Anda di halaman 1dari 3

Perampasan Lahan dan Penggusuran Berkedok Pengembangan KPN Mandalika

A. Sejarah Penetapan Kawasan Pariwisata di Mandalika


B. Tentang KPN Mandalika sebagai Kawasan Ekonomi Khusus
C. Penggusuran dan Perampasan Lahan Masyarakat Lokal (Wawancara dengan
masyarakat yg tergusur dan pemilik lahan soal ganti rugi)
D. Pelanggaran Safeguards Proyek KPN Mandalika (Konsultasi)

Dalam dokumen Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali ITDC atau dikenal sebagai
Mandalika Urban and Tourism Infrastructure Project (MUTIP) menjelaskan tentang tujuan
dan prinsip pemukiman kembali yang sesuai dengan Standar Lingkungan Hidup Dan Sosial
2 (Environmental and Social Standard 2/ESS2) dari AIIB. Pihak ITDC diwajibkan untuk
memastikan pemukiman kembali yang direncanakan bukanlah pemukiman kembali yang
secara sukarela dilakukan oleh masyarakat yang terkena dampak tetapi memastikan
masyarakat tersebut mendapatkan manfaat dari pengembangan proyek KEK Mandalika
sebagai program pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan hasi investigasi WALHI Sulawesi Selatan menemukan fakta-fakta di sekitar


lokasi proyek pengembangan KEK Mandalika bahwa telah terjadi pelangaran-pelanggaran
Safeguards yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip ESS2 sejak tahun 2016 hingga
saat ini terhadap masyarakat di empat desa yang terkena dampak proyek pemukiman
kembali ITDC yaitu Desa Kuta, Desa Mertak, Desa Sengkol dan Desa Sukadana. Pada tahun
2016 terjadi penggusuran paksa yang dilakukan oleh ITDC terhadap pemukiman dan lahan
masyarakat di Dusun Ketapang, Desa Kuta untuk pembangunan Masjid Nurul Bilad
Mandalika seluas 8 hektar. Masjid tersebut merupakan fasilitas pertama yang dibangun
pada tahun 2017 merupakan master plan pengembangan KEK Mandalika yang sampai saat
ini juga dijadikan sebagai kantor ITDC

36 Kepala Keluarga atau sekitar 400 orang masyarakat yang tergusur di area pembangunan
masjid sama sekali mengaku tidak pernah mendapatkan informasi tentang rencana awal
pengembangan KEK Mandalika yang dilaksanakan oleh ITDC dan mereka tidak pernah
dilibatkan dalam kegiatan konsultasi publik apalagi mendapatkan informasi mengenai hak-
hak masyarakat dalam safeguards dari AIIB. Mayoritas masyarakat bahkan tidak tahu ITDC
merupakan BUMN yang mendapatkan tugas dari pemerintah pusat untuk mengembangkan
dan mengelola ITDC. Segala cara dilakukan oleh pihak ITDC untuk mengusir 36 KK di Dusun
Ketapang. Informasi yang lain yang didapatkan bahwa beberapa dari masyarakat merasa
terintimidasi,takut dan terancam karena rumah mereka kerap didatangi oleh orang yang
tidak dikenal. Masyarakat menduga jika orang-orang tersebut merupakan suruhan dari
pihak ITDC agar masyarakat merasa tidak aman tinggal ditempat mereka dan tidak
melalukan protes untuk menolak digusur oleh pihak ITDC.

Sekitar bulan Agustus 2016 penggusuran paksa pun terjadi di pemukiman masyarakat
Dusun Ketapang. Menurut informasi sebelum penggusuran terjadi hanya ada satu kali surat
pemberitahuan untuk meninggalkan lokasi dari pihak ITDC tetapi masyarakat tidak
menggubris surat pemberitahuan tersebut karena merasa bahwa lahan yang mereka
tempati sebagai rumah dan lahan garapan pertanian merupakan lahan yang telah dikelola
sejak turun temurun oleh keluarga mereka bahkan beberapa masyarakat berani
membuktikan secara legal bukti kepemilikan lahan mereka seperti Surat Izin Menggarap
(SIM), Surat Tanda Pemilik Tanah (STPT) dan Sertifikat Tanah.

Pada saat penggusuran terjadi mayoritas masyarakat hanya mampu pasrah melihat rumah-
rumah mereka dihancurkan oleh alat berat eskavator. Sebagian kecil dari masyarakat
sempat melakukan perlawanan untuk tetap bertahan dari lokasi tetapi segera mampu
diredam karena menurut masyarakat pada saat kejadian penggusuran ada sekitar ratusan
aparat keamanan dari pihak kepolisian Polres Lombok Tengah dan pihak tentara dari
DANDIM 1620 Lombok Tengah yang mengamankan jalannya penggusuran. Cara-cara
pemukiman kembali yang diterapkan oleh ITDC dengan menggusur masyarakat di Dusun
Ketapang Desa Kuta tidak dilakukan dengan cara-cara yang partisipastif dan konsultatif dari
mulai tahap awal perencanaan dan terjadinya penggusuran, sebaliknya pihak dari ITDC
menggusur dengan cara-cara yang intimidatif dan menggunakan unsur-unsur kekerasan
dengan pelibatan aparat kepolisian dan TNI.

Pasca penggusuran yang dilakukan oleh pihak ITDC sekitar 400 orang masyarakat di Dusun
Ketapang, Desa Kuta berada kondisi buruk yang terlontang-lanting dengan tidak adanya
kepastian dalam menjalani hidup pada hari-hari kedepannya. Masyarakat sama sekali tidak
mendapatkan hak-haknya terkait proses pemukiman kembali, bantuan ganti rugi
kerusakan, ganti rugi pembayaran lahan dan tidak adanya lokasi pemukiman baru yang
disediakan oleh pihak ITDC kepada masyarakat. Bahkan ironis masyarakat sama sekali
tidak mendapatkan lokasi pemukiman sementara pasca penggusuran yang seharusnya
disediakan oleh pihak ITDC sehingga masyarakat berinisiatif sendiri mencari tempat tinggal
dirumah atau membuat tempat tinggal sementara dengan kondisi yang jauh dari kata layak
huni.

Tidak jauh dari lokasi penggusuran untuk pembangunan Masjid Nurul Bilad ITDC, sekitar
50 orang masyarakat yang menjadi korban penggusuran dengan kondisi terpaksa memilih
tinggal di area bekas pasar seni Desa Kuta. Sudah sekitar 3 tahun lamanya masyarakat
korban penggusuran dari Dusun Ketapang, Desa Kuta telah tinggal di gubuk-gubuk bambu
dan kayu sederhana dengan kondisi yang sangat buruk tanpa adanya upaya-upaya dari
ITDC sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk memulihkan hak-hak korban
masyarakat yang telah tergusur. Menurut beberapa masyarakat yang tinggal di area bekas
pasar seni Kuta pasca penggusuran pihak ITDC membuang masyarakat dari tempat
tinggalnya seperti sampah tanpa ada bentuk kepedulian dan tanggungjawab.

E. Protes Masyarakat Menolak Kawasan Mandalika


F. Potensi Pemiskinan Masyarakat

Cari data penggusuran di empat desa

Nelayan

Petani

Peternak

Pedagang

Anda mungkin juga menyukai