Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ASKEP SINDROM CROUP

KELOMPOK 3:

DWI NUR CHANDRA


FAJAR EKA SAPUTRA
INTAN PRATIEFI
M. HAMDAN
NURAFNI OKTAVIANA
SRI RENO
SUCI DESRIANTI
TIARA INDRIAN DESLANI
YATI MAHLIGANA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2018
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis
berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan penulis dalam proses pembelajaran ini. Makalah ini telah
penulis susun dengan semaksimal mungkin. Harapan penulis semoga makalah ini
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman pagi para pembaca, sehingga
penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu/Bapak selaku dosen mata
kuliah Keperawatan Anak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan
kepercayaan kepada penulis. Penulis sangat berharap makalah ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan namun kesempurnaan itu sepertinya hal yang mustahil.
Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
penulis miliki sangat kurang. Oleh karena itu penulis harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya.

Pekanbaru, 28 juni 2018

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI............... .......................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Tujuan........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 3
A. Definisi..................................................................................... 3
B. Manifestas Klinisi..................................................................... 4
C. Askep Sindrom Croup……………………………………...… 9
BAB III PENUTUP............................................................................... 12
A. Simpulan.................................................................................... 12
B. Saran.......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Croup merupakan penyakit dengan kelainan pada saluran pernafasan
bagian atas,dengan manifestasi klinis berupa sesak nafas, suara serak, batuk
menggonggong, stridorinspirator yang kadang disertai dengan distres
pernafasan. Penyempitan di area subglotismenyebabkan terjadinya turbulensi
aliran udara dan timbul stridor yang disertai dengan nafas cepat dan dalam.
Beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan untuk diagnosis croup, yaitu
pemeriksaan pencitraan terdiri dari rongent dan Computed Tomografi Scan
(CT-Scan) leher. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan laringoskop
atau bronkhoskopi.
Tatalaksana croup sangat bergantung pada keparahan penyakit. Namun,
tindakan utamayang perlu dilakukan adalah mengatasi obstruksi saluran
pernafasan, sehingga kebutuhanoksigen tetap terpenuhi. Beberapa tindakan
yang dapat dilakukan adalah pemberianoksigen, nebulisasi epinefrin,
kortikosteroid. Jika semua terapi tidak memberi respon yangbaik, maka
intubasi endotrakheal atau trakheaostomi menjadi salah satu pilihan dalam
tatalaksan croup.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan Sindrom
Croup
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan tentang definisi
Sindrome Croup
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan tentang
manifestasi Sindrom Croup
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan tentang Askep
Sindrom Croup

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Croup merupakan istilah umum yang digunakan untuk suatu kompleks
gejala yang dicirikan dengan suara serak, batuk resonan yang disebut sebagai
“gonggongan” atau “ seperti alat music tiup”, berbagai tingkatan bising nafas,
dan berbagai tingkatan gawat napas yang terjadi akibat pembengkakan atau
obstruksi bagian laring. Infeksi laring akut merupakan gangguan yang sangat
penting pada bayi dan anak yang masih kecil dari pada anak yang lebih besar,
karena adanya peningkatan insidensi pada kelompok usia ini dan diameter
jalan nafas yang lebih kecil, mengakibatkan masalah penyempitan yang
signifikan disertai tingkat inflamasi yang sama.
Sindrom croup menyerang berbagai bagian laring, trakea, dan bronkus.
Akan tetapi keterlibatan laring sering mendominasi gambaran klinis karena
adanya gangguan berat pada suara dan pernafasan. Syndrome croup biasanya
digambarkan sesuai area anatomic primer yang terserang ( misalnya
epiglotitis atau supraglotitis, laryngitis, laringotrakeobronkitis (LTB), dan
trakeitis). Secara umum LTB cenderung terjadi pada anak-anak yang masih
sangat kecil, sedangkan epiglotitis lebih banyak terjadi pada anak-anak yang
lebih besar.
1. Epiglotitis akut
Adalah proses inflamasi obstruktif yang serius terjadi terutama pada anak-
anak berusia antara 2 dan 5 tahun namun dapat juga terjadi dari masa bayi
sampai masa dewasa. Gangguan ini memerlukan perhatian medis segera.
Obstruksi bersifat supraglotik yang berlawanan dengan obtruksi subglotik
pada laryngitis. Organisme penyebab infeksi ini biasanya adalah
haemophilusin fluenzae.
a. Manifestasi klinis
Epiglotitis bersifat tiba-tiba sering didahului dengan sakit
tenggorokan, dan berkembang cepat menjadi gawat nafas berat. Anak
biasanya tidur tanpa gejala dan bangun tidur dengan keluhan sakit

2
tenggorokan dan nyeri saat menelan. Anak mengalami demam ;
tampak lebih sakit dari pada hasil temuan klinisnya, dan memaksa
untuk duduk tegak dan bersandar kedepan, dengan dagu mendongak,
mulut terbuka, dan lidak menonjol. Mengeluarkan saliva merupakan
hal yang umum terjadi akibat kesulitan atau nyeri ketika menelan dan
sekresi berlebihan.
Anak menjadi pecan dan sangat gelisah serta menunjukkan
ekspresi cemas, ketakutan, dan khawatir. Suara menjadi berat dan
lirih, bunyi seperti katak saat inspirasi. Retraksi suprasternal dan
substrenal dapat terlihat. Jarang sekali tanpak anak bersusah payah
untuk bernafas, sebaliknya bernafas dengan perlahan dan tenang
memungkinkan pertukaran gas yang lebih baik. Warna pucat akibat
hipoksia ringan dapat berkembang menjadi sianosis berat. Hasil
inspeksi tenggorokan yang dilakukan dengan cermat memungkinkan
tenggorokan berwarna merah dan meradang, dan epiglottis membesar,
berwarna merah stroberi dan edema.
b. Penatalaksanaan terapeutik
Perjalanan epiglotitis bersifat fulminan, dengan obstruksi
pernafasan yang muncul tiba-tiba. Obstruksi progresif berkembang
menjadi hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis yang diikuti dengan
penurunan tonus otot, penurunan tingkat kesadaran, dan jika obstruksi
menjadi semakin berat dapat terjadi kematian tiba-tiba. Anak yang
dicurigai menderita epiglotitis harus diperiksa ditempat yang tersedia
fasilitas untuk menghadapi kedaruratan jenis ini. Pemeriksaan
tenggorokan dengan spatel lidah dikontraindikasikan sampai tersedia
petugas berpengalam dan peralatan yang tepat untuk melanjutkannya
dengan intubasi atau trakeostomi segera jika pemeriksaan tersebut
menyebabkan terjadinya obstruksi lebih lanjut atau obstruksi lanjut.
Jika foto leher lateral diindikasikan, petugas berpengalaman harus
menemani anak sampai kebagian radiologi. Kebanyakan praktisi lebih
memilih anak tidak dipindahkan melainkan tetap diatas pangkuan
orang tua selama pemeriksaan dengan radiologi portable. Anak yang

3
dicurigai menderita epiglotitis bakteri diberi antibiotic secara
intravena dilanjutkan dengan pemberian oral sampai program terapi
lengkap 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid untuk mengurangi
edema dapat bermanfaat selama jam-jam awal pengobatan.
Kebanyakan anak yang di intubasi akan mendapatkan program terapi
kartikosteroid selama 24 jam sebelum ekstubasi.
c. Pencegahan
American academy of pediatrics ( 2000) menganjurkan agar
semua anak dari usia 2 tahun mendapatkan vaksin konjugasi
H.Influenzae tipe B. sejak pemberian vaksin menjadi bagian rutin dari
jadwal imunisasi umum, insidensi epiglotitis mengalami penurunan.
Pada saat ini pasien yang terserang cenderung berusia lebih tua dan
disebabkan oleh organisme lain.
2. Laringitis Akut
Laryngitis infeksius akut merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak-anak yang sudah besar dan remaja. Bayi dan anak kecil
mengalami keterlibatan yang lebih umum. Virus biasanya menjadi agen
penyebab dari infeksi ini, dan keluhan utamanya adalah suara serak yang
dapat disertai gejala pernafasan atas lainnya ( misalnya koriza, sakit
tenggorokan, kongesti nasal). adenovirus dan virus influenza bertanggung
jawab terhadap gangguan yang lebih sistemik : virus para influenza,
rinovirus, dan menyebabkan penyakit yang lebih ringan.
Penatalaksanaan terapeutik: Penyakit ini hampir selalu dapat sembuh
sendiri tanpa akibat jangka panjang. Pengobatannya bersifat simptomatik
dengan cairan dan udara yang dilembabkan.
3. LTB ( LaringoTrakeoBronkitis) Akut
Merupakan sindrop croup yang paling banyak terjadi dan terutama
menyerang anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Organisme yang
menyebabkan LTB adalah viris para influenza, influenza a dan b, dan
mycoplasmapneumoniae. Penyakit ini biasanya didahului dengan ISPA,
yang secara bertahap menurun kestruktur yang ada didekatnya. Penyakit
ini dicirikan dengan demam ringan yang terjadi bertahap.

4
Inflamasi mukosa yang melapisi laring dan trakea menyebabkan
penyempitan jalan nafas. Jika jalan napas mengalami penyempitan yang
signifikan, anak berusaha keras menarik udara melewati sumbatan tersebut
dan masuk ke paru-paru, menimbulkan karakteristik stridor saat inspirasi
dan retraksi suprasternal. Anak yang biasanya terserang LTB adalah
toodler yang mengalami batuk resonan klasik atau batuk seperti anjing laut
dan stridor akut setelah beberapa hari mengalami koriza. Jika anak tidak
mampu menginhalasi volume udara yang cukup, dapat muncul gejala
hipoksia. Obstruksi yang cukup parah hingga menghambat ekshalasi
karbondioksida yang adekuat dapat menyebabkan asidosis pernafasan, dan
akhirnya anak menghalangi gagal napas.
a. Penatalaksanaan terapeutik
Tujuan utama penatalaksanaan medis untuk LTB infeksius adalah
mempertahankan jalan napas dan memberikan pertukaran pernafasan
yang adekuat. Anak-anak croup ringan (tidak ada stridor pada saat
istirahat) dapat dirawat dirumah. Orang tua di ajarkan tentang tanda-
tanda gawat napas sehingga bantuan profeisonal dapat diberikan lebih
dini jika diperlukan. Anak-anak yang mengalami perkembangan ke
gejala pernapasan tahap 2 harus mendapatkan perhatian medis.
Kelembapan tinggi dengan uap dingin membantu mengurangi
gejala pada sebagian besar anak. Alat penguap udara dingin dapat
digunakan dirumah. Dirumah sakit, hood untuk bayi atau tanda untuk
toodler dapat digunakan untuk meningkatkan kelembapan dan oksigen
tambahan.
Epinefrin nebulasi (epinefrin rasemik) sering digunakan pada
anak-anak dengan penyakit yang lebih parah, stridor saat istirahat,
retraksi, atau sesak nafas. Penggunaan kortikostroid dapat bermanfaat
karena efek anti inflamsi yang mengurangi edema subglotik. Kerjanya
secara klinis dapat dideteksi paling cepat 6 jam setelah pemberian,
dengan perbaikan kontinu selama 12-24 jam.

5
B. Manifestasi Klinis
Diantara penyebab croup, yang tersering adalah virus. Diatara virus
virus tersebut adalah Human Parainfluenza virus Respiratory Syntitial virus
(RSV), metapneumovirus, virus influenza A dan B, Adenovirus, dan Corona
virus. Sekitar 75% disebabkan oleh parainfluenza virus tipe I. Meskipun
jarang, pernah juga ditemukan Mycoplasma pneumonia pernah juga
ditemukan sebagai penyebab croup.
Dalam perjalanan penyaki Croup, infeksivirus dimulai dari nasofaring
dan kemudian menyebar ke epithelium trakhea dan laring. Inflamasi,
hiperemis dan edema disebabkan oleh invasi virus ke dalam mukosa laring.
Gejala awal yang muncul pada croup biasanya didahului dengan coryza,
demam yang tidak begitu tinggi selama 12-17 jam, hidung berair, nyeri
menelan, dan batuk ringan dapa disertai malaise. Pada kasus tertentu, demam
dapat mencapai 40 oC. Penderita croup dapat mengalami suara serak (parau).
Hal ini diawali dengan terjadinya peradangan difus, eritema, dan edem pada
trakhea. Akibatnya, mobilitas pita suara terganggu. Disamping itu, area
subglotis juga mengalami iritasi.

