Arismen
Bidang Perencanaan RSD Kolonel Abundjani Bangko
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
dalam menghadapi peningkatan rujukan dan kunjungan pasien peserta BPJS. Siap tak
siap rumah sakit pemerintah wajib untuk mendukung program JKN dan tidak boleh
menolak rujukan pasien peserta BPJS.
Guna mendukung pembiayaan program JKN ini dan pemerintah telah
mengeluarkan anggaran yang cukup besar setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan yang
dianggarkan oleh pemerintah pusat disalurkan ke daerah-daerah melalui anggaran dana
alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) Fisik dan Non-Fisik, Jaminan
Persalinan (Jampersal) dan sebagainya. Semua program anggaran ini disalurkan untuk
pemerataan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga memudahkan
bagi masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Pembiayaan kesehatan dari pemerintah pusat pada umumnya digunakan untuk
kegiatan promotif dan preventif yang dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar di daerah. Bentuk pembiayaan kesehatan yang dianggarkan pemerintah melalui
anggaran DAK Fisik dan Non – Fisik adalah untuk kegiatan Sarana dan Prasarana
Pelayanan Kesehatan Dasar (Fisik), Pelayanan Farmasi (Obat dan BMHP), Distribusi
Obat dan E-Logistik, Biaya Operasional Kesehatan (BOK Kabupaten dan Puskesmas),
Jampersal, Akreditasi Puskesmas dan dana program penyakit menular dan penyakit
lainnya yang ditransferkan ke Dinas Kesehatan. Disamping itu fasilitas pelayanan
kesehatan dasar juga mendapatkan dana kapitasi dari BPJS untuk melayani pasien
peserta BPJS.
Dukungan pembiayaan kesehatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar sangat
besar sekali, dengan harapan program promotif dan preventif dapat berjalan secara
optimal. Terlaksananya program promotif dan preventif dengan bantuan pembiayan
kesehatan tersebut diharapkan tingkat kesehatan masyarakat akan meningkat.
Beda halnya dukungan pemerintah pusat dan daerah terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan (rumah sakit) milik pemerintah adalah bertolak belakang dengan
dukungan pembiayaan kesehatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Rumah sakit
milik pemerintah hanya mendapat pembiayaan kesehatan dalam bentuk anggaran DAK
Fisik yang digunakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan
rujukan. Apalagi rumah sakit pemerintah yang sudah berstatus Badan Layanan Umum,
harus berusaha keras untuk mengatur pembiayaan operasionalnya dari pendapatan
pelayanan kesehatan yang telah diberikan.
2
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
RSD Kol. Abundjani Bangko adalah rumah sakit pemerintah Kabupaten
Merangin yang sudah berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), disamping
melayani pasien peserta Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) juga melayani pasien
Non-BPJS. Dalam memberikan pelayanan kesehatan rujukan di RSD Kol. Abundjani
Bangko yang merupakan rumah sakit rujukan di Kabupaten Merangin diwajibkan untuk
tidak menolak pasien yang dirujuk dari fasilitas pelayanan kesehatan dasar, baik peserta
BPJS maupun tidak, sehingga setiap tahunnya jumlah kunjungan pasien selalu
meningkat.
Dengan meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat menyebabkan
makin meningkat pula kebutuhan (demand) masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
di RSD Kol. Abundjani Bangko. Peningkatan kunjungan pasien ini berimbas pada
peningkatan dalam pembiayaan pelayanan kefarmasian, yakni peningkatan penyediaan
sediaan farmasi. Disamping melayani pasien BPJS, Non-BPJS, RSD Kol. Abundjani
Bangko juga harus melayani pasien tidak mampu (SKTM) yang tidak terdaftar dalam
program PBI-BPJS, pasien terlantar, pasien tahanan, pasien gizi buruk, pasien KDRT
dan pasien tahanan yang semuanya tidak dianggarkan baik oleh pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat dan semua pembiayaanya menjadi beban rumah sakit.
