Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH INSTRUMENTASI DAN PENGUKURAN

SENSOR THERMAL

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Bahruddin, MT

Kelompok I:

Riri Atria

Lestari

Fadhlan Fadhillah Rabbany

Riska Fadila B.S

Irene Olyvia Sirait

PROGRAM STUDI SARJANA TENIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

2019
BAB I
SENSOR THERMAL

1.1 Pendahuluan
Di era dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang pesat
ini, kita dapat dengan mudah menjumpai banyak sensor di sekitar kita. Di
kehidupan sehari-hari, banyak sekali kegiatan otomatisasi yang dapat kita
temukan dan tentunya semua alat yang terlibat dalam kegiatan tersebut pasti
dilengkapi dengan sebuah perangkat yang kita sebut sebagai Sensor. Contoh-
contoh kegiatan otomatisasi ini seperti menghidupkan TV dengan Remote
Control, lampu yang dapat menyala saat hari menjadi gelap, CCTV yang dapat
bergerak mengikuti pergerakan orang disekitarnya, alat pemantau cuaca, pengukur
suhu, alat pendeteksi terjadinya kebakaran, mengambil foto dengan kamera dan
masih banyak lagi.
Penggunaan sensor pada perangkat-perangkat elektronik tersebut telah
diaplikasikan di hampir semua bidang di kehidupan kita sehari-hari mulai dari
perangkat pribadi, layanan kesehatan, keamanan, industri, hiburan, transportasi,
militer, alat rumah tangga hingga ke sektor pertanian. Pada bidang industri,
keberadaan sensor bersifat sangat krusial karena sensor berfungsi untuk mengukur
variabel-variabel proses yang akan mempengaruhi jalannya proses produksi.
Berdasarkan prinsip kerjanya, sensor dapat dibedakan menjadi sensor thermal,
sensor mekanik dan sensor optik.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa berkembang
cepat terutama dibidang otomasi industri. Perkembangan ini tampak jelas di
industri pemabrikan, dimana sebelumnya banyak pekerjaan menggunakan tangan
manusia, kemudian beralih menggunakan mesin, berikutnya dengan electro-
mechanic (semi otomatis) dan sekarang sudah menggunakan robotic (full
automatic) seperti penggunaan Flexible Manufacturing Systems (FMS) dan
Computerized Integrated Manufacture (CIM) dan sebagainya.
Model apapun yang digunakan dalam sistem otomasi pemabrikan sangat
tergantung kepada keandalan sistem kendali yang dipakai. Hasil penelitian
menunjukan secanggih apapun sistem kendali yang dipakai akan sangat
tergantung kepada sensor maupun transduser yang digunakan..
Sensor dan transduser merupakan peralatan atau komponen yang
mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis. Ketepatan
dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensor akan sangat menentukan kinerja dari
sistem pengaturan secara otomatis.
Besaran masukan pada kebanyakan sistem kendali adalah bukan besaran
listrik, seperti besaran fisika, kimia, mekanis dan sebagainya. Untuk memakaikan
besaran listrik pada sistem pengukuran, atau sistem manipulasi atau sistem
pengontrolan, maka biasanya besaran yang bukan listrik diubah terlebih dahulu
menjadi suatu sinyal listrik melalui sebuah alat yang disebut transducer.
D Sharon (1982) mengatakan sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi
untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan
suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi,
energi mekanik dan sebagainya. Camera sebagai sensor penglihatan, telinga
sebagai sensor pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, dan LDR (light
dependent resistance) sebagai sensor cahaya merupakan contoh sensor yang
terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
William D.C (1993), mengatakan transduser adalah sebuah alat yang bila
digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan
energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke
sistem transmisi berikutnya”. Transmisi energi ini bisa berupa listrik, mekanik,
kimia, optik (radiasi) atau thermal (panas). Generator adalah transduser yang
merubah energi mekanik menjadi energi listrik, motor adalah transduser yang
merubah energi listrik menjadi energi mekanik, dan sebagainya.
Kebanyakan sensor bekerja dengan mengubah beberapa parameter fisik
seperti suhu ke dalam sinyal listrik. Ini sebabnya mengapa sensor juga
dikenal sebagai transduser yaitu suatu peralatan yang mengubah energi dari
suatu bentuk ke bentuk yang lain.
Berdasarkan prinsip kerjanya, sensor diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
a. Sensor thermal
Sensor thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi variabel-
variabel proses berdasarkan perubahan panas pada suatu dimensi benda
atau dimensi ruang tertentu.
b. Sensor mekanik
Sensor mekanik adalah sensor yang mendeteksi variabel-variabel proses
berdasarkan perubahan gerak mekanis seperti perpindahan atau pergeseran
posisi, gerak lurus dan melingkar dll.
c. Sensor optik
Sensor optik adalah sensor yang mendeteksi variabel-variabel proses
berdasarkan berdasarkan pemancaran/pemantulan/pembiasan gelombang.
Sensor-sensor yang bekerja berdasarkan prinsip thermal dapat diaplikasikan
sebagai berikut:
a. Sensor thermal untuk mengukur suhu
b. Sensor thermal untuk Mengukur level
c. Sensor thermal untuk mengukur flow
d. Sensor thermal untuk mengukur kadar/konsentrasi

