Referat Skrining Kanker Serviks
Referat Skrining Kanker Serviks
PENDAHULUAN
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker
serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari
sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil
lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Karsinoma serviks biasanya timbul
pada zona transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel sel kolumnar yang
biasanya disebut sebagai squamo columnar junction (SCJ). 1
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila
program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun
dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara
berkembang. 2
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel
serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan
terapi utama penyakit ini di masa mendatang. 1,2
Risiko terinfeksi Human Papiloma Virus (HPV) dan beberapa kondisi lain seperti
perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks.
Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat
variasi hingga sulit untuk dipahami. 2
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara
berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker servik merupakan penyebab utama kematian
wanita dan kasusnya turun secara drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap
smear oleh Papanikolau. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi
memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker
serviks masih tetap tinggi. 3
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis
sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga
saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi
dari beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomatis”
karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel.
Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.
Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit secara
anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran. Penentuan
pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk membandingkan tingkat keberhasilan
terapi baru harus berdasarkan pada perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan
luasnya penyebaran penyakit melalui sistem stadium.
BAB II
PEMBAHASAN
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan dikalangan
wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epitelium yang normal sampai
menjadi karsinoma invasif yang memberikan gejala dan merupakan proses yang perlahan-
lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun. 1
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang
menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi
progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi
karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma
in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif
berkisar 3-20 tahun.
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang
menyerang serviks. Berawal terjadi pada serviks, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker
ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita. 1,3
Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah yang dibuat
oleh FIGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics) yaitu sebagai berikut :1
Stage 1 a: Disertai invasi daro stoma ( Karsinoma preklinik) yang hanya diketahui secara
histologi.
Stage 1 b: Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.
Stage 2: Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul, telah mengenai
dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal.
Stage 3: Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah vagina
Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluor dengan sedikit darah,
perdarahan postkoital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai perpanjangan waktu
haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan
yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang
sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun,
kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis.
Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.
1. Faktor Penyebab
2. Faktor Resiko
Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering
melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Penelitian di Amerika Latin
menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi
HPV.
Merokok
Beberapa penelitian menunjukan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker
serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola hubungan
seksual. Penemuan lain memperlihatkan ditemukannya nikotin pada cairan serviks wanita
perokok bahan ini bersifat sebagai komponen dan bersama-sama dengan karsinogen yang
telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker.
Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh
lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua
kejadian kanker serviks invasif terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain
mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada
bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan
hal tersebut. 3
Defisiensi gizi
Studi secara deskriptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara
kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat
oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan
tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan
kebersihan genitalia juga diduga berhubungan dengan masalah tersebut.
Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang
menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko yang
rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan
dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks.
Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan faktor resiko yang lain. 3
Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang mengalami mutasi lalu
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, sedang, displasia berat dan akhirnya menjadi Karsinoma In-
Situ (KIS), kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan
karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru
menggunakan nama Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk displasia ringan, NIS
2 untuk displasia sedang dan NIS 3 untuk displasia berat dan karsinoma in-situ. 1
Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda setelah hubungan
seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks pertama dengan ditemukan NIS
adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan seks pertama dengan NIS 1 selang waktu rata-rata
adalah 12,2 tahun, NIS 1 dengan NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata
11,7 tahun. Sedangkan menurut Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa
NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia lebih dari 50
tahun sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali. 1
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and Obstetrics) tahun
1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya.
Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun,
sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun,
stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun. 3
Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000) membuktikan bahwa
kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita minoritas seperti imigran Vietnam,
Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan dengan anggapan mereka bahwa wanita yang tidak
melakukan gonta-ganti pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan Pap smear.
Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infiltratif
membentuk ulkus
Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan
melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal secara
alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis epitel yang
melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif (metaplasia skuamos)
yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik) melalui tingkatan
NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali menjadi
mikroinvasive, proses keganasan akan berjalan terus. 1
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui
pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas
pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan
berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman
invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel
tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam
pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah
menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma.
Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor
menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara
perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung
kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau
kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional
melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta,
dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena
subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak. 1
korpus uteri
parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan
kandung kemih.
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang
menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks,
dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks.
Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam
penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks. 1,3
Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker
serviks adalah: 3
1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat untuk
mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks dan
endoserviks.
Gambar 4. Pemeriksaan Pap Smear
Gambar 5. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
2. Kolposkopi.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika
kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran
tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil
lagi. 3
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh
kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui loop
electrosurgical excision procedure (LEEP). Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa
memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya
setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk
menjalani histerektomi. Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan
struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.
Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.