Terjadinya defisit anggaran di BPJS menjadi permasalahan tersendiri bagi RSD
Kol. Abunjani Bangko disamping permasalahan lainnya dalam hal penyediaan
pembiyaan untuk sediaan farmasi. Defisit anggaran di BPJS mengakibatkan
terlambatnya pencairan klaim rumah sakit. Keterbatasan anggaran yang dimiliki RSD
Kol. Abundjani Bangko mengakibatkan terganggunya manajemen logistik sediaan
farmasi, sehingga pelayanan ke pasien tidak dapat dilaksanakan secara optimal dalam
pelayanan penyembuhan pasien. Sediaan farmasi tertentu mengalami kekosongan,
distributor obat dan BMHP tidak mau mensuplai ke RSD Kol. Abundjani Bangkok
karena utang rumah sakit yang jatuh tempo belum dilunasi.
Berdasarkan permaslahan yang terjadi di RSD Kol. Abundjani Bangko tersebut,
maka penulis mengambil tema dalam pembahasan ini adalah tentang “ Pembiayaan
Kesehatan Dalam Penyediaan Sediaan Farmasi Pada Era Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) di RSD Kol. Abundjani Bangko“.
3
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
Ruang lingkup belanja kesehatan atas pembiayaan kesehataan yang disediakan
adalah meliputi :
1. Belanja Kesehatan
Belanja untuk aktivitas yang tujuan utamanya adalah untuk ;
a. Mempromosikan kesehatan
b. Mencegah penyakit
c. Mengobati dan menyembuhkan penyakit untuk mengurangi tingkat kematian
dini
d. Perawatan bagi kondisi kronis atau disabilitas
e. Pengelolaan administrasi dan regulasi
2. Belanja Investasi
Belanja investasi atau belanja barang modal yang memiliki masa guna lebih dari
satu tahun termasuk belanja pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, penelitian
dan pengembangan kesehatan.
3. Belanja Non Kesehatan
Belanja yang kegiatannya diluar fungsi kesehatan, misalnya belanja fungsi
pendidikan di satuan kerja Poltekkes, BPPSDMK, program-program
kependudukan di BKKBN.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2004, tentang Jaminan Sosial
nasional, bahwa pelayanan kesehatan memiliki ciri yang khas, yakni :
1. Kebutuhan pelayanan kesehatan muncul secara sporadik dan tidak dapat diprediksi,
sehingga tidak mudah untuk memastikan bahwa setiap individu mempunyaicukup
uang ketika memerlukan pelayanan kesehatan
2. Biaya pelayanan kesehatan pada kondisi tertentu juga sngat mahal, seperti
pelayanan kesehatan dengan alat canggih (operasi dan tindakan khusus lain),
kondisi emergensi dan keadaan sakit jangka panjang yang tidak akan mampu
ditanggung pembiayaannya oleh masyarakat umum.
3. Orang miskin tidak saja lebih sulit menjangkau pelayanan kesehatan, tetapi juga
lebih membutuhkan pelayanan kesehatan karena buruknya kondisi gizi, perumahan.
4. Apabila individu menderita sakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berfungsi
termasuk bekerja, sehingga mengurangi kemampuan membiayai.
5
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
Asuransi kesehatan yang sering dipakai adalah managed care, dimana sistem
pembiayaan dikelola secara terintegrasi dengan sistem pelayanan. Sistem managed care
ini muncul akibat dari sistem pembiayaan kesehatan yang lama dan inflasi pembiayaan
kesehatan yang terus meningkat.
Menurut penelitian Juanita, 2002, bahwa secara umum managed care
merupakan suatu sistem dimana pelayanan kesehatan terlaksana secara terintegrasi
dengan sistem pembiayaan kesehatan, yang mempunyai 5 elemen, yakni :
1. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh provider tertentu
2. Adanya kriteria khusus untuk penetapan provider
3. Mempunyai program pengawasan mutu dan managemen utilisasi
4. Penekanan pada upaya promotive dan preventif
5. Adanya financial insentive bagi peserta yang melaksanakan pelayanan sesuai
prosedur.
Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia dikelola secara terintegrasi dengan
sistem pelayanan terutama untuk pelayanan di rumah sakit dengan menerapkan sistem
seperti diagnosis realted groups (DRGs) yang sekarang dikenal dengan nama INA-
CBGs dan pengelolaannya ditunjuk oleh pemerintah kepada Badan Pengelolaan
Jaminan Sosial (BPJS).
6
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
kerjasama bilateral atau kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
internasional.
Mekanisme pembiayaan kesehatan yang dilakukan adalah dalam bentuk ;
1. Pendapatan negara atau pajak
2. Kontribusi asuransi sosial
3. Premi asuransi swasta
4. Pembiayaan dari masyarakat, seperti dana sehat
5. Out of pocket payments
Pembiayaan kesehatan pemerintah pusat dalam bentuk dana DEKON, Tugas
Perbantuan (TP), dana alokasi khusus (DAK), Jampersal, BPJS Kesehatan, biaya
operasional kesehatan (BOK), gaji dokter dan bidan PTT. Sementara pembiayaan
kesehatan dari pemerintah daerah berasal dari dana alokasi umum (DAU) dan
pendapatan asli da erah (PAD).
Jumlah pembiayaan kesehatan di Kabupaten Merangin yang berasal dari
Pemerintah Pusat dalam bentuk program DAK Fisik dan Non-Fisik adalah sebagaimana
yang tercantum pada table 1.
Tabel 1. Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Non Fisik Kabupaten
Merangin Tahun 2017 – 2018
Tahun
No Uraian
2017 2018
1 Pelayanan Dasar 6.122.979.000 7.505.266.000
2 Pelayanan Rujukan 3.129.630.000 6.598.741.000
3 BOK 9.589.469.000 15.127.517.000
4 Distribusi Obat dan E-Logistik 126.802.000 161.178.000
5 Pelayanan Farmasi (Obat PKD 9.531.335.000 5.555.077.000
dan BMHP)
6 Akreditasi Puskesmas 829.660.000 2.088.000.000
7 Jampersal 3.189.539.000 3.931.023.000
JUMLAH 32.519.411.000 40.966.807.000
Tahun
No Uraian
2015 2016 2017 2018
1 PAD RS 22.496.181.081 28.392.111.080 36.930.694.855 37.000.000.000
2 Anggaran Sediaan 7.606.604.900 7.361.553.029 9.256.193.505 10.070.000.000
Famasi
3 % Alokasi 34 % 26 % 25 % 27 %
Pembiayaan
Sediaan Farmasi
Sumber : Laporan Tahunan RSD Kol. Abundjani Bangko
8
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
Permenkes No. 72 tahun 2016 bahwa tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu
pelayanan farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama
(drug oriented) ke paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi Pharmacheutical
Care (Pelayanan kefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan
yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningsih, 1999, bahwa sediaan farmasi
sebagai salah satu unsur penting bagi pengobatan, mempunyai kedudukan sangat
strategis dalam upaya penyembuhan dan operasional rumah sakit. Pengelolaan obat di
rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), Panitia Farmasi dan
Terapi (PFT) dan terkait erat dengan anggaran rumah sakit.
Dalam menjamin ketersediaan sediaan farmasi disamping manajemen
pengelolaannya yang solid juga harus didukung dengan ketersediaan anggaran.
Keterbatasan anggaran akan menganggu proses pengadaan sediaan farmasi. Di RSD
Kol. Abundjani Bangko, pada tahun 2016 dan 2017 mengalami defisit anggaran untuk
pembiayaan sediaan farmasi, yakti sebesar Rp. 1.500.000.000,- (2016) dan Rp.
3.150.000.000,- (2017). Salah satu faktor penyebabnya adalah keterbatasan dana tunai
di RSD Kol. Abundjani Bangko.
Defisit anggaran yang dialami oleh BPJS sebagai akibat dari dari tahun 2014
sampai sekarang disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakan menggunakan
BPJS Kesehatan dalam menangulangi penyakitnya dan juga dipengaruhi oleh program
JKN-KIS. Awal program BPJS Kesehatan orang takut berobat ke rumah sakit karena
tidak sanggup bayar, sekarang dengan program JKN-KIS demand masyarakat untuk
berobat ke rumah sakit semakin meningkat.
