Anda di halaman 1dari 30

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Komunikasi

a. Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara

manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan

sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari

kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak dilahirkan

sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. (Widjaja :

2008).

Menurut Ruslan (2008:83) bahwa komunikasi

merupakan alat penting dalam fungsi hubungan dalam

organisasi. Suatu individu menaungi suatu kinerja yang baik

dalam kegiatan komunikasi secara efektif dan sekaligus

kinerja yang baik tersebut untuk menarik perhatian

organisasi serta tujuan penting yang lainnya dari fungsi

hubungan dalam organisasi.

Menurut Suprapto (2011:6) Komunikasi adalah suatu

proses interaksi yang mempunyai arti antara sesama

manusia. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, komunikasi

dapat disimpulkan merupakan kegiatan interaksi yang


10

dilakukan dari satu orang ke orang lain, sehingga akan

tercipta persamaan makna dan tercapai satu tujuan.

b. Proses Komunikasi

Proses komunikasi menurut Komala (2009:83) adalah

proses komunikasi terjadi manakala manusia berinteraksi

dalam aktivitas komunikasi, menyampaikan pesan

mewujudkan motif komunikasi.

Komunikasi yang terjadi dalam lingkungan kantor atau

organisas sering disebut dengan Komunikasi internal,

Effendy (2009:122) mengemukakan bahwa komunikasi

internal adalah pertukaran gagasan diantara para

administrator dan pegawai dalam suatu organisasi atau

instansi yang menyebabkan terwujudnya organisasi tersebut

lengkap dengan strukuturya yang khas dan pertukaran

gagasan secara horizontal dan vertikal dalam suatu

organisasi yang menyebabkan pekerjaan berlansung

(operasi manajemen).

Menurut Effendy (2009:122) komunikasi internal

ditunjang oleh dua komunikasi, yaitu komunikasi vertikal dan

komunikasi horizontal. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

sebagai berikut:
11

a. Komunikasi Vertikal

Komunikasi vertikal yakni komunikasi dari atas ke

bawah (downward communication) dan dari bawah ke

atas (upward communication), adalah komunikasi dari

pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada

pimpinan secara timbal balik (two-way traffic

communication). Dalam komunikasi vertikal, pimpinan

memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk,

informasi-informasi, dan lain-lain kepada bawahannya.

Bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran,

pengaduan-pengaduan, dan lain-lain kepada pimpinan.

Atasan dan bawahan berkomunikasi sesuai dengan

keinginan mereka (perilaku komunikasi yang diantisipasi),

misalnya menanyakan pertanyaan yang relevan,

mendiskusikan maksud sesorang secara terbuka, jujur,

merupakan perilaku komunikatif yang diharapkan oleh

atasan atau bawahan, dari dirinya sendiri atau dari orang

lain.

Komunikasi dua arah secara timbal balik tersebut

dalam organisasi penting sekali karena jika hanya satu

arah saja dari pimpinan kepada bawahan, laporan,

tanggapan, atau saran para pegawai sehingga suatu


12

keputusan atau kebijaksanaan dapat diambil dalam

rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pengertian komunikasi vertikal, di atas

maka komunikasi internal terdiri dari dua arah yaitu:

1. Komunikasi ke bawah

Komunikasi diprakarsai oleh manajemen

organisasi tingkat atas dan kemudian ke bawah

melewati rantai perintah. Komunikasi yang mengalir

dari satu tingkat dalam suatu kelompok atau organisasi

ke suatu tingkat yang lebih. Kegunaan dari pada

komunikasi ini memberikan penetapan tujuan,

memberikan instruksi pekerjaan, menginformasikan

kebijakan dan prosedur pada bawahan, menunjukkan

masalah yang memerlukan perhatian dan

mengemukakan umpan balik terhadap kinerja.

Mangkunegara (2008), mengemukakan bahwa

komunikasi yang digunakan atasan kepada bawahan

adalah perintah berantai, buletin dinding dan poster,

majalah, surat kepada pegawai, buku pedoman

pegawai, rak informasi, sistem pegeras suara, laporan

tahunan, pertemuan kelompok atau bagian.


