Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN


“CA SERVIKS”

Oleh :
DITA AYUHANA
1930015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan pada pasien dengan Ca Serviks di Poli Obgyn RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang yang dilakukan oleh :

Nama : Dita Ayuhana

NIM : 1930015

Prodi : Pendidikan Profesi Ners Program Profesi STIKes Kepanjen


Malang

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
Departemen Maternitas, yang dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 2019 – 27
Desember 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Malang, 27 Desember 2019

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (.............................................)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks atau disebut juga kanker leher rahim merupakan jenis
penyakit kanker yang paling banyak diderita wanita diatas usia 18 tahunatau
wanita usia produktif. Kanker serviks menempati urutan ke dua menyerang
wanita dalam usia subur, yang pada tahun 2005 menyebabkan lebih dari
250.000 angka kematian. Sekitar 80 % dari jumlah kematian tersebut terjadi
pada negara berkembang. Tanpa penatalaksanaan yang konkrit, diperkirakan
kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25 % dalam jangka waktu 10
tahun mendatang (WHO, 2006). Jumlah penderita kanker leher rahim di
Indonesia sekitar 200 ribu setiap tahunnya dan menduduki peringkat kedua
setelah kanker payudara. Walaupun penyakit ini merupakan penyakit
keganasan yang dapat menyebabkan kematian,kesadaran untuk
memeriksakan diri dirasakan sangat rendah, hal tersebuttidak terlepas dari
kurangnya pengetahuan mengenai kanker ini. Indikasinya lebih dari 70 %
penderita yang datang ke rumah sakit sudah pada kondisi lanjut. (Depkes,
2007). Sementara data dari Sistem Informasi Rumah Sakit menyatakan,
dalam kurun waktu 2004 sampai dengan 2007 kanker leher rahim menempati
urutan kedua (16 per 100.000) setelah kanker payudara (26 per 100.000), dari
10 jenis kanker yang diidap oleh perempuan (Global Burden of Cancer2010).
Berdasarkan laporan program dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
berasal dari rumah sakit dan puskesmas tahun 2006, kasus penyakit kanker
yang ditemukan di Jawa Tengah sebanyak 22.857 kasus (7,13 per 1000
penduduk). Terdiri dari kanker serviks 2,08 per 1000 penduduk, kanker
payudara 3,45 per 1000 penduduk. Kemudian, berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002, menyebutkan bahwa kanker
payudara 5.641 kasus, kanker serviks 5.481 kasus. Dari hasil laporan kedua
instansi kesehatan tersebut didapatkan bahwa jumlah penderita kanker serviks
di provinsi Jawa Tengah menempati urutan yang ke dua setelah kanker
payudara. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo menyebutkan angka
kasus neoplasma serviks sebanyak 69 kasus, neoplasma mamae 176 dan 25
kasus neoplasma hepar. Kanker serviks menduduki urutan kedua kasus
neoplasma. Sebaran kasus hampirmerata di 5 rumah sakit kecualiRSOP Dr.
Soeharso. Neoplasma ini merupakan salah satu penyebab kematian yang
cukup besar karena terlambatnya deteksi dini, baik oleh penderita ataupun
para pelaku pelayanan kesehatan di wilayah perifer (Dinkes Sukoharjo,
2012).
Sebagian besar penderita kanker leher rahim (serviks) datang berobat
dalam stadium lanjut, sehingga keberhasilan pengobatan sangatrendah.
(WHO Statistic ,2005). Hasil pengobatan akan lebih baik bila masih dalam
stadium lebih dini. Angka kematian ibu diharapkan akan menurun. Melalui
proses skrining dengan program Inpeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA),
pap smear diharapkan wanita akan terlindung dari ganasnya kanker serviks
ini. Dikutip dari IARC Monograps Volume 72, menyebutkan pada wanita
usia post menopause bisa dilakukan terapi esterogen untuk menekan resiko
terjadinya kanker serviks, selain itu faktor dari tingkat pengetahuan, motivasi
dan program skrining yang pernah dilakukan sebelumnya juga memiliki
korelasi yang besar terhadap motivasi untuk melakukan skrining selanjutnya.
Faktor yang mempengaruhi pasien terlambat datang dengan alasan malu,
takut apabila mengetahui hasil deteksi penyakitnya. Mereka juga takut tidak
mampu membayar biaya pengobatannya. Kondisi seperti ini perlu segera
mendapatkan penanganan. Dari sinilah peran proses promosi kesehatan
diperlukan dalam meningkatkan pemahamandan kesadaran masyarakat, akan
pentingnya memeriksakan diri lebih diniterhadap kanker serviks.Usaha ini
dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan dalam suatu
komunitas atau pada sebuah organisasi guna mempertimbangkan cakupan dan
efektifitasnya.
1.2 Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Ca.
Serviks.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari Ca. Serviks
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Ca. Serviks
3. Untuk mengetahui etiologi dari Ca. Serviks
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Ca. Serviks
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari Ca. Serviks
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Ca. Serviks
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Ca. Serviks
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Ca. Serviks
9. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dari Ca. Serviks
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca. Serviks
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim
merupakan keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi
ketika sel pada serviks mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta
menginvasi jaringan atau organ – organ lain disekitar serviks maupun yang
jauh (Arisusilo, 2012). Serviks merupakan bagian dari organ reproduksi
internal wanita tepatnya sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris,
menonjol dan terletak diantara rahim (uterus) dengan vagina (Kemenkes RI,
2015). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah
batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis
serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro,
2008). Kanker serviks merupakan kanker yang disebabkan oleh infeksi virus
HPV tipe 16 dan 18. (CDC, 2013).
Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan abnormal pada
sel serviks yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks yang terletak diantara uterus dengan vagina pada organ
reproduksi wanita yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipa
16 dan 18.
2.2 Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh
kanker telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya untuk
memetakan stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional
Ginekologi dan Obstetri). Berdasarkan Federation of International
Gynecology and Obsetrics (FIGO) tahun 2009 stadium klinis karsinoma
serviks terbagi atas :

