Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER FARMAKOTERAPI

Auliyaa Zahra S./ 1308010135

KASUS :

Ny. XY (29) seorang pelayan diskotik dibawa ke rumah sakit oleh teman-
temannya dengan keluhan utama batuk berdahak lebih dari 3 bulan disertai
darah. Dalam seminggu terakhir demam dan berkeringat dingin terutama malam
hari, malaise, dada terasa nyeri saat batuk. Berat badan pasien menurun drastis
dalam setahun terakhir. Sudah pernah dibawa periksa ke dokter terdekat
dengan diagnosa bronkitis kronik dan mendapatkan terapi antibiotika tetap tidak
ada perbaikan kondisi. Pasien juga seorang pengguna narkotika jenis morfin
suntik dan pernah MRS dengan diagnosa hepatitis B. Hasil pemeriksaan fisik
menunjukkan kesadaran compose mentis, GCS E4.M6.V5. Tekanan darah
100/60 mmHg, nadi 110x/menit; suhu tubuh 39.6 RR 25x/ menit. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan imunokromatografi (+); ELISA I (+) dan
ELISA II (+), CD4 250; Hb 9,5 g/dL; leukosit 350,000; trombosit 550,000; GDS
75 mg/dL; SGOT 55g/dL ; SGPT 75 g/dL; BUN 35 mg/dL; kreatinin serum 1,97
mg/dL; uji BTA (+); pemeriksaan foto thorax menunjukkan nodular di segmen
apikal dan posterior lobus atas alveoli dan segmen superior lobus bawah
bayangan bercak millier dan efusi pleura unilateral.

PERTANYAAN :

1. Identifikasi permasalahan medis yang dialami pasien.


2. Identifikasi permasalahan terapi yang dialami pasien.
3. Tentukan tujuan terapi yang anda berikan pada pasien.
4. Tentukan terapi farmakologi dan non-farmakologi untuk pasien.
5. Tentukan monitoring dan evaluasi untuk pasien.

JAWABAN :

A. Analisis Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan


1.) Hasil Pemeriksaan Vital

Hasil Pemeriksaan
Nilai Normal Hasil Pemeriksaan Interpretasi
Vital
Normal, pasien tidak
GCS E4. M6. V5 E4. M6. V5
mengalami koma
Nadi 60-100 x/menit 110x/menit Takikardia
Tekanan darah < 120/80 mmHg 100/60 mmHg Normal
Suhu tubuh 36.7 - 37.0°C 39.6 Indikasi demam
Mengindikasi
RR 12-20x/ menit 25x/ menit adanya disfungsi
saluran nafas
*) Sumber : Normal Vital Signs-School of Health Professions (Link:
http://healthprofessions.missouri.edu/pt/pdf/emergency.pdf )
- Catatan tambahan : Kesadaran pasien compose mentis.
2.) Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hasil
Nilai Hasil
Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
Laboratorium
Resiko infeksi oportunistik meningkat dan
CD4 500 - 1,600 cells/μL 250 cells/μL
ada indikasi menderita HIV
Mengindikasi terkena anemia, mengalami
Hb 12-16 g/dL 9,5 g/dL
kekurangan darah
Leukosit 3200 - 10,000/mm3 350,000/mm3 Terjadi peningkatan, mengalami infeksi
Terjadi peningkatan, indikasi pasien
Trombosit 170,000 - 380,000/mm3 550,000/ mm3
mengalami trobositosis
GDS 70 – 200 mg/dL 75 mg/dL Normal
Terjadi peningkatan enzim pemetabolisme
SGOT 5-35 U/L 55g/dL
yang tinggi
Ada peningkatan, hepar mengalami
SGPT 5-35 U/L 75 g/dL
gangguan serius
BUN 7 - 20 mg/dL 35 mg/dL Indikasi adanya luka/ penyakit pada ginjal
Kreatinin Terjadi peningkatan, derajat kegagalan ginjal
0,6 – 1,3 mg/dL 1,97 mg/dL
serum termasuk ringan  ada gangguan
*) Sumber : Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011. Kemenkes RI.
Catatan tambahan:
- Pemeriksaan foto thorax menunjukkan nodular di segmen apikal posterior
lobus atas alveoli dan segmen superior lobus bawah bayangan bercak
millier dan efusi pleura unilateral,
- uji BTA (+) positif; imunokromatografi (+) positif,
- ELISA I (+) positif ; ELISA II (+) positif.