1.2 Sensor Thermal untuk Mengukur Suhu


1.2.1 Thermocouple
Thermocouple adalah sensor yang dapat mengubah besaran panas dengan
keluaran berbentuk beda potensial. Susunan sensor termokopel terdiri dari
sepasang kawat logam yang tidak sama dihubungkan bersama-sama pada satu
ujung yang akan mengindera panas dan berakhir pada ujung lain yang
dipertahankan pada suatu temperatur konstan yang diketahui (temperature
referensi)

Gambar 1.1 Thermocoupl


Prinsip Kerja

Gambar 1.2 Ilustrasi Cara Kerja Thermocouple


Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika
sebuah batang logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung
tersebut elektron-elektron dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan
menempati ruang yang semakin luas, elektron-elektron saling desak dan bergerak
ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian pada ujung batang
yang dipanaskan akan terjadi muatan positif.

Ujung panas +
e Arus
elektron
akan
mengalir
-
dari ujung

Ujung dingin

Gambar 1.3 Arah Gerak Elektron Jika Logam Dipanaskan

Kerapatan electron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari jenis
logam. Jika dua batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian
dipanaskan, maka elektron dari batang logam yang memiliki kepadatan tinggi
akan bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya rendah, dengan demikian
terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang logam yang tidak
disatukan atau dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem ( aya electromagnet )
yang dihasilkan menurut T.J Seeback (1821) yang menemukan hubungan
perbedaan panas (T1 dan T2) dengan gaya gerak listrik yang dihasilkan E, Peltir
(1834), menemukan gejala panas yang mengalir dan panas yang diserap pada titik
hot-juction dan cold-junction, dan Sir William Thomson, menemukan arah arus
mengalir dari titik panas ke titik dingin dan sebaliknya, sehingga ketiganya
menghasilkan rumus sbb:

E = C1(T1-T2) + C2(T12 – T22)……………………………………,…….2.1

Efek Peltier Efek Thomson

atau E = 37,5(T1_T2) – 0,045(T12-T22)....................................................2.2

keterangan:
37,5 dan 0,045 merupakan dua konstanta C1 dan C2 untuk termokopel
tembaga/konstanta.

Ujung panas + Beda potensial


yang terjadi
VR pada kedua
Vs ujung logam
yang berbeda
-
panas jenisnya

Ujung dingin

Gambar 1.4 Beda Potensial pada Termocouple

Bila ujung logam yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan


panas dari ujung panas ke ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila suatu
termokopel diberi tegangan listrik DC, maka diujung sambungan terjadi panas
atau menjadi dingin tergantung polaritas bahan (deret Volta) dan polaritas
tegangan sumber. Dari prinsip ini memungkinkan membuat termokopel menjadi
pendingin.
Thermocouple sebagai sensor temperatur memanfaatkan beda
workfunction dua bahan metal

Gambar 1.5 Hubungan Termokopel


(a)titik beda potensial
(b)daerah pengukuran dan titik referensi

Pengaruh sifat thermocouple pada wiring

………………………………………..2.3

Gambar 1.6 Tegangan Referensi pada Titik Sambungan (a) Jumlah tegangan tiga
buah metal (b) Blok titik sambungan