13

2. komunikasi ke atas

Komunikasi ke atas proses penyampaian

gagasan, perasaan dan pandangan pegawai tingkat

bawah kepada atasannya dalam organisasi. Ironisnya,

meskipun dianggap penting, komunikasi ke atas tidak

selalu dianjurkan oleh manajemen. Salah satu

alasannya adalah karena suara yang didengar atasan

dari bawahannya tidak selalu menyenangkan atau

menyanjung atasan.

Mangkunegara (2008), mengemukakan saluran

komunikasi bawahan terhadap atasan adalah sebagai

berikut:

1. Kontak secara tatap muka

2. Pertemuan kelompok pengawasan

3. Pertemuan dengan pemimpin (top mangement) secara

priodik

4. Program Speak up dimana pegawai diberikan nomor

telepon untuk memanggil

5. Kotak keluhan tanpa nama

6. Pertemuan pegawai dengan atasan

7. Menggunakan prosedur pengaduan

8. Kuesioner mengenai moral

9. Wawancara
14

10. Kebijakan secara terbuka

11. Perserikatan pegawai

12. Program penyuluhan pegawai

b. Komunikasi horizontal atau lateral

Komunikasi horizontal yaitu komunikasi antara

sesama seperti dari pegawai kepada pegawai, atasan

kepada atasan. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang

sifatnya lebih formal, komunikasi horizontal seringkali

berlangsung tidak formal. Mereka berkomunikasi satu

sama lain bukan pada waktu sedang bekerja, melainkan

pada saat istirahat, sedang rekreasi, atau pada waktu

pulang kerja. Dalam situasi komunikasi seperti ini, desas-

desus cepat sekali menyebar dan menjalar, dan yang

didesas-desuskan sering kali mengenai hal-hal yang

menyangkut pekerjaan atau tindakan pimpinan yang

merugikan mereka.

Empat fungsi komunikasi horizontal dalam satu

organisasi, yaitu:

1. Koordinasi

2. Penyelesaian masalah

3. Berbagi informasi

4. Penyelesaian konflik
15

c. Hambatan-hambatan dalam Komunikasi

Menurut Ruslan (2008 : 9-10) hambatan-hambatan

dalam komunikasi adalah:

1. Hambatan Dalam Proses Penyampaian (Sender Barries)

Hambatan di sini bisa datang dari pihak

komunikatornya yang mendapat kesulitan dalam

menyampaikan pesan-pesannya, tidak menguasai materi

pesan dan belum memiliki kemampuan sebagai

komunikator yang handal. Hambatan ini bisa juga berasal

dari penerima pesan tersebut (receiver barrier) karena

sulitnya komunikasi dalam memahami pesan itu dengan

baik. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat

penguasaan bahasa, pendidikan, intelektual dan

sebagainya yang terdapat dalam diri komunikasi.

Kegagalan komunikasi dapat pula terjadi dikarenakan

faktor-faktor : feed backnya bahasa tidak tercapai,

medium barrier (media atau alat yang digunakan kurang

tepat) dan decoding barrier (hambatan untuk memahami

pesan secara tepat).

2. Hambatan secara Fisik (Phsysical Barries)

Sarana fisik dapat menghambat komunikasi yang

efektif, misalnya pendengaran kurang tajam dan

gangguan pada sistem pengeras suara (sound system)


16

yang sering terjadi dalam suatu ruangan

kuliah/seminar/pertemuan. Hal ini dapat memmbuat

pesan-pesan itu tidak efektif sampai dengan tepat kepada

komunikasi.

3. Hambatan Semantik (Semantik Pers)

Hambatan segi semantik (bahasa dan ani

perkataan), yaitu adanya perbedaan pengertian dan

pemahaman antara pemberi pesan dan penerima tentang

satu bahasa atau lambang. Mungkin saja yang

disampaikan terlalu teknis dan formal, sehingga

menyulitkan pihak komunikan yang tingkat pengetahuan

dan pemahaman bahasa teknis komunikator yang kurang.

