Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN KASUS

HIPERTENSI KRONIS

oleh :
hikmah Cahyati
12711037

Pembimbing :
dr. Setyo Utomo SpOG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RSUD dr. SOEDONO MADIUN
2017

1
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO
STASE OBSTETRI – GINEKOLOGI
Jl. Dr. Soetomo 59. Telp. 0351-464326 pswt.150

LAPORAN KASUS
No. RekamMedis : 6489280
I. IDENTITAS
 Nama : Ny. N. L
 Umur : 41 tahun
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Alamat : Magersari RT 21 RW 02, Wungu, Madiun
 Nama Suami : Tn. P
 Umur Suami : 42 tahun
 Pendidikan : SMP
 Pekerjaan : Petani
II. RUJUKAN
 Nama : Poli Asih
 Alasan : G4 P3002 37-38 minggu + HT kronis
III. MASUK KAMAR BERSALIN
 Masuk : 5 april 2017 – jam 14.30
IV. RAWAT INAP RUANG MAWAR
 Masuk : 6 april 2017
 Keluar : 11 April 2017
V. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Hamil dengan tekanan darah tinggi
2. Riwayat Haid : menarche usia 13 tahun, siklus 28 hari selama 7 hari,
Dismenorea (-)
3. Riwayat Perkawinan : Status Kawin, Kawin 1 kali. Lama kawin 10 tahun.
4. Riwayat Kontrasepsi : kondom

5. Riwayat Persalinan :
No. A/P/I/Ab/E/M BBL Cara Lhr Penolong L/P Umur H/M
1. A 2700 Spt B Bidan L 9 bulan M

2
2. A 3000 Spt B Bidan L 8 tahun H
3 A 3000 Spt B Bidan L 6 tahun H
4 Hamil ini

HPMT :01/08/2016 HPL: 09-05-2017

6. Riwayat Perawatan Antenatal


 BPM 2 kali
 SpOG 5 kali
7. Riwayat Penyakit Dahulu
 HT (+) tidak terkontrol > 5 tahun yll
8. Riwayat Penyakit Keluarga
 Ayah HT (+)
9. Riwayat Persalinan Sekarang
 His (+)
 Ketuban pecah (-)
 Keluar darah lendir (-)
10. Pemeriksaan Fisik
 KU : Baik, CM
 VS : Tensi : 180/100 mmHg ● Temp(Ax) : 36,8º
 Nadi : 90 x/menit, RR 20X
 TB 152 CM/ BB 57 KG, BMI : 24,7
11. Status Obstetri
 TFU : 32 cm ● Letak Janin : letkep ,puki
 DJJ : (+) 11-12-11 ● HIS : (+/-)
Pemeriksaan Dalam : Vt Ø 1/25%/letkep/H1/ket (+)
12. Diagnosa : G4P3002 uk 37-38 minggu THIU + letkep + kala 1 fase laten dengan HT kronis
+ TBJ 2500
13. Rencana/ Terapi :
o Nifedipin 3x10 mg/oral jika TD > 160/110
o Metildopa 3x250 mg

3
o Pro spt B
Hasil Laboratorium tanggal 5 april 2017 :
 Darah lengkap
o Hemoglobin : 12,4 g/dl
o Hematokrit : 28,6%
o Lekosit : 7,40 ribu/uL
o Trombosit : 206 ribu/uL
o Eritrosit : 3.56 fL
 Kimia klinik
o Albumin : 3,14 g/dl
o GDS : 194 mg/dl
o BUN : 9 mg/dl
o Kreatinin : 0,96 mg/dl
 Urine
o Protein urine : negatif (-)
o Glukosa urine : negatif (-)
o Keton urine : negatif (-)
o Bilirubin urine : negatif (-)
o Urobilinogen urine : nefatif (-)
o Lekosit :-
VI. Perjalanan penyakit atau Follow Up
1. Tanggal 5 April 2017, jam 21.40
S : pasien ingin mengejan
O: STU :
KU : cukup, CM, AICD (-)
TD : 140/80 mmHg S/N : 36,80C/ 80 x/mnt RR : 20 kali/menit
STO :
His : (-) DJJ : (+) 12-13-12
VT : Ølengkap/0%/letkep/uuk/H3/ket (+)

