Anda di halaman 1dari 14

Laboratorium Ilmu Dermatologi & Venereologi Journal Reading

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

SIFILIS

Oleh

Reny indriyani

1810029033

Pembimbing

dr. Vera Madonna L, M.Kes M.Ked (DV) Sp.DV

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
Sifilis : Presentasi dalam kedokteran umum

Penulis: Farai Nyatsanza, dan Craig Tipple

Abstrak: Sifilis disebabkan oleh bakteri spirokaeta Treponema pallidum dan bisa
ditularkan baik secara seksual dan dari ibu ke anaknya. T. Pallidum dapat
menginfeksi organ apa saja dan menyebabkan manifestasi klinis dengan perjalanan
penyakit yang dapat relaps dan remitting. Hal ini tidak susah dilihat mengapa
penyakit ini dijuluki peniru yang hebat (the greatest imitator). Dalam ulasan ini,
kami menjabarkan epidemiologi, presentasi klinis, pemeriksaan dan strategi
penatalaksanaan baru dalam sifilis modern.

Pendahuluan
Sifilis disebabka oleh bakteri Treponema pallidum subspesies pallidum.1
Spirokaeta ini bersifat gram-negatif, motil, dapat ditransmisikan baik secara seksual
dan dari ibu ke anaknya, dan dapat menginfeksi organ atau struktur apa saja dalam
tubuh manusia. Penyakit ini, yang dipertimbangkan sebagai penyakit sistemik,
mempunya ciri khas stadium klinis yang tumpang tindih dan perjalanan penyakit
yang dapat menjadi semakin parah seiring berjalannya waktu (relaps) dan adanya
periode dimana gejala berat berkurang tetapi tidak sepenuhnya hilang (remitting).
Presentasi klinis yang sangat beragam ini membuat Sir William Osler menyebut
sifilis sebagai ‘the greatest imitator’ (peniru paling hebat) dan, bersamaan dengan
insidensinya yang meningkat dalam 15 tahun terakhir, menjelaskan pentingnya
penyakit ini bagi dokter umum.

Epidemiologi
Sifilis muncul di eropa setelah 1492 mengikuti kembalinya Columbus dari
New World, walaupun adanya penyakit ini di Eropa sebelum kembalinya Columbus
masih diperdebatkan. Penemuan paleontologis telah disertai dengan data dari
analisis gen subspesies dan strain T pallidum untuk mendukung dan menyangkal
teori “Columbian” ini.1,2 Tidak peduli dari mana asalnya, sifilis menyebar secara
cepat di Eropa pada abad ke-15. Pada akhir masa pemerintahan Ratu Victoria,
sekitar 1:10 dewasa yang aktif secara seksual dicurigai terinfeksi, walaupun
prevalensi sebenarnya tidak diketahui sampai pelaporan tes serologis yang pertama
oleh Auguste Wasserman pada 1906.3
Insidensi di UK menurun drastis mengikuti penggunaan luas penisilin pada
awal 1950-an. Sayangnya, dalam 15 tahun terakhir ditemukan adanya peningkatan
10 kali lipat jumlah kasus, dengan 4.317 kasus baru dilaporkan pada tahun 2014
(angka tertinggi dalam 40 tahun). Peningkatan ini didominasi pria yang
berhubungan seksual dengan pria, membentuk 80,6% dari seluruh kasus.4 Data
surveilans lebih jauh menunjukkan profil umum didominasi pria kulit putih yang
berhubungan seksual dengan pria, umur 25-34 tahun, memiliki pasangan seksual
yang banyak, seks tidak menggunakan kondom, penggunaan narkoba untuk
rekreasi, dan penggunaan media sosial untuk menemukan pasangan seksual. Sekitar
40% memiliki ko-infeksi dengan HIV-1.5 Pada periode yang sama, ditemukan
penurunan sejumlah 16% pada wanita dari 317 kasus pada 2003 menjadi 265 kasus
pada 2012. Pada 2011, insidensi keseluruhan dari sifilis kongenital pada wanita di
Inggris adalah 0,0025/1.000 kelahiran. Kasus yang mendominasi pada kaum wanita
adalah yang tidak mengakses pelayanan kesehatan dikarenakan hambatan budaya
dan sosial.6
Presentasi klinis
Perjalanan klinis penyakit sifilis adalah stadium klinis yang tumpang tindih dimulai
dari hari 9-90 (rata-rata 21) setelah kontak langsung dengan lesi infeksius
(Gambar1)

