Anda di halaman 1dari 8

Pengobatan TB dengan FDC

Posted on 19 by tb paru batam

Pengobatan TB dengan FDC (Fixed-Dose Combination) atau Kombinasi Dosis Tetap.


Tablet FDC dikelompokkan menjadi 2, yaitu: FDC untuk dewasa dan FDC untuk anak-anak.

Tablet FDC untuk dewasa terdiri tablet 4FDC dan 2FDC.

Tablet 4FDC mengandung 4 macam obat yaitu: 75 mgIsoniasid (INH), 150


mg Rifampisin, 400 mg Pirazinamid, dan 275 mg Etambutol. Tablet ini
digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan untuk
sisipan.
Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu: 150 mgIsoniasid (INH) dan
150 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu dalam tahap lanjutan. Baik tablet 4FDC maupun tablet 2FDC
pemberiannya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Untuk melengkapi paduan obat kategori II tersedia obat lain yaitu: tablet
etambutol @400 mg dan streptomisin injeksi (vial @750 mg).
Tablet FDC untu anak-anak terdiri dari tablet 3FDC dan 2FDC. Kedua jenis
tablet diberikan kepada pasien TB anak yang berusia 0 – 14 tahun. Tablet
3FDC mengandung 3 macam obat antara lain: 30 mg INH, 60 mg Rifampisin,
dan 150 mg Pirazinamid. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari
dalam tahap intensif.

Tablet 2FDC mengandung 2 macam obat yaitu: 30 mg INH dan 600 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan
untuk pengobatan setiap hari dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan pemberian pada pasien dewasa,
pemberian jumlah FDC pada pasien anak juga disesuaikan dengan berat badan anak.

Dosis dan aturan pakai Obat TB FDC disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk pasien TB dewasa
yang masuk dalam kategori I dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali seminggu
Berat Badan selama 56 hari selama 16 minggu

30 – 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC

38 – 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC

55 – 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC

≥ 71 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDC

Pasien TB dewasa yang masuk dalam kategori II, dosis dan aturan pakai FDC sebagai berikut:

Tahap Intensif tiap hari


Tahap Lanjutan 3 kali
Berat seminggu selama 20
badan Selama 56 hari Selama 28 hari minggu

2 tab 4FDC
2 tab 2FDC + 2 tab
30 – 37 kg + 500 mg Streptomisin Inj. 2 tab 4FDC Etambutol

3 tab 4FDC + 750 mg 3 tab 2FDC + 3 tab


38 – 54 kg Streptomisin Inj. 3 tab 4FDC Etambutol

4 tab 4FDC + 1000 mg 4 tab 2FDC + 4 tab


55 – 70 kg Streptomisin Inj. 4 tab 4FDC Etambutol

5 tab 4FDC + Streptomisin 5 tab 2FDC + 5 tab


≥ 71 kg Inj. 5 tab 4FDC Etambutol
Catatan:
Setiap vial Streptomisin mengandung 750 mg dilarutkan dalam 3 ml aquabidest. Dosis ini dapat dianggap
sebagai 3 dosis @ 250 mg yang digunakan untuk kelompok pasien dengan BB 38 – 54 kg. Untuk
kelompok pasien dengan BB lain, dosisnya disesuaikan dengan jumlah tablet yang diminum, misalnya
untuk pasien yang memerlukan hanya 2 tablet, juga hanya memerlukan 2 ml suntikan sterptomisisn (1 ml =
250 mg. Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun diberikan suntikan streptomisin maksimum 500
mg/hari. Injeksi streptomisin diberikan setelah pasien selesai menelan obat.
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada pasien TB BTA positif tidak terjadi konversi maka diberikan
OAT sisipan berupa tablet 4FDC setiap hari selama 28 hari.

Dosis dan aturan pakai FDC untuk anak-anak yaitu:


Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan tiap hari

Berat Badan selama 2 bulan selama 4 bulan

≤ 7 kg 1 tablet 3FDC 1 tablet 2FDC

8 – 9 kg 1,5 tablet 3FDC 1,5 tablet 2FDC

10 – 14 kg 2 tablet 3FDC 2 tablet 2FDC

15 – 19 kg 3 tablet 3FDC 3 tablet 2FDC

20 – 24 kg 4 tablet 3FDC 4 tablet 2FDC

25 – 29 kg 5 tablet 3FDC 5 tablet 2FDC


Obat Anti Tuberculosis -FDC tersedia dalam kemasan blister. Tiap blister terdapat 28 tablet.
Tablet 4FDC dan 2FDC dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28
tablet. Untuk tablet etambutol 400 mg dikemas dalam dos yang berisi 24
blister @ 28 tablet. Streptomisisn injeksi dikemas dalam dos berisi 50
vial @ 750 mg.
Penggunaan streptomisin injeksi diperlukan aquabidest dan disposable
syringe 5 m l dan jarum steril. Aquabidest tersedia dalam kemasan vial
@ 5 ml dalam dos yang berisi 100 vial.

Efek samping dari OAT-FDC umumnya sama dengan efek samping dari
penggunaan OAT yang dalam tablet terpisah.