Stadium Deskripsi
1 2
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih
dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium I Kanker telah tumbuh dalam serviks.
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik.
Kedalamannya 5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih
besar dari lesi stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang.
Ukuran tidak lebih dari 4 cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang.
Ukuran lebih besar dari 4 cm
Stadium II Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak
sampai pada dinding pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi
parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3
bagian atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak
sampai masuk dinding pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan
serviks, namun belum sampai ke dinding panggul
Stadium III Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai
1/3 bawah dinding vagina dana tau menyebabkan
hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa
ekstensi ke dinding pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi
uropati.
Stadium IV Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis,
kandung kemih, atau rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung
kemih dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.

Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya


2.3 Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang
disebabkan oleh virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan
seksual (Petignat, 2007 dalam Swari, 2014). Infeksi dapat terjadi setelah
terjadinya lesi squamosa intraephitelial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
10 – 30% wanita pada usia 30 tahun keatas yang telah aktif secara seksual
pernah terinfeksi HPV. Presentasi tersebut akan lebih meningkat apabila
wanita tersebut memiliki banyak pasangan seksual. Pada umumnya sebagian
besar infeksi HPV terjadi tanpa gejala dan bersifat menetap (Kumar, 2007)
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker
serviks, antara lain adalah :
1. Usia
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda
(dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita
melakukan hubungan seksual maka semakin tinggi risiko mengalami
kanker serviks. Hasil penelitian Sadewa (2014) menunjukkan bahwa
sebanyak 90% pasien yang terdiagnosa kanker serviks menikah pada usia
≤ 20 tahun.
2. Paritas
Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering
partus atau melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko
seseorang mengalami kanker serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Reis, et al (2011) menunjukkan bahwa wanita dengan jumlah paritas >3
berisiko mengalami kanker serviks lebih tinggi 9,127 kali dibandingkan
dengan wanita dengan paritas ≤3.
3. Merokok
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung
nikotin dan zat tersebut menyebabkan penurunan daya tahan serviks selain
merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2009).
4. Pasangan seksual lebih dari satu
Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering berganti-ganti
pasangan seks dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin. Risiko
mengalami kanker serviks pada wanita yang sering berganti-ganti
pasangan seks akan meningkat 10 kali lipat (American Cancer Society,
2017).
5. Penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun)
seperti konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali
terutama pada wanita yang positif terinfeksi HPV (American Cancer
Society, 2017).
6. Personal Hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang
dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian
Indrawati dan Fitriyani (2012) menunjukkan personal hygiene yang
kurang baik berisiko mengalami kanker serviks 19,386 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal hygiene yang baik.
7. Diet
Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C dan
E yang rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang berakibat
mudahnya seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa defisiensi asam folat, zat besi, dan beta karoten dapat
meningkatkan risiko kanker serviks (Sukaca, 2009).
8. Gangguan system kekebalan tubuh
Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas
tubuh) seperti pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat
perkembangan sel kanker dari non-invasif menjadi invasif (American
Cancer Society, 2017)
9. Riwayat kanker serviks pada keluarga
Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker
serviks, berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar
dibandingkan dengan orang normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut
disebabkan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV
(American Cancer Society, 2017)
10. Status Ekonomi
Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh
pelayanan kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan
vaksinasi HPV. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat melakukan
skrining atau deteksi dini kanker serviks maupun tidak mampu melakukan
penatalaksanaan pre-kanker (American Cancer Society, 2017).
2.4 Manifestasi Klinis
a. Perdarahan
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang
perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal
perdarahan terjadi lambat.
b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada
perdarahan. Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyak
disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau (Padila, 2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015 :
a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.
Terkadang bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh
darah dan semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam
berkemih, nyeri di daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan
sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain
a. Nyeri panggul,
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan,
(Dedeh Sri Rahayu, 2015)
Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa tanda dan
gejala Ca. Serviks adalah perdarahan vagina abnormal seperti pendarahan
pasca menopause, menstruasi tidak teratur, menstruasi berat, metrorhagia
menyakitkan, atau perdarahan postcoital. Keputihan abnormal adalah keluhan
utama dari sekitar 10% dari pasien; debit mungkin berair, bernanah, atau
berlendir. Gejala panggul atau nyeri perut dan saluran kencing atau rektum
terjadi dalam kasus-kasus lanjutan. Nyeri panggul mungkin hasil dari loco
penyakit regional invasif atau dari penyakit radang panggul hidup
berdampingan.
2.5 Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik
umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV
dapat meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada
umumnya, infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya, namun
apabila infeksi bersifat persisten akan menyebabkan integrasi genom dari
virus ke dalam genom sel serviks. Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi
onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi
dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut dengan
mutasi sel (Nurwijaya, 2010). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang
menjadi kanker serviks. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung
lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan - lahan menjadi
progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang
meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau
bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10
tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi
invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di
serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat
berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada
serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika
urinaria. Karsinoma serviks dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan
kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor,
jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis hipertensi
dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila
pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah
bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka
eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke
kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen,
tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening
mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak
(Prayetni, 1997).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa
menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan
bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik,
sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test
ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang
abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher
rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya
kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka
dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang
dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah
mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka 3-5%) pada leher rahim.
Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan
warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat
itu juga atau dalam waktu 15 menit.
c. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang baik
untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang
spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat
membantu dalam deteksi kanker serviks.
d. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran
2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi.
Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak
daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak
12,6% dan positif palsu 16%.
e. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah
CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic
Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar
HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal
disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia
kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan
darah dan urine.
f. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih
besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
g. MRI / CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran
lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
h. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium,
sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang
abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
i. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur
kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah
yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2007) di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan
medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :
Stadium Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ib,Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan
evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal

a. Penanganan Non bedah Kanker Serviks


Apabila kanker termasuk lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah
(LGSIL) atau lesi intra-epitel skuamosa tingkat tinggi (LGSIT) ditemukan
melalui kolposkopi dan biopsy, pengangkatan nonbedah konservatif
memungkinkan untuk dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
1) Krioterapi
Pembekuan dengan oksida nitrat.
2) Terapi laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus
sebagian kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan
laser hanya digunakan sebagai pengobatan untuk kanker serviks pra-
invasif (stadium 0).
b. Pembedahan untuk Kanker Serviks
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), apabila pasien mempunyai kanker
serviks invaasif, radiasi atau histerektomi radikal atau keduanya dapat
dpilih. Bedah radikal disarankan ketika pasien tidak dapat menahan efek
radiasi atau mempunyai kanker yang resisten terhadap radiasi. Prosedur
bedah yang mungkin dilakukan sebagai berikut :
1) Histerektomi
Histerektomi sederhana : Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup
jaringan yang berada di dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah
bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara
operasi di bagian depan perut (perut) atau melalui vagina. Setelah
operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi
digunakan untuk mengobati beberapa kanker serviks stadium awal (I).
Hal ini juga digunakan untuk stadium pra-kanker serviks (o), jika sel-
sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul:
pada operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan
di dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan dengan leher rahim,
dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul.
Operasi ini paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian
depan perut dan kurang sering melalui vagina. Setelah operasi ini,
seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal
dan diseksi kelenjar getah bening panggul adalah pengobatan yang
umum digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih jarang
digunakan pada beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita muda.
2) Ekstenterasi Panggul
Pengangkatan organ-organ pelvis, termasuk nodus limfe kandung
kemih dan rectum serta konstruksi conduit diversional, kolostomi dan
vagina.
3) Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan
ke dalam vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal
dengan cara membekukan mereka. Cryosurgery digunakan untuk
mengobati kanker serviks yang hanya ada di dalam leher rahim
(stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar
leher rahim.
4) Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau laser tau
menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik. Pendekatan ini
dapat digunakan untuk menemukan atau mengobati kanker serviks
tahap awal (0 atau I). Hal ini jarang digunakan sebagai satu-satunya
pengobatan kecuali untuk wanita dengan kanker serviks stadium dini
yang mungkin ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk
kerucut) diangkat untuk diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi
dari kerucut itu mengandung kanker atau pra-sel kanker, pengobatan
lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel
kankernya telah diangkat.
5) Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan
wanita muda tertentu dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati
dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini melibatkan
pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan meletakkannya pada
jahitan berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan
leher rahim di dalam rahim. Kelenjar getah bening di dekatnya juga
diangkat. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina ataupun perut.
Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat memiliki kehamilan jangka
panjang dan melahirkan bayi yang sehat melalui operasi caesar. Risiko
kanker kambuh kembali sesudah pendekatan ini cukup rendah.
c. Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi
(seperti sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun
menyusutkan tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan, biasanya
pasien akan menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah
menderita anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami
perdarahan pada umumnya menderita anemia. Untuk itu, transfusi
darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan. Pada kanker
serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi
(external maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah
pembedahan. Akhir-akhir ini, dokter seringkali melakukan kombinasi
terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati kanker serviks
yang berada antara stadium IB hingga IVA.
Radioterapi eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh (area
panggul) melalui sebuah mesin besar. Sedangkan radioterapi internal
berarti suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim
selama beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu
metode radioterapi internal yang sering digunakan adalah
brachytherapy. Pengobatan yang ini cukup sukses untuk mengatasi
keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan cesium telah
digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan radiasi
internal.
Selain itu terdapat pengobatan dengan HDR (high dose rate)
brachytherapy yang diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk
mencegah komplikasi potensial dari HDR brachytherapy, maka
biasanya HDR brachytherapy diberikan dalam beberapa insersi. Untuk
pasien kanker serviks, standar perawatannya adalah 5 insersi. Waktu
dimana aplikator berada di saluran kewanitaan (vagina, leher rahim
dan/atau rahim) untuk setiap insersi adalah sekitar 2,5 jam.
Keuntungan HDR brachytherapy adalah antara lain: pasien cukup
rawat jalan, ekonomis, dosis radiasi bisa disesuaikan, tidak ada
kemungkinan bergesernya aplikator.
d. Kemoterapi untuk Kanker Serviks
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh
sel-sel kanker. Biasanya obat-obatan diberikan melalui infuse ke
pembuluh darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran
darah, mereka menyebar ke seluruh tubuh. Kadang-kadang beberapa
obat diberikan dalam satu waktu.
e. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3
tingkatan obat, yaitu :
1) Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain
Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid).
2) Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah
kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol.
3) Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok
opioid kuat seperti morfin dan fentanil.
2.8 Komplikasi
a. Langsung
Yang berhubungan dengan penyakitnya, dapat berupa :
1. Obstruksi ileus (penyumbatan usus)
2. Vesikovaginal fistel (lubang di antara saluran kencing dan vagina)
3. Obstruksi ureter (penyumbatan pada saluran kencing)
4. Hidronefrosis (pembengkakan ginjal)
5. Infertil
6. Gagal ginjal
7. Pembentukan fistula
8. Anemia
9. Infeksi sistemik
10. Trombositopenia
b. Tidak Langsung
Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan :
1) Operasi : perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung
kemih maupun usus
2) Radiasi : berak darah, hematuria (kencing darah), cystitis radiasi
(infeksi saluran kencing karena efek radiasi)
3) Kemoterapi : mual muntah, diare, alopesia (kebotakan), BB turun,
borok pada daerah bekas suntikan.
2.9 Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena
belum menimbulkan gejala yang khas dan spesifik, kematian pada kasus
kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah
berada dalam stadium lanjut. Cara terbaik yang bisa dilakukan untuk
mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear dan
skrining ini sangat efektif. Ada beberapa protokol skrining yang bisa
ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap
perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
a. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan
seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya
tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada
karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang
berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan
biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif
disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk
wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV
menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih
dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65%
pada usia 28 tahun atau lebih muda. Sehingga, deteksi DNA HPV yang
positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang
persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua
maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
c. Skrining dengan Thinrep/Liquid-Base Method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun. Skrining dihentikan bila
usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-
turut dengan hasil negatif.