Kontak dengan
Treponema pallidum

9-90 hari

Stadium Primer
(chancre genital,
perianal, ekstra-
genital)

i
4-10 minggu

Stadium sekunder (ruam,


neurologis/mata, kondilomata,
alopesia, hepatitis)

3-12 minggu 25%

Stadium Laten (dini pada dua


tahun pertama, lanjut pada
tahun setelahnya)

Stadium tersier
(neurologis, kardiovaskular,
dan gumma)

Gambar 1. Stadium klinis sifilis. Stadium klinis sifilis mulai sejak kontak dengan
T pallidum sampai pada stadium tersier. Selama tahun pertama infeksi laten, 25%
pasien akan mengalami relaps ke stadium sekunder.
Sifilis Primer
Sifilis primer ditandai dengan papul di tempat dimana bakteri masuk yang dapat
berubah menjadi ulser (chancre). Walau secara umum ditemukan pada anogenital,
efloresensi ini dapat ditemukan di mulut (30% kasus yang ditularkan melalui kontak
orogenital), rektum, serviks, atau lokasi lain yang secara klinis ‘lebih tenang’.
Chancre biasanya tidak nyeri, diameter 0,5-2cm, padat atau kenyal, dan biasanya
disertai limfadenopati regional (Gambar 2). Lesi ini biasanya sembuh dalam 4-6
minggu. Presentasi aitpikal dengan ulser yang nyeri dan banyak dapat terjadi,
biasanya pada pasien dengan ko-infeksi IV.7 Diagnosis banding yang penting
dipertimbangkan adalah virus herpes simpleks dan limfagranuloma venerum.

Gambar 2. Klinis pasien pada sifilis dini. Foto klinis pasien pada sifilis dini: a)
ruam makulopapular pada dada; b) kulit dengan ruam sifilis sekunder; c) chancre
di penis.
Sifilis Sekunder
Stadium sifilis sekunder dimulai 4-10 minggu setelah ulser sembuh,
walaupun hal ini sangat beragam waktunya dan stadium primer dan sekunder dapat
terjadi bersamaan. Tanda yang khas adalah ruam makulopapular (ditemukan pada
50-70% pasien) yang dapat mengenai telapak tangan dan telapak kaki (Gambar 2).8
Tanda dan gejala lainnya ditunjukkan pada tabel 1. Lesi ruam dan lesi yang lembab
pada stadium sifilis sekunder bersifat infeksius. Dilihat dari epidemiologi HIV dan
sifilis yang bersinggungan, infeksi primer HIV adalah diagnosis banding yang
penting pada pria yang berhubungan seksual dengan pria yang datang dengan
keluhan ruam.
Stadium Penyakit Tanda dan Gejala
Sifilis sekunder Sistemik :
- Mialgia
- Demam
- Penurunan berat badan
- Ruam : makulopapular (50-70%), popular (12%),
macular (10%), annular (6-14%), jarang: frambosia,
lues maligna
- Alopesia (4-11%)
- Limfadenopati generalisata (85%)
Lokal :
- Kondiloma lata (10%): lesi wart-like yang sering pada
area intertrigenosa lembab (perianal, vulva, skrotum).
- Hepatitis subklinis (10%)
- Ginjal (Glomerulonefritis dimediasi kompleks imun)
(jarang)
- Keterlibatan neurologis : meningitis simptomatik,
arteritis infeksius (iskemia, thrombosis, infark),
otosifilis (hilangnya pendengaran dengan atau tidak
dengan tinnitus), penyakit okuler (28-15%) (uveitis
anterior dan posterior, irits, chorioretinitis, renitinitis
nekrotik, dan neuritis optik).
Neurosifilis Asimptomatik – dini/lanjut : CSF abnormal tanpa tanda
gejala. Signifikasi tidak meyankinkan karena
abnormalitas CSF telah ditemukan pada 70% sifilis
primer dan sekunder dan kurang dari 10%
menyebabkan penyakit.
Meningovaskular (2-7 tahun) : Arteritis fokal
menginduksi infark/inflamasi meningeal; tanda
bergantung pada letak lesi vascular. Prodromal yang
sering ditemukan: nyeri kepala, emosi labil, insomnia.
Paresis general (10-20 tahun): Hilangnya neuron
kortikal menyebabkan penurunan fungsi memori dan
kognitif bertahap. Labil emosi, perubahan sifat,
psikosis dan demensia. Kejang dan hemiparese adalah
komplikasi lanjut.
Tabes Dorsalis : inflamasi dari kolumna dorsalis
spinais/nerve roots; nyeri; arefleksia; paraesthesia,
ataksia sensorik, sendi Charcot’s, atrofi optik,
perubahan pada papil (contoh : pupil Argyll Robertson)