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas data umum.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
d. Riwayat penyakit sekarang.
e. Riwayat keluarga.
f. Pola nutrisi – metabolik.
g. Pola aktivitas – latihan.l
h. Pola tidur – istirahat.
i. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda Vital ( tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)

6
j. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan
subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika
disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa
laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta
tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan
ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan
sekunder akibat proses inflamasi
2. Hipertermi berhubungan dengan infeksi bakteri Haemophilus
Influenzae.
3. Intervensi
dx 1:Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
berlebihan sekunder akibat proses inflamasi
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan status pernafasan pasien efektif
Kh: 1. Batuk tidak muncul
2.Jalan napas paten
3.pernafasan normal

Intervensi:
O : mengidentifikasi pasien yang membutuhkan aktual / penyisipan
potensi jalan nafas
N : 1. dorongan pelan, pernapasan dalam, pemutaran, dan batuk
2.instruksikan bagaimana batuk yang efektif
3. dengarkan suara pernapasan
E : 1. Berikan pengetahuan tentang langkah-langkah batuk efektif
2. ajarkan pasien teknik nafas dalam

7
Dx 2 : Hipertermi b.d infeksi bakteri Haemophilus Influenzae
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan suhu kembali normal
Kh: 1. Suhu normal
2. infeksi teratasi
Intervensi:
O : Observasi TTV

N : lakukan pemeriksaan suhu tubuh pasien


E:Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi pada keluarga dengan
memberikan kompres dingin menggunakan pakaian tipis dan perbanyak
minum selama hipertermi.
C: Beri terapi anti piretik sesuai indikasi.

4. Evaluasi
Dx 1:
S: 1. Pasien mengatakan tidak ada batuk lagi
2.pasien mengatakan tidak sesak saat bernafas
O: RR: 20x/m
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan

Dx 2:
S: pasien mengatakan badan tidak terasa panas lagi
O: Suhu 37 OC
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan

8
MD : Sindrom Croup
KA :
1. Demam(sampai 40 oC)
2. Di alami anak usia 3 bulan-5 tahun
3. Suara batuk keras (seperti
menggonggong)
4. Batuk memburuk di malam hari
5. Suara serak dan suara napas kasar pada
tengah malam
6. Sesak napas

1. ND : Bersihkan Jalan Nafas Tidak 2. Hipertemi b/d infeksi bakteri


Efektif B/d sekresi berlebihan sekunder influenza.
akibat proses inflamasi. DS : -Pasien mengatakan sesak
DS : -Pasien mengatakan sesak nafas -Pasien mengatakan kulit terasa
di malam hari. hangat
-Pasien mengatakan sakit -Pasien mengatakan nyeri saat
ditenggorokan menelan
-Pasien mengatakan nyeri saat DO : -Pasien tampak gelisah
menelan -Hipotensi
DO : -Pasien tampak gelisah -Kulit terasa hangat
-Batuk tidak efektif -Suhu tidak normal
-Mata terbuka lebar - Takikardia
-Sputum dalam jumlah Terapi : Pemberian antipiretik
berlebihan
-Perubahan pola nafas
-Sianosis

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Croup merupakan penyakit dengan kelainan pada saluran
pernafasan bagian atas,dengan manifestasi klinis berupa sesak nafas, suara
serak, batuk menggonggong, stridorinspirator yang kadang disertai dengan
distres pernafasan. Penyempitan di area subglotismenyebabkan terjadinya
turbulensi aliran udara dan timbul stridor yang disertai dengan nafas cepat
dan dalam. Beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan untuk diagnosis
croup, yaitu pemeriksaan pencitraan terdiri dari rongent dan Computed
Tomografi Scan (CT-Scan) leher. Pada kasus tertentu diperlukan
pemeriksaan laringoskop atau bronkhoskopi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L. 2009. Buku ajar keperawatan pediatric. Vol:2. Jakarta: EGC

11

Anda mungkin juga menyukai