Anda di halaman 1dari 19

Psikologi Pendidikan

Teori Belajar
Bandura&Carl Rogers

Disusun Oleh:
Fauzan Nurhamidin (13040284064)
Nur Shamsu (14040284104)
Agung Mustifaris N (14040284094)
Wisma Ndaru A.P (14040284089)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH 2013


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa berkat rahmat-Nya yang telah memberi
kelancaran, sehingga makalah tentang Psikologi Pendidikan – Teori Belajar Bandura dan Carl
Rogers ini dapat terselesaikan. Dalam proses pembuatan makalah ini sedikit mengalami
kesulitan, namun kekompakan dari kawan penyusun membuat kendala tersebut bisa diatasi.

Dalam makalah ini akan dipaparkan secara lanjut tentang teori belajar Bandura dan Carls
Rogers, dan terlebih bagaimana proses dan implementasinya itu sendiri. Secara umum memang
makalah ini tidak berbeda jauh dengan makalah-makalah dan artikel-artikel lainnya yang
berhubungan dengan Psikologi Pendidikan – Teori Belajar Bandura dan Carl Rogers. Karena
dalam pembuatan makalah ini juga diambil dari beberapa sumber.

Kendati demikian, makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik, saran, dan
masukan dari para pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan pembuatan makalah
kami berikutnya. Semoga nantinya makalah ini akan bermanfaat untuk para pembaca.
Daftar Isi

Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

BAB I Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

BAB II Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
A. Teori Pembelajaran Sosial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
-Teori Peniruan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
-Unsur Peniruan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
-Ciri-ciri Teori Pemodelan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
-Eksperimen Bandura . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
-Kelemahan dan Kelebihan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

B. Teori Humanistik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
-Pendekatan Roger dan Motivasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
-Perkembangan Diri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
-Peran Terhadap Pengembangan . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
-Aplikasi Teori . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17

Penutup
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
BAB I
PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
a. Albert Bandura
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social (Social Learning Teory) salah
satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran,
pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau
kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll
yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura
menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelakumemainkan peran penting dalam
pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan,
factor social mencakuppengamatan siswa terhadap perilaku orangtuanya. Albert Bandura
merupakansalah satu perancang teori kognitif social. Menurut Bandura ketika siswa
belajarmereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman merekasecara kognitif.
Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yangterdiri dari tiga faktor utama yaitu
perilaku, person/kognitif dan lingkungan.Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses
pembelajaran. Faktor lingkunganmempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan,
faktorperson/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punyakecenderungan
kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen.Faktor kognitif mencakup
ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dankecerdasan.

Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif)memainkan peranan penting.


Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat iniadalah self-efficasy atau efikasi diri. Reivich dan
Shatté (2002) mendefinisikanefikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk
menghadapidan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini
dirisendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memilikikomitmen
dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketikamenemukan bahwa strategi
yang sedang digunakan itu tidak berhasil.

Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model
merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh
lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar social
jenis ini.
b. Carl Rogers

Carl Rogers lahir pada tanggal 8 januari 1902, di oak park, Illionis, sebuah daerah pinggiran
Chicago. Ia anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah insinyur teknik sipil yang
sukses. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Semenjak kecil,
Rogers nampak cerdas ia sudah bisa membaca sebelum usia TK, maka dari itu ia tidak perlu
masuk TK lagi namun langsung masuk SD.

Teori Rogers didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang diberi kebebasan dan
dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa berkembang menjadi manusia yang
berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaaan atau pengarahan, tetapi didorong dengan lingkungan
yang menerima dan memahami situasi terapeutik, orang akan memecahkan masalahnya sendiri
dan berkembang menjadi jenis individu yang mereka inginkan.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu teori belajar Bandura dan Carls Rogers?
b. Bagaimana bentuk-bentuk teori belajar yang dipaparkan kedua tokoh tersebut?
c. Bagimana implementasi teori belaajr tersebut dan pengaruhnya terhadap peserta didik?

C. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah dapat diketahui tujuan pembahasan materi ini, yaitu ;
1. Mengetahui apa itu teori belajar dan segala bentuk-bentukya
2. Memahami kondisi yang terjadi pada proses belajar dan perkembangan peserta didik
3. Memberikan acuan untuk beradaptasi terhadap proses dan cara belajar yang sesuai dan
tepat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Pembelajaran Sosial


Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional
(behavioristik)1. Teori pembelajaran social ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori
ini menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip teori – teori belajar perilaku, tetapi
memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat – isyarat perubahan perilaku, dan
pada proses – proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kita akan
menggunakan penjelasan – penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan – penjelasan
kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar
social “ manusia “ itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga tidak
dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan.
Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada
seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh
orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh
(Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modelling),
dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui
pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain,Contohnya : seorang pelajar
melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian
meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini
merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua, pembelajaran
melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan
positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu
mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan
mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model
tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan
seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M,1998.a:4).
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori pembelajaran social
berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada
tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup
untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori – teori sebelumnya
kurang memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah laku ini muncul dan kurang
memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan orang lain.
Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku
tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.
A.1 Teori Peniruan ( Modeling )

Pada tahun 1941, dua orang ahli psikologi, yaitu Neil Miller dan John Dollard dalam
laporan hasil eksperimennya mengatakan bahwa peniruan ( imitation ) merupakan hasil proses
pembelajaran yang ditiru dari orang lain. Proses belajar tersebut dinamakan “ social learning “ –
“pembelajaran social “ . Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah
memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak
menirunya. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan
maupun penyajian, contoh tingkah laku ( modeling ). Dalam hal ini orang tua dan guru
memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak untuk
menirukan tingkah laku membaca.
Dua puluh tahun berikutnya ,” Albert Bandura dan Richard Walters ( 1959, 1963 ) telah
melakukan eksperimen pada anak – anak yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil
eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan
terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus
menerus. Proses belajar semacam ini disebut “observationallearning” atau pembelajaran melalui
pengamatan. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial diperbaiki
memandang teori pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa
mempertimbangan aspek mental seseorang.
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri(kognitif)
dan lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori pembelajaran
peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap
perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan palu
besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-anak ini
diarah bermain di kamar permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video.
Setelah anak-anak tersebut melihat patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh
orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung.
Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru
secara langsung. Seterusnya proses peniruanmelalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak
meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku
di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam kelas sewaktu guru
mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang dilakukan tidak
dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam
situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila
seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang anak-anak melihat temannya
melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh
karena itu, peniruan berlaku apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
Perkembangan kognitif anak-anak menurut pandangan pemikir islam yang terkenal pada
abad ke-14 yaitu Ibnu Khaldun perkembangan anak-anak hendaklah diarahkan dari perkara yang
mudah kepada perkara yang lebih susah yaitu mengikut peringkat-peringkat dan anak-anak
hendaklah diberikan dengan contoh-contoh yang konkrit yang boleh difahami melalui
pancaindera. Menrut Ibnu Khaldun, anak-anak hendaklah diajar atau dibentuk dengan lemah
lembut dan bukannya dengan kekerasan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa anak-anak
tidak boleh dibebankan dengan perkara-perkara yang di luar kemampuan mereka. Hal ini akan
menyebabkan anak-anak tidak mau belajar dan memahami pengajaran yang disampaikan.

A.2 Unsur Utama dalam Peniruan (Proses Modeling/Permodelan)


Menurut teori belajar social, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari
tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap , yaitu :
perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi.
1. Perhatian (Attention)
Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek
memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki.
Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah laku
pemain music terkenal sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura &
Walters(1963) dalam buku mereka “Sosial Learning & Personality
Development”menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran
dapat dipelajari.
2. Mengingat (Retention)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini
membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini.
Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.
3. Reproduksi gerak (Reproduction)
Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapatmenunjukkan
kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku.
Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model
dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang
diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan
perbaikan dan keterampilan.
4. Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu
untuk terus melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang
telah dimodelkan.

A.3 Ciri – ciri teori Pemodelan Bandura


1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan.
2. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain.
3. Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model.
4. Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif.
5. Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal
balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif.

A.4 Eksperimen Albert Bandura


Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak
meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Albert Bandura seorang tokoh teori belajar social ini menyatakan bahwa proses pembelajaran
dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan “permodelan “.
Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau
dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang
optimum kepada pemahaman pelajar.
Eksperimen Pemodelan Bandura :
 Kelompok A = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa memukul,
menumbuk, menendang, dan menjerit kearah patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan orng dewasa malahan lebih agresif
 Kelompok B = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa bermesra dengan
patung besar Bobo
Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti kelompok A
Rumusan :
Tingkah laku anak – anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah hasil dari penguatan.
Hasil Keseluruhan Eksperimen :
Kelompok A menunjukkan tingkah laku yang lebih agresif dari orang dewasa. Kelompok B tidak
menunjukkan tingkah laku yang agresif.

A.5 Jenis-Jenis Peniruan (Modelling)

1. Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert
Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase dimana
seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu
ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui
proses perhatian.
Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.

2. Peniruan Tak Langsung


Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung.
Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru
mengajarkan rekannya.

3. Peniruan Gabungan.
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu
peniruan langsung dan tidak langsung.
Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku yang
dibacanya.

4. Peniruan Sesaat / seketika.


Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.

5. Peniruan Berkelanjutan.
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.

A.6 Kelemahan dan Kelebihan Teori Albert Bandura


A.6.1 Kelemahan
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori
behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan
tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam
mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya
melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan
teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan yang
tidak diterima dalam masyarakat.

A.6.2 Kelebihan
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena
itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system
kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata
reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi
antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning (
pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social
menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak.
Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor
social dan kognitif.

B. Teori Humanistik
Teori Rogers didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang diberi kebebasan dan
dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa berkembang menjadi manusia yang
berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaaan atau pengarahan, tetapi didorong dengan lingkungan
yang menerima dan memahami situasi terapeutik, orang akan memecahkan masalahnya sendiri
dan berkembang menjadi jenis individu yang mereka inginkan.
Rogers mengatakan bahwa tiap-tiap dari individu memiliki dua self/diri. Diri yang kita
rasakan sendiri (“I” atau “me” yang merupakan persepsi kita tentang diri kita sesungguhnya “real
self”) dan diri kita yang ideal/diinginkan “ideal self” (yang kita inginkan). Rogers (1961)
megajarkan bahwa masing-masing dari kita adalah korban dari conditional positive regard
(memberikan cinta, pujian, dan penerimaan jika individu mematuhi norma orang tua atau norma
social) yang orang lain tunjukkan kepada kita. Kita tidak bias mendapatkan cinta dan persetujuan
orang tua atau orang lain kecuali bila mematuhi norma social dan aturan orang tua yang keras.
Kita diperintahkan untuk melakukan apa yang harus kita lakukan dan kita pikirkan. Kita dicela,
disebutkan nama, ditolak, atau dihukum jika kita tidak menjalani norma dari orang lain. Sering
kali kita gagal, dengan akibat kita mengembangkan penghargaan diri yang rendah, menilai
rendah diri sendiri, dan melupakan siapa diri kita sebenarnya.
Rogers mengatakan bahwa jika kita memiliki citra diri yang sangat buruk atau
berperilaku buruk, kita memerlukan cinta, persetujuan, persahabatan, dan dukungan orang lain.
Kita memerlukan unconditional positive regard (member dukungan dan apresiasi individu tanpa
menghiraukan perilaku yang tak pantas secara social), bukan karena kita pantas
mendapatkannya, tapi karena kita adalah manusia yang berharga dan mulia. Dengan itu semua,
kita bisa menemukan harga diri dan kemampuan mencapai ideal self kita sendiri. Tanpa
unconditional positive regard kita tidak dapat mengatasi kekurangan kita dan tak dapat menjadi
orng yang berfungsi sepenuhnya.
Rogers mengajarkan bahwa individu yang sehat adalah individu yang sehat adalah
individu yang berfungsi sepenuhnya, yaitu yang telah mencapai keselarasan antara diri yang
nyata (real self) dan diri yang dicita-citakan (ideal self). Jika ada penggabungan anatara apa yang
orang rasakan tentang bagaimana dirinya dan apa yang mereka inginkan, mereka mampu
menerima dirinya menjadi diri sendiri dan hidup sebagai diri sendiri tanpa konflik.