Sifilis Laten
Apabila tidak diobati, manifestasi klinis sifilis sekunder biasanya mengalami
regresi dalam 3 bulan dan penyakit ini masuk stadium laten dan bersifat non-
infeksius. Relaps klinis dapat terjadi pada dua tahun pertama stadium laten (fase
laten dini), tetapi jarang terjadi setelahnya (fase laten lanjut).9

Penyakit Tersier
Mengikuti masuknya penyakit ke fase laten (biasanya 15-30 tahun), tanda
dan gejala dari infeksi tersier dapat muncul. Hal ini sekarang jarang ditemukan
dikarenakan rendahnya prevalensi penyakit ini 15-30 tahun yang lalu dan karena
penggunaan luas antibiotik treponemosidal dan treponemostatik (penisilin,
tetrasiklin, makrolida, sefalosporin) untuk infeksi lainnya. Penyakit tersier biasanya
dibagi menjadi penyakit gummatous (paling sering), kardiovaskular, dan
neurologis. Gumma yang terletak di dalam dan bersifat destruktif dapat muncul di
organ apa saja tetapi biasanya mengenai kulit dan tulang. Sifilis kardiovaskular
secara umum mengenai katup aorta dan aorta asendens, menyebabkan dilatasi aorta
dan regurgitasi. Manifestasi klinis neurologis dijelaskan dibawah ini.

Keterlibatan Neurologis
Keterlibatan neurologis dapat terjadi pada stadium apa saja. Pada stadium
awal sifilis, meningen, vaskular, dan saraf kranial (terutama II dan VIII) dan mata
adalah organ yang paling sering terkena. Pada stadium tersier, bentuk yang paling
sering ditemukan berhubungan dengan parenkim otak dan medulla spinalis. Setiap
bentuk memiliki manifestasi klinis yang khas, walaupun beberapa tumpang tindih
dapat terjadi (Tabel 1). Semua pasien yang dicurigai atau terkonfirmasi infeksi
sifilis dan gejala neurologis harus melalui pemeriksaan neurologis lengkap.9