Meningkatnya demand masyarakat berobat ke rumah sakit akan menaikkan
pembiayaan kesehatan, yang seharusnya bisa ditanggulangi di fasilitas pelayanan dasar.
Masyarakat berasumsi berobat ke rumah sakit lebih bagus dibandingkan dengan di
fasilitas pelayana dasar, karena bisa berobat langsung dengan dokter spesialis dan
obatnya dianggap lebih baik deari obat yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
Dengan pola pikir masyarakat seperti ini secara tidak langsung akan meningkatkan
9
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
pembiayan pelayanan kesehatan di rumah sakit terutama pembiayaan sediaan farmasi.
Keterlambatan pencairan klaim dari BPJS Kesehatan ke rumah sakit merupakan salah
satu faktor terjadinya kekosongan sediaan farmasi di rumah sakit. Jika hal ini tidak
ditangani secara baik, maka tujuan program Jaminan Kesehatan Nasional akan sulit
terwujud
10
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
BAB 3
11
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
BAB 4
PEMBAHASAN
12
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
akan terjadi kekosongan sediaan farmasi di Puskesmas. Kekosongan obat di Puskesmas
menimbulkan permasalahan dalam persoalan tersendiri dalam menangulangi masalah
kesehatan masyarakat, apalagi kegiatan promotif dan preventif juga tidak berjalan
dengan optimal. Imbas dari permasalahan yang terjadi di Kabupaten Merangin terutama
Dinas Kesehatan atas kekosongan sediaan farmasi adalah banyak kasus-kasus kesehatan
yang seharusnya bisa dilayani di tingkat Puskesmas terpaksa di rujuk ke RSD kol.
Abundjani Bangko, baik kasus penyakit menular yang merupakan program nasional
maupun penyakit lainnya. Meningkatnya rujukan ke RSD Kol. Abundjani Bangko
berkorelasi dengan peningkatan pemakaian sedian farmasi.
Diinternal RSD Kol. Abunjani Bangko juga ikut menyumbang faktor penyebab
terjadinya kekosongan sediaan farmasi. Kekosongan sediaan farmasi di RSD Kol.
Abundjani Bangko juga disebabkan oleh :
1. Proporsi anggaran untuk pembiayaan sediaan farmasi kurang dari 30%
Proporsi anggaran untuk pembiyaan sediaan farmasi di RSD Kol. Abundjani
Bangko setelah berstatus BLUD dialokasikan sebesar 34% (2015), 26% (2016),
25%(2017) dan 27% (2018). Pada tahun 2015 alokasi pembiayaan sediaan farmasi
sebesar 34% dari pendapatan rumah sakit dan pada tahun ini tidak terjadi
pemasalahan dengan ketersediaan sediaan farmasi. Ketersediaan sediaan farmasi
mulai terganggu sejak tahun 2016, karena alokasi anggaran untuk pembiayaan
sediaan farmasi kecil dibawah 30% dari pendapatan rumah sakit. Kecilnya alokasi
pembiayaan sediaan farmasi sejak tahun 2016 disebabkan karena subsidi dari
pemerintah daerah untuk kegiatan operasional dan investasi ke rumah sakit
dikurangi, sehingga anggaran operasional dan investasi di RSD Kol. Abuandjani
Bangko diambil dari pendapatan rumah sakit.
2. Prilaku dokter yang belum sepenuh hati untuk menggunakan sediaan farmasi yang
tercantum di Formularium Nasional dan Formularium Rumah Sakit.
Implementasi dari sistem INA-CBGs akan berdampak langsung ke rumah sakit.
Jika dokter masih menerapkan prilaku lama yang buruk dalam penulisan resep dan
tidak berpedoman pada item obat di Fornas ataupun Formularium rumah sakit akan
menimbulkan beban operasioanal bagi rumah sakit sendiri. Pasien mau dirawat
sebentar atau lama, pasien diberi obat sesuai formularium atau berdasarkan
keinginan dokter sendiri, rumah sakit akan menerima klaim pembayaran atas
13
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
pelayanan kesehatan tersebut sesuai paket yang tersedia dalam sistem INA-CBGs.