B.1 Pendekatan Rogers Terhadap Kepribadian


Tema pokok pemikiran Rogers adalah suatu refleksi tentang apa yang
dipelajarinyanmengenai dirinya pada rentang usia 18-20 tahun: bahwa seseorang harus bersandar
pada pengalamannya sendiri tentang dunia, karena hanya itulah kenyataan yang dapat diketahui
oleh seorang individu.
Harus dipahami bahwa Rogers bekerja dengan individu-individu yang terganggu yang mencari
bantuan untuk mengubah kepribadian mereka. Untuk merawat pasien-pasien ini (yang
selanjutnya disebut Rogers sebagai klien), dia mengembangkan suatu metode trapi yang
menempatkan tanggungjawab utama terhadap perubahan kepribadian pada klien, bukan pada ahli
terapi (seperti biasa dilakukan oleh penganut Freud). Oleh karena itu, pendekatannya disebut
“terapi yang berpusat pada klien” (client-centered therapy). Metode ini menganggap bahwa
individu yang terganggu memiliki suatu tingkat kemampuan kesadaran tertentu, dan mengatakan
kepada kita banyak hal tentang pandangan Rogers mengenai kodrat manusia.
Menurut Roger, manusia yang rasional dan sadar, tidak terkontrol oleh peristiwa-
peristiwa masa kanak-kanak karena masa itu sudah kewat seperti pembiasaan akan kebersihan
buang air kecil atau buang air besar, penyapihan yang lebih cepat atau pengalaman-pengalaman
seks sebelum waktunya. Hal-hal ini tidak menghukum atau membelenggu kita untuk hidup
dalam konflik dan kecemasan yang tidak dapat dikontrol. Masa sekarang dan bagaimana kita
memandangnya bagi kepribadian yang sehat adalah jauh lebih penting daripada berlarut-larut
mengingat masa lampau. Akan tetapi Rogers mengemukakan bahwa pengalaman-pengalaman
masa lampau dapat mempengaruhi cara bagaimana kita memandang masa sekarang yang pada
gilirannya mempengaruhi tingkat kesehatan psikologis kita. Jadi, pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak adalah penting, tetapi focus Rogers tetap pada apa yang terjadi terhadap seseorang
hari ini, saat sekarang, bukan pada apa yang terjadi waktu lampau.\

