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap
manusia untuk selalu mempunyai daya pikir yang sadar, mendalam, teliti, dan teratur
ketika berfilsafat. Hal ini sesuai dengan yang dirumuskan Ramayulis, bahwa
(Ramayulis, 2015: 2)
6
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan
gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari sesuatu
fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu” adalah “sesuatu”
itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara
tokoh-tokoh itu karena perbadaan keyakinan dengan pandangan hidup yang dianut
mereka. Perbedaan itu juga dapat muncul karena perkembangan filsafat itu sendiri
pengertian filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan lebih dahulu, nanti bila orang telah
banyak membaca atau mempelajari filsafat, orang itu akan mengerti dengan
sendirinya apa filsafat itu menurut konotasi filsafat yang ditangkapnya. Langeveld
maklum apa filsafat itu dan makin dalam ia berfilsafat, akan makin mengerti ia apa
filsafat itu.
7
menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakekat sesuatu, berusaha
manusia
kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta dan Sophia yang berarti
Harun Nasution mengatakan bahwa, filsafat berasal dari kata Yunani yang
tersusun dari dua kata Philein dalam arti cinta dan Sophos dalam arti hikmah
mereka dengan menyesuaikannya dengan tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu filsafa
dengan pola fa’lala, fa’lala dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja
menurut Harun Nasution bukan berasal dari kata Arab falsafah dan bukan pula dari
kata Barat Philoshopy. Di sini dipertanyakan tentang apakah filsafat diambil dari kata
8
barat dan safah dari kata Arab, sehingga terjadi gabungan antara keduanya dan
Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari
segi kebahasaan atau semantic adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan.
secara mendalam dan melihat dari yang luas dan menyeluruh dengan segala
sesuatunya. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang
tersebut selanjutnya menunjuk kepada panggilan hati nurani yang secara murni rela
melakukan segala kegiatan tanpa paksaan dari luar. Itulah sebabnya kata Avuddin
atau hikmah yang kemudian disebut filosof-diartikan sebagai orang yang mencintai
Nampak unik. Ia terkadang kurang menyukai kebendaan serta hal-hal yang membawa
kepada kerendahan dan lainnya yang kurang ideal. Kehidupannya lebur dalam
kehidupan manusia, seperti politik, ekonomi, hukum dan juga pendidikan. Dalam
yang nantinya akan menentukan “mau dibawa kemana” siswa karena hal itu yang
melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu,
filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang
dianut oleh perorangan (dalam hal ini Dosen/Guru) akan sangat mempengaruhi tujuan
Dalam hal ini, filsafat dan pendidikan memang merupakan dua istilah yang
berdiri pada makna dan hakikat masing-masing, namun ketika keduanya digabungkan
ke dalam satu tema khusus, maka ia pun memiliki makna tersendiri yang menunjuk
ke dalam suatu kesatuan pengertian yang tidak terpisahkan (Muhmidayeli, 2013: 33).
(jelas), perlu untuk memahami pengertian pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah
suatu proses usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa
10
kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya agar menjadi pribadi yang
konsep berfikir tentang masalah pendidikan seperti masalah manusia sebagai suyek
dan obyek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan, guru dan sebagainya. Filsafat
diharapkan dan diidamkan, filsafat itu harus diambil dari berbagai sumber.
Menurut John Dewey dalam Jalaluddin dan Abdullah Idi (2019: 6), filsafat
yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju
tabiat manusia, maka filsafat bisa juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.
Jalaluddin dan Abdullah Idi (2019: 6) dalam bukunya yang mengutip dari al-
Syaibany menjelaskan, bahwa filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur
11
yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyeleraskan dan
pendidikan. Aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan
untuk mencapainya.
persoalan yang berhubungan dengan seluk beluk pendidikan secara khusus, maka
berarti upaya filosofis diarahkan pada suatu bidang kajian yang dalam hal ini adalah
problem kependidikan sebagai sebuah realitas. Upaya semacam inilah yang disebut
3. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat guru dan anak didik dalam proses
cabang filsafat yang berusaha untuk memahami pendidikan secara lebih mendalam,
petunjuk atau arah bagi tujuan-tujuan dan kebijakan pendidikan. Sebagai cabang
komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata),
baik material konkret maupun nonmaterial (abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak
Menurut Will Durant dalam Jalaluddin dan Abdullah Idi (2019: 13-14)
ruang lingkup studi filsafat itu ada lima: logika, estetika, etika, politik dan
metafisika.
4. Politik. Suatu studi tentang organisasi sosial yang utama dan bukan
benda, nyata dari benda (ontologi) dan dari akal pikiran manusia
(ilmu jiwa filsafat) serta suatu studi mengenai hubungan kokoh antara
pengetahuan (epistemologi)
Jalaluddin dan Sa’id (1994: 17) di dalam bukunya mengutip dari Tim Dosen
IKIP Malang menjelaskan, bahwa Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek
kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga merupakan obyek
pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi seara mikro (khusus) yang menjadi ruang
Education).
15
pendidikan.
Berbeda dengan yang di atas, Anas Salahudin (2011: 24) di dalam bukunya
sebagai berikut;
1. Pendidik
3. Materi pendidikan
4. Perbuatan mendidik
5. Metode pendidikan
6. Evaluasi pendidikan
7. Tujuan pendidikan
16
8. Alat-alat pendidikan
1. Para pendidik adalah guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan siapa saja yang
memfungsikan dirinya untuk mendidik. siapa saja dapat menjadi pendidik dan
pendidik haruslah orang yang patut diteladani. Dan pendidik itu harus
anak didik, agar tujuan pendidikan tercapai dengan baik (Uhbiyati, 2005: 14)
melakukan tindakan yang bersifat medidik. Dikaji dari beberapa segi, seperti
17
usia anak didik, kondisi ekonomi keluarga, minat dan bakat anak didik, serta
yang disusun sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim dan logis) untuk
4. Metode pendidikan, yaitu strategi yang relevan yang dilakukan oleh dunia
agar materi pendidikan tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki