Dr Heni Setyowati, MKKK
infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
spiroseta Treponema pallidum,
bersifat kronis, dan dapat mengenai hampir seluruh
struktur tubuh.
ditularkan melalui kontak seksual atau luka pada kulit
dari lesi infeksius, in utero dari ibu ke anak, dan melalui
transfusi darah.
Bila tidak diterapi, sifilis dapat berkembang dalam 4
fase, yaitu sifilis primer, sekunder, laten dan tersier
patofisiologi
Patofisiologi sifilis dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu sifilis yang didapat maupun sifilis kongenital.
Perbedaan patofisiologi keduanya terdapat pada
cara masuknya bakteri Treponema pallidum. Pada
sifilis didapat, bakteri masuk melalui mukosa atau
kulit, sedangkan pada sifilis kongenital, bakteri
menembus sawar plasenta dan menginfeksi fetus
Sifilis Didapat
Treponema pallidum mula-mula masuk melalui
mikroabrasi dermal atau membran mukosa yang
intak. Hal ini akan menyebabkan munculnya lesi
tunggal tidak nyeri (chancre)
Dalam beberapa jam setelahnya bakteri akan masuk
ke dalam aliran limfe dan darah yang kemudian
menjadi infeksi sistemik
PATOFISIOLOGI
SIFILIS DIDAPAT
Kulit/ E
R
mucosa N
C
A
CH
TREPONEMA
PALIDUM
DARAH /
CHANCRE : LESI TUNGGAL TIDAK NYERI LIMFE
Sifilis Primer
Sifilis primer memiliki karakteristik dengan
terbentuknya chancre yang tidak nyeri pada lokasi
inokulasi setelah masa inkubasi 3-6 minggu.
Lesi ini memiliki dasar berbentuk punched out, bagian
tepi bergelombang, dan sangat infeksius.
Chancre memiliki gambaran histologi berupa infiltrasi
leukosit mononuklear, makrofag dan limfosit.
chancre akan berkembang menjadi indurasi, kemudian
membentuk ulkus yang tidak purulen. Lesi akan
sembuh sendiri dalam 4-6 minggu
Sifilis Sekunder
Dalam hitungan jam setelah inokulasi ( saat terjadi evolusi
stadium primer), Treponema pallidum menyebar dan
berdeposit pada jaringan tubuh secara luas, tetapi
umumnya pada area kutan atau mukosa.
Pada tahap ini, akan muncul :
lesi makulopapular, papular, makular, atau anular
papular.
umumnya ditemukan pada telapak tangan dan kaki.
Lesi berbatas tegas, berwarna merah kecoklatan, dengan
diameter sekitar 5 mm dan merupakan lesi paling
infeksius.
Sifilis sekunder terbentuk dalam 4-10 minggu setelah
munculnya lesi primer.
Condyloma lata ( lesi tdk nyeri, merah abu2, terbentuk
pada lokasi yg lembab ) dan patchy alopacia ( alopecia
berbentuk bercak2 ) merupakan gambaran yang hanya
ditemukan pada sifilis sekunder.
Sifilis Laten
Lesi sifilis sekunder dan manifestasi lainnya umumnya
menghilang sendiri dalam 3 bulan. Periode tanpa gejala
ini disebut sebagai sifilis laten. Namun, kendati tidak
terdapat gejala, sifilis laten tetap menular dan dapat
diturunkan pada bayi yang lahir dari ibu yang tidak
diobati
Sifilis Tersier
Beberapa tahun setelah periode laten, orang dengan
sifilis dapat mengalami gejala tersier berupa neurosifilis,
penyakit kardiovaskular, dan sifilis gummatosa.
Pada sifilis gummatosa terbentuk lesi granulomatosa
yang disebut Gumma memiliki gambaran berupa
jaringan nekrotik sentral dengan tekstur seperti karet
yang dapat terbentuk di berbagai organ. Pada gambaran
histopatologinya terdapat makrofag berbentuk palisade
disertai fibroblas dan sel plasma di tepi lesi. Gumma
dapat pecah, membentuk ulkus, dan berangsur-angsur
menjadi fibrotik.
Sifilis kardiovaskular biasanya terjadi 10 tahun setelah
infeksi primer, umumnya terjadi pembentukan
aneurisma pada aorta ascendens yang disebabkan oleh
inflamasi kronik yang merusak vasa vasorum.
Neurosifilis memiliki gambaran yang bervariasi.
Meningitis sifilis terjadi akibat invasi spiroseta pada
sistem saraf pusat. Sifilis meningovaskular
menyebabkan infark dan kerusakan neurologi luas
akibat kerusakan pembuluh darah meninges, otak, dan
korda spinalis. Parese generalis terbentuk karena
kerusakan pada daerah kortikal otak dengan gejala awal
menyerupai demensia dimana terjadi gangguan memori
dan berbicara, gangguan kepribadian, iritabilitas, dan
gejala psikotik
KONGENITAL
AB
IUFD
TP BP
LAHIR
TP = treponema palidum
BP = barier plasenta
USIA 2 TH MUNCUL GEJALA ( SIFILIS SEKUNDER DG
AB -= abortus
CONDILOMA LATA )
IUFD= intra uterin fetal
death DEFORMITAS TULANG DAN GIGI
Faktor Risiko :
Usia reproduktif
Tingkat pendidikan yang rendah
Hubungan seksual sesama jenis
Infeksi HIV
Jumlah pasangan seksual yang banyak
Penggunaan kondom yang tidak
konsisten
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, pada tahun 2011 prevalensi sifilis pada
wanita pekerja seks yang terinfeksi HIV adalah
16,7% dan yang tidak terinfeksi HIV adalah 9,47%.
Pada populasi pria yang berhubungan seksual
dengan pria yang terinfeksi HIV adalah 23,8% dan
yang tidak terinfeksi HIV sebesar 16,67%.
DIAGNOSIS
Menggali faktor risiko
Anamnesis
Secara umum sifilis tersier terbagi menjadi sifilis gummatosa,
sifilis kardiovaskular, dan neurosifilis.
Lesi gummatosa sering muncul dalam 3-10 tahun setelah
terinfeksi berupa infiltrat sirkumskrip kronis, berbatas
tegas,dan destruktif yang dapat mengenai kulit, mukosa, atau
tulang.
Sifilis kardiovaskular umumnya mengenai aorta dan dapat
menyebabkan terbentuknya aneurisma, gangguan katup, dan
penyempitan ostium koroner.
Neurosifilis dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik. Pada
jenis asimtomatik tidak ditemukan tanda dan gejala tetapi
ditemukan abnormalitas pada cairan serebrospinal. Pada jenis
simptomatik, neurosifilis dapat muncul sebagai meningitis
sifilis, neurosifilis meningovaskular, dan neurosifilis
parenkimatosa.
Sifilis Kongenital
Sifilis kongenital terbagi menjadi sifilis
kongenital awal (terjadi dalam 2 tahun pertama
kehidupan) dan sifilis kongenital akhir (terjadi
pada anak berusia diatas 2 tahun.) Tanda yang
muncul pada sifilis kongenital awal dapat
berupa ruam difus, pengelupasan kulit,
hepatosplenomegali, anemia, limfadenopati,
demam, ikterik, saddle nose, pseudoparalisis,
periostitis, glomerulonefritis, dan gangguan
neurologi.
Pada sifilis kongenital akhir, tanda yang muncul
mirip dengan gejala sifilis tersier pada orang
dewasa
Diagnosis Banding
Pada pasien yang terdiagnosis sifilis sebaiknya dilakukan
penelusuran infeksi menular seksual lainnya. Begitu pula
bila terdapat ruam generalisata pada pasien dengan infeksi
menular seksual, sifilis perlu dipikirkan.
Diagnosis banding sifilis berdasarkan stadium antara lain:
Sifilis Primer: ulkus piogenik, herpes simpleks, balanitis,
scabies, limfogranuloma venereum, chancroid, karsinoma sel
skuamosa kulit, , penyakit behcet
Sifilis Sekunder: alopecia areata, morbili, erupsi obat alergi,
psoriasis, pityriasis rosea, condyloma acuminata, dermatitis
seboroik
Sifilis Tersier: aktinomikosis, sporotrikosis, neoplasma,
tuberculosis kulit, gagal jantung kongestif, sarcoidosis,
stroke
Pemeriksaan Penunjang
Sifilis Didapat
Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma
Reagin (RPR). Oleh karena dapat terjadi positif palsu atau negatif
palsu, perlu dilakukan konfirmasi dengan tes treponema
seperti fluorescent treponemal antibody-absorbed test (FT-
ABS), Treponema Pallidum Particle Agglutination (TPPA),
dan Enzyme Immuno Assay (EIA).
Titer antibodi pemeriksaan nontreponema dipengaruhi oleh
aktivitas penyakit dan dapat digunakan untuk mengetahui respon
terapi dimana titer akan non reaktif seiring penyembuhan
penyakit. Peningkatan titer 4 kali lipat mengindikasikan perbedaan
yang signifikan antara dua pemeriksaan nontreponemal.
Pemeriksaan treponema umumnya akan tetap positif dalam waktu
lama dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas penyakit atau terapi
Sifilis Kongenital
Pemeriksaan sifilis pada ibu hamil disarankan pada saat
kunjungan prenatal yang pertama kali. Wanita berisiko
tinggi untuk tertular sifilis harus diperiksa kembali pada
trimester ketiga dan saat kelahiran anak. Wanita hamil
dengan hasil tes seropositif harus dianggap infeksius
kecuali terdapat riwayat terapi yang adekuat dalam rekam
medis dan hasil titer antibodi sekuensial menunjukkan
penurunan sebesar 4 kali lipat.
Titer serologi harus diperiksa setiap bulan bila pasien
memiliki resiko untuk terinfeksi sifilis atau tinggal pada
daerah dengan prevalensi tinggi penyakit ini. Setiap wanita
yang melahirkan bayi lahir mati setelah 20 minggu masa
gestasi disarankan untuk menjalani pemeriksaan sifilis.
Menentukan diagnosis sifilis kongenital tidak mudah
karena antibodi IgG nontreponema dan treponema dari ibu
dapat disalurkan pada bayi.
PENATALAKSANAAN
Antibiotik
Antibiotik pilihan untuk sifilis adalah benzil benzatin
penicillin G yang diberikan secara intramuskular.
DOSIS :
Stadium primer dan sekunder : 2,4 juta IU secara
intramuskular, dosis tunggal
Stadium laten : 2,4 juta IU secara intramuskular, setiap
minggu pada hari ke-1, 8, dan 15.
Alternatif antibiotik yang alergi penicillin atau bila penicillin
tidak tersedia adalah :
Doxycycline 2 x 100 mg per oral selama 14 hari untuk
stadium primer dan sekunder, atau selama 28 hari untuk
sifilis laten.
Azithromycin 2 gram per oral dosis tunggal untuk stadium
primer
Sifilis Tersier
untuk sifilis tersier yaitu benzathine penicillin
G 2,4 juta IU intramuskular setiap minggu
selama 3 minggu.
Pada neurosifilis dan sifilis okular
direkomendasikan pemberian aqueous
crystallinepenicillin G 18-24 juta IU per hari (3-4
juta unit IV setiap 4 jam atau kontinyu) selama
10-14 hari dengan regimen alternatif penicillin
prokain 2,4 juta IU intramuscular per hari
ditambah probenesid 500 mg oral 4 kali sehari
selama 10-14 hari.
Sifilis dengan HIV
Pasien dengan HIV :
memiliki resiko komplikasi neurologi pada sifilis
stadium awal,
sering mengalami kegagalan terapi,
memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadi reinfeksi,
respon serologi lebih lambat dibandingkan dengan
pasien tanpa infeksi HIV.
benzil benzatin penicillin G 2,4 juta IU intramuskular
dosis tunggal.
untuk sifilis laten yaitu benzil benzatin penicillin G 2,4
juta IU intramuskular dosis tunggal untuk sifilis laten
awal, dan selama 3 minggu pada sifilis laten akhir
Sifilis Kongenital
Sifilis kongenital dapat diklasifikasikan menjadi empat,
yaitu proven atau highly probabale, possible, less
likely, dan unlikely.
Regimen yang direkomendasikan adalah:
Aqueous crystalline penicillin G 50.000 IU/kg/dosis
intravena setiap 12 jam pada 7 hari pertama, dan setiap 8
jam pada hari selanjutnya hingga 10 hari
Prokain penicillin G 50.000 IU/kg intramuskular setiap
hari selama 10 hari.
Pada less likely, regimen yang direkomendasikan adalah
benzil benzatin penicillin G 50.000 IU/kg intramuskular
dosis tunggal.
Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada sifilis
sekunder dimana terjadi vaskulitis yang
luas yang dapat menyebabkan hepatitis,
iritis, nefritis, dan gangguan
neurovaskular (sifilis meningovascular
dini).
Sifilis kardiovaskular dapat menyebabkan
gagal jantung, stenosis ostial koroner, dan
nekrosis aorta medial.
Prognosis
tergantung pada morbiditas masing2 stadium, mulai dari
gejala minimal pada sifilis primer, hingga morbiditas berat
pada sifilis tersier.
20% pasien sifilis tersier yang tidak diterapi meninggal,
tetapi dengan terapi yang adekuat 90% pasien neurosifilis
berespon secara klinis.
Sekitar 30% pasien yang tidak diterapi akan mengalami
komplikasi pada fase tersier, dimana 10% mengalami sifilis
kardiovaskular, 6% neurosifilis, dan 16% sifilis gummatosa.
Sifilis kongenital dapat menyebabkan abortus dan sekitar
50% bayi mengalami kematian janin intrauterin atau
kematian segera setelah lahir.
Kematian neonatus dengan sifilis umumnya disebabkan
oleh perdarahan paru, superinfeksi bakteri, atau hepatitis
fulminan
Tujuan Edukasi dan promosi kesehatan
memastikan pengobatan yang adekuat dan mencegah
penyebaran penyakit
menjalani pengobatan secara disiplin agar terapi
adekuat.
pentingnya penggunaan kondom dan deskripsi gejala
yang berkaitan dengan infeksi menular seksual.
memberi informasi pada pasangan seksualnya bila
terinfeksi dan perlu dilakukan terapi bersama.
Profilaksis antibiotik diberikan pada individu yang
memiliki kontak seksual dengan pasangan yang positif
sifilis pada stadium primer, sekunder, atau latent awal