2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih
terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
o Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung
ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita
dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani
kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat
anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut. Kemoterapi
diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode
pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi dengan pemulihan.
4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh
dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke
bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa
dikombinasikan dengan kemoterapi.
Pengendalian kanker serviks dengan pencegahan dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier Strategi kesehatan
masyarakat dalam mencegah kematian karena kanker serviks antara lain adalah dengan
pencegahan primer dan pencegahan sekunder.2
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk
menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kanker serviks. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara menekankan perilaku hidup sehat untuk mengurangi atau
menghindari faktor resiko seperti kawin muda, pasangan seksual ganda dan lain-lain. Selain
itu juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan imunisasi HPV pada kelompok
masyarakat
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara dini
sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks
memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10
tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitive untuk
mendeteksi karsinoma pra invasive. Bila diobati dengan baik, karsinoma pra invasive
mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasive hanya
memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi
dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju. Pencegahan
dengan pap smear terbukti mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50-
60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).
Selain itu, terdapat juga 3 tingkatan pencegahan dan penanganan kanker serviks, yaitu :
o Promosi kesehatan
o Kemopreventif
b) Pengobatan, misalnya :
o Kemoterapi
o Bedah
b) Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa mencegahnya. Anda dapat
melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya
menderita kanker serviks.
c) Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk
merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena,
vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker serviks.
e) Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
f) Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan
menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
h) Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear bahkan
sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
i) Alternatif tes Pap smear yaitu tes Inspeksi Visual Asam (IVA) dengan biaya yang
lebih murah dari Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
k) Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini
dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk
membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.
BAB III
1) setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes
Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.
2) Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya
Interval
Skrining
Tes Pap Tiap 3–5 Tiap Tiap tahun; Tidak Sekurang-kurangnya tiap 3
konvensi tahun tahun; atau tiap 2–3 ada tahun
onal atau tiap tahun untuk laporan
2–3 wanita usia ≥
tahun 30 tahun
untuk dengan 3 kali
wanita berturut-turut
usia ≥ hasil skrining
30 tahun negatif
dengan
3 kali
berturut-
turut
hasil
skrining
negatif
skrining Tidak ada Tiap 3 Tiap 3 tahun Tidak Tidak cukup evidens
dengan laporan tahun bila hasil tes ada
tes HPV bila HPV dan laporan
hasil tes sitologi
HPV negatif
dan
sitologi
negatif
Penghent Setelah usia Wanita Dari bukti- Tidak Untuk wanita usia ≥ 65
ian 60–65 tahun usia ≥ bukti yang ada tahun dengan hasil tes
skrining dengan ≥ 3 70 tahun ada tidak laporan negatif, yang bukan risiko
kali berturut- dengan dapat ditarik tinggi kanker serviks
turut hasil ≥ 3 kali kesimpulan
skrining berturut- untuk
negatif turut menentukan
hasil tes batas usia
negatif penghentian
dan skrining
tanpa
hasil tes
abnorma
l dalam
10 tahun
terakhir
(Dikutip dari Barzon et al. Infectious Agents and Cancer 2008 3:14 doi:10.1186/1750-9378-
3-14)
2. Interval skrining
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan idealnya skrining dimulai 3
tahun setelah dimulainya hubungan seksual melalui vagina.9 Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa risiko munculnya lesi prakanker baru terjadi setelah 3-5 tahun setelah
paparan HPV yang pertama.9 Interval yang ideal untuk dilakukan skrining adalah 3 tahun. 9
Skrining 3 tahun sekali memberi hasil yang hampir sama dengan skrining tiap tahun. 10 ACS
merekomendasikan skrining tiap tahun dengan metode tes Pap konvensional atau 2 tahun
sekali bila menggunakan pemeriksaan sitologi cairan (liquid-based cytology) setelah skrining
yang pertama.9 Setelah perempuan berusia 30 tahun, atau setelah 3 kali berturut-turut skrining
dengan hasil negatif, skrining cukup dilakukan 2-3 tahun sekali.9 Bila dana sangat terbatas
skrining dapat dilakukan tiap 10 tahun atau sekali seumur hidup dengan tetap memberikan
hasil yang signifikan.11
WHO merekomendasikan5 :
- Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya dilakukan
pada perempuan antara usia 35-45 tahun.
- Untuk perempuan usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining hendaknya
dilakukan 3 tahun sekali.
- Untuk perempuan dengan usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali
- Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia diatas 65 tahun,
tidak perlu menjalani skrining.
Ada beberapa metode skrining yang dapat digunakan, tergantung dari ketersediaan
sumber daya. Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu akurat, dapat
diulang kembali (reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel,
serta aman.1 Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut5 :
Tes pap adalah suatu cara untuk mendapatkan bahan sediaan sitologi servikovaginal,
penamaan tersebut berasal dari nama seorang serjana kedokteran kelahiran Yunani bernama
Goerge N. Papanicolaou (1928), yang mempelopori pemeriksaan sel-sel mulut rahim untuk
menemukan kanker. Nama lain dari tes Pap adalah Pap Smear. Dalam pelaksanaannya dapat
di lakukan oleh dokter ahli (Obstetri-Ginekologi), dokter umum, bidan dan tenaga medis lain
yang sudah terlatih. Sediaan apus kemudian dikirimkan ke laboratorium sitologi untuk
dipulas dan diperiksa di bawah mikroskop oleh Ahli Patologi Anatomi. (Bonfiglo TA, 1997)
Salah satu tujuan pemeriksaan tes Pap adalah untuk skrining/penapisan sel-sel serviks
(sitodiagnosis) dari wanita yang tampak sehat dan atau tanpa gejala, apabila terdapat kelainan
yang mengarah ke prakanker maupun kanker in-situ maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan cara biopsi jaringan yang di perlukan untuk konfirmasi. (Kurman RJ, 1994).
Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang dibuat dengan baik, fiksasi dan
pewarnaan yang baik serta tentu saja pemeriksaan mikroskopik yang tepat. Supaya
didapatkan pengertian yang baik antara pembuat tes Pap dan laboratorium penting adanya
informasi klinik yang lengkap. (Kurman RJ, 1994)
Tujuan utama tes Pap adalah untuk mengetahui sel-sel kanker dalam stadium dini.
Tujuan umum adalah untuk mengetahui sel-sel mulut rahim:
- Derajat kelainan
- Evaluasi sitohormonal
Pada beberapa forum ilmiah International, klasifikasi sistem Bethesda lebih sering
digunakan. Beberapa dengan di Indonesia, klasifikasi sitologi yang sering digunakan yaitu
sistem Papanicolau dan sistem displasia. Pada sistem Bethesda dikenal istilah LSIL (Low
Grade Squamous Intraepitel Lesion=Lesi Intraepitel Skuamosa Derajat Rendah (LISR)) yang
meliputi kondiloma dan NIS I, dan HSIL (High Grade Squamous Intraepitel Lesion= Lesi
Intraepitel Skuamosa Derajat Tinggi (LIST)) yang meliputi NIS II, NIS III dan Karsinoma In-
situ (KIS). 1,3
Telah diakui, bahwa dengan pemeriksaan Tes Pap telah membuktikan mampu
menurunkan kematian akibat kanker serviks dibeberapa negara, walaupun tentu ada
kekurangan. Sensitivitas tes Pap untuk mendeteksi NIS berkisar 50-98%. sedang negatif
palsu antara 8-30 % untuk lesi skuamosa. (Tulinias H, 1984;Cremer DW, 1994). 40% untuk
lesi adenomatosa. Adapun spesifisitas tes Pap adalah 93%, nilai prediksi positif adalah
80,2% dan nilai prediksi negatif adalah 91,3%. Harus hati-hati justru pada lesi serviks invasif,
karena negatif palsu dapat mencapai 50% akibat tertutup darah, adanya radang dan jaringan
nekrotik. (Cole P,1979; Cremer DW, 1994) Fakta ini menunjukkan, bahwa pada lesi invasif
kemampuan pemeriksa melihat serviks secara makroskopik sangat di perlukan. Kemudian di
tegaskan bahwa hasil tes Pap hanya sebagai petunjuk, dasar terapi untuk lesi di serviks harus
berdasarkan hasil histopatologi. Karena itu hasil tes Pap abnormal harus diikuti dengan
prosedur diagnosik selanjutnya. Dari hasil tes Pap abnormal, pasien dapat dikatagorikan pada
kelompok:
- Negatif
- Abnormal : LISR, dapat dilakukan tes Pap ulang 4 bulan, atau dilakukan
kolposkopi “see and treat”. LIST, perlu dilakukan kolposkopi dan biopsi.
(Nuranna L, 1999)
B. KOLPOSKOPI
Yang pertama kali memperkenalkan kolposkopi adalah Hiselman pada tahun 1925.
Pemeriksaan kolposkopi telah digunakan secara luas di Eropa dan Amerika Selatan untuk
diagnosis kelainan pada serviks.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan kolposkop, yaitu suatu alat yang dapat
disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamnya
(pembesaran 10-40 kali). Untuk menampilkan portio dipulas terlebih dahulu dengan Asam
Asetat 3-5%. Portio dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak putih atau
perubahan corakan pembuluh darah. 11
Alat ini selain dilengkapi sumber cahaya juga dilengkapi dengan filter hijau waktu
melihat gambaran pembuluh darah dan juga dapat di hubungkan dengan kamera foto atau TV.
11
4) Kegelapan jaringan
5) Batas-batas proses
Kolposkopi normal
Ada kelainan pada zona transformasi, dan perlu di biopsi.
Kolposkopi dengan pandang tak memuaskan misalnya karena sambungan
skuamosa kolumnar tak tampak seluruhnya atau tak tampak sebagian. Pada
keadaan ini, maka tergantung pada hasil tes Pap. Bila hasil tes Pap adalah
HPV, atau atipik atau displasia ringan, maka dapat di pertimbangkan untuk
merencanakan pemeriksaan Tes Pap dalam interval waktu tertentu, misalnya 4
bulan. Namun bila hasil tes Pap termasuk LIST atau lesi serviks invasif, maka
prosedur konisasi perlu di lakukan. 11
Penggunaan kolposkopi dapat sebagai alat skrining awal. Tetapi karena alat
kolposkopi termasuk alat yang mahal, maka hal ini hanya bisa di lakukan di pusat-pusat
kesehatan tertentu, tidak bisa dijadikan alat skrining massal, dan alat ini lebih sering di
gunakan sebagai prosedur pemeriksaan lanjut dari hasil tes Pap abnormal. Jadi bila kita
melakukan skrining dengan kolposkopi keuntungannya: dapat memvisualisasikan daerah
transformasi, visualisasi lesi, biopsi lebih terarah. Kerugiannya: peralatan mahal
membutuhkan pendidikan dan kurang spesifik.
C. TES DNA-HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih 90% kondiloma serviks, semua neoplasma intraepitel
serviks (NIS) dan kanker serviks mengandung DNA HPV. Hubungan kuat dan tiap tipe HPV
mempunyai hubungan patologik yang berbeda. Tes DNA HPV merupakan metode molekuler
untuk menentukan tipe HPV resiko tinggi. Dikenal berbagai tipe HPV, sehingga kini telah ada
sampai 60 tipe yang di kelompokkan
Tipe HPV resiko rendah: tipe 6 dan 11, yang jarang di temukan pada karsinoma
invasif, kecuali karsinoma varikosa.
Tipe HPV resiko tinggi: HPV tipe 16, 18, 31, dan 45.
Berdasarkan pengenalan derajat resiko dari HPV, maka menurut ahli yang
mengunggulkan peran HPV dan tipenya, menyatakan bahwa “HPV Typing” sangat penting
dalam menindaklanjuti penemuan HPV serviks. Bila dari hasil “HPV Typing” dikenal HPV
tipe resiko rendah, maka tindak lanjutnya follow up saja. Namun bila dikenal HPV tipe resiko
tinggi perlu ditindak lanjut. HPV Typing dilakukan dengan hibridasi DNA, spesifikasi tes
DNA-HPV lebih rendah dari Tes Pap dan biayanya mahal.
D. INSPEKSI VISUAL
Inspeksi visual terdiri dari Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan Inspeksi Visual
dengan Lugol Iodin (VILI). Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) maksudnya adalah
melihat serviks secara langsung tanpa alat pembesaran setelah pengusapan serviks dengan
asam asetat 3-5% untuk mendeteksi adanya NIS. Asam asetat digunakan untuk meningkatkan
dan membuat tanda terhadap epitel, terhadap lesi prakanker atau kanker sebenarnya.
Buku emas untuk pegangan diagnosis lesi prakanker serviks adalah biopsi yang
dipandu oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif, perempuan yang diskrining akan
menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakkan diagnosis melalui biopsi
yang dipandu oleh kolposkopi. Setelah itu baru dilakukan pengobatan lesi prakanker. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan yaitu kuretase endoservikal, krioterapi, dan loop
electrosurgical excision procedure (LEEP) , laser, konisasi, sampai histerektomi simpel. 5
Tes DNA HPV -Tes DNA HPV -Pengambilan -Hasil tes tidak -Digunakan
secara sampel lebih didapat dengan secara komersial
molekuler. mudah segera di negara-negara
-Pengambilan -Proses -Biaya lebih maju sebagai
sampel dapat pembacaan mahal tambahan
dilakukan otomatis oleh -Fasilitas pemeriksaan
sendiri oleh alat khusus laboratorium sitologi
wanita dan -Dapat lebih mahal dan
dibawa ke dikombinasi canggih
laboratorium dengan Tes Pap -Perlu reagen
untuk khusus
meningkatkan -Spesifitas
sensitivitas rendah pada
-Spesifitas perempuan
tinggi terutama muda (,35
pada perempuan tahun)
>35 tahun