4. Hambatan Sosial (Sychossial noies)

Hambatan adanya perbedaan yang cukup lebar

dalam aspek kebudayaan, adat istiadat, kebiasaan,

persepsi, dan nilai - nilai yang dianut sehingga

kecenderungan, kebutuhan serta harapan - harapan

kedua belah pihak yang berkomunikasi juga berbeda.

d. Fungsi Komunikasi

Fungsi dari komunikasi sangat berkaitan dengan satu

sama lain meskipun terdapat suatu fungsi yang dominan

yang terbagi atas 4 bagian, yaitu: (Fajar, 2009)


17

1. Komunikasi Sosial

Komunikasi sebagai komunikasi sosial sangat

penting untuk membangun konsep diri kita. Aktualisasi

untuk kelangsungan hidup untuk memperoleh

keberhasilan. Orang yang tidak pernah berkomunikasi

dengan manusia bisa dibuktikan akan tersesat karena

tidak dapat menata dirinya dalam satu lingkungan.

2. Konunikasi Ekspresif

Komunikasi yang menjadi alat untuk menyampaikan

perasaan-perasaan kita. Perasaan- perasaan tersebut

dapat diungkapkan melalui musik/lukisan/tarian.

3. Komunikasi Ritual

Komunikasi ritual yang biasanya dilakukan secara

kolektif, suatu komunitas sering melakukan upacara-

upacara berlaiinan sepanjang tahun dan sepanjang hidup

yang disebut para antropologis.

4. Komunikasi Instrumental

Komunikasi berfungsi sebagai instrumental untuk

mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan

jangka pendek maupun jangka panjang.

e. Tujuan Komunikasi

Setiap proses komunikasi memiliki tujuan untuk

efisiensi dan efektivitas. Efisiensi maksudnya adalah dengan


18

sumber daya yang ada, tetap diusahakan sebuah proses

komunikasi mencapai hasil yang maksimal. Ketika seorang

komunikator menyampaikan pesan, materi pesan yang

disampaikan sebisa mungkin mendapatkan feed back yang

positif dari penerima pesannya, efektivitas diartikan sebagai

cara mengoptimalkan setiap fungsi komponen dalam proses

komunikasi. Setiap unsur yang terlibat dalam proses

komunikasi, baik itu komunikator, media, pesan, maupun

komunikan harus memainkan perannya secara tepat untuk

menciptakan iklim yang kondusif sehingga proses

komunikasi mencapai tujuannya. (Komala, 2009 : 139-140)

Tujuan sentral dari kegiatan komunikasi terdiri atas tiga

tujuan utama, yaitu: Effendy (2007 : 32)

1. Untuk mengamankan pemahaman (To secure

understanding)

2. Untuk membangun penerimaan (To establish acceptance)

3. Untuk memotivasi tindakan (To motivate action)

Maksudnya adalah (to secure understanding),

memastikan komunikan mengerti pesan yang diterimanya,

jika kata komunikan sudah dapat dimengerti dan diterima,

maka penerimanya itu harus dibina (to establish

acceptance). Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to

motivate action).
19

f. Jenis-jenis komunikasi

Dr. Arni Muhammad (2009:4), membagi komunikasi

kedalam dua jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal bentuk palling umum digunakan

dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi seseorang

pemimpin untuk mengetahui lebih banyak mengenai

komunikasi verbal. Yang dimaksud dengan komunikasi

verbal adalah komunikasi yang menggunakan symbol-

simbol atau kata-kata, baik yang digunakan secara lisan

maupun tulisan. Komunikasi verbal merupakan

karakteristik khusus dari manusia. Tidak ada makhluk lain

yang dapat menyampaikan bermacam- macam arti

melalui kata- kata. Kemampuan menggunakan komunikasi

verbal secara efektif sangat penting, karena dengan

adanya komunikasi verbal memungkinkan

pengidentifikasian tujuan, pengembangan strategi dan

tingkah laku untuk mencapai tujuan.