4
A : G4P3002 uk 35-36 minggu THIU + letkep + inpartu kala II dengan HT kronis + TBJ
2500
P : pimpin mengejan
Pukul 21.50 :
Lahir bayi P/2900gr/47cm/AS 7-8, lahir plasenta berbentuk cakram,kesan lengkap.
2. Tanggal 6 april 2017 pukul 06.00
S : nyeri jahitan jalan lahir
0: STU :
KU baik, TD 140/100 mmHg Temp 36,7ºC N 88x/mnt
STO :
Kontraksi uterus baik, TFU 2 jbp, V/V flx(-) , lokia (+)
A : P4003 PP spt B dengan hipertensi kronis
P : Nifedipin 3 x 10mg bila TD ≥ 160/110 mmHg
Metildopa 3 x 250 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
SF 2 x 1 tab
Monitoring keluhan, vs, kontraksi uterus, flx, tanda-tanda impending eklamsia
3. Tanggal 7 april 2017 pukul 06.00
S : nyeri jahitan jalan lahir
0: STU :
KU baik, TD 140/90 mmHg Temp 36,5ºC N 80x/mnt
STO :
Kontraksi uterus baik, TFU 2 jbp, V/V flx(-) , lokia (+)
A : P4003 PP spt B dengan hipertensi kronis H2
P : Nifedipin 3 x 10mg bila TD ≥ 160/110 mmHg
Metildopa 3 x 250 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
SF 2 x 1 tab
Monitoring keluhan, vs, kontraksi uterus, flx, tanda-tanda impending eklamsia

4. Tanggal 8 April 2017 jam 06.00

5
S:-
0: STU :
KU baik, TD 150/100 mmHg Temp 36,8ºC N 85x/mnt
STO :
Kontraksi uterus baik, TFU 2 jbp, V/V flx(-) , lokia (+)
A : P4003 PP spt B dengan hipertensi kronis H3
P : Nifedipin 3 x 10mg bila TD ≥ 160/110 mmHg
Metildopa 3 x 250 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
SF 2 x 1 tab
Monitoring keluhan, vs, kontraksi uterus, flx, tanda-tanda impending eklamsia
5. Tanggal 9 april 2017 jam 06.00
S:-
0: STU :
KU baik, TD 140/100 mmHg Temp 36,6ºC N 87x/mnt
STO :
Kontraksi uterus baik, TFU 2 jbp, V/V flx(-) , lokia (+)
A : P4003 PP spt B dengan hipertensi kronis H4
P : Nifedipin 3 x 10mg bila TD ≥ 160/110 mmHg
Metildopa 3 x 250 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
SF 2 x 1 tab
Monitoring keluhan, vs, kontraksi uterus, flx, tanda-tanda impending eklamsia
6. Tanggal 10 april 2017 jam 06.00
S:-
0: STU :
KU baik, TD 130/100 mmHg Temp 36,5ºC N 80x/mnt
STO :
Kontraksi uteru baik, TFU 2jbp, V/V flx(-) , lokia (+)
A : P4003 PP spt B dengan hipertensi kronis H5
P : Nifedipin 3 x 10mg bila TD ≥ 160/110 mmHg

6
Metildopa 3 x 250 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
SF 2 x 1 tab
Pro KRS

Hipertensi Kronis dalam Kehamilan

7
Definisi
Hipertensi pada kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan berlangsung dan
biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita
yang sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai 140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan
sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal (cuningham, 2013).
Epidemiologi
Hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7-10% seluruh kehamilan. Dari seluruh
ibu yang mengalami hipertensi selama hamil, setengah sampai dua pertiganya didiagnosis mengalami
preeklampsi atau eklampsi
Di Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi pada kehamilan juga masih cukup tinggi.
Hal ini disebabkan oleh etiologi yang tidak jelas, dan juga perawatan dalam persalinan masih
ditangani petugas non medik serta sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi pada kehamilan
dapat dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah
Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The National High Blood Pressure
Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP) memberikan
suatu klasifikasi untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan, (NHBPEP, 2000) yaitu :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic hypertension)
adalah hipertensi kronik disertai tanda- tanda preeklampsi atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
4. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda
preeklampsi tetapi tanpa proteinuria (Prawirohardjo, 2013).