Pemeriksaan
Tes serologis dapat digunakan untuk mendiagnosis sifilis dalam stadium apa
saja. Tes serologis terdiri dari tes treponemal (TT) seperti Treponema pallidum
particle agglutination (TPAA) assay atau IgM/IgM enzyme immunoassay (EIA)
dan tes non-treponemal (anti-cardiolipin) (NTT) seperti rapid plasma reagin
(RPR) atau tes venereal disease research laboratory (VDRL) (Tes NB VDRL tidak
lagi tersedia secara luas di UK).10 Tes treponemal biasanya adalah yang pertama
menunjukkan hasil positif (sejak 2 minggu setelah infeksi) dan biasanya akan tetap
positif seumur hidup. NTT dilakukan secara kuantitatif dan digunakan untuk
monitor respon pengobatan. Hasil NTT menunjukkan indikasi stadium penyakit,
dimana titer yang lebih tinggi dihubungkan dengan infeksi yang lebih aktif (dini)
dan titer yang lebih rendah mengindikasikan infeksi yang lebih tenang (laten) atau
infeksi yang telah diobati sebelumnya. NTT dapat menunjukkan hasil positif palsu
karena proses biologis (kehamilan, baru saja vaksinasi, penyakit autoimun) dan
negatif palsu (pada titer yang sangat tinggi karena fenomena prozone). Hal yang
penting untuk diingat juga adalah NTT dapat menunjukkan hasil negatif pada
infeksi primer awal.
Terdapat dua algoritma pemeriksaan yang digunakan, dinamakan
‘konvensional’ dan ‘reverse/berkebalikan’. Algoritma reverse digunakan di UK
dan dimulai dengan EIA, diikuti dengan konfirmasi TT kedua (TPAA). Stadium
penyakit lalu dinilai dengan titer RPR.11 Metode ini memiliki keuntungan dari tes
EIA tetapi dapat mempunyai nilai prediksi positif yang lebih rendah pada populasi
dengan prevalensi rendah. Hal yang harus diingat, infeksi treponemal lainnya
(yaws, pinta, bejel) tidak dapat secara jelas dibedakan secara serologis dari sifilis
venereal.
Tes serologis dapat dilakukan dengan cairan serebrospinal (CSF). Hasil
NTT yang positif sangat spesifik untuk neurosifilis tetapi memiliki sensitivitas yang
rendah. TT yang negatif pada sampel CSF dengan mengabaikan hitung sel darah
merah (kontaminasi darah dapat mengakibatkan hasil positif palsu) dapat
mengekslusi neurosifilis secara efektif.
Dalam klinik penyakit genitourinaria, sifilis primer dan sekunder juga dapat
didiagnosis dengan identifikasi langsung T pallidum menggunakan mikroskopi
lapang gelap atau PCR.10 Pada kondisi optimal, pemeriksaan lapang gelap dapat
memiliki sensitivitas 80%.12 Dikarenakan oleh kontaminasi dari treponema
komensal, seperti Treponema denticola, spesifitas pemeriksaan lapang gelap untuk
lesi oral dan rektal termasuk rendah. T pallidum PCR memiliki sensitivitas tinggi
(80-100%) dengan spesifitas tinggi (92,1-99,8%).13

Manajemen
Pasien dengan tanda dan gejala sifilis harus diarahkan pada dokter
genitourinaria. Pengobatan antimikrobial yang direkomendasikan untuk sifilis
secara jelas dijelaskan pada pedoman tatalaksana nasional.9 Pertimbangan
manajemen dasar disebutkan dibawah ini :
• Benzilpenisilin (Penisilin G) pertama kali digunakan untuk mengobati sifilis pada
tahun 1943 dan penisilin masih merupakan tatalaksana lini-pertama untuk segala
stadium sifilis.9 Durasi dan rute beragam tergantung pada stadium tetapi pada
keadaan dimana tidak ada keterlibatan neurologis. Pada pasien dengan alergi
penisilin, doksisiklin dan seftriakson adalah pengobatan alternatif yang dapat
digunakan.
• Pasien dengan sifilis memiliki resiko untuk terinfeksi penyakit menular seksual
lainnya. Riwayat seksual yang lengkap harus didapatkan dan dilakukan screening
PMS, termasuk tes HIV harus ditawarkan.
• Titer RPR harus dikirim pada hari pertama pengobatan, dimana penurunan titer
sebanyak 4x lipat (2x dilusi) merupakan tolak ukur keberhasilan pengobatan.
• Pasien harus berhenti melakukan kontak seksual selama 2 minggu setelah
pegobatan sifilis dini.15 Seluruh kontak seksual dalam 3 bulan terakhir harus
dihubungi dan diperiksakan.
• Pasien dengan infeksi HIV-1 dengan nilai hitung CD4 <350 sel/ml dan atau titer
RPR >=1:32 memiliki resiko lebih tinggi keterlibatan neurologis.
• Pasien dengan penyakit simptomatis harus diberi edukasi mengenai reaksi Jarisch-
Herxheimer (JHR) sebelum pengobatan. JHR adalah keadaan febris akur yang
bersifat self-limiting biasanya dimulai 12 jam setelah pengobatan dan beresolusi
dalam 12 jam kemudian.9 Hal ini merupakan kekhawatiran pada pasien hamil dan
pasien dengan keterlibatan neurologis atau kardiovaskular.16 Steroid dapat
diberikan sebelum dan selama beberapa hari pertama pengobatan untuk sifilis
neurologis dan kardiovaskular. Pada kebanyakan kasus, cukup dengan istirahat dan
pemberian parasetamol.