B. MENJAWAB INSTRUKSI

1. Pasien mempunyai keluhan :


- batuk berdahak disertai darah selama 3 bulan lebih,
- demam dan berkeringat dingin terutama malam hari selama seminggu ini,
- malaise (rasa kurang nyaman),
- dada terasa nyeri saat batuk,
- berat badan pasien menurun drastis dalam setahun terakhir.
Apabila ditinjau dari keluhan-keluhan pasien, jenis keluhan tersebut cocok
dengan gejala-gejala utama pasien tuberkulosis maka dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita tuberkulosis (TB) (Anonim,2012). Hal ini
diperkuat dengan nilai leukosit diatas normal, yang menunjukkan kalau
terjadi infeksi dalam tubuh. Dan pada pemeriksaan tanda vital yang
mendukung yaitu suhu badan yang diatas normal menunjukkan terjadi
infeksi dalam tubuh dan RR menunjukkan rasa tidak nyaman dalam
bernafas (sesak).
Pemeriksaan foto thorax menunjukkan nodular di segmen apikal posterior
lobus atas alveoli dan segmen superior lobus bawah bayangan bercak millier
dan efusi pleura unilateral menunjukkan bahwa TB yang diderita pasien
merupakan TB ekstra-paru, dimana tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain (Werdhani,2002). Menurut buku Isofarter
(2008), TB pasien termasuk dalam kategori 1.
Hasil pemeriksaan ELISA I & II merupakan bukti kuat bahwa pasien
mengidap HIV. Hal ini diperkuat dengan nilai CD4 yang berada dibawah
normal, namun diatas 200 cells/μL.
2. Terapi yang diberikan oleh dokter sama sekali tidak efektif. Hal ini
dikarenakan dokter mengira pasien mengidap penyakit bronkitis sehingga
pasien diberikan antibiotik. Selain itu, tidak ada catatan pemberian terapi
untuk TB pada pasien padahal gejala tersebut sudah dirasakan pasien
selama lebih dari 3 bulan.
3. Tujuan terapi
- Mengobati TB pada pasien
- Menghilangkan gejala yang mengganggu pasien
- Meningkatkan kualitas hidup pasien
- Mencegah HIV berkembang menjadi parah
4. Terapi non-farmakologi :
- Menghentikan penggunaan narkoba jarum suntik,
- Merehabilitasi diri untuk menghentikan ketergantungan morfin

Terapi Farmakologi : Pada prinsipnya pengobatan TB pada pasien ko-


infeksi TB HIV harus diberikan segera sedangkan pengobatan ARV dimulai
setelah pengobatan TB dapat ditoleransi dengan baik, dianjurkan diberikan
paling cepat 2 minggu dan paling lambat 8 minggu (Anonim,2012).

- Pasien harus dirawat inap di rumah sakit karena batuknya berdarah dan
status TB parunya milier dan apabila tidak dirawat di rumah sakit
dikhawatirkan akan mengancam keselamatan jiwa.
- Dilakukan pembedahan apabila semua penderita yang telah mendapat
OAT adekuat tetapi dahak tetap positif, penderita batuk darah yang masif
tidak dapat diatasi dengan cara konservatif dan penderita dengan fistula
bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif
(anonim, 2011).
- ARV yang digunakan untuk pasien ko-infeksi HIV/TB yaitu berasal dari
lini pertama yaitu AZT atau TDF + 3TC (FTC) + EFV . Dalam hal ini
direkomendasikan penggunaan TDF + 3TC + EFV. Untuk terapi infeksi
oportunistik (IO) seperti TB, ARV diberikan setidaknya 2 minggu
setelah pasien mendapatkan pengobatan infeksi opportunistik.
- Dosis EFV (Efavirenz) dalam bentuk tablet 600mg 1x/ sehari
Dosis TDF (Tenofovir) dalam bentuk tablet 300 mg 1x/ sehari
Dosis 3TC (Lamivudine) dalam tablet 300 mg setiap 24 jam
- Untuk TB digunakan INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
selama 2 bulan (fase intensif) tiap hari lalu selanjutnya (fase lanjutan)
dengan INH dan Rifampisin 3x seminggu (2HRZE/4H3R3) (Isofarter,2008)
- Untuk terapi hepatitis B obatnya sama dengan 3TC. Hepatitis B dan HIV
mempunyai beberapa kemiripan karakter, di antaranya adalah merupakan
blood-borne disease, membutuhkan pengobatan seumur hidup, mudah
terjadi resisten terutama jika digunakan monoterapi dan menggunakan obat
yang sama yaitu Tenofovir, lamivudine dan emtricitabine. (Anonim,2011).

5. Monitoring dan evaluasi :


- Parameter keberhasilan terapi yaitu :
a. Pemantauan nilai CD4 pasien, yaitu dengan melihat data jumlah
CD4 saat mulai ART dan perkembangan CD4 yang dievaluasi tiap 6
bulan sangat diperlukan untuk menentukan terdapatnya kegagalan
imunologis.
b. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin,
dan gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau
efek samping pengobatan .(Anonim,2011)
c. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan Etambutol
(Anonim,2011).
d. Evaluasi mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA
dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi
foto toraks 6, 12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh (Anonim,
2011)
- Pada interaksi obat tidak ada interaksi obat antara NRTI dan Rifampisin.
- Monitoring kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat.(Anonim,2011)
- Uji resistensi pasien terhadap lamivudine

----------------------------------------oOo----------------------------------------oOo------------------------

REFERENSI

Anonim. 2011. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.


Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada orang Dewasa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonim. 2012. Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Sukandar, Elin Yuliana,dkk. 2008. Iso Farmakoterapi : Buku 1. Jakarta : ISFI
Penerbitan.
UMHS. 2012. Normal Vital Signs-School of Health Professions Tersedia di
http://healthprofessions.missouri.edu/pt/pdf/emergency.pdf Diakses tanggal
27 April 2016.
Werdhani, R. A. (2002). Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Jakarta:
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga FKUI.

Anda mungkin juga menyukai