8
Faktor Resiko
Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial. Beberapa faktor risiko dari
hipertensi dalam kehamilan adalah (Katsiki N et al., 2010) :
1. Faktor maternal
a. Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Komplikasi maternal
pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari
pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang kurang, dapat
menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja primigravida mempunyai risiko yang
lebih besar mengalami hipertensi dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun

b. Primigravida

9
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama. Jika ditinjau dari
kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan kedua sampai
ketiga Riwayat keluarga Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan
d. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, dimana komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimpose
preeclampsi dan hipertensi kronis dalam kehamilan
e. Tingginya indeks massa tubuh
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, kelebihan gula
dan garam yang bisa menjadi faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti
diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai
jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal tersebut berkaitan dengan adanya
timbunan lemak berlebih dalam tubuh
f. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat menyebabkan
hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang
menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah).
2. Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan ganda berhubungan
dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih
sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian
preeklampsi dan satu kasus kematian ibu karena eklampsi

Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori
yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri
uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri
arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium

10
menjadi arteri basalis dan memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan normal, dengan sebab
yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut, sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan
memudahkan lumen spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya, aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhna janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”. Pada hipertensi
dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan
“remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang
dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas Sebagaimana dijelaskan pada teori
invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang mempunyai elektron
yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan iskemia plasenta adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang
dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal bebas dalam darah, maka hipertensi
dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jernih menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain
akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel. Produksi
oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi
antioksidan.

11
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida
lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan
menurun, sehingga terjadi dominan kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di seluruh
tubuh melalui aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih
mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan
dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel,
yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial disfunction). Pada waktu terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembulu darah refrakter tehadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter
berarti pembuluh darah tidak peka tehadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar
vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal
terjadinya refrakter pembuluh daerah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh
adanya sitensis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya
rafrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintensa inhibitor (bahan
yang menghambat produksi prostaglandin).
Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam
kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi peka terhadap bahan
vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I (pertama).
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah

12
dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Diagnosis
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya gejala, penyakit terdahulu,
penyakit keluarga dan gaya hidup sehari-hari. Gejala dapat berupa nyeri kepala, gangguan visus,
rasa panas dimuka, dispneu, nyeri dada, mual muntah dan kejang. Penyakit terdahulu seperti
hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal, dan penyakit ginjal.
Riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan sosial, merokok dan minum alkohol (POGI,
2010).
2. Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien dalam posisi duduk di kursi
dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, lengan yang akan diukur tekanan darahnya,
diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi penyangga. Lengan atas harus dibebaskan
dari baju yang terlalu ketat melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak memungkinkan duduk,
dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu 30 menit sebelumnya tidak boleh minum kopi dan
obat dan tidak minum obat-obat stimulant adrenergik serta istirahat sedikitnya 5 menit sebelum
dilakukan pengukuran tekanan darah (POGI, 2010).
Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk sangat praktis, untuk skrining. Namun
pengukuran tekanan darah dengan posisi berbaring, lebih memberikan hasil yang bermakna,
khususnya untuk melihat hasil terapi. Pengukuran tekanan darah tersebut dilakukan dalam dua kali
atau lebih (POGI, 2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai komplikasi kehamilan
adalah proteinuria, untuk diagnosis dini preeklampsi yang merupakan akibat dari hipertensi
kehamilan. Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara Esbach dan
Dipstick. Pengukuran secara Esbach, dikatakan proteinuria jika didapatkan protein ≥300 mg dari
24 jam jumlah urin. Nilai tersebut setara dengan kadar proteinuria ≥30 mg/dL (+1 dipstick) dari
urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda- tanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil
dari proteinuria dengan metode dipstick adalah (POGI, 2010) :

13
Alur Penilaian Klinik Hipertensi Dalam Kehamilan
Penatalaksanaan

Penanganan umum, meliputi :