Resistensi Antibiotik
Meskipun telah digunakan selama 70 tahun, T pallidum tetap sensitif terhadap
penisilin.17 Azitromisin terbukti sebagai pengobatan efektif pada stadium dini
penyakit di dua percobaan terkontrol acak.18,19 Sayangnya, 60-80% strain di UK
resisten terhadap makrolida sehingga penggunaannya tidak dapat diandalkan.20
Sampai sekarang, masih belum ada laporan resistensi tetrasiklin pada T pallidum.

Manajemen Sifilis : Sebuah Contoh


Seorang pria Jamaika berusia 78 tahun dengan penurunan fungsi dilakukan
pemeriksaan serologis sifilis sebagai bagian screening demensia. Hasil
menunjukkan EIA positif, TPPA positif dan RPR negatif.

Riwayat Kunci
1. Apabila memungkinkan, tanyakan riwayat seksual pada lingkungan yang
confidensial.14
2. Pengobatan sifilis terdahulu? Apabila ada, pastikan apakah pengobatannya adekuat
(komplians, obat yang diberikan, apakah pasangan juga diobati)
3. Pemeriksaan sifilis sebelumnya (untuk pasien wanita, pemeriksaan sifilis
kemungkinan dilakukan saat screening antenatal).
4. Riwayat infeksi yaws (T pallidum subspesies pertenue)? Apabila ada, hasil
serologis mungkin dikarenakan yaws. Apabila ada riwayat jelas pengobatan dan
RPR negatif maka pasien mungkin tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut.
5. Gejala sebelumnya yang sesuai dengan sifilis primer atau sekunder? Gejala
sekarang yang sesuai dengan penyakit tersier (selain menurunnya fungsi memori)?
Pemeriksaan
Cari tanda lain neurosifilis laten selain penyakit guma atau kardiovaskular. Pikirkan
kemungkinan sifilis kongenital laten.9

Manajemen
• Bekerjasama dengan tim dokter genitourinaria.
• Tanda neurologis yang relevan mengindikasikan pemeriksaan CSF (dengan
pemeriksaan imaging otak sebelumnya seperti CT atau MRI). Apabila pasien tidak
dapat mentoleransi pungsi lumbal, pertimbangkan pengobatan neurosifilis
presumtif. Pasien ini memiliki serum RPR negatif, karenanya kemungkinan tinggi
bukan neurosifilis laten.
• Tawarkan screening pada pasangan seksual di masa lampau dan yang sekarang
(apabila dapat dihubungi) dan anak apabila tidak ada riwayat ibunya diperiksa.
Kesimpulan
Sifilis telah muncul kembali sebagai infeksi penting yang ditularkan secara
seksual. Diagnosis dan pengobat tepat waktu diperlukan untuk mencegah transmisi
lebih jauh dan adanya kerusakan jaringan ireversibel lebih jauh. Kecurigaan infeksi
harus mengindikasikan pemeriksaan serologis dan rujukan kepada dokter
genitourinaria.

Poin Penting
Insidensi sifilis meningkat secara signifikan dalam 15 tahun
terakhir. Mayoritas kasus ditemukan pada pria yang melakukan
hubungan seksual dengan pria, usia 25-35 tahun yang dimana
40% juga terinfeksi HIV (HIV positif).
Sifilis adalah penyakit sistemik dan dapat melibatkan organ apa
saja. Biasanya muncul dengan ulser pada alat kelamin atau ruam
tetapi manifestasinya dapat beragam.
Untuk lelaki yang melakukan hubungan seksual dengan lelaki
dan muncul dengan ruam, infeksi HIV primer adalah diagnosis
banding penting dan semua pasien yang dicurigai sifilis harus
dilakukan tes HIV juga.
Diagnosis ditegakkan secara serologis dengan dua tes
treponemal yang spesifik diikuti dengan tes non-treponemal
untuk menilai stadium penyakit dan unutk monitoring
pengobatan.
Pengobatan dengan Penicillin G tetap dinilai efektif, sama
seperti doksisiklin oral, tetapi antibiotik makrolida harus
dihindari dikarenakan resistensi yang luas.
Kata kunci: sifilis, Treponema pallidum, epidemiologi,
pengobatan, neurosifilis.