Komunikasi verbal dapat dibedakan atas komunikasi

lisan dan komunikasi tenulis. Komunikasi lisan dapat

didefinisikan sebagai suatu proses dimana seseorang

pembicara berinteraksi secara lisan dengan pendengar

untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Sedangkan


20

komunikasi tertulis apabila keputusan yang akan

disampaikan oleh pimpinan itu disandikan dalam simbol-

simbol yang dituliskan pada kertas atau pada tempat lain

yang bisa dibaca, kemudian dikirimkan pada karyawan

yang dimaksudkan. Didalam organisasi, terdapat

bermacam-macam tipe dari komunikasi lisan seperti:

instruksi, penjelasan, laporan lisan, pembicaraan untuk

mendapatkan persetujuan kebijaksanaan. memajukan

penjualan dan menghargai orang lain dalam organisasi.

Sedangkan dalam komunikasi tertulis ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan. seperti penampilan komunikasi

dan pemilihan kata- kata yang digunakan.

2. Komunikasi Nonverbal

Kumunikasi nonverbal sama pentingnya dengan

komunikasi verbal karena keduanya itu saling bekerja

sama dalam proses komunikasi. Dengan adanya

komunikasi nonverbal dapat memberikan penekanan,

pengulangan, melengkapi dan mengganti komunikasi

verbal. Sehingga lebih mudah ditafsirkan maksudnya,

yang dimaksud dengan komunikasi nonverbal adalah

penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak

menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang

menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, vokal yang


21

bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan

jarak dan sentuhan. Atau dapat juga dikatakan bahwa

semua kejadian di sekeliling situasi komunikasi yang tidak

berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan atau

dituliskan. Dengan komunikasi nonverbal orang dapat

mengekspresikan perasaannya melalui ekspresi wajah,

nada atau kecepatan berbicara.

Tanda-tanda komunikasi nonverbal belumlah dapat

diidentifikasikan seluruhnya tetapi hasil penelitian

menunjukkan bahwa cara seseorang duduk, berdiri,

berjalan, berpakaian, semuanya menyampaikan informasi

pada orang lain. Tiap gerakan yang seseorang buat dapat

menyatakan asal kita, sikap kita, kesehatan atau bahkan

keadaan psikologis seseorang. Arti dari sebuah

komunikasi verbal dapat diperoleh melalui hubungan

komunikasi verbal dan nonverbal. Atau dengan kata lain

komunikasi verbal akan lebih mudah diinterpretasikan

maksudnya dengan melihat tanda-tanda nonverbal yang

mengiringi komunikasi verbal tersebut. Komunikasi

nonverbal dapat memperkuat dan menyangkal pesan

verbal.
22

g. Indikator-Indikator Pengukuran Tingkat Kemampuan

Komunikasi

Menurut Hutapea dan Nurianna (2008:28), indikator

kemampuan komunikasi meliputi:

1) Pengetahuan (Knowledge) yang meliputi:

a) Mengetahui dan memahami pengetahuan di bidangnya

masing masing yang menyangkut tugas dan tanggung

jawabnya dalam bekerja.

b) Mengetahui pengetahuan yang berhubungan dengan

peraturan, prosedur, teknik yang baru dalam

Organisasi.

c) Mengetahui bagaimana menggunakan informasi,

peralatan dan taktik yang tepat dan benar.

2) Keterampilan (skills) yang meliputi:

a) Kemampuan dalarn berkomunikasi dengan baik secara

tulisan.

b) Kemampuan dalam berkomunikasi dengan jelas secara

Iisan.

3) Sikap (Attitude) yang meliputi:

a) Memiliki kemampuan dalam berkreativitas dalam

bekerja.

b) Adanya semangat kerja yang tinggi.


23

c) Memiliki kemampuan dalam perencanaan/

pengorganisasian.

2.1.2 Teori Lingkungan Kerja

a. Pengertian Lingkungan Kerja

Menurut Alex S. Nitisemito (2006:183) dalam Oswald

H.F. Pokattong, Lisbeth Mananeke, dan Sjendri Loindong

(2015:662) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah

segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang

dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas

yang dibebankan.

Menurut Sedarmayanti (2009:21) lingkungan kerja

adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,

lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode

kerjanya, serta pengaturan kerja baik sebagai perseorangan

maupun sebagai kelompok.

Menurut Herman Sofyandi (2008:38) mendefinisikan

“Lingkungan kerja sebagai serangkaian faktor yang

mempengaruhi kinerja dari fungsi-fungsi atau aktivitas-

aktivitas manajemen sumber daya manusia yang terdiri dari

faktor-faktor internal yang bersumber dari dalam organisasi”.


24

b. Jenis-jenis Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2011) menyatakan bahwa

secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2

yaitu:

1. Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang

berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang

mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun

tidak langsung.

2. Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan

yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja

dengan baik hubungan dengan atasan maupun hubungan

sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.

c. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik merupakan kelompok

lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Pengertian

lingkungan non fisik telah dikemukakan oleh beberapa ahli,

diantaranya:

Sedarmayanti (2011:26) menyatakan bahwa,

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang

terjadi yang berkaitan dengan hubungan sesama rekan


25

kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Hubungan kerja

dibagi menjadi dua:

a. Hubungan kerja antar pegawai

Hubungan kerja antar pegawai sangat diperlukan dalam

melakukan pekerjaan, terutama bagi pegawai yang

bekerja secara berkelompok, apabila terjadi konflik yang

timbul dapat memperkeruh suasana kerja dan akan

menurunkan semangat kerja pegawai. Hubungan kerja

yang baik antara yang satu dengan yang lain dapat

meningkatkan semangat kerja bagi pegawai, di mana

mereka saling bekerja sama atau saling membantu dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan.

b. Hubungan kerja antar pegawai dengan pimpinan

Sikap atasan terhadap bawahan memberikan pengaruh

bagi pegawai dalam melaksanakan aktivitas. Sikap yang

bersahabat, saling menghormati perlu dalam hubungan

antar atasan dengan bawahan untuk kerjasama dalam

mencapai tujuan organisasi. Sikap bersahabat yang

diciptakan atasan akan menjadikan pegawai lebih betah

untuk bekerja dan dapat menimbulkan semangat kerja

bagi pegawai. Pada organisasi sikap pemimpin antara

pegawainya saling menghormati agar dapat memajukan

organisasi.
26

Menurut Duane et al dalam Mangkunegara dan Prabu

(2011:105), lingkungan kerja non fisik adalah semua aspek

fisik psikologis kerja, dan peraturan kerja yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian

produktivitas. lingkungan kerja non fisik terdiri dari

lingkungan kerja temporal dan lingkungan kerja psikologis:

a. Lingkungan kerja temporal

- Waktu jumlah jam kerja

Dalam kebijakan kepegawaian Indonesia,

standarjumlah jam minimal 35 jam dalam seminggu.

Sebaliknya, pegawai yang bekerja kurang dari 35 jam

dalam seminggu, dikatagorikan setengah

pengangguran yang terlihat.

- Waktu istrahat kerja

Waktu istirahat jam kerja perlu diberikan kepada

pegawai agar mereka dapat memulihkan kembali rasa

lelahnya. Dengan adanya waktu istrahat yang cukup,

pegawai dapat bekerja lebih semangat dan bahkan

dapat meningkatkan produksi serta efisiensi.

b. Lingkungan kerja psikologis

- Kebosanan

Kebosanan kerja dapat terjadi akibat rasa tidak enak,

pekerjaan yang monoton, kurang bahagia, kurang


27

istrahat, dan kelelahan. Untuk mengurangi rasa bosan

kerja, organisasi dapat melakukan penempatan kerja

yang sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuan

pegawai, pemberian motivasi dan rotasi kerja.

- Pekerjaan yang monoton

Suatu pekerjaan yang sifatnya rutin tanpa variasi akan

dapat menimbulkan rasa bosan karena pekerjaan yang

dilakukan akan terasa monoton, sehingga menimbulkan

kemalasan yang dapat mengakibatkan kegiatan bekerja

berkurang serta menurunnya motivasi kerja pegawai.

- Keletihan

Keletihan kerja terdiri dari dua macam yaitu keletihan

psikis dan keletihan fisiologis. Penyebab keletihan

psikis adalah kebosanan kerja sedangkan keletihan

fisiologis dapat mengakibatkan meningkatnya

kesalahan dalam bekerja, meningkatkan absen,

turnover dan kecelakaan kerja.

Menurut Sunyoto (2012:44), hubungan rekan kerja

dalam lingkungan kerja non fisik dibagi menjadi dua, yaitu

hubungan individu dan hubungan kelompok.

a. Hubungan individu

Diperoleh seorang karyawan yang datangnya dari

rekan-rekan kerja sekerja maupun atasan.


28

b. Hubungan kelompok

Sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih

yang memiliki kesamaan dalam hal jenis kelamin,

minat, kemauan, dan kemampuan yang sama.

Jika hubungan diantara rekan kerja baik individu

maupun kelompok kurang harmonis, maka akan

mengakibatkan terganggunya kondisi lingkungan kerja.

Wursanto (2009: 269 - 270) berpendapat bahwa

lingkungan kerja non fisik sebagai sesuatu yang

menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja. ada

beberapa unsur penting dalam pembentukan sikap dan

perilaku kanyawan dalam lingkungan kerja non fisik, yaitu

sebagai berikut:

a. Pengawasan yang dilakukan secara kontinyu dengan

menggunakan sistem pengawasan yang ketat.

b. Suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan

semangat kerja yang tinggi.

c. Sistem pemberian imbalan ,memberikan gaji maupun

perangsang lain yang menarik.

d. Perilaku dengan baik, manusiawi, tidak disamakan

dengan robot atau mesin, kesempatan untuk

mengembangkan karir semaksimal mungkin sesuai

dengan batasan kemampuan masing-masing anggota.


29

e. Ada rasa aman dari anggota, baik di dalam dinas

maupun di Iuar dinas.

f. Hubungan dengan anggota lain berlangsung secara

serasi, lebih bersifat informal, penuh kekeluargaan.

g. Para anggota mendapatkan perlakuan secara adil dan

objektif.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat

dikatakan bahwa lingkungan kerja non fisik disebut

sebagai lingkungan kerja psikis, yaitu keadaan di sekitar

tempat kerja yang bersifat non fisik. Lingkungan kerja

yang seperti ini tidak dapat ditangkap langsung dengan

panca indra manusia, namun dapat dirasakan

keadaannya. Lingkungan kerja non fisik ini dapat

dirasakan melalui hubungan-hubungan sesama karyawan,

bawahan dengan atasan, maupun atasan dengan

bawahan.

2.1.3 Teori Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Menurut Syamsir Torang (2014:74) mendefinisikan

kinerja (performance) adalah kuantitas dan kualitas hasil

kerja individu atau kelompok didalam organisasi dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berpedoman

pada norma, standar operasional prosedur, kriteria dan


30

ukuran yang telah ditetapkan atau yang berlaku dalam

organisasi. Menurut Akhmad Subekhi dan Mohammad

Jauhar (2012:195) kinerja merupakan perilaku nyata yang

ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang

dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan pertanyaan dalam

organisasi. Kinerja pegawai merupakan suatu tindakan yang

dilakukan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang

diberikan oleh suatu Instansi (T. Hani Handoko 2008:295).

Berdasarkan pengertian diatas dapat simpulkan kinerja

pegawai digunakan untuk hasil dari pekerjaan seseorang

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, serta

perannya dalam organisasi dalam suatu periode tertentu.