1) Labetalol adalah campuran antara alfa dan beta adrenergik antagonis yang dapat
menurunkan tekanan darah ibu tanpa adanya efek pada janin. Dosis inisial diberikan
dengan 100 mg, dua sampai tiga kali perhari. Dosis ini dapat diberikan sampai dosis
maksimum yaitu 600 mg, 4 kali sehari. Perlu diperhatikan bahwa labetalol ini kontra
indikasi pada wanita dengan riwayat asthma.
2) Metildopa adalah obat antihipertensi yang bekerja secara sentral sehingga tidak memeiliki
efek samping pada sirkulasi uteroplasenta. Metildopa diberikan dengan dosis mulai dari
250 mg, tiga kali sehari sampai dengan 1g , tiga kali sehari. Metildopa tidak sesuai untuk
kondisi yang membutuhkan kontrol hipertensi secara tepat, karena untuk mencapai efek
terapinya metildopa membutuhkan waktu 24 jam. Semakin tinggi dosis metildopa yang

14
digunakan, maka akan meningkatkan efek samping seperti depresi dan sedasi. Nifedipin
adalah calcium channel antagonist . obat ini merupakan antihpertensi yang potensial dan
sebaiknya tidak diberikan secara sublingual karena dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah secara cepat dan kemudian dapat membahayakan janin.
3) Nifedipine yang bekerja secara long acting (Adalat LA) tidak menyebabkan terjadinya efek
samping pada sirkulasi uteroplasenta. Untuk kontrol hipertensi, nifedipin diberikan mulai
dari dosis 30 mg/hari sampai dengan 120 mg/hari. Jika dosis inisial dari obat-obat tersebut
gagal untuk mengkontrol tekanan darah secara adekuat, dosis tersebut perlu ditingkatkan
secara bertahap sampai pada dosis maksimum. Jika kontrol tekanan darah yang adekuat
belum tercapai, mungkin diperlukan obat antihipertensi lainnya.

Dampak Hipertensi Kronik pada Kehamilan


1. Dampak pada ibu
a. Bila wanita hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya dan hipertensi dapat
terkendali, maka hipertensi kronik tidak dipengaruh buruk pada kehamilan, meski tetap
mempunyai risiko untuk terjadi solusio plasenta maupun superimposed preeclampsia.
b. Hipertensi kronik yang diperberat oleh kehamilan, akan memberi tanda-tanda sebagai
berikut :
i. Kenaikan mendadak desakan darah, yang akhirnya disusul proteinuria.
ii. Desakan darah sistolik > 200 mmHg, diastolik > 130 mmHg, dengan akibat terjadinya
oliguria dan gangguan ginjal.
c. Penyulit hipertensi kronik pada kehamilan :
i. Solusio plasenta, risiko terjadinya 2-3 kali.
ii. Superimposed preeclampsia.
2. Dampak pada janin
a. Fetal growth restriction (Intra Uterine Growth Restriction)
i. Insiden fetal growth restriction, berbanding langsung dengan derajat hipertensi.
ii. Fetal growth restriction disebabkan menurunnya perfusi uteroplasenta, sehingga
menimbulkan insufisiensi plasenta. Akibatnya janin tidak dapat berkembang dengan baik.
b. Risiko peningkatan preterm birth

15
Hipertensi kronis juga meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia. Diagnosis preeklamsia
ditegakkan apabila ditemukan tanda-tanda berikut:
1. Terdapatnya proteinuria pada wanita dengan hipertensi kronis tanpa adanya proteinuria
sebelumnya pada awal kehamilan. Proteinuria adalah terdapatnya ≥ 0,3 g protein di
dalam urin 24 jam.
2. Terjadinya peningkatan tekanan darah menjadi lebih tinggi lagi (tekanan darah sistolik ≥
180 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg) pada wanita dengan hipertensi
kronis yang terkontrol sebelumnya dan terdapat riwayat proteinuria sebelum usia
kehamilan 20 minggu.

16
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Irene M, dkk, 2000, Perawatan Maternitas dan Ginekologi, YIA-PKP, Bandung.

Cunningham, FG., et al. (2013). Obstetri Williams (Williams Obstetri). Jakarta : EGC

Depkes RI, 2004, Formularium Spesialistik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Depkes RI

dengan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Jakarta. Hal 82.

Manuaba, IBG. (2007). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirihardjo

POGI, 2005, Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di Indonesia Edisi 2, Himpunan

Kedokteran Feto Maternal POGI; Semarang. Hal 1, 11- 15.

17

Anda mungkin juga menyukai