Anda di halaman 1dari 11

AIMÉ CÉSAIRE : NOCTURNE D’UNE NOSTALGIE, CAHIER D'UN RETOUR AU

PAYS NATAL, BARBARE, DAN ODE À LA GUINÉE

PENDAHULUAN

Négritude adalah gerakan sastra dan politik ideologis yang muncul pada tahun 1930-an, yang
dipelopori oleh kaum intelektual kulit hitam yang menempuh pendidikan di Prancis, yaitu
Aimé Césaire, Léopold Sédar Senghor, dan Léon-Gontran Damas. Kata ‘négritude’ juga
memiliki pengertian secara etimologis. Négritude berasal dari dua kata bahasa Prancis: ‘nègre’
yang berarti ‘orang kulit hitam’ dan ‘attitude’ yang berarti ‘sikap, perilaku’. Maka secara
etimologis, négritude adalah sikap dan perilaku orang kulit hitam yang patriotik, bangga akan
negara sendiri, dan menentang adanya kolonialisme.

Lahir di Kepulauan Martinique pada 26 Juni 1913, Aimé Césaire dikenal sebagai salah satu
dari tiga orang pencetus gerakan Negritude bersama Léopold Sédar Senghor dan Léon Gontran
Damas. Hadirnya tekanan, diskriminasi, dan rasa inferior kaum kulit hitam Afrika melahirkan
gerakan Negritude. Gerakan tersebut merupakan dampak dari proses kolonialisme oleh Prancis
di sebagian besar wilayah Afrika. Latar belakang Césaire di Kepulauan Martinique dan saat
menempuh pendidikan di Prancis menjadi ciri khas topik tentang Négtitude yang tergambar
pada karya-karyanya.

Pada karya-karya nya, seperti Nocturne d’une nostalgie, Cahier d’un retour du pays natal,
Barbare, dan Ode à la Guinée, Césaire mengemukakan ia menerima fakta serta kenyataan
dirinya merupakan orang kulit hitam dengan nasib dan masa lalu bangsa nya yang dipengaruhi
negatif oleh para penjajah. Kecintaan dan rasa terikat yang kuat dengan keadaan alam Afrika
juga menghiasi karya-karya Césaire untuk menunjukkan relasi yang kuat antara orang-orang
Afrika kulit hitam dengan budaya nenek moyang mereka. Dengan ciri khasnya, yaitu sentimen
pasrah atau melankolis yang mengemukakan penerimaan dirinya terhadap fakta bahwa ia
adalah orang kulit hitam, Césaire menganggap kuno sentimen negatif kulit hitam terhadap ras
nya sendiri dan menganggap hal itu tidak lagi relevan.
BARBARE

Aimé Césaire adalah cendekiawan dan penulis yang melalui sejumlah karya miliknya, dikenal
cenderung pasrah akan nasib yang ia terima sebagai bagian dari orang Afrika berkulit hitam.
Di dalam banyak tulisan karyanya, Césaire mengemukakan sentimen dirinya bahwa ia dan
bangsanya sangat menghormati alam dan menunjukkan secara eksplisit maupun implisit bahwa
alam merupakan bagian besar dari jiwa dan tradisi kaum kulit hitam. Keunikan ini merupakan
upaya Césaire mempromosikan lintas budaya antara budaya orang-orang keturunan Afrika
kulit hitam dengan budaya barat sebagai wujud penolakan dirinya akan kolonialisme.

Sebagai pelopor dari gerakan Négritude, Césaire tentunya mengemukakan bahwa ia menerima
fakta dan kenyataan dirinya merupakan orang kulit hitam dengan nasib dan masa lalu
bangsanya yang dipengaruhi negatif oleh para penjajah dari Barat di masa lalu, namun dengan
penulisan yang dapat dikatakan melankolis. Membicarakan tentang sejumlah karyanya,
Barbare adalah salah satu puisi dengan empat bait hasil karya Césaire. Dengan membaca
keseluruhan puisi tersebut, ditemukan satu hal yang terlihat berbeda dari mayoritas tulisan-
tulisan Césaire. Dapat diketahui melalui judul puisi yang secara terang-terangan berjudul
Barbare. Sentimen tegas yang berusaha disampaikan Césaire dapat sampai secara langsung
kepada para pembaca, begitu pula maksud dan tujuan dari puisi itu. Lalu apakah tujuan Césaire
menunjukkan dukungannya terhadap gerakan Négritude dalam puisi Barbare, dengan sebuah
ketegasan, sementara kita mengetahui bahwa penulisan yang keras dan eksplisit bukanlah ciri
utama dari Césaire?

Di dalam puisi karyanya yang berjudul Barbare, dapat dilihat dengan jelas Césaire
mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian absolut dari komunitas Afrika dan kaum kulit
hitam. seseorang yang berasal dari ras kulit hitam yang merasakan dampak dari dominasi
orang-orang Barat yang sempat menjajah sekaligus melakukan perbudakan terhadap
bangsanya. Tiga dari keempat bait dalam puisi diawali dengan kata “Barbare” yang dapat
langsung diartikan sebagai kaum barbar, dimana Césaire secara eksplisit mengakui bangsanya
merupakan kaum barbar yang oleh orang-orang Barat diberi stereotip sebagai pekerja kasar
yang juga berpenampilan kasar, dianggap tidak ramah, dan memiliki tradisi yang “liar” seperti
tari-tarian dan nyanyian tradisional. Berlawanan dengan asumsi orang-orang Barat atas ras
kulit hitam, dalam puisi itu Césaire menentang asumsi tersebut dan menambahkan bahwa ras
nya juga memiliki pengetahuan semakin maju walaupun masih dinilai lebih tidak beradab dan
masih kuno dibandingkan budaya Barat.

Pemilihan kalimat dan kata-kata dalam puisi Barbare, membentuk asumsi bahwa Césaire
sejenak meninggalkan sentimen melankolisnya demi sebuah penegasan tentang nilai-
nilai bangsanya yang ditentang bangsa Barat dengan sebelah mata, walaupun nilai-nilai
tersebut merupakan bagian besar dalam hidup dan kebudayaan orang kulit hitam yang
menjadikan bangsa itu memiliki identitas yang membedakan mereka dalam arti positif dengan
ras lain di tengah-tengah stereotip baik atau buruk dari masyarakat yang bukan bagian dari
komunitas dan juga bagian dari budaya kaum kulit hitam.

Dalam puisinya ini, Césaire memperlihatkan penerimaan penuh dirinya terhadap identitasnya
sebagai bagian dari komunitas kulit hitam dan dalam waktu yang bersamaan ia juga
memamerkan stereotip barbar yang dilekatkan bangsa barat terhadap orang-orang kulit
hitam. Pesan-pesan ini yang berusaha disampaikan oleh Césaire dengan mengambil inspirasi
dari unsur-unsur alam Afrika untuk penerimaan dirinya sebagai kulit hitam dan bukan
kebanggaan. Dengan caranya ini, Césaire mengkritik dominasi bangsa Barat yang memberi
akibat negatif bagi nasib kaum kulit hitam namun di saat yang sama, pandangan-pandangan
negatif tersebut tidak akan mempengaruhi ras kulit hitam secara negatif, melainkan membuat
mereka menjadi lebih kuat dan berani menghadapi kehidupan dibandingkan sebelumnya.

Puisi Barbare terlihat sedikit berbeda dari puisi-puisi karya Césaire lainnya karena puisi ini
merupakan puisi yang ditulis Césaire untuk menyuarakan kritik terhadap dominasi barat, yang
mana kebanyakan dari puisi karyanya cenderung memaparkan dukungannya dalam gerakan
Négritude secara lintas budaya dimana Césaire seakan memamerkan “kehitaman” bangsanya
dan keindahan alam Afrika sebagai caranya menolak akan kehadiran kolonialisme.

ÔDE À LA GUINÉE

Aimé Césaire, dalam menulis karya-karyanya yang berkaitan dengan Négritude, cenderung
mengangkat tema kebanggaan dan kecintaan akan tanah air atau patriotisme. Karyanya juga
menunjukkan rasa penerimaan akan fakta, sejarah, dan nasib orang kulit hitam yang terjajah.
Di masa lalu, orang kulit hitam dijadikan budak dan diperjualbelikan sebagai pekerja di ladang
atau perkebunan milik orang kulit putih. Sejarah perbudakan ini seringkali dianggap sebagai
hal yang menyedihkan dan menyakitkan bagi keturunan orang kulit hitam. Namun, melalui
gerakan Négritude, Aimé Césaire ingin memberikan esensi baru atas sejarah orang kulit hitam
tersebut. Ia ingin meredefinisikan pandangan atas masa lalu orang kulit hitam. Sejarah orang
kulit hitam yang dianggap menyedihkan dan menunjukkan ketidakberdayaan mereka,
digunakan oleh Césaire dalam karyanya untuk menunjukkan kebangaan dan penerimaan. Ia
ingin menunjukkan kepada dunia bahwa ia adalah orang berkulit hitam dan bahwa orang kulit
hitam boleh saja memiliki masa lalu yang kelam, tetapi tetap saja mereka akan tetap menerima
dan mencintai sejarah tersebut sebagai bagian dari diri mereka.

Dalam salah satunya karyanya yang berbentuk puisi berjudul ‘Ôde à la Guinée’, Aimé Césaire
menyampaikan rasa kagumnya atas salah satu tempat asal orang kulit hitam, yaitu Guyana.
Guyana sendiri adalah département seberang lautan atau départements d'outre-mer (DOM)
Prancis sejak 19 Maret 1946, dan juga merupakan tempat kelahiran sesama penulis dan
pencetus Négritude, Léon-Gontran Damas. Sebelum mendapat status sebagai DOM, Guyana
adalah wilayah koloni Prancis sejak tahun 1604, dan digunakan sebagai tempat pembuangan
bagi orang yang melanggar hukum hingga 1951. Karena digunakan sebagai hunian bagi
pelanggar hukum, Guyana dahulu dikenal dengan sebutan Pulau Setan.

Dalam konteks sejarah, Guyana memiliki masa lalu sebagai wilayah koloni Prancis, yang
datang dan mengusir keberadaan penduduk asli. Selain itu, orang Prancis dan penjajah dari
wilayah lain mengeksploitasi kekayaan alam Guyana dan menjadikannya sebagai keuntungan
bagi negara mereka sendiri. Mereka juga membangun peradaban mereka di atas tanah dan
lahan yang masih kosong serta menjadikannya tempat pengasingan bagi pelanggar hukum.
Setelah menjadi DOM, Guyana bahkan sempat tidak mendapat perhatian dari pemerintah
Prancis, dan menjadi daerah yang terabaikan. Hal ini menyebabkan kemerosotan pertumbuhan
di bidang ekonomi dan kesenjangan kesejahteraan antara Guyana dan wilayah Prancis lainnya.

Dalam Ôde à la Guinée, Césaire ingin menunjukkan penderitaan dan perjuangan penduduk asli
Guyana selama masa penjajahan dan pembangunan oleh koloni di atas lahan mereka. Selain
itu, karena Guyana juga merupakan salah satu tempat orang kulit hitam berasal, Césaire juga
ingin menuliskan tentang identitas orang kulit hitam (meski Césaire sendiri lahir di
Martinique). Penggambaran tentang Guyana dalam puisi ini memiliki tujuan agar pembaca
dapat membayangkan keadaan alam di Guyana dan negara-negara asal orang kulit hitam pada
umumnya. Césaire ingin memberitahu bahwa orang kulit hitam kebanyakan berasal dari
wilayah dengan iklim tropis.