Sehingga diperoleh rumus perbedaan tegangan :

……………………………………………2.4
Rangkaian kompensasi untuk Thermocouple diperlihat oleh gambar 1.7

Gambar 1.7 Rangkaian Penguat Tegangan Junction Termokopel


Jenis Thermocouple
Termokopel terbuat dari berbagai macam bahan dan rentang suhu yang
berbeda. Gabungan jenis-jenis logam konduktor yang berbeda ini akan
menghasilkan rentang suhu operasional yang berbeda pula. Berikut ini adalah
Jenis-jenis atau tipe Termokopel yang umum digunakan berdasarkan Standar
Internasional.
Tabel 1.1 Jenis-jenis Thermocouple
Jenis Bahan Logam Bahan Logam Rentang Suhu
Konduktor Positif Konduktor
Negatif
Tipe E Nickel-Chromium Constantan -200˚C – 900˚C
Tipe J Iron (Besi) Constantan 0˚C – 750˚C
Tipe K Nickel-Chromium Nickel-Aluminium -200˚C –
1250˚C
Tipe N Nicrosil Nisil 0˚C – 1250˚C
Tipe T Copper (Tembaga) Constantan -200˚C – 350˚C
Tipe U Copper (Tembaga) Copper-Nickel 0˚C – 1450˚C
(kompensasi
Tipe S dan Tipe
R)
Perilaku beberapa jenis thermocouple diperlihatkan oleh gambar 1.8

- tipe E (chromel-konstanta)
- tipe J (besi-konstanta)
- tipe T (tembaga-Konstanta)
- tipe K (chromel-alumel)
- tipe R atau S (platina-pt/rodium)

Gambar 1.8 Karateristik Beberapa Tipe Termokopel

Kelebihan dan Kekurangan Thermocouple


 Kelebihan
a. Termokopel paling cocok digunakan untuk mampu mengukur suhu yang
sangat tinggi dan juga suhu rendah dari -200 hungga 1800⁰C
 Kelemahan
a. Termokopel tidak dapat mengukur suhu awal dari suatu thermometer pada
suhu awal dari suatu thermometer pada umumnya karena alat ini tidak
dapat dikalibrasi, sehingga ketika termokopel pada posisi ON, langsung
muncul suhu ruangan.

1.2.2 Resistance Temperature Detector (RTD)


Resistance Thermal Detector (RTD) atau dikenal dengan Detektor
Temperatur Tahanan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menentukan
nilai atau besaran suatu temperatur/suhu dengan menggunakan elemen
sensitif dari kawat platina, tembaga, atau nikel murni, yang memberikan
nilai tahanan yang terbatas untuk masing-masing temperatur di dalam kisaran
suhunya. Resistance Thermal Detector merupakan sensor pasif, karena sensor ini
membutuhkan energi dari luar. Elemen yang umum digunakan pada tahanan
resistansi adalah kawat nikel, tembaga, dan platina murni yang dipasang dalam
sebuah tabung guna untuk memproteksi terhadap kerusakan mekanis.
Kumparan
kawat platina

Inti dari Quartz


Terminal
sambungan

Kabel keluaran

Gambar 1.9 Konstruksi RTD

RTD berfungsi untuk mengubah suhu menjadi resistansi/hambatan listrik


yang sebanding dengan perubahan suhu. Semakin tinggi suhu, resistansinya
semakin besar. RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut
dililitkan pada bahan keramik isolator. Bahan tersebut antara lain; platina, emas,
perak, nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena dapat
digunakan menyensor suhu sampai 1500o C. Tembaga dapat digunakan untuk
sensor suhu yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah terserang
korosi.