2.10 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesis
Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, dan riwayat penyakit terdahulu.
b. Keluhan Utama
Perdarahan dan keputihan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
d. Klien datang dengan keluhan perdarahan pasca coitus dan terdapat
keputihan yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien
atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan
keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke rumah sakit
dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah
pasien pernah menderita penyakit infeksi.
f. Riwayat Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
g. Psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di
rumah dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker
serviks.
h. Pemeriksaan Fisik Fokus
1. Kepala
a) Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok
b) Wajah : tidak ada oedema, Ekspresi wajah ibu menahan nyeri
(meringis), Raut wajah pucat.
c) Mata : konjunctiva tidak anemis
d) Hidung : simetris, tidak ada sputum
e) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
f) Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab,
tidak terdapat lesi
g) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada
pembesaran kelenjer getah bening
2. Dada
a) Inspeksi : simetris
b) Perkusi : sonor seluruh lap paru
c) Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri
d) Auskultasi : vesikuler, perubahan tekanan darah
3. Cardiac
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba, perubahan denyut nadi
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : tidak ada bising
4. Abdomen
a) Inspeksi : simetris, tidak ascites, posisi tubuh menahan rasa
nyeri di daerah abdomen.
b) Palapasi : ada nyeri tekan
c) Perkusi : tympani
d) Auskultasi : bising usus normal
5. Genetalia
Inspeksi
a. Ada lesi.
b. Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk.
c. Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar.
d. Urine bercampur darah (hematuria).
Palpasi
a. Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal
6. Ekstremitas dan Kulit
Tidak oedema, kelemahan pada pasien, keringat dingin.

