Anda di halaman 1dari 19

PENUGASAN MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA APLASTIK


PADA TANGGAL 6 SEPTEMBER 2019

OLEH : KELOMPOK III

DEWA AYU DEWI CAHYANI ( C2118061)


NI WAYAN DHARMAYANTHI ( C2118062)
I WAYAN SUWANA (C2118063)
KADEK SONIA WIDAYANTI (C2118064)
DESAK PUTU ARY CITRAWATI (C2118065)
I DEWA GEDE ADI SAPUTRA (C2118066)
I MADE OKTA SURIAWAN (C2118067)
NI KETUT NOMERTINI (C2118068)
MADE SANTIKA DEWI (C2118069)

KELAS : DIIIB

PROGRAM ALIH JENJANG SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI
TAHUN AJAR 2019/2020
ANEMIA APLASTIK

A. PENGERTIAN
Anemia aplastik adalah keadaan yang disebabkan berkurangnya sel
hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit akibat
terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Kapita
Selekta Kedokteran, 2014)
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel
hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai
akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.
Anemia aplastik adalah anemia yang normokromik normositer yang
disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang
mati tidak diganti.
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel
hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai
akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum
tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur
pembentukan darah dalam sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)
Anemia Aplastik adalah anemia normokromik normositik yang
disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang sedemikian sehingga sel-sel darah
yang akan mati tidak dapat diganti. Anemia Aplastik mungkin hanya mengenai
sel – sel darah merah, mungkin berkaitan dengan defesiensi semua sel darah
(pansitopenia) (Corwin, 1998).

B. ETIOLOGI
Menurut Soeparman (2001) ada berapa penyebab Anemia Aplastik yaitu :
1. Faktor Genetik
Komplek ini dinamakan anemia aplastik konsitusional antara lain :
a. Anemia Fancosit suatu sindrom yang meliputi hipoplasi sumsum tulang
yang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius
miksefali retardasi mental atau seksual, kelainan ginjal dan limfa.
b. Anemia Asteren Dahesshek anemia tanpa kelainan fisik.
c. Anemia Aplastik Konsitusional tanpa kelainan kulit atau tulang.
d. Sindrom Aplastik Parsial.
 Sindrom black fans – diamond.
 Trombositopenia bawaan.
 Agranulositosis bawaan.
2. Obat – obatan dan bahan kimia
Anemia Aplastik terdiri atas hipersensitivitas atau posisi obat yang
berlebihan praktis semua obat dapat menyebabkan Anemia Aplastik pada
seseorang dengan periprodesisi genetik yang sering menyebabkannya ialah
kloramfenikol bahan kimia terkenal yang dapat menyebabkan Anemia
Aplastik ialah senyawa benzen.
3. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan Anemia Aplastik sementara atau
permanen misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr,
Influenza A, dengan Tuberkulosis (millier). Setiap infeksi virus dapat
menyebabkan Anemia Aplastik sementara atau hepatitis A, hepatitis non
A /non B mungkin hepatitis mungkin dapat menyebabkan hepatitis C dapat
menyebabkan Anemia Aplastik berat sitomegalo virus dapat menekan
produksi sel sumsum tulang.
4. Radiasi
Radiasi dapat menyebabkan Anemia Aplastik berat atau ringan. Bila
sistem hemopoutik yang terkena, maka terjadi Anemia Aplastik ringan. Ini
terjadi akibat pengobatan penyakit keganasan dengan sinar x.
5. Kelainan imunologis.
Zat anti terhadap sel-sel hematomik dan lingkungan makro dapat
menyebabkan anemia aplastik. Perbaikan fungsi homopoetik setelah
pengobatan dengan inmonosubresi merupakan argumen kuat terlibatnya
mekanisme imun patofisiologi anemia aplastik.
6. Anemia Aplastik pada keadaan penyakit lain.
a. Pada Leukemia Limpoblastik akut kadang-kadang ditemukan
pamrositopenia dengan hipoplesia sumsum tulang.
b. Paroxysmal Noctural Hemoglobinuria (PHN): penyakit ini dapat
bermanifestasi berupa anemia, berupa anemia aplastik, hemolisis disertai
pansitopenia termasuk kelainan (PHN).
c. Kelainan pada kehamilan kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai
aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin
disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan predisposisi genetik
adanya zat penghambat dalam darah atau tidak ada perangsang
hematoplesis.
7. Kelompok idiopatik
Biasanya kelompok idiopatik tergantung dari usaha mencari faktor etiologi.

C. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 – 5
gr besi, hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses
penuaan serta kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke sumsum
tulang untuk eritropoiesis. Pada peredaran zat besi berkurang, maka besi dari
diet tersebut diserap oleh lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi
keto dalam lambung dan duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum
dan jejenum proksimal, kemudian besi diangkat oleh tranferin plasma ke
sumsum tulang, untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di
jaringan. Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium
pematangan besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin,
jika zat besi rendah dalam tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin
akan mengganggu sehingga produksi sel darah merah berkurang, sel darah
merah yang berkurang atau menurun mengakibatkan hemoglobin menurun
sehingga transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal ini
mengakibatkan metabolisme tubuh menurun (Price, 2015).

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang sering dialami pada anemia aplastik adalah :
1. Lemah dan mudah lelah
2. Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah terkena
infeksi bakteri
3. Trombositopenia menimbulkan perdarahan mukosa dan kulit
4. Pucat
5. Pusing
6. Anoreksia
7. Peningkatan tekanan sistolik
8. Takikardia
9. Penurunan pengisian kapler
10. Sesak
11. Demam
12. Purpura
13. Petekie
14. Hepatosplenomegali
15. Limfadenopati

E. KLASIFIKASI
Menurut Soeparman (2001) Anemia Aplastik umumnya diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Klasifikasi menurut penyebab
a. Idiopatik bila penyebabnya tidak diketahui ditemukan pada 50 %
penyebab
b. Sekunder bila penyebabnya diketahui
c. Konstitusional adanya kelainan DNA yang diturunkan

2. Klasifikasi menurut prognosis


a. Anemia Aplastik berat
Kesempatan sembuh 10 % di defisiensi anemia aplastik berat bila :

Neotropil kurang dari 500/ mm3

Trombosit kurang dari 20.000/ mm3

Retikulosit kurang dari 1 %

Sumsum tulang selulerasi kurang dari 2 % normal
b. Anemia Aplastik sangat berat efisiensinya sama dengan anemia aplastik
berat kecuali neotrofil kurang dari 200 / mm 3
c. Anemia aplastik bukan berat kesempatan sembuh mendekati 50 %

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada anemia aplastik
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan darah
Hematokrit/ hemoglobin mengalami penurunan akibat dari penurunan sel
darah merah. Retikulosit menurun kurang dari 1%, neutrofil kurang dari 500
ml, trombosit kurang dari 2.000/ ml kepadatan seluler sumsum tulang
berkurang 20%. (Gannong, 1999).
a) Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Pada stadium
awal penyakit pansitopenia tidak selalu ditemukan jenis anemia adalah
normokom, normositik kadang-kadang pula makrositosis, anisitosis dan
polisitosis adanya eritrosit muda atau dalam darah tepi menandakan
bukan anemia aplastik granolosit dan tromabosit ditemukan rendah,
limpositosis relatif terdapat pada lebih dari 75 % kasus.
Persentasi retikulosit, umumnya normal atau rendah pada sebagian kecil
kasus persentasi retikulosit ditemukan lebih dari 2% akan tetapi bila nilai
ini dikoreksi terhadap anemia maka diperoleh persentasi normal atau
rendahnya juga, adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan
bukan anemia aplastik.
b) Laju Endap Darah
Laju endap darah umumnya meningkat penelitian menunjukkan bahwa
62 dari 70 kasus (89 %) mempunyai endapan darah lebih dari 100 mm
dalam jam pertama.
c) Faal Hemotasis
Waktu pendarahan memanjang yang disebabkan oleh trombositopenia,
sedangkan faal hematosis lainnya normal.
d) Sumsum tulang
Karena adanya sarang-sarang hematopoesis hiperaktif yang mungkin
teraspirasi maka sering diperlukan aspirasi beberapa kali.
Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap kasus pada
anemia aplastik, hasil pemeriksaan sumsum tulang sesuai dengan kriteria
diagnosis.
e) Virus
Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis,
parvovirus dan sitomegalovirus.
f) Tes Hemolisis Sukrosa
Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH (Paroxymal Noctural
Hemoglobunuria) sebagai penyebab.
g) Kromosom
Pada anemia aplastik tidak ditemukan kromosom tetapi pada anemia
aplastik konsitusional kadar eritropoetin ditemukan meningkat.
h) Defesiensi imun
Adanya defesiensi diketahui melalui melalui penentuan titer imunoglobin
dan pemeriksaan imunitas sel T.
2. Memeriksaan radiologi.
a. Noclear Manetik Resonance Imaging (NMRI)
Merupakan pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui
luasnya perlemakan karena dapat membuat pemisahan darah sumsum
tulang berlemak dan sumsum selular.