b. Penilaian Kinerja

Kinerja pegawai berpengaruh signifikan terhadap

penumbuhan organisasi. Oleh karena itu, untuk mengetahui

kinerja pegawai perlu dilakukan penelitian kinerja yang

teratur dan sistematis. Pengukuran kinerja yang baik akan

menghasilkan kinerja objektif, yang dapat diterima pegawai

dengan baik. Sebaliknya, jika penilaian kerja yang dilakukan

subjektif, maka akan menyebabkan pegawai termotivasi dan

membuat ketidakpuasan. (Menurut Lijan Poltak Sinambela,

2016:519).
31

Penilaian atau evaluasi kinerja adalah suatu metode

dan proses penilaian pelaksanaan tugas seseorang,

sekelompok orang, unit-unit kerja dalam suatu organisasi,

atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan

yang ditetapkan terlebih dahulu menurut Payaman

Simanjuntak (2005:105) dalam Lijan Poltak Sinambela

(2016:519).

c. Tujuan Penilaian Kinerja

Salah satu permasalahan pokok yang ditemui oleh

organisasi dalam menilai kinerja pegawai adalah tujuan

rangkap (dual purpose) dari penilaian kinerja. Disatu pihak,

organisasi memerlukan evaluasi yang objektif dari kinerja

masa lalu individu dalam membuat keputusan-keputusan. Di

pihak lain, organisasi membutuhkan alat-alat agar manajer

mampu mambantu individu-individu dalam meningkatkan

kinerja mereka, merencanakan pekerjaan mendatang,

mengembangkan keahlian-keahlian dan kemampuan-

kemampuan bagi pertumbuhan karier, dan mempererat

kualitas hubungan mereka sebagai manajer dan pegawai.

(Menurut Lijan Poltak Sinambela, 2016:521).

Menurut T.V. Rao (1996) dalam Lijan Poltak Sinambela

(2016:521), tujuan penilaian diri atau penilain kinerja individu

adalah sebagai berikut:


32

1. Menyediakan kesempatan bagi pegawai untuk

mengiktisarkan.

a. Berbagai tindakan yang telah diambil pegawai dalam

kaitan dengan aneka fungsi yang berkaitan dengan

perannnya.

b. Keberhasilan dan kegagalan pegawai sehubungan

dengan fungsi - fungsi itu.

c. Kemampuan-kemampuan yang pegawai perlihatkan

dan kemampuan - kemampuan yang dirasakan kurang

dalam melaksanakan kegiatan - kegiatan dan berbagai

dimensi manajerial, serta perilaku yang telah

diperlihatkannya selama setahuan.

2. Mengenali akan kebutuhan perkembangannya sendiri

dengan membuat rencana bagi perkembangannya di

dalam organisasi dengan mengintifikasi dukungan yang

diperlukan dari pimpinan dan orang-orang lainnya di

dalam organisasi.

3. Menyampaikan kepada pimpinan yang berkepentingan,

apa yang sudah dicapai dan refleksinya agar ia mampu

meninjau prestasinya sendiri dalam persfektif yang benar

dan dalam penilaian yang lebih objektif. Hal ini merupakan

sebuah persiapan yang perlu bagi diskusi - diskusi


33

peninjauan prestasi kerja dan rencana-rencana perbaikan

prestasi kerja.

4. Memprakarsai suatu proses peninjauan dan pemikiran

tahunan yang meliputi seluruh organisasi untuk

memperkuat perkembangan atas inisiatif sendiri guna

mencapai keefektifan manajerial.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor-faktor kinerja terdiri faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal adalah faktor yang dihubungan

dengan sifat-sifat sesorang. Minsalnya, kinerja seorang baik

disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan

seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang

mempunyai kinerja jelek discbabkan orang tersebut

mempunyai kemampuan rcndah dan orang tersebut tidak

memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

Faktor eksterna yang mempengamhi kinerja yang berasal

dari lingkungan contohnya seperti: perilaku, sikap, dan

tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan,

fasilitas kerja, dan iklim organisasi. (Menurut A.A. Anwar

Prabu Mangkunegara, 2009 : 13).

Menurut Keith Davis dalam A.A. Anwar Prabu

Mangkunegara (2009 : 67) dirumuskan bahwa faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi kinerja dalam table 2.1 berikut:


34

Tabel 2.1
Tabel faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Faktor Pengaruh

Kinerja Manusia Kemampuan + Motivasi

Motivasi Sikap + Situasi

Kemampuan Pengetahuan + Keterampilan

e. Indikator kinerja

Setiap organisasi memiliki indikator yang berbeda-beda

dalam menilai kinerja para karyawannya. Anwar Prabu

Mangkunegara (2009:75) mengemukakan bahwa indikator

kinerja, yaitu :

1. Kualitas

Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang

karyawan mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.