2. Diagnosa Keperawatan
1 Perfusi jaringan renal tidak efektif berhubungan dengan anemia
trombositopenia.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.
3 Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal.
4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entrée
bakteri.
5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska anastesi.
6 Harga diri rendah berhubungan dengan timbulnya keputihan dan bau.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan / Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi jaringan renal tidak NOC : NIC :
efektif b/d gangguan afinitas Hb  Circulation status  Observasi status hidrasi (kelembaban membran mukosa, TD
oksigen, penurunan konsentrasi Hb,  Electrolite and Acid Base Balance ortostatik, dan keadekuatan dinding nadi)
Hipervolemia, Hipoventilasi,  Fluid Balance  Monitor HMT, Ureum, albumin, total protein, serum osmolalitas
gangguan transport O2, gangguan  Hidration dan urin
aliran arteri dan vena  Tissue Prefusion : renal  Observasi tanda-tanda cairan berlebih/ retensi (CVP menigkat,
DO :  Urinari elimination oedem, distensi vena leher dan asites)
- Penigkatan rasio ureum kreatinin Setelah dilakukan asuhan  Pertahankan intake dan output secara akurat
- Hematuria selama………ketidakefektifan perfusi  Monitor TTV
- Oliguria/ anuria jaringan renal teratasi dengan kriteria Pasien Hemodialisis:
- Warna kulit pucat hasil:  Observasi terhadap dehidrasi, kram otot dan aktivitas kejang
- Pulsasi arterial tidak teraba  Tekanan systole dan diastole dalam  Observasi reaksi tranfusi
batas normal  Monitor TD
 Tidak ada gangguan mental,  Monitor BUN, Creat, HMT dan elektrolit
orientasi kognitif dan kekuatan otot  Timbang BB sebelum dan sesudah prosedur
 Na, K, Cl, Ca, Mg, BUN, Creat dan  Kaji status mental
Biknat dalam batas normal  Monitor CT
 Tidak ada distensi vena leher Pasien Peritoneal Dialisis:
 Tidak ada bunyi paru tambahan  Kaji temperatur, TD, denyut perifer, RR dan BB
 Intake output seimbang  Kaji BUN, Creat pH, HMT, elektrolit selama prosedur
 Tidak ada oedem perifer dan asites  Monitor adanya respiratory distress
 Tdak ada rasa haus yang abnormal  Monitor banyaknya dan penampakan cairan
 Membran mukosa lembab  Monitor tanda-tanda infeksi
 Hematokrit dbn
 Warna dan bau urin dalam batas
normal
Diagnosa Keperawatan / Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi NOC: NIC:
kurang dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Adequacy of  Kaji adanya alergi makanan
Berhubungan dengan : nutrient  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
Ketidakmampuan untuk b. Nutritional Status : food and Fluid nutrisi yang dibutuhkan pasien
memasukkan atau mencerna nutrisi Intake  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
oleh karena faktor biologis, c. Weight Control mencegah konstipasi
psikologis atau ekonomi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
DS : selama….nutrisi kurang teratasi dengan  Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Nyeri abdomen indikator:  Monitor lingkungan selama makan
- Muntah  Albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Kejang perut  Pre albumin serum  Monitor turgor kulit
- Rasa penuh tiba-tiba setelah  Hematokrit  Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
makan  Hemoglobin  Monitor mual dan muntah
DO :  Total iron binding capacity  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Diare  Jumlah limfosit  Monitor intake nuntrisi
- Rontok rambut yang berlebih  Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
- Kurang nafsu makan  Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan
- Bising usus berlebih seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat
- Konjungtiva pucat dipertahankan.
- Denyut nadi lemah  Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik :.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas
oval
Diagnosa Keperawatan / Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
DS :  comfort level  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan keperawatan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO : selama …. Pasien tidak mengalami dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri nyeri, dengan kriteria hasil:  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengontrol nyeri (tahu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, penyebab nyeri, mampu menggunakan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
tampak capek, sulit atau gerakan tehnik nonfarmakologi untuk  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
kacau, menyeringai) mengurangi nyeri, mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa nyeri berkurang distraksi, kompres hangat/ dingin
- Fokus menyempit (penurunan dengan menggunakan manajemen  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri : ……...
persepsi waktu, kerusakan proses nyeri  Tingkatkan istirahat
berpikir, penurunan interaksi  Mampu mengenali nyeri (skala,  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
dengan orang dan lingkungan) intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
- Tingkah laku distraksi, contoh :  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
jalan-jalan, menemui orang lain berkurang pertama kali
dan/atau aktivitas, aktivitas  Tanda vital dalam rentang normal
berulang-ulang)  Tidak mengalami gangguan tidur
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan
dan minum

Diagnosa Keperawatan / Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko :  Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
- Prosedur Infasif  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
- Kerusakan jaringan dan  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
peningkatan paparan lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi selama…… pasien tidak mengalami  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Peningkatan paparan lingkungan infeksi dengan kriteria hasil:  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
patogen  Klien bebas dari tanda dan gejala kencing
- Imonusupresi infeksi  Tingkatkan intake nutrisi
- Tidak adekuat pertahanan  Menunjukkan kemampuan untuk
 Berikan terapi antibiotik :.................................
sekunder (penurunan Hb, mencegah timbulnya infeksi
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Leukopenia, penekanan respon  Jumlah leukosit dalam batas normal
inflamasi)  Menunjukkan perilaku hidup sehat  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Penyakit kronik  Status imun, gastrointestinal,  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
- Imunosupresi genitourinaria dalam batas normal drainase
- Malnutrisi  Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
- Pertahan primer tidak adekuat  Dorong istirahat
(kerusakan kulit, trauma  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
jaringan, gangguan peristaltik)  Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan / Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
 Tirah Baring atau imobilisasi  Toleransi aktivitas  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi eneergi  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Ketidakseimbangan antara Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
suplei oksigen dengan selama …. Pasien bertoleransi terhadap berlebihan
kebutuhan aktivitas dengan Kriteria Hasil :  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi,
Gaya hidup yang dipertahankan.  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
DS : tanpa disertai peningkatan tekanan  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
 Melaporkan secara verbal darah, nadi dan RR  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
adanya kelelahan atau  Mampu melakukan aktivitas sehari merencanakan progran terapi yang tepat.
kelemahan. hari (ADLs) secara mandiri  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
 Adanya dyspneu atau  Keseimbangan aktivitas dan dilakukan
ketidaknyamanan saat istirahat  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
beraktivitas. kemampuan fisik, psikologi dan sosial
DO :  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
 Respon abnormal dari tekanan diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
darah atau nadi terhadap  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda,
aktifitas krek
 Perubahan ECG : aritmia,  Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
iskemia
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan body image NOC: NIC :
berhubungan dengan:  Body image Body image enhancement
Biofisika (penyakit kronis),  Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap
kognitif/persepsi (nyeri kronis), Setelah dilakukan tindakan keperawatan tubuhnya
kultural/spiritual, penyakit, krisis selama …. gangguan body image - Monitor frekuensi mengkritik dirinya
situasional, trauma/injury, pasien teratasi dengan kriteria hasil: - Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan
pengobatan (pembedahan,  Body image positif prognosis penyakit
kemoterapi, radiasi)  Mampu mengidentifikasi kekuatan - Dorong klien mengungkapkan perasaannya
DS : personal - Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
- Depersonalisasi bagian tubuh  Mendiskripsikan secara faktual - Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
- Perasaan negatif tentang tubuh perubahan fungsi tubuh
- Secara verbal menyatakan  Mempertahankan interaksi sosial
perubahan gaya hidup
DO :
- Perubahan aktual struktur dan
fungsi tubuh
- Kehilangan bagian tubuh
- Bagian tubuh tidak berfungsi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kanker serviks merupakan kanker peringkat pertama di Indonesia dan
peringkat kedua di dunia yang diderita oleh wanita. Di seluruh dunia setiap
dua menit atau setiap satu jam di Indonesia seorang perempuan meninggal
akibat kanker serviks. Dari data diatas maka sangat penting bagi perempuan
untuk mengetahui dengan baik apa itu kanker serviks, sehingga dapat
mengambil langkah pencegahan yang tepat. Serviks adalah bagian bawah dan
menyempit dari uterus atau rahim. Serviks membentuk saluran yang berujung
pada vagina, dan bagian luar tubuh. Kanker serviks adalah kelainan yang
terjadi pada sel-sel tubuh, dalam hal ini sel-sel serviks, yang berkembang
dengan cepat dan tidak terkontrol.
Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada area leher rahim yaitu
bagian rahim yangmenghubungkan rahim bagian atas dengan vagina. Usia
rata-rata kejadian kanker leher rahim adalah 52 tahun, dan distribusi kasus
mencapai puncak 2 kali pada usia 35-39 tahun dan 60 – 64 tahun. Kanker
leher rahim sendiri merupakan keganasan yang dapat dicegah karena
memiliki masa preinvasif (sebelum menjadi keganasan) yang lama,
Pemeriksaan sitologi (sel) untuk mendeteksi dini kanker leher rahim sudah
tersedia, terapi lesi preinvasif (bibit keganasan) cukup efektif.
4.2 Saran
Untuk pencegahan kanker serviks diharapkan untuk melakukan deteksi
dini, dan apabila timbul gejala-gejala maka segera menindak lanjuti, agar
kanker serviks dapat diatasi cepat oleh petugas kesehatan. Selain itu
diharapkan untuk membiasakan diri dengan pola hidup sehat dan bersih dan
menghindari faktor-faktor resiko pemicu kanker serviks.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta :
American Cancer Society.
Arisusilo, C. (2012). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh
Wanita Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1.
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2013). Cervical Cancer
Statistic. Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit
Kanker di Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI
Kumar, S. & Pandey, A. (2013). Chemistry and Biological Activities of
Flavonoids: An Overview, The ScientificWorld Journal. (1-16)
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
NANDA International. (2011). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC
Rasjidi Imam. (2008). Manual Prakanker Serviks. Ed 1th. Jakarta: Sagung Seto
Smeltzer, S. dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Volume 2. Edisi 8, Jakarta: EGC
Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai