cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat
ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat
rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus
empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat
menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah
dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu.
Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri seringkali dihasilkan
dari etilena.[5]
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk
konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan
obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk
sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan
bakar.
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas.
Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan
dengan cincin fenil.
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang
cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion
tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air.
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan
mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama,
alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital
antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif
melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya.[4]
Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat
mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik
dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian
komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik.
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar,
dan lainnya. Selain itu fenol juga berfungsi dalam sintesis senyawa aromatis yang terdapat dalam
batu bara. Turunan senyawa fenol (fenolat) banyak terjadi secara alami sebagai flavonoid alkaloid
dan senyawa fenolat yang lain. Contoh dari senyawa fenol adalah eugenol yang merupakan minyak
pada cengkih
Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka.
Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi mati. Penyuntikan ini sering digunakan
pada masa Nazi, Perang Dunia II. Suntikan fenol diberikan pada ribuan orang di kamp-kamp
konsentrasi, terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan
oleh dokter ke vena (intravena) di lengan dan jantung. Penyuntikan ke jantung dapat mengakibatkan
kematian langsung.[5]
Besi(III) klorida, atau feri klorida, adalah suatu senyawa kimia yang merupakan komoditas skala
industri, dengan rumus kimia FeCl3. Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah,
produksi air minum maupun sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium.
Warna dari kristal besi(III) klorida tergantung pada sudut pandangnya: dari cahaya pantulan ia
berwarna hijau tua, tetapi dari cahaya pancaran ia berwarna ungu-merah. Besi(III) klorida
bersifat deliquescent, berbuih di udara lembap, karena munculnya HCl, yang terhidrasi membentuk
kabut.
Bila dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis yang merupakan
reaksi eksotermis (menghasilkan panas). Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat, asam,
dan korosif, yang digunakan sebagai koagulan pada pengolahan limbah dan produksi air minum.
Larutan ini juga digunakan sebagai pengetsa untuk logam berbasis-tembaga pada papan sirkuit
cetak (PCB). Anhidrat dari besi(III) klorida adalah asam Lewis yang cukup kuat, dan digunakan
sebagai katalis dalam sintesis organik.
Besi(III) klorida merupakan asam Lewis yang relatif kuat, dan bereaksi
membentuk adduct dengan basa-basa Lewis. Contohnya adalah reaksi dengan trifenilfosfin
oksida, membentuk adduct FeCl3(OPPh3)2 dimana Ph = fenil.
Besi(III) klorida bereaksi dengan garam klorida lainnya membentuk ion tetrahedral FeCl4− yang
berwarna kuning. Garam-garam dari FeCl4− dalam asam klorida dapat diekstraksikan ke dietil
eter.
Jika dipanaskan bersama besi(III) oksida pada temperatur 350 °C, besi (III) klorida
membentuk besi oksiklorida, sebuah padatan berlapis.
FeCl3 + Fe2O3 → 3 FeOCl
Dalam suasana basa, alkoksida dari logam alkali bereaksi membentuk kompleks dimer
2 FeCl3 + 6 C2H5OH + 6 NH3 → (Fe(OC2H5)3)2 + 6 NH4Cl
Besi(III) klorida bereaksi dengan cepat terhadap oksalat membentuk kompleks [Fe(C2O4)3]3−. Garam-
garam karboksilat lainnya juga membentuk kompleks, seperti sitrat dan tartarat
Besi(III) klorida adalah agen oksidator yang sedang, mampu mengoksidasi tembaga(I) klorida to
menjadi tembaga(II) klorida. Agen pereduksi seperti hidrazin dapat mengubah besi(III) klorida
menjadi kompleks dari besi(II).
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[10] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2.
Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3–COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat
pekat (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku
16,7°C. Asam asetat adalah komponen utama cuka (3–9%) selain air. Asam asetat berasa asam
dan berbau menyengat. Selain diproduksi untuk cuka konsumsi rumah tangga, asam asetat juga
diproduksi sebagai prekursor untuk senyawa lain seperti polivinil asetat dan selulosa asetat.
Meskipun digolongkan sebagai asam lemah, asam asetat pekat bersifat korosif dan dapat
menyerang kulit.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format.
Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian
menjadi ion H+ dan CH3COO–. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang
penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa
asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam
asetat, dengan kode aditif makanan E260, digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah
tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Sebagai aditif makanan,
asam asetat disetujui penggunaannya di banyak negara, termasuk Kanada[11], Uni Eropa[12], Amerika
Serikat[13], Australia dan Selandia Baru[14].
Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1,5 juta ton per
tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia, terutama dengan
bahan metanol.[15] Cuka adalah asam asetat encer, seringkali diproduksi melalui fermentasi dan
oksidasi lanjutan etanol.
Karena aluminium membentuk suatu film aluminium oksida yang tahan asam sehingga
melindungi permukaannya, tangki aluminium digunakan untuk menampung dan mengangkut
asam asetat. Asetat logam dapat juga diperoleh dari asam asetat dan basa yang sesuai, seperti
dalam reaksi populer "baking soda + cuka":