Gambar 1.10 RTD Pt 100


Prinsip Kerja RTD
Prinsip kerja dari RTD ini adalah ketika RTD menerima panas maka
panas tersebut akan dikonversikan oleh RTD ke dalam bentuk besaran listrik yaitu
tahanan. Panas yang dihasilkan berbanding lurus dengan tahanan dari jenis elemen
logam platina yang ada pada sensor RTD, kemudian bentuk tahanan tersebut
diterima oleh Tranduser kemudian tranduser merubahnya menjadi sinyal
fisik dan mengirimnya ke TRC.
Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear
terhadap temperatur uji tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model
matematis linier adalah:
RT  R0 (1  t ) ……………………………………………….2.3
keterangan : Ro = tahanan konduktor pada temperature awal
RT = tahanan konduktor pada temperatur toC
α = koefisien temperatur tahanan
Δt = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal
Sedangkan model matematis nonliner kuadratik adalah:

......................................................................2.4

Gambar 1.11 Resistansi Versus Temperatur untuk Variasi RTD Metal


Jenis-jenis Resistance Thermal Detector
1. RTD elemen
RTD elemen adalah bentuk sederhana dari RTD, terdiri dari sepotong
kawat dibungkus di sekitar inti keramik atau kaca. Elemen RTD biasanya
digunakan bila ruang sangat terbatas.
Gambar 1.12 RTD Elemen
2. RTD surface elemen
RTD surface elemen adalah tipe khusus dari elemen RTD. Hal ini
dirancang untuk menjadi setipis mungkin sehingga memberikan kontak
yang baik untuk mengukur suhu permukaan datar.

Gambar 1.13 RTD Surface Elemen


3. RTD Probe
RTD probe adalah bentuk paling kasar dari RTD, terdiri dari unsur logam,
juga dikenal sebagai selubung/sarung untuk melindungi elemen dari
lingkungan.

Gambar 1.14 RTD Probe


Bentuk lain dari Konstruksi RTD

Gambar 1.15 Jenis RTD: (a) Wire (b) Ceramic Tube (c) Thin Film
Kelebihan dan kekurangan RTD
 Kelebihan
a. Ketelitiannya lebih tinggi dari pada termokopel
b. Tahan terhadap temperatur yang tinggi
c. Stabil pada temperatur yang tinggi, karena jenis logam platina lebih stabil
dari pada jenis logam yang lainnya.
d. Kemampuannya tidak akan terganggu pada kisaran suhu yang luas
 Kekurangan
a. Lebih mahal dari pada termokopel
b. Terpengaruh terhadap goncangan dan getaran.
c. Respon waktu awal yang sedikit lama (0,5 s/d 5 detik, tergantung kondisi
penggunaannya).
d. Jangkauan suhunya lebih rendah dari pada termokopel.

1.2.3 Thermistor

Gambar 1.16 Thermistor


Termistor atau tahanan thermal adalah alat semikonduktor yang
berkelakuan sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi,
yang biasanya negatif. Umumnya tahanan termistor pada temperatur ruang dapat
berkurang 6% untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1oC. Kepekaan yang
tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk
pengukuran, pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi.
Termistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan
seperti: mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan
uranium (U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5  sampai 75  dan tersedia
dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-manik
(beads) dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau
cincin (washer) dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat
ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau paralel guna memperbesar disipasi
daya.
Prinsip Kerja Thermistor
Prinsipnya adalah memberikan perubahan resistansi yang sebanding dengan
perubahan suhu. Perubahan resistansi yang besar terhadap perubahan suhu yang
relatif kecil menjadikan termistor banyak dipakai sebagai sensor suhu yang
memiliki ketelitian dan ketepatan yang tinggi
Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap
temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara
eksponensial untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien)

RT  R A e T
Koefisien temperatur α didefinisikan pada temperature tertentu, misalnya 25oC
sbb.:

..........................................................................2.5
Gambar 1.17 Konfigurasi Thermistor: (a) coated-bead
(b) disk (c) dioda case dan (d) thin-film
Teknik Kompensasi Termistor:
Karkateristik termistor berikut memperlihatkan hubungan antara temperatur
dan resistansi seperti tampak pada gambar 2.

Gambar 1.18 Grafik Termistor Resistansi vs Temperatur:


(a) logaritmik (b) skala linier
Untuk pengontrolan perlu mengubah tahanan menjadi tegangan, berikut
rangkaian dasar untuk mengubah resistansi menjadi tegangan.

Gambar 1.19 Rangkaian Uji Termistor Sebagai Pembagi Tegangan


Thermistor dengan koefisien positif (PTC, tidak baku)

Gambar 1.20 Termistor jenis PTC: (a) linier (b) switching


Cara lain untuk mengubah resistansi menjadi tegangan adalah dengan
teknik linearisasi.