Dalam mengatasi permaslahan ini, manajemen rumah sakit, komite medik dan
komite farmasi terapi RSD Kol. Abundjani harus membahas secara bersama dalam
penyusunan formularium rumah sakit dan dalam menentukan kebijakan pemakaian
sediaan farmasi di masing-masing unit pelayanan serta menyusun clinical pathway
rumah sakit.
3. Belum tersedianya SIM-RS di RSD kol. Abundjani Bangko
Proses pengumpulan data klaim pelayanan pasien peserta BPJS yang belum
terintegrasi dengan SIM-RS akan menimbul kerugian tersendiri bagi RSD Kol.
Abundjani Bangko, diantaranya adalah :
a. Tidak bisa menetukan kepastian total pembiayaan kesehatan terhadap pasien
yang dirawat
b. Tidak kepastian jadwal pengajuan dan pencairan klaim terhadap pelayanan yang
telah diberikan
c. Menambah beban administrasi rumah sakit
d. Besar kemungkinan timbul resiko selisih bayar yang akan ditanggung oleh
rumah sakit
e. Suslit untuk memantau agar cost pelayanan dibawah rate DRG (INA-CBGs)
4. Terjadinya defisit anggaran di BPJS
Defisit anggaran di BPJS menimbulkan keterlambatan proses pencairan klaim atas
pelayanan yang sudah dilaksanakan oleh RSD Kol. Abundjani Bangko. Hampir
75% dari pendapatan RSD kol. Abundjani Bangko bersumber dari pelayanan
kesehatan terhadap pasien peserta BPJS dan keterlambatan pencairan klaim akan
menyulitkan keuangan rumah sakit dalam melaksanakan operasionalnya. Akibat
dari keterlambatan pencairan karena defisit anggaran BPJS menimbulkan
keterlambatan dalam pembayaran utang sediaan farmasi ke distributor atau PBF.
Jika belum ada pelunasan utang ke PBF, rumah sakit tidak bisa membuka faktur
untuk pemesanan obat sehingga semakin lama proses pencairan klaim dari BPJS
maka akan semakin banyak pulak kekosongan sediaan farmasi di rumah sakit.
14
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Dari kesimpulan diatas guna mengatasi permasalahan tersebut, ada beberapa hal
yang harus dilakukan, yakni :
1. Proses pengadaan sediaan farmasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin agar
dilaksanakan di awal tahun anggaran
2. Mengoptimalkan kegiatan promotif dan preventif oleh SDM di Puskesmas ke
masyarakat, sehingga pembiayaan kesehatan dari pemerintah dapat digunakan
dengan tepat sasaran.
15
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
3. Menyediakan SIM-RS di RSD Kol. Abundjani Bangko, sehingga mempermudah
proses pengajuan klaim pelayanan ke BPJS
4. Meningkatkan proporsi anggaran untuk pembiayaan sediaan farmasi di RSD Kol.
Abundjani Bangko.
16
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko
Daftar Pustaka
Depkes RI, 2004. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
Jaminan Sosial Nasional.
Depkes RI, 2009. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit.
Depkes RI, 2011. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
.
Depkes RI, 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2012
Tentang Sistem Kesehatan Nasional.
Depkes RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Juanita, 2002. Peran Ansuransi Kesehatan dalam bendmarking rumah Sakit dalam
Menghadapi Krisis Ekonomi, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas
Sumatera Utara.
RSD, 2016. Laporan Tahunan RSD Kol. Abundjani Bangko Tahun Anggaran 2015.
Bangko
2016.
RSD, 2017. Laporan Tahunan RSD Kol. Abundjani Bangko Tahun Anggaran 2016.
Bangko
2017.
RSD, 2018. Laporan Tahunan RSD Kol. Abundjani Bangko Tahun Anggaran 2017.
Bangko
2018
RSD, 2018. Rencana Biaya dan Anggaran RSD Kol. Abundjani Bangko Tahun 2018.
Bangko 2018
17
Arismen – RSD Kol. Abundjani Bangko