Beberapa efek samping obat tb yang kadang muncul berupa hilangnya


nafsu makan, mual kadang disertai muntah, sakit perut, nyeri sendi, gatal dan kemerahan pada kulit,
kesemutan hingga rasa terbakar di kaki, gangguan keseimbangan.
Selain itu efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena kelebihan
dosis. Efek samping dari OAT tersebut diperkirakan terjadi pada sekitar 3 – 6 % pasien yang mendapat
pengobatan dengan FDC.

Bila diketahui dengan pasti bahwa FDC penyebab efek samping seperti yang disebutkan sebelumnya dan
obat tersebut tidak dapat diberikan kembali, maka pasien diberikan OAT yang dalam bentuk tablet terpisah
(OAT kombipak).

Pengobatan TB perlu diperhatikan untuk pasien yang berada dalam kondisi khusus misalnya pasien
wanita hamil, pasien dengan penyakit tertentu seperti DM, gagal ginjal, memiliki kelainan hati kronik. Untuk
pengobatan TB pada wanita hamil perlu diperhatikan pada penggunaan streptomisin. Streptomisin tidak
boleh digunakan pada kehamilan. Hal ini karena streptomisin bersifat permanent ototoxic dan dapat
menembus barier plasenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
Pengobatan TB pada Pasien DM harus selalu dikontrol dalam pengobatannya. Jika pasien juga
menderita TBC perlu diperhatikan dalam penggunaan rifampisin, karena rifampisin dapat mengurangi
efektivitas antidiabetika oral gol sulfonil urea sehingga perlu peningkatan dosis antidiabetika tersebut.
Pasien DM yang memperoleh pengobatan insulin seringkali terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh
karena itu perlu diperhatikan untuk pemberia etambutol karena dapat memperparah kejadian tersebut.
Pengobatan TB Pasien TB dengan gagal ginjal sebaiknya tidak menggunakan streptomisin dan etambutol
dalam pengobatannya. Hal ini karena kedua obat tersebut diekskresi melalui ginjal. Jika tetap diberikan
memungkinkan obat tersebut tidak dapat dieksresikan dari dalam tubuh karena ketidakmampuan ginjal.
Akibatnya akan menimbulkan efek toksik dalam tubuh. Oleh karena itu dapat diberikan pengobatan dengan
INH, rifampisin, dan pirazinamid untuk pasien TB dengan gagal ginjal. Ketiga obat tersebut diekskresi
melalui empedu dan dapat diubah menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. Paduan OAT yang paling
aman untuk pasien TB dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
Pengobatan TB pada pasien dengan kelainan hati kronik dapat dilakukan jika pasien sudah melakukan
pemeriksaan hati. Jika nilai SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali maka OAT tidak diberikan dan bila
sudah dalam pengobatan maka harus dihentikan. Jika peningkatannya kurang dari 3 kali maka pengobatan
tetap dapat dilakukan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati tidak boleh diberikan
pirazinamid. Paduan OAT yang dianjurkan untuk pasien TB dengan kelainan hati yaitu 2RHES/6RH atau
2HES/10HE.
Pencegahan terhadap penyakit TB dapat dilakukan dengan hidup sehat dengan makan makanan bergizi
dan teratur, istirahat yang cukup, olah raga teratur, hindari rokok, minuman beralkohol, obat bius, hindari
stress. Kemudian untuk mencegah terjadinya penularan TB, maka para pasien TB diharapkan menutup
mulut saat batuk dan tidak meludah di sembarang tempat. Usaha pencegahan lainnya yaitu dengan
melakukan imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) yang akan memberikan kekebalan aktif pada
penyakit TB. Selain itu menjaga daya tahan tubuh juga penting dalam mengantisipasi penyakit TB. Dengan
daya tahan tubuh yang kuat maka tidak mudah untuk terserang infeksi oportunistik (TB).
Gejala klinis pasien TB
Posted on 07 by tb paru batam
Gejala klinis pasien TB

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu


atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala tb tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan.

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),

 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Paduan OAT dan peruntukannya

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) ,


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

 Pasien baru TB paru BTA positif.


 Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
 Pasien TB ekstra paru
Tabel Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Tabel Dosis
paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
 Pasien kambuh
 Pasien gagal
 Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Catatan:
 Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg
tanpa memperhatikan berat badan.
 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak
3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

OAT SISIPAN (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan
selama sebulan (28 hari).

Dosis KDT untuk Sisipan


Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan
kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat
tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan
terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

Prinsip Dasar Pengobatan TB MDR

Prinsip Dasar Pengobatan TB MDR ( TB Multi Drug Resistant ) :


 Total Lama Pengobatan 19 s/d 24 bulan
 Obat Suntik diberikan sebagai dosis harian >>> minimal 6 bulan tahap awal
 Pemberian Obat sebagai dosis harian harus dengan pengawasan langsung petugas kesehatan
saat pasien minum obat
 Minum Obat didepan petugas kesehatan
 Memantau kemajuan pengobatan / Follow Up dengan kultur ( biakan )
 Pasien dipantau oleh tim ahli klinis Rumah Sakit rujukan

Anda mungkin juga menyukai