b. Radio Noklid Bonemarrow Imaging (Bonemarow Skening)


Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditemukan oleh skening tubuh
setelah di suntik dengan koloic radiatif teknitum sulfur yang akan terkait
pada makrofag sumsum tulang atau indium klorida yang akan terikat
pada transfering/ koma dengan bantuan sken sumsum tulang dapat
ditentukan daerah hematosis aktif untuk memperoleh sel-sel progenitor.

G. PENATALAKSANAAN
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas beberapa
terapi sebagai berikut :
1. Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan
pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang tidak diketahui. Akan
tetapi,hal ini sulit dilakukan karena etiologinya tidak jelas atau penyebabnya
tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif
Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul akibat
pansitopenia. Adapun bentuk terapinya adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengatasi infeksi
 Hygiene mulut
 Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat
 Transfusi granulosit konsertat diberikan pada sepsis berat.
b. Usaha untuk mengatasi anemia
Berikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin < 7 gr/ atau
tanda payah jantung atau anemia yang sangat simptomatik. Koreksi Hb
sebesar 9-10 g% tidak perlu sampai normal karena akan menekan
eritropoesis internal
c. Usaha untuk mengatasi perdarahan
Berikan transfusi konsertat trombosit jika terdapat pedarahan mayor atau
trombosit < 20.000/mm3.
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang adalah sebagai berikut :
Anabolik steroid à dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan dosis 2-3
mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang
dialami berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati.
- Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah.
- GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah
neutrofil.
4. Terapi Definitif
Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan kesembuhan
jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas dua jenis
pilihan sebagai berikut :
a. Terapi imunosuprersif
- Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-thymocyte
globuline (ATG) dapat menekan proses imunologis
- Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian metilprednison dosis
tinggi
b. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang
memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya mahal.

H. PATHWAY
Anemia

Kerusakan transport
Gangguan metabolism Hipoksia jaringan
oksigen
protein / lemak
PemecahanResistensi
lemak tubuh
meningkat menurun
Sensasi selera makan ATP yang
Risiko dihasilkan
tinggi infeksi
menurun menurun
Energi menurun
Metabolisme menurun

Risiko tinggi nutrisi


kurang dari kebutuhan Intoleran aktifitas
Kelemahan/ kelelahan

Risiko cedera

Gangguan perfusi jaringan Kerusakan integritas kulit

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa :
Identitas klien, riwayat penyakit sekarang, pengumpulan data yang
dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologinya penyakit.
2. Riwayat penyakit dahulu :
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anemia aplastik,
serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat
memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.
 Antenatal : Penggunaan sinar-X yang berlebihan
 Natal : Obat-obat
 Postnatal : Pendarahan, gangguan sistem pencernaan
3. Riwayat penyakit keluarga :
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering
terjadi pada bebarapa keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung
diturunkan secara genetic.
4. Pemeriksaan fisik :
 Kepala : Rambut kering, menipis, mudah putus, wajah pucat,
konjungtiva pucat, penglihatan kabur, pucat pada bibir, terjadi
perdarahan pada gusi, telinga berdengung
 Leher : JVP melemah
 Thorax :Sesak nafas, jantung berdebar-debar, bunyi jantung
murmur sistolik
 Abdomen : Sistem abdomen, perdarahan saluran cerna, hepatomegali
dan kadang-kadang splenomegali

 Extrimitas :
a) Pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjongtiva, mulu,
faring, bibir) dan dasar kaku.
b) Sklera biru atau putih seperti mutiara.
c) Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer
dan vasokonstriksi kompensasi).
d) Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok .
e) Rambut kering, mudah putus, menipis
 Eliminasi :
a) Riwayat pielonefritis, gagal ginjal,
b) Flatulen, sindrom malabsorbsi.
c) Hematemisis, feses dengan darah segar, melena .
d) Diare atau konstipasi.
e) Penurunan haluaran urine, distensi abdomen
 Makanan/cairan :
a) Penurunan masukan diet.
b) Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
c) Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.
d) Adanya penurunan berat badan.
e) Membran mukosa kering, pucat.
f) Stomatitis.
g) Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan fungsi sumsum tulang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan perubahan sirkulasi dan neurologis
gangguan mobilitas
5. Resiko tinggi terjadi infeksi b/d perubahan sekudner tidak adekuat
(penurunan Hb)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
- Tujuan : Mempertahankan suplai Oksigen dan nutrisi ke sel.
- Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi jaringan perifer adekuat, misal
tanda-tanda vital stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian
kapiler baik, haluaran urine adekuat; mental seperti biasa.
- Rencana tindakan :
 Mandiri
a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran
mukosa, dasar kuku.
R: Memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi
untuk kebutuhan seluler. Catatan : Kontraindikasi bila ada
hipotensi.
c. Awasi upaya pernafasan; auskultasi bunyi nafas perhatikan bunyi
adventisius.
R: Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung
lama/ peningkatan kompensasi curah jantung.
d. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
R: Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial
resiko infark.
e. Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi,
gangguan memori, bingung.
R: Dapat mengidentifikasikan gangguan fungsi serebral karena
hipoksia atau defisiensi vitamin B12.
f. Orientasikan ulang pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktifitas
pasien untuk dirujuk. Berikan cukup waktu untuk pasien berpikir,
komunikasi dan aktifitas.
R: Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan
melakukan/ mempertahankan kebutuhan AKS.
g. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
hangat sesuai indikasi.
R: Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.
Kenyamanan pasien/ kebutuhan rasa hangat seimbang dengan
kebutuhan untuk menghindari panas berlebih pencetus vasodilatasi
(penurunan perfusi organ).
h. Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas.
Ukur suhu air mandi dengan termometer.
R: Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan
oksigen.
 Kolaborasi :
i. Awasi pemeriksaan laboratorium misal Hb/ Ht dan jumlah SDM,
GDA.
R: Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/ respon
terhadap terapi.
j. Berikan SDM darah lengkap/ packed, proses darah sesuai indikasi.
Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
R: Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki
defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.
k. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R: Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.
l. Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.
R: Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan
sumsum tulang.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
- Tujuan : Aktifitas dapat kembali normal.
- Kriteria hasil : Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas
(termasuk aktifitas sehari-hari), menunjukkan penurunan tanda
fisiologis intoleransi, misal nadi, pernafasan, dan TD masih dalam
rentang normal.
- Rencana tindakan :
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/ AKS normal, catat
laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R: Mempengaruhi intervensi/ bantuan.
b. Kaji kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan
otot.
R: Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin
B12 mempengaruhi keamanan pasien/ resiko cedera.
c. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktifitas. Catat
respon terhadap tingkat aktifitas (peningkatan denyut jantung/ TD,
disritmia, pusing, dispnea, Takipnea, dan sebagainya).
R: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
d. Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila
diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, Telepon, dan
gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan.
R: Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
e. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
R: Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut, dan peningkatan resiko cedera.
f. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan
istirahat. pilih periode istirahat dengan periode aktifitas.
R: Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan
pada sistem jantung dan pernafasan.
g. Berikan bantuan dalam aktifitas/ ambulasi bila perlu,
memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin.
R: Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien
melakukan sesuatu sendiri.
h. Rencanakan kemajuan aktifitas dengan pasien, termasuk aktifitas
yang dianggap pasien perlu. Tingkatkan tingkat aktifitas sesuai
toleransi.
R: Meningkatkan secara bertahap tingkat aktifitas sampai normal
dan memperbaiki tonus otot/ stamina tanpa kelemahan.
Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
i. Gunakan teknik penghematan energi, misal mandi dengan duduk,
duduk untuk melakukan tugas-tugas.
R: Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi
penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
j. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas bila palpitasi, nyeri
dada, nafas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
R: Regangan/ stress kardiopulmonal berlebihan/ stress dapat
menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah.
- Tujuan : Mendemonstrasikan pemeliharaan kemajuan
peningkatan berat badan.
- Kriteria hasil : Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan
nilai laboratorium dalam rentang normal.
- Rencana tindakan :
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan
mengatasi sekresi.
R : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
sehingga pasien terlindungi dari aspirasi.
b. Auskultasi bising usus.
R : Fungsi saluran cerna biasanya tak baik pada kasus cedera
kepala. Jadi bising usus membantu menentukan respon untuk
makan atau berkembangnya komplikasi seperti paralitik illeus.
c. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah
pemberian nutrisi.
d. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering
dan teratur.
R : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama
pasien saat makan.
e. Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai saat makan.
R : Meningkatkan nafsu untuk makan makanan yang disediakan.
f. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
R : Perdarahan sub akut / akut dapat terjadi (ulkus lambung) dan
perlu intervensi dan metode alternatif pemberian makan.
g. Konsultasi dengan ahli gizi
R : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi
kebutuhan kalori / nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran
tubuh, keadaan penyakit sekarang ( trauma, penyakit jantung dan
masalah metabolic ).
4. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi dan neurologis
gangguan mobilitas
Tujuan : Integritas kulit adekuat
Kriteria hasil :
 Mempertahankan integritas kulit
 Mengidentifikasi faktor resiko / perilaku individu untuk mencegah
cedera dermal
Intervensi
c. Kaji integritas kulit catat perubahan pada turgor, gangguan warna,
hangat lokal, eritema
R : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan mobilisasi
d. Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien
tidak bergerak atau tidur di tempat tidur
R : Meningkat sirkulasi kesemua area kulit membatasi iskemia jaringan
atau mempengaruhi hipoksia seluler,
e. Anjuran permukaan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun
R : Area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik
untuk pertumbuhan organisme patogen, sabun dapat mengeringkan
kulit secara berlebihan dan dapat meningkatkan iritasi.
5. Resiko tinggi terjadi infeksi b/d perubahan sekudner tidak adekuat
(penurunan Hb)
Tujuan : Tidak adanya infeksi pada sistem tubuh
Kriteria hasil :
 Mengidentifikasi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
 Meningkatkan penyembuhan luka, eritema dan demam