2. Kuantitas

Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang

pegawai bekerja dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini

dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu

masing-masing.
35

3. Pelaksanaan tugas

Pelaksanaan Tugas adalah seberapa jauh karyawan

mampu melakukan pekerjaannya dengan akurat atau

tidak ada kesalahan.

4. Tanggung Jawab

Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah

kesadaran akan kewajiban karyawan untuk melaksanakan

pekerjaan yang diberikan organisasi.

2.2 Kerangka Pikir

Pemahaman penyelenggaraan pemerintahan yang efektif

adalah ketika suatu pemerintahan dapat dengan cepat dan tepat

mencapai sasaran yang diinginkan. Kantor Camat Tinangkung Utara

Kabupaten Banggai Kepulauan teknis pemerintah di tuntut untuk

memberikan kinerja yang optimal dalam melaksanakan tugas,

pegawai perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas tugas

dan organisasi. Komitmen pegawai terhadap organisasi akan

meningkatkan tanggung jawab dan kesungguhan pegawai dalam

melaksanakan tugas. Pegawai dengan komitmen bekerja yang tinggi

akan bekerja sepenuh hati dan akan berjuang demi kemajuan

organisasi, karena mereka sadar telah menjadi bagian dari

organisasi.

Oleh karena itu, keberhasilan pada Kantor Camat Tinangkung

Utara Kabupaten Banggai Kepulauan di pengaruhi oleh kinerja


36

pegawai dalam melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab

yang di berikan kepadanya. Pegawai merupakan sumber daya yang

penting bagi organisasi, Karenna memiki bakat, tenaga, dan

kreaktivitas yang sangat dibutuhkan oleh organisasi untuk mencapai

tujuanya.

Apabila Kantor Camata Tinangkun Utara Kabupaten Banggai

Kepulauan mampu menciptakan komunikasi dan lingkungan kerja

yang baik, maka akan memperoleh banyak keuntungan seperti

perselisihan dapat dihindari, kebosanan berkurang, hasil kinerja yang

baik dan sebagainya.

Namun berdasarkan pengamatan penulis, pegawai di Kantor

Camat Tinangkung Utara Kabupaten Banggai Kepulauan mengalami

beberapa permasalahan yang terkait dengan komunikasi dan

lingkungan kerja sehingga berdampak pada kinerja karyawan.


37

Oleh karena itu,dari hasil penjelasan di atas, maka dapat di

ambil kerangka berfikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai

berikut :

Kantor Camat Tinangkung Utara


Kabupaten Banggai Kepualauan

Komunikasi (X1) Lingkungan Kerja Non Fisik (X2)


- Komunikasi Vertikal - Hubungan Kerja Antar Pegawai
- Komunikasi Horizontal - Hubungan Kerja Antar Pegawai
Dengan Pimpinan
Effendy (2009)
Sedarmayanti (2011)

KINERJA PEGAWAI (Y)


- Kualitas
- Kuantitas
- Pelaksanaan tugas
- Tanggungjawab

Anwar Prabu Mangkunegara (2009)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir


38

2.3 Hipotesis

Berdasar pada kerangka pikir tersebut, maka hipotesis

penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Diduga apakah variabel komunikasi dan lingkungan kerja non fisik

secarah parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai pada Kantor Camat Tinangkung Utara Kabupaten

Banggai Kepulauan.

2. Diduga variabel komunikasi dan lingkungan kerja non fisik secara

simultan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

kinerja pegawai pada Kantor Camat Tinangkung Utara Kabupaten

Banggai Kepulauan.

3. Diduga variabel komunikasi berpengaruh dominan terhadap

kinerja pegawai pada Kantor Camat Tinangkung Utara Kabupaten

Banggai Kepulauan.

Anda mungkin juga menyukai