Ca Serviks
Ca Serviks
Oleh :
DITA AYUHANA
1930015
Laporan pendahuluan pada pasien dengan Ca Serviks di Poli Obgyn RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang yang dilakukan oleh :
NIM : 1930015
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
Departemen Maternitas, yang dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 2019 – 27
Desember 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
(.............................................) (.............................................)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks atau disebut juga kanker leher rahim merupakan jenis
penyakit kanker yang paling banyak diderita wanita diatas usia 18 tahunatau
wanita usia produktif. Kanker serviks menempati urutan ke dua menyerang
wanita dalam usia subur, yang pada tahun 2005 menyebabkan lebih dari
250.000 angka kematian. Sekitar 80 % dari jumlah kematian tersebut terjadi
pada negara berkembang. Tanpa penatalaksanaan yang konkrit, diperkirakan
kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25 % dalam jangka waktu 10
tahun mendatang (WHO, 2006). Jumlah penderita kanker leher rahim di
Indonesia sekitar 200 ribu setiap tahunnya dan menduduki peringkat kedua
setelah kanker payudara. Walaupun penyakit ini merupakan penyakit
keganasan yang dapat menyebabkan kematian,kesadaran untuk
memeriksakan diri dirasakan sangat rendah, hal tersebuttidak terlepas dari
kurangnya pengetahuan mengenai kanker ini. Indikasinya lebih dari 70 %
penderita yang datang ke rumah sakit sudah pada kondisi lanjut. (Depkes,
2007). Sementara data dari Sistem Informasi Rumah Sakit menyatakan,
dalam kurun waktu 2004 sampai dengan 2007 kanker leher rahim menempati
urutan kedua (16 per 100.000) setelah kanker payudara (26 per 100.000), dari
10 jenis kanker yang diidap oleh perempuan (Global Burden of Cancer2010).
Berdasarkan laporan program dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
berasal dari rumah sakit dan puskesmas tahun 2006, kasus penyakit kanker
yang ditemukan di Jawa Tengah sebanyak 22.857 kasus (7,13 per 1000
penduduk). Terdiri dari kanker serviks 2,08 per 1000 penduduk, kanker
payudara 3,45 per 1000 penduduk. Kemudian, berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002, menyebutkan bahwa kanker
payudara 5.641 kasus, kanker serviks 5.481 kasus. Dari hasil laporan kedua
instansi kesehatan tersebut didapatkan bahwa jumlah penderita kanker serviks
di provinsi Jawa Tengah menempati urutan yang ke dua setelah kanker
payudara. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo menyebutkan angka
kasus neoplasma serviks sebanyak 69 kasus, neoplasma mamae 176 dan 25
kasus neoplasma hepar. Kanker serviks menduduki urutan kedua kasus
neoplasma. Sebaran kasus hampirmerata di 5 rumah sakit kecualiRSOP Dr.
Soeharso. Neoplasma ini merupakan salah satu penyebab kematian yang
cukup besar karena terlambatnya deteksi dini, baik oleh penderita ataupun
para pelaku pelayanan kesehatan di wilayah perifer (Dinkes Sukoharjo,
2012).
Sebagian besar penderita kanker leher rahim (serviks) datang berobat
dalam stadium lanjut, sehingga keberhasilan pengobatan sangatrendah.
(WHO Statistic ,2005). Hasil pengobatan akan lebih baik bila masih dalam
stadium lebih dini. Angka kematian ibu diharapkan akan menurun. Melalui
proses skrining dengan program Inpeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA),
pap smear diharapkan wanita akan terlindung dari ganasnya kanker serviks
ini. Dikutip dari IARC Monograps Volume 72, menyebutkan pada wanita
usia post menopause bisa dilakukan terapi esterogen untuk menekan resiko
terjadinya kanker serviks, selain itu faktor dari tingkat pengetahuan, motivasi
dan program skrining yang pernah dilakukan sebelumnya juga memiliki
korelasi yang besar terhadap motivasi untuk melakukan skrining selanjutnya.
Faktor yang mempengaruhi pasien terlambat datang dengan alasan malu,
takut apabila mengetahui hasil deteksi penyakitnya. Mereka juga takut tidak
mampu membayar biaya pengobatannya. Kondisi seperti ini perlu segera
mendapatkan penanganan. Dari sinilah peran proses promosi kesehatan
diperlukan dalam meningkatkan pemahamandan kesadaran masyarakat, akan
pentingnya memeriksakan diri lebih diniterhadap kanker serviks.Usaha ini
dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan dalam suatu
komunitas atau pada sebuah organisasi guna mempertimbangkan cakupan dan
efektifitasnya.
1.2 Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Ca.
Serviks.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari Ca. Serviks
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Ca. Serviks
3. Untuk mengetahui etiologi dari Ca. Serviks
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Ca. Serviks
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari Ca. Serviks
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Ca. Serviks
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Ca. Serviks
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Ca. Serviks
9. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dari Ca. Serviks
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca. Serviks
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim
merupakan keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi
ketika sel pada serviks mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta
menginvasi jaringan atau organ – organ lain disekitar serviks maupun yang
jauh (Arisusilo, 2012). Serviks merupakan bagian dari organ reproduksi
internal wanita tepatnya sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris,
menonjol dan terletak diantara rahim (uterus) dengan vagina (Kemenkes RI,
2015). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah
batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis
serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro,
2008). Kanker serviks merupakan kanker yang disebabkan oleh infeksi virus
HPV tipe 16 dan 18. (CDC, 2013).
Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan abnormal pada
sel serviks yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks yang terletak diantara uterus dengan vagina pada organ
reproduksi wanita yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipa
16 dan 18.
2.2 Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh
kanker telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya untuk
memetakan stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional
Ginekologi dan Obstetri). Berdasarkan Federation of International
Gynecology and Obsetrics (FIGO) tahun 2009 stadium klinis karsinoma
serviks terbagi atas :
Stadium Deskripsi
1 2
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih
dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium I Kanker telah tumbuh dalam serviks.
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik.
Kedalamannya 5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih
besar dari lesi stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang.
Ukuran tidak lebih dari 4 cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang.
Ukuran lebih besar dari 4 cm
Stadium II Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak
sampai pada dinding pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi
parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3
bagian atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak
sampai masuk dinding pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan
serviks, namun belum sampai ke dinding panggul
Stadium III Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai
1/3 bawah dinding vagina dana tau menyebabkan
hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa
ekstensi ke dinding pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi
uropati.
Stadium IV Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis,
kandung kemih, atau rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung
kemih dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.
2. Diagnosa Keperawatan
1 Perfusi jaringan renal tidak efektif berhubungan dengan anemia
trombositopenia.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.
3 Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal.
4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entrée
bakteri.
5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska anastesi.
6 Harga diri rendah berhubungan dengan timbulnya keputihan dan bau.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan / Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi jaringan renal tidak NOC : NIC :
efektif b/d gangguan afinitas Hb Circulation status Observasi status hidrasi (kelembaban membran mukosa, TD
oksigen, penurunan konsentrasi Hb, Electrolite and Acid Base Balance ortostatik, dan keadekuatan dinding nadi)
Hipervolemia, Hipoventilasi, Fluid Balance Monitor HMT, Ureum, albumin, total protein, serum osmolalitas
gangguan transport O2, gangguan Hidration dan urin
aliran arteri dan vena Tissue Prefusion : renal Observasi tanda-tanda cairan berlebih/ retensi (CVP menigkat,
DO : Urinari elimination oedem, distensi vena leher dan asites)
- Penigkatan rasio ureum kreatinin Setelah dilakukan asuhan Pertahankan intake dan output secara akurat
- Hematuria selama………ketidakefektifan perfusi Monitor TTV
- Oliguria/ anuria jaringan renal teratasi dengan kriteria Pasien Hemodialisis:
- Warna kulit pucat hasil: Observasi terhadap dehidrasi, kram otot dan aktivitas kejang
- Pulsasi arterial tidak teraba Tekanan systole dan diastole dalam Observasi reaksi tranfusi
batas normal Monitor TD
Tidak ada gangguan mental, Monitor BUN, Creat, HMT dan elektrolit
orientasi kognitif dan kekuatan otot Timbang BB sebelum dan sesudah prosedur
Na, K, Cl, Ca, Mg, BUN, Creat dan Kaji status mental
Biknat dalam batas normal Monitor CT
Tidak ada distensi vena leher Pasien Peritoneal Dialisis:
Tidak ada bunyi paru tambahan Kaji temperatur, TD, denyut perifer, RR dan BB
Intake output seimbang Kaji BUN, Creat pH, HMT, elektrolit selama prosedur
Tidak ada oedem perifer dan asites Monitor adanya respiratory distress
Tdak ada rasa haus yang abnormal Monitor banyaknya dan penampakan cairan
Membran mukosa lembab Monitor tanda-tanda infeksi
Hematokrit dbn
Warna dan bau urin dalam batas
normal
Diagnosa Keperawatan / Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi NOC: NIC:
kurang dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Adequacy of Kaji adanya alergi makanan
Berhubungan dengan : nutrient Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
Ketidakmampuan untuk b. Nutritional Status : food and Fluid nutrisi yang dibutuhkan pasien
memasukkan atau mencerna nutrisi Intake Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
oleh karena faktor biologis, c. Weight Control mencegah konstipasi
psikologis atau ekonomi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
DS : selama….nutrisi kurang teratasi dengan Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Nyeri abdomen indikator: Monitor lingkungan selama makan
- Muntah Albumin serum Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Kejang perut Pre albumin serum Monitor turgor kulit
- Rasa penuh tiba-tiba setelah Hematokrit Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
makan Hemoglobin Monitor mual dan muntah
DO : Total iron binding capacity Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Diare Jumlah limfosit Monitor intake nuntrisi
- Rontok rambut yang berlebih Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
- Kurang nafsu makan Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan
- Bising usus berlebih seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat
- Konjungtiva pucat dipertahankan.
- Denyut nadi lemah Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik :.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas
oval
Diagnosa Keperawatan / Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
psikologis), kerusakan jaringan pain control, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
DS : comfort level Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan keperawatan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO : selama …. Pasien tidak mengalami dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri nyeri, dengan kriteria hasil: Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati Mampu mengontrol nyeri (tahu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, penyebab nyeri, mampu menggunakan Kurangi faktor presipitasi nyeri
tampak capek, sulit atau gerakan tehnik nonfarmakologi untuk Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
kacau, menyeringai) mengurangi nyeri, mencari bantuan) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
- Terfokus pada diri sendiri Melaporkan bahwa nyeri berkurang distraksi, kompres hangat/ dingin
- Fokus menyempit (penurunan dengan menggunakan manajemen Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri : ……...
persepsi waktu, kerusakan proses nyeri Tingkatkan istirahat
berpikir, penurunan interaksi Mampu mengenali nyeri (skala, Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
dengan orang dan lingkungan) intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
- Tingkah laku distraksi, contoh : Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
jalan-jalan, menemui orang lain berkurang pertama kali
dan/atau aktivitas, aktivitas Tanda vital dalam rentang normal
berulang-ulang) Tidak mengalami gangguan tidur
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan
dan minum