B.2 Motivasi Orang yang Sehat adalah Aktualisasi


Menurut Rogers dorongan adalah ‘satu kebutuhan fundamental’. Rogers menempatkan
suatu dorongan dalam sistemnya tentang kepribadian, meliputi pemeliharaan,
mengaktualisasikan, dan meningkatkan semua segi individu. Kecenderungan ini dibawa sejak
lahir dan meliputi komponen-komponen pertumbuhan fisiologis danpsikologis, meskipun selama
tahun-tahun awal kehidupan, kecenderungan tersebut lebih terarah kepada segi-segi fisiologis.
Baginya tidak ada segi pertumbuhan dan perkembangan manusia beroperasi secara
terlepas dari kecenderungan aktualisasi ini. Aktualisasi bisa berbuat jauh lebih banyak daripada
mempertahankan organisme, aktualisasi juga memudahkan dan meningkatkan pematangan dan
pertumbuhan. Contohnya jika bayi bertambah besar, organ-organ tbuh dan proses-proses
fisiologis menjadi semakin kompleksdan berdiferensiasi karena bayi tersebut fisiknya mulai
berfungsi dalam arah-arah yang kompleks. Proses pematangan ini mulai dengan perubahan-
perubahan dalam ukuran dan bentuk dari bayi yang baru lahir sampai pada perkembangan sifat-
sifat jenis kelamin sekunder pada masa remaja.
Rogers berpendapat, bahwa kecenderungan untuk aktualisasi sebagai suatu tenaga
pendorong adalah jauh lebih kuat daripada rasa sakit dan perjuangan, serta setiap dorongan yang
ikut menghentikan usaha untuk beerkembang.
Rogers percaya bahwa segi kecenderungan aktualisasi ini dapat ditemukan dalam semua
makhluk yang hidup. Binatang-binatang, pohon-pohon, dan bahkan ganggang laut memilikinya,
sebagaimana dilukiskan Rogers dalam gaya puitis:
“Di sini dalam ganggang laut yang serupa pohon palm, terdapat kegigihan hidup, dorongan
hidup untuk maju, kemampuan untuk masuk ke dalam suatu lingkunagn yang benar- benar
bermusuhan dan tidak hanya mempertahankan dirinya, tetapi juga menyesuaikan diri,
berkembang, dan menjadi dirinya sendiri.”
Intinya, aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan belajar,
khususnya dalam masa kanak-kanak. Agaknya, ‘konvergensi’ merupakan ‘potret’ yang dapat
mewakili gambaran perkembangan ini, karena individu tumbuh tidak semata-mata
‘berselimutkan tabula rasa’, tetapi dalam perkembangannya faktor ‘lingkungan’ (environment)
juga memiliki andil yang besar.

B.3 Perkembangan Diri


Rogers mengilustrasikan perkembangan diri manusia seperti berikut: Ketika individu
masih kecil, sebagai anak-anak ia mulai membedakan atau memisahkan salah satu segi
pengalamannya dari pengalaman yang lain. Segi ini adalah ‘diri’ dan itu digambarkan dengan
bertambahnya penggunaan kata ‘aku’ dan ‘kepunyaanku’. Anak itu mengemangkan kemampuan
untuk membedakan antara apa yang menjadi milik atau bagian dari dirinya dan semua benda lain
yang dilihat, didengar, diraba, dan diciumnya ketika dia mulai membentuk suatu lukisan dan
gambar tentang siapa dia. Dengan kata lain, anak itu mengembangkan suatu ‘pengertian diri’
atau self concept. Sebagai bagian dari self concept, anak itu juga menggambarkan dia akan
menjadi siapa atau ingin menjadi siapa.
Cara-cara khusus bagaimana ‘diri’ itu berkembang dan apakah dia akan menjadi sehat
atau tidak, tergantung pada cinta dan kasih sayang yang diterima anak itu di masa kecil.
Penerimaan cinta ini utamanya dari ibu, dan dari bapak, tetapi bisa juga dari pengasuhan orang
dewasa lain, misalnya pengasuh bayi, kakek nenek, atau pembantu. Pada waktu ‘diri’ itu
berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Rogers menyebut kebutuhan ini ebagai
‘penghargaan positif’ atau positive regard. Positive regard merupakan suatu kebutuhan yang
bisa memaksa dan merembes, dimiliki oleh semua manusia, setiap anak terdorong untuk mencari
‘penghargaan positif’.
B.4 Karakteristik Aktualisasi-Diri
Ada 3 hal penting menurut Rogers jika seseorang ingin memahamin aktualisasi-diri. Yaitu :
1. Aktualisasi-diri berlangsung terus menerus
2. Aktualisasi-diri erupakan suatu proses yang sukar
3. Aktualisasi-diri menjadikan orang menjadi diri mereka sendiri
Hal pertama, Rogers meyakini bahwa kepribadian yang sehat itu bukan merupakan suatu
keadaan dari ada, melainkan suatu peroses, atau ‘suatu arah bukan suatu tujuan’. Aktualisasi diri
berlangsung terus, tidak pernah meruoakan suatu kondisi yang selesai atau statis. Tujuannya
yakni orientaso ke masa depan, atau menarik individu ke depan, yang selanjutnya
mendiferensasikan dan mengembangkan segala segi dari ‘diri’.
Hal kedua, aktualisasi-diri itu merupakan suatu proses yang sukar dan kadang kadang
menyakitkan. Aktualisasi-diri merupakan suatu ujian, rintangan, dan cambuk yang muncul terus
menerus terhadap semua kemampuan seseorang. Menurut Rogers, “aktualisasi-diri merupakan
keberanian untuk ada”. hal ini berarti, “seseorang meluncurkan diri sendiri sepenuhnyakedalam
arus kehidupan”.
Hal ketiga, bahwa orang orang yang mengaktualisasikan diri, mereka benar benar
menjadi diri mereka sendiri. Mereka tidak bersembunyi di belakang topeng-topeng , yang
berpura pura menjadi sesuatu yang bukean diri mereka, atau menyembunyikan sebagian diri
mereka. Mereka mengetahui bahwa mereka dapat berfungsi sebagai individu-individu dalam
sanksi-sanksi dan garis-garis pedoman yang jelas dari masyarakat.

B.5 Orang yang berfungsi sepenuhnya


Menurut Rogers ada 5 sifat orang yang berfungsi sepenuhnya. Yaitu :
1. Adanya keterbukaan pada pengalaman
Seseorang yang tidak terhambat oleh syarat-syarat penghargaan, bebas untuk mengalami
semua perasaan dan sikap. Tidak satu pun yang harus dilawan karna tidak ada satupun
yang mengancam. Jadi, keterbukaan pada pengalaman adalah lawan dari sikap defensif.
Setiap pendirian dan perasaan yang berasal dari dalam dan dari luar disampaikan ke
sistem syaraf organisme tanpa rintangan.
2. Berada dalam kehidupan eksistensial
Orang yang berfungsi sepenuhnya,senantiasa hidup dalam momen kehidupan. Setiap
pengalaman dirasakan segar dan baru. Sesuatu yang dialami seperti sebelumnya belum
pernah ada, kemudian direspon dengan cara yang tidak persis sama. Maka dalam setiap
momen kehidupan selalu ada kegembiraan, karen setiap pengalaman dapat tersingkap
secara segar.
3. Adanya kepercayaan terhadap organisme diri sendiri
Prinsip ini mungkin paling baik dipahami dengan menunjuk pada pengalaman rogers
sendiri . Dia menyatakan “ Apabila aktivitas seakan-akan berharga maka aktivitas itu
perlu dilakukan. Sebaliknya , jika suatu aktivitas dirasa tidak berharga maka aktivitas itu
tidak perlu dilakukan.Saya telah belajar bahwa seluruh perasaan organismik saya
terhadap suatu situasi lebih dapat dipercaya dari pada pikiran saya “
4. Memiliki perasaan bebas
Rogers percaya semakin seseorang sehat secara psikologis, maka semakin ia mengalami
kebebasan untuk memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas
tanpa adanya paksaan atau rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan.
5. Senantiasa kreatif
Semua orang yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif. Mengingat sifat-sifat yang
mereka miliki, sukar untuk melihat bagaimana seandainya kalau orang ini tidak demikian
kreatif. Menurut rogers orang-orang yang terbuka sepenuhnya kepada semua
pengalaman, yang percaya akan organisme mereka sendiri, yang fleksibel dalam
keputusan dan tindakannya, ialah orang-orang yang akan mengungkapkan diri mereka
dalam produk-produk yang kreatif ,serta kehidupan yang kreatif dalam semua bidang
kehidupannya. Mereka bertingkah laku spontan, senantiasa berubah ,bertumbuh dan
berkembang sebagai respons atas stimulus – stimulus kehidupan yang beraneka ragam di
sekitar mereka.

B.6 Peran Terhadap Pengembangan


Teori ini mengajarkan orang untuk percaya pada diri sendiri dan menerima
tanggungjawab untuk pengembangan potensi penuhnya. Humanis juga menekankan bahwa orang
memiliki kebutuhan manusia yang nyata yang harus terpenuhi untuk pertumbuhan dan
perkembangan.
Rogers membedakan dua tipe belajar yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. Experiential (pengalaman atau signifikansi)

B.6.1 Pentingnya Guru Memperhatikan Prinsip Pendidikan dan Pembelajaran.


1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi
siswa.
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai
bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belaar tentang proses.

B.6.2 Prinsip-Prinsip Dasar Humanistik


Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami
b. Belajar yang signifikan terjadi apbila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimiliasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa redah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilaman siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab
terhadap proses belajar itu.
h. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek,
merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian dari
orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j. Belaar yang paling berguna secara social di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.

B.7 Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa


Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembngkan potensi dirinya
secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses
yang umumnya dilalui adalah:
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan
positif
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka, berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukan apa yang diinginkannnya dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normative tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko
perbuatan atau proses belajarnya
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.

Pembelajaran berdasarkan teori humanistic ini cocok untuk diterapkan untuk materi-materi
pembelajaran yang bersift pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena social. Indicator dari keberhasilan aplikasi iini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola piker, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi
hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:


1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera
dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
A.1 Teori Albert Bandura
Teori Belajar Sosial, Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang ahli psikologi
pendidikan dari Stanford University,USA. Teori pembelajaran ini dikembangkan untuk
menjelaskan bagaimana seseorang mengalami pembelajaran dalam lingkungan sekitarnya.
Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku lingkungan dan kejadian – kejadian
internal pada pembelajaran yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan
hubungan yang saling berpengaruh.
Dari uraian tentang teori belajar sosial, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara
lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif
belajar.
2. Komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi
terhadap model dan proses-proses kognitif pembelajar.
3. Hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan
kembali atau tidak (retrievel).
4. dalam perencanaan pembelajaran skill yang kompleks, disamping pembelajaran-
pembelajaran komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan “sense of
efficacy” dan “self regulatory” pembelajar.
5. dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk
latihan secara mental sebelum latihan fisik, dan “reinforcement” dan hindari punishment
yang tidak perlu.

A.2 Teori Carl Rogers


Carl R. Rogers (Seri Tokoh Psikologi Humanistik) - Carl Ransom Rogers (8 Januari 1902 - 4
Februari 1987) adalah seorang psikolog Amerika yang berpengaruh di antara para pendiri
psikologi dengan pendekatan humanistik. Rogers secara luas dianggap sebagai salah satu
pendiri penelitian psikoterapi.
Teori Rogers didasarkan pada suatu "daya hidup" yang disebut kecenderungan aktualisasi.
Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap
diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin.
Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa
yang terbaik bagi keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan
atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan untuk
udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan sebagainya.
Selain itu, Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-
gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis,
pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers mengutarakan
pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar,
belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk
belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar
untuk perubahan (Rumini,dkk. 1993).

Daftar Pustaka

1. Aus Nasiban, Ladisi. 2004. Para Psikolog Terkemuka Dunia. Jakarta: Grassindo.
2. Ratna Syifa’a Rachmahana. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan.
Hal. 101-103.
3. Baihaqi. 2008. Psikologi Pertumbuhan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
4. Psycholocious.blogspot.in/2013/02/teori-belajar-sosial-albert-bandura

Anda mungkin juga menyukai