Intervensi
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik untuk pemberi perawatan dan
pasien
R: Mencegah kontaminasi silang atau kolonisasi bakteri
b. Pertahankan teknik aseptik tepat pada prosedur perawatan luka
R: Menurunkan resiko kolonisasi atau infeksi bakteri
c. Pantau atau batasi pengunjung berikan isolasi bila memungkinkan
R: Membatasi pemajaran pada bakteri infeksi
d. Pantau suhu catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam
R: Indikator proses inflamasi atau infeksi membutuhkan evaluasi atan
pengobata
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W.F. (1999). Buku Ajar Fisiolog Kedokteran. Jakarta. EGC. Edisi 17.
Halaman 536 - 537, 552 – 554

Ngastiah. (1997). PERAWATAN ANAK SAKIT, EGC, Jakarta

Nelson. (2003). ILMU KEPERAWATAN ANAK, EGC, Jakarta

Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, (2006), Patofisiologi : Konsep


Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC,
Jakarta.

Sacharin, (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Setiati, S. (2014). buku ajar ilmu penyakit dalam: edisi keenam jilid I. jakarta:
interna publising

Soeparman D., (2001). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Balai Penerbit FKUI,
Jakart

https://adi-otnairpus.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-pada-anak-
dengan.html

Anda mungkin juga menyukai