Iklim tropis di Guyana digambarakan lewat curah hujan yang tinggi, juga dengan adanya
tumbuhan seperti liana yang hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Selain itu, pada Césaire juga
menyebutkan nama dataran tinggi di Guyana, yaitu Fouta-Djallon.

Dalam bait pertama

Cinta tanah air dan penerimaan dalam puisi ‘Ode à la Guinée’


 Penggambaran alam guyane
 Guyana digambarkan sbg tempat yg kaya, hijau, dan indah
 Cesaire memasukkan bbrp nama tempat2 di guyana spt nama gunungnya, sm nama
tanaman yg umum trdpt di situ, kek mau nunjukkin ini loh yg guyana, ini negara tropis
(?) kek mau nunjukkin keadaan alam di sana kek apa namanya
 Mgkin kalo di analisis lg bs keliatan mgkin maksudnya cesaire ini, dia mau nunjukkin
kalo yg biasanya kena jajah itu negara tropis krn banyak sumber daya alamnya kek ada
pantai segala macem gt lho
 Trs dia pake kosakata modern (meski gatau ini puisi ditulis taun brp) tp kata2 yg dipake
seolah2 menunjukkan ini puisi dr zaman revolusi industri → ada kata pabrik yg di
installed dsb dsb
 Trs uniknya kosakata modern itu dicampur sama kosakata alam yg kek laut gunung
dsb2 (mgkin ini nunjukkin penjajahan ? who knows) kek alam yg msh virgin itu
digunakan oleh penjajah untuk bikin usaha mereka → hrs baca sejarah guyana kalo
gitu
 Tetapi dibalik semua itu, guyana bukanlah tempat yang aman krn adanya penjajah yg
menduduki tanahnya
 Cesaire ingin menunjukkan kebangaannya thd guyana dan menunjukkan bahwa ia sbg
kulit hitam akan ttp memuja guyana meski keadaannya buruk sekalipun
 Hal ini jg menunjukkan adanya penerimaan cesaire thd nasibnya sbg org kulit hitam yg
tanahnya dirampas oleh penjajah, tp tdk apa2 selama warganya masih mencintai
negaranya
 Cesaire ingin mengingatkan bahwa dibalik segala penderitaan yang dialami di guyana,
sbenarnya msh ada harapan bagi mereka → guyana itu tdk pernah berubah, meski sudah
diduduki oleh penjajah sekalipun langitnya ttp biru, tanahnya ttp indah dan subur, dan
bila berusaha, warganya mampu mengusahakan tanah di guyana

Extrait du Cahier d'un Retour au pays natal

Salah satu karya yang paling terkenal dari Aimé Cesaire adalah puisinya yang berjudul Cahier
d'un Retour au pays natal. Seperti ciri khasnya Aimé Cesaire untuk menuangkan pemikiran
négritudenya, di dalam puisi ini, ia menampilkan sikap anti-kolonialisme terhadap penjajahan,
kebanggaannya menerima nasib sebagai orang kulit hitam sebagai identitas diri sendiri, dan
menyiarkan unsur alam dan budaya afrika. Aimé Cesaire seringkali menggunakan gaya bahasa
dan kata-kata implisit untuk mengungkapkan sesuatu pada karyanya. Puisi ini bercerita
mengenai sang narator yang kembali ke kota asalnya dari Prancis dan dikejutkan ketika ia
melihat penduduk negaranya menjadi miskin, terlena, dan tidak merasa percaya diri. Pembicara
puisi tersebut ingin menjadi suara untuk perubahan pada orang kulit hitam di negaranya melalui
puisi yang kaya akan gaya bahasa dan kaya terhadap unsur identitas orang hitam, kebanggaan
menjadi les noires, warisan afrika, unsur alam dan budaya afrika, dan sikap anti-kolonialisme.
Bisa dikatakan melalui puisi ini, Aimé Cesaire ingin membangkitkan semangat orang afrika
untuk merdeka dan meningkatkan kepercayaan diri orang afrika (les noires) walaupun sudah
diperbudak dan dijajah selama bertahun-tahun. Narasi pada puisi ini menampilkan gagasan
négritude bahwa sang narator sadar dan menghargai harga dirinya atas identitasnya sebagai
orang hitam dan orang afrika, yang bisa disebut warisan afrika, dan juga warisan perbudakan,
kemiskinan, dan kolonialisme. Ciri khas lain dari Aimé Cesaire dalam pemikirannya tentang
négritude adalah ia menerima masa lalu kelam dan mengatakan dengan berani dan jujur
terhadap apa yang telah terjadi terhadap bangsa afrika sesuai sejarah.