Ucapan terima kasih


Penulis mengucapkan terima kasih pada Dr David Goldmeier atas masukan
yang membantu saat persiapan manuskrip ini.
Daftar Pustaka
1. Radolf J, Lukehart S. Pathogenic Treponema: molecular and cellular biology.
Haverhill: Caister Academic Press, 2006.
2. Smajs D, Norris SJ, Weinstock GM. Genetic diversity in Treponema pallidum:
implications for pathogenesis, evolution and molecular diagnostics of syphilis and
yaws. Infect Genet Evol 2012;12:191–202.
3. Wasserman A, Neisser F, Bruck C. Eine serodiagnostische Reaktion bei Syphilis.
Deutsche medicinische Wochenschrift 1906;32:745–6.
4. Public Health England. Sexually transmitted infections and chlamydia screening
in England 2014. Health Protection Report 2014;9:22–9. Available online at
www.gov.uk/government/uploads/
system/uploads/attachment_data/file/437433/hpr2215_STI_NCSP_ v6.pdf
[Accessed 20 January 2016].
5. Health Protection Agency. Syphilis and lymphogranuloma venereum: resurgent
sexually transmitted infections in the UK: 2009 report. London: Health Protection

Agency, 2009. 


6. Public Health England. Recent epidemiology of infectious syphilis and congenital


syphilis. Infection Reports 2013;7(44). Available online at
www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attach-

ment_data/file/336760/hpr4413_sphls.pdf [Accessed 20 January 2016]. 


7. Tipple C. Impact of HIV-1 infection on the clinical presentation of syphilis in men

who have sex with men. Sex Health 2014;12:110–8. 


8. Baughn RE, Musher DM. Secondary syphilitic lesions. Clin Microbiol Rev

2005;18:205–16. 


9. Kingston M, French P, Goh B et al. UK National Guidelines on the Management

of Syphilis 2008. Int J STD AIDS 2008;19:729–40. 


10. Larsen S, Steiner B, Rudolph A. Laboratory diagnosis and interpre- 
 tation of

tests for syphilis. Clin Microbiol Rev 1995;8:1–21. 



11. Public Health England. UK Standards for Microbiology Investigations 
 (SMIs) V

44: Syphilis serology. London: PHE, 2014. Available online at


www.gov.uk/government/publications/smi-v-44-serological- diagnosis-of-syphilis

[Accessed 20 January 2016]. 


12. Wheeler HL, Agarwal S, Goh BT. Dark ground microscopy and treponemal
serological tests in the diagnosis of early syphilis. Sex Transm Infect

2004;80:411–4. 


13. Palmer H, Higgins S, Herring A, Kingston M. Use of PCR in the diagnosis of


early syphilis in the United Kingdom. Sex Transm Infect 2003;79:479–83.
14. Brook G, Bacon L, Evans C et al. 2013 UK national guideline for consultations
requiring sexual history taking. Clinical Effectiveness Group British Association
for Sexual Health and HIV. Int J STD AIDS 2014;25:391–404.
15. Workowski KA, Bolan GA, CfDCa Prevention. Sexually trans- mitted diseases
treatment guidelines, 2015. MMWR Recomm Rep 2015;64:1–137.
16. Klein VR, Cox SM, Mitchell MD, Wendel GD. The Jarisch- Herxheimer reaction
complicating syphilotherapy in pregnancy. Obstet Gynecol 1990;75:375–80.
17. Stamm LV. Global challenge of antibiotic-resistant Treponema pal- lidum.
Antimicrob Agents Chemother 2010;54:583–9.
18. Riedner G, Rusizoka M, Todd J et al. Single-dose azithromycin versus penicillin
G benzathine for the treatment of early syphilis. N Engl J Med 2005;353:1236–44.
19. Hook EW, Behets F, Van Damme K et al. A phase III equivalence trial of
azithromycin versus benzathine penicillin for treatment of early syphilis. J Infect
Dis 2010;201:1729–35.
20. Tipple C, McClure MO, Taylor GP. High prevalence of macrolide resistant
Treponema pallidum strains in a London centre. Sex Transm Infect 2011;87:486–
8.

Anda mungkin juga menyukai