Daerah resistansi mendekati linier


Untuk teknik kompensasi temperatur menggunakan rangkaian penguat jembatan
lebih baik digunakan untuk jenis sensor resistansi karena rangkaian jembatan
dapat diatur titik kesetimbangannya.

Gambar 1.21 Dua Buah Termistor Linier:


(a) Rangkaian sebenarnya (b) Rangkaian Ekivalen

Gambar 1.22 Rangkaian Penguat Jembatan untuk Resistansi Sensor


Nilai tegangan outputnya adalah:

..................................................................2.6
atau rumus lain untuk tegangan output

…………………………………...2.7

Jenis-Jenis Thermistor
Termistor dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu termistor yang mempunyai
koefisien negatif, disebut NTC (Negative Temperature Coefisient). Termistor
yang mempunyai koefisien positif yang disebut PTC (Positive Temperature
Coefisient). Kedua jenis termistor ini mempunyai fungsinya masing-masing,
tetapi di pasaran, yang lebih banyak digunakan adalah termistor NTC.
Karenau thermistor NTC material penyusunnya yaitu metal oksida, dimana
harganya lebih murah dari material penyusun PTC yaitu Kristal tunggal.

Gambar 1.23 Simbol NTC dan simbol PTC


Kelebihan dan Kekurangan Termistor
Kelebihan Thermistor
 Level perubahan output yang tinggi
 Respon terhadap perubahan suhu yang cepat
 Perubahan resistansi pada kedua terminal (pin)
Kekurangan Termistor
 Tidak linier
 Range pengukuran suhu yang sempit
 Rentan rusak
 Memerlukan supply daya
 Mengalami self heating

1.3 Sensor Thermal untuk Mengukur Level


1.3.1 Level Conductivity Sensor
Level Conductivity Sensor adalah sejenis alat metode pengukur
ketinggian dengan melihat nilai konduktivitas dan kapasitivas media. Jenis sensor
pengukur ketinggian ini berfungsi sebagai pemantau nilai ketinggian terus
menerus (point level-continues) dengan cara mengukur impedansi antara
dua elektroda yang direndam dalam cairan atau antara satu elektroda dengan
dinding tangki yang elektro konduktif (electroconductive). Elektro konduktif
adalah material yang dapat mengantarkan arus listrik.
Gambar 1.24 Level Conductivity Sensor
Suatu kapasitor dapat terbentuk jika elektroda sensor level dipasang
didalam sebuah tangki. Tangkai metal dari elektroda bertindak sebagai satu plate
dari kapasitor dan dinding tangki bertindak sebagai plate yang lain.
Prinsip Kerja Level Conductivity Sensor
Prinsip yang digunakan dalam sistem ini menyatakan bahwa "kehadiran
produk akan membuat perubahan dalam resistensi antara kedua konduktor". Suatu
kapasitor dapat terbentuk jika elektroda sensor level dipasang didalam sebuah
tangki. Tangkai metal dari elektroda bertindak sebagai satu plate dari kapasitor
dan dinding tangki bertindak sebagai plate yang lain. Ketika level fluida naik,
udara atau gas yang semula melingkupi electroda akan digantikan oleh material
(fluida) yang mempunyai konstanta dielektrik (dielectric constant) yang berbeda,
sehingga nilai kapasitor berubah karena dielektrikum antara plat telah berubah.

Gambar 1.25 Prinsip Kerja Level Conductivity Sensor


Kelebihan dan Kekurangan Level Conductivity Sensor
 Kelebihan
a. Tidak ada bagian yang bergerak
b. Mudah digunakan
c. Biaya rendah
 Kekurangan
a. Invasif
b. Cairan harus konduktif

1.4 Sensor Thermal Untuk Mengukur Flow


1.4.1 Thermal flowmeter

Gambar 1.26 Thermal Flowmeter

Thermal Mass Flow Meter adalah alat ukur yang secara langsung mengukur
aliran massa gas berdasarkan prinsip perpindahan panas konduktif dan konvektif.

Prinsip kerja Thermal flowmeter

Gambar 1.27 Prinsip Kerja Thermal Flowmeter

Ketika aliran gas melewati hot wire (flow sensor) maka molekul gas
menyerap atau membawa panas dari permukaan sensor tersebut, sehingga sensor
menjadi dingin akibat kehilangan energi. Selanjutnya sensor mengaktifkan
rangkaian elektronik untuk mengisi energi yang hilang dengan cara memanaskan
flow sensor hingga perbedaan temperature yang tetap diatas reference sensor.
Daya listrik yang diperlukan untuk mempertahankan perbedaan temperatur
yang tetap adalah berbanding lurus dengan mass flowrate dan selanjutnya
dikeluarkan sebagai output signal yang linear dari flowmeter.
Kegunaan Flowmeter
Flow Meter Thermal Mass biasanya diterapkan untuk mengukur aliran gas
murni. Distributor dapat memberikan informasi kalibrasi yang tepat untuk
campuran gas lainnya, namun keakuratan flowmeter termal bergantung pada
campuran gas aktual yang sama dengan campuran gas yang digunakan untuk
tujuan kalibrasi.

1.5 Sensor Thermal Untuk Mengukur Kadar/Konsentrasi


1.5.1 Thermal Conductivity Detector (TCD)

Gambar 1.28 Prinsip Kerja Thermal Conductivity Detector (TCD)


Gas Chromatography –Thermal Conductivity Detector atau GC-TCD
adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis gas anorganik (Argon,
Nitrogen, Hidrogen, Karbon Dioksida, dll.) dan molekul hidrokarbon kecil. TCD
membandingkan konduktivitas panas dua aliran gas – gas pembawa murni
(rujukan) dan sampel

1.6 Kalibrasi
Kalibrasi adalah kegiatan untuk mengetahui kebenaran nilai penunjukan
suatu alat ukur. Kalibrasi dilakukan dengan cara membandingkan alat ukur yang
diperiksa terhadap standar ukur yang relevan dan diketahui lebih tinggi nilai
ukurnya. Selanjutnya untuk mengetahui nilai ukur standar yang dipakai,
standarnya juga harus dikalibrasi terhadap standar yang lebih tinggi akurasinya.
Dengan demikian setiap alat ukur dapat ditelusuri (traceable) tingkat akurasinya
sampai ke tingkat standar nasional atau standar internasional.
Dari proses kalibrasi dapat menentukan nilai‐nilai yang berkaitan dengan
kinerja alat ukur atau bahan acuan. Hal ini dicapai dengan pembandingkan
langsung terhadap suatu standar ukur atau bahan acuan yang bersertifikat. Output
dari kalibrasi adalah sertifikat kalibrasi dan label atau stiker yang disematkan pada
alat yang sudah dikalibrasi.
Tiga alasan penting, mengapa alat ukur perlu dikalibrasi:
 Memastikan bahwa penunjukan alat tersebut sesuai dengan hasil
pengukuran lain
 Menentukan akurasi penunjukan alat.
 Mengetahui keandalan alat,yaitu alat ukur dapat dipercaya.
Tujuan kalibrasi alat ukur adalah untuk menentukan devisiasi dan kebenaran
nilai penunjukan alat ukur dan pengukuran hasil dijamin dengan Standar Nasional
maupun international. Dengan demikian kondisi alat ukur dapat disimpan sesuai
dengan spesifikasi.
Kalibrasi atau peneraan (calibration) instrumen sangat penting, karena
memungkinkan memeriksa instrumen terhadap standar yang diketahui, untuk
selanjutnya mengurangi kesalahan dalam ketelitiannya. Prosedur kalibrasi
melibatkan perbandingan instrumen itu dengan standar primer atau standar
sekunder yang mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dari instrumen yang
dikalibrasi, atau dengan sumber masukan yang diketahui.
Contoh :
1. Sebuah meter-aliran (flowmeter) mungkin dikalibrasi dengan membandingkan
dengan fasilitas pengukuran aliran standar di National Bureau of Standards
(Amerika Serikat).
2. Membandingkan dengan meter-aliran lain yang ketelitiannya diketahui
3. Melakukan kalibrasi langsung dengan pengukuran primer seperti menimbang
sejumlah tertentu air dalam tangki dan mencatat waktu yang digunakan untuk
mengalirkan kuantitas tersebut melalui meter itu.
1.7 Kalibrasi Pada Sensor Thermal
Setiap Instrumen Alat Ukur/sensor sebelum digunakan atau setelah
digunakan pada periode tertentu (6 bulan atau 12 bulan), harus dilakukan
pengukuran dan dikalibrasi sesuai standar nasional ataupun internasional. Alat
ukur/sensor merupakan ujung tombak dalam kualitas produk yang dihasilkan,
karena langsung berhubungan dengan proses, sehingga perlu dipelihara untuk
mendapatkan umur (life time) yang panjang.
Sensor temperatur pada themocouple ataupun PT100, banyak digunakan
dalam industri yang menggunakan mesin pemanas, sebagai alat ukur temperatur
supaya tetap stabil. Pengukuran adalah berupa proses menyatakan suatu angka
secara empiric dan objektif pada kejadian nyata sedemikian rupa, sebagai angka
tadi dapat menjadikan gambaran yang jelas mengenai objek atau kejadian
tersebut. Kalibrasi merupakan suatu kegiatan untuk menentukan keberadaan
konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur berdasarkan standar .
Untuk proses kalibrasi, perlu ada pengukuran terlebih dahulu pada objek
yang ada misalnya pada temperatur proses. Ada beberapa metode dalam kalibrasi
antara lain simulasi, perbedaan fasa. Umumnya yang banyak digunakan berupa
metode kalibrasi perbandingan untuk membandingkan kalibrator standar alat ukur
terhadap beban ukur yang dipakai, baru dilakukan perhitungan deviasi
berdasarkan standar. Cara ini memerlukan standar kalibrator yang harus
dikalibrasi di Lembaga Kalibrasi KAN/LIPI sehingga harganya mahal. Untuk
kalibrasi alat ukur/sensor suhu yang berupa thermocouple ataupun PT100 dapat
menggunakan media kalibrasi yang berupa bak air 1–100 °C, bak es 0 °C.
Pemanfaatan kalibrator standar dari temperatur es (0 °C) dan temperatur
suhu air mendidih (100 °C). Setelah dibandingkan dengan bahan yang diukur
(PT100) baru dibuat simulasi sehingga dapat menentukan deviasi/kesalahan dari
PT100 yang dilihat pada indicator controller. Hal ini merupakan suatu ide baru
untuk menggantikan peranan kalibrator yang ada (metode Perbandingan).
Indicator controller dapat diset sesuai dengan hasil yang diperoleh dari hasil
perbandingan dan simulasi.
1.8 Penutup
Sensor thermal adalah salah satu alat pengukuran variabel proses
berdasarkan prinsip panas. Sensor-sensor yang bekerja berdasarkan prinsip
thermal adalah sebagai berikut:
1. Sensor Thermal untuk Mengukur Suhu
 Therocouple
 Resistance Temperature Detector (RTD)
 Thermistor
2. Sensor Thermal untuk Mengukur Level
 Level Conductivity Sensor
3. Sensor Thermal untuk Mengukur Aliran
 Thermal Flowmeter
4. Sensor Thermal untuk Mengukur Konsentrasi
 Thermal Conductivity Detector
Kalibrasi adalah kegiatan untuk mengetahui kebenaran nilai penunjukan suatu alat
ukur. Setiap Instrumen Alat Ukur/sensor sebelum digunakan atau setelah
digunakan pada periode tertentu (6 bulan atau 12 bulan), harus dilakukan
pengukuran dan dikalibrasi sesuai standar nasional ataupun internasional.
DAFTAR PUSTAKA
CS Rangaan et, al. 1990. Instrumentation: Devices and Systems. New Delhi: Tata
McGraw- Hill Publishing Company Ltd.
Kustija Jaja. 2008. Sistem Instrumentasi Elektronika. Modul Kuliah Universitas
Mercubuana.
Robert Boylestad and Louis Nashelsky. 1994. Electronic Devices and Circuit
Theory, Fifth Ed, Eighth Printing. New Delhi: Prentice-Hall of India
Private Ltd.
Wasito S. 1986. Vademekum Elektronika Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Gramedia.
Willian D., and De Cover. 1988. Electronic Measurement Systems. UK: Prentice
Hall International Ltd.

Anda mungkin juga menyukai