Kali ini, puisi dari Aimé Cesaire yang akan dianalisis adalah 3 bait dari Cahier d'un Retour au
pays natal. Pada puisi ini, Cesaire menampilkan unsur alam ditunjukkan pada “ton lait jiculi”,
jiculi yang artinya kacang polong sayuran dari tanaman tropis yang berada di Afrika. Pada
kalimat “la terre où tout est libre et fraternel, ma terre” menunjukkan nilai afrika yang
universal, yang artinya komunal dan dekat dengan alam. Ia juga melukiskan nostalgianya
terhadap afrika tradisional

Nocturne d’une nostalgie

Aimé Césaire merupakan salah satu tokoh Négritude yang melakukan perlawanan pada
penjajahan mental dan fisik yang dilakukan oleh ras kulit putih melalui karya sastra miliknya.
Césaire menggunakan pemilihan kata yang implisit, serta pengutaraan ide mengenai penolakan
penjajahan kaum kulit putih atas bangsa kulit hitam melalui berbagai jenis majas. Hanya sedikit
dari karyanya yang memiliki maksud pemberontakan dan ide yang tegas. Césaire menerima
sejarah perbudakan kulit hitam sebagai masa lalu yang harus diterima dengan keberanian,
bukan merupakan hal yang harus disembunyikan. Césaire sendiri lahir pada tahun 1913, hampir
setengah abad seusai era perbudakan. Ia tidak mengalami perbudakan secara langsung, namun
generasinya masih merasakan kolonialisme kulit putih, penjajahan humanis, dan trauma
perbudakan yang masih dibawa hingga berdekade-dekade selanjutnya.

Pada puisi Césaire yang berjudul Nocturne d’une nostalgie, yang terdapat pada buku
Ferrements, terdapat tema keterasingan yang dirasakan ras kulit hitam. Hal yang digali dalam
puisi ini meliputi perbudakan, rasa terasing di tempat yang jauh dari negeri kelahiran, rasa
trauma, kesedihan, dan kerinduan pada tempat asal (nostalgie). Emosi yang disampaikan
melalui puisi ini dapat menciptakan kedekatan pembaca dengan pengalaman pahit perbudakan
yang dilakukan oleh ras kulit putih, sehingga dapat menjadi ajakan mengenai penolakan
kekerasan dan kolonialisme. Cara tersebut sesuai dengan karakteristik karya Césaire yang
implisit dan tidak menyampaikan secara tegas maksud dari karyanya.

Puisi dimulai dengan satu kata, “rôdeuse” yang terletak di bawah judul dan terpisah dari bait
puisi di bawahnya. “Rôdeuse” dapat diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai seseorang yang
berkeliaran tanpa tujuan, gelandangan. Peletakkan kata ini sesuai dengan arti dari kata itu
sendiri, “rôdeuse”, seperti seseorang yang terasing dan tanpa tujuan, kata ini diletakkan tanpa
struktur yang sama dengan bait puisi di bawahnya, memberikan kesan terasing. Kemudian,
pada bait pertama baris pertama, “à petits pas de cicatrice mal fermée” yang berarti “selangkah
dari bekas luka yang tidak tertutup dengan baik” Césaire menggambarkan trauma pada ras kulit
hitam dari perbudakan yang masih menjadi topik yang sensitif hingga masa kini, namun “à
petits pas” menggambarkan kebebasan bahwa dirinya, serta ras kulit hitam, sudah selangkah
dari peristiwa dan luka tersebut, dan tidak terperangkap dalam keadaan mental yang terluka
akibat penjajahan.

KESIMPULAN

Karya-karya di atas menunjukkan tema-tema besar Négritude yang diangkat oleh Césaire:
penerimaan, blablbal

Césaire menerima stereotip bangsanya sebagai “kaum barbar” yang begitu saja diberikan
bangsa Barat. Ia juga mengakui bahwa label tersebut tidak bisa lepas dari bangsanya karena
sikap “barbar” kaum kulit hitam itulah yang menjadikan bangsa itu memiliki ciri khas yang
mereka junjung dan banggakan, terbukti dari unsur-unsur keindahan alam dan budaya-budaya
tradisional bangsa Afrika yang kerap muncul di sejumlah karyanya. Di samping itu pula,
Césaire menunjukkan bahwa bangsanya tidak lagi dapat diremehkan oleh bangsa Barat hanya
karena budaya bangsa Afrika yang dinilai terlalu asing bagi bangsa Barat untuk diterima
dengan baik dan sepenuhnya.
Sumber:

https://www.poetryfoundation.org/poets/aimae-fernand-caesaire

https://paroles2chansons.lemonde.fr/auteur-aime-cesaire/poeme-barbare.html

http://www.unjourunpoeme.fr/poeme/ode-a-la-guinee

Lampiran

Barbare

C’est le mot qui me soutient

et frappe sur ma carcasse de cuivre jaune

où la lune dévore dans la soupente de la rouille

les os barbares
des lâches bêtes rôdeuses du mensonge

Barbare

du langage sommaire

et nos faces belles comme le vrai pouvoir opératoire

de la négation

Barbare

des morts qui circulent dans les veines de la terre

et viennent se briser parfois la tête contre les murs de nos oreilles

et les cris de révolte jamais entendus

qui tournent à mesure et à timbres de musique

Barbare

l’article unique

barbare le tapaya

barbare l’amphisbène blanche

barbare moi le serpent cracheur

qui de mes putréfiantes chairs me réveille

soudain gekko volant

soudain gekko frangé


et me colle si bien aux lieux mêmes de la force

qu’il vous faudra pour m’oublier

jeter aux chiens la chair velue de vos poitrines

Ôde à la Guinée

Et par le soleil installant sous ma peau une usine de force et d’aigles


et par le vent sur ma force de dent de sel compliquant ses passes les mieux sues
et par le noir le long de mes muscles en douces insolences de sèves montant
et par la femme couchée comme une montagne descellée et sucée par les lianes
et par la femme au cadastre mal connu où le jour et la nuit jouent à la mourre des eaux de
sources et des métaux rares
et par le feu de la femme où je cherche le chemin des fougères et du Fouta-Djallon
et par la femme fermée sur la nostalgie s’ouvrant

JE TE SALUE

Guinée dont les pluies fracassent du haut grumeleux


des volcans un sacrifice de vaches pour mille faims
et soifs d’enfants dénaturés
Guinée de ton cri de ta main de ta patience
il nous reste toujours des terres arbitraires
et quand tué vers Ophir ils m’auront jamais muet
de mes dents de ma peau que l’on fasse
un fétiche féroce gardien du mauvais oeil
comme m’ébranle me frappe et me dévore ton solstice
en chacun de tes pas Guinée
muette en moi-même d’une profondeur astrale de méduses.

Anda mungkin juga menyukai