Anda di halaman 1dari 33

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

PRAKTIK LAPANG KARANTINA HEWAN


BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS II CILEGON
06 Januari- 17 Januari 2020

Oleh:
Kelompok I
PPDH Gelombang II Tahun 2018/2019

Rina Astuti, SKH B94184240


Velicitas Yosli Putri, SKH B94184247
Winda Rahmania, SKH B94184248

Dosen Pembimbing:
Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN
PRAKTIK LAPANG KARANTINA HEWAN
DI BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS II CILEGON
(06 Januari- 17 Januari 2020)

Oleh:
Kelompok E
PPDH Gelombang II Tahun 2018/2019

Rina Astuti, SKH B94184240


Velicitas Yosli Putri, SKH B94184247
Winda Rahmania, SKH B94184248

Menyetujui,

Pembimbing Kampus Pembimbing Lapang

Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi Drh Fitria Sari


NIP 19621005 198803 1 003 3 NIP 19810801 200912 2 005

Mengetahui,

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan


Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Prof Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet


NIP 19630810 198803 1 00

Tanggal Pengesahan:
5

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu upaya pembangunan nasional seperti pembangunan pertanian
pada saat ini mulai diarahkan demi tercapainya ketersediaan pangan, sandang,
pakan, bahan baku industri, kesempatan berusaha, sumber devisa negara serta
penyediaan lapangan kerja. Banyak hal yang perlu dilakukan untuk menjaga
sumber daya alam pertanian baik hewan maupun tumbuhan. Pentingnya
melakukan pencegahan terhadap masuk, keluar, dan tesebarnya hama dan
penyakit hewan dan ikan serta organisme penganggu tumbuhan eksotik serta
cemaran-cemaran biologis, kimia, dan fisik yang dapat menganggu dan
membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan.
Meningkatnya lalu lintas hewan antar negara dan dari suatu area ke area lain
di dalam wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam rangka perdagangan,
pertukaran, maupun penyebarannya semakin membuka peluang bagi
kemungkinan masuk dan menyebarnya hama dan penyakit hewan yang berbahaya
atau menular yang dapat merusak sumberdaya alam hayati. Demi mencegah
masuknya hama dan penyakit hewan, ikan, dan organisme pengganggu tumbuhan
baru ke wilayah Indonesia dan mencegah penyebarannya dari satu area ke area
lain, serta mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan tertentu dari wilayah
Indonesia diperlukan adanya tindakan karantina. Tindakan karantina di Indonesia
diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan dan Tumbuhan (Morais 2013) dan saat ini telah diperbarui dalam Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Tindakan karantina diatur oleh suatu Badan yang disebut Badan Karantina
Pertanian (Barantan) dan dilaksanakan oleh pejabat karantina yang berwenang.
Karantina merupakan garda terdepan yang dibentuk oleh pemerintah di bawah
Kementerian Pertanian untuk mengawasi lalu lintas hewan dan tumbuhan di
Indonesia, baik dari luar negeri ke Indonesia maupun antar wilayah di Indonesia.
Pejabat karantina bertugas dalam melakukan perkarantinaan pertanian dalam
rangka mencegah pemasukan, pengeluaran dan penyebaran hama dan penyakit
hewan karantina (HPHK) dan organisme penganggu tumbuhan karantina (OPTK).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2000 Pasal 16 ayat 5
bahwa dokter hewan karantina juga berwenang menerbitkan sertifikat kesehatan
hewan dan sertifikat pembebasan terhadap media pembawa. Hal ini menjadikan
karantina dan ruang lingkupnya menjadi salah satu pengetahuan yang sangat
penting bagi mahasiswa kedokteran hewan. Praktik kerja lapang profesi yang
dilakukan di BKP Kelas II Cilegon ini diharapkan dapat memberikan wawasan,
pengalaman, dan keterampilan bagi mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter
Hewan (PPDH).

Tujuan

Praktik lapang profesi wajib di Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas II


Cilegon ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ruang lingkup kerja,
tugas pokok, fungsi dan peran serta landasan hukum yang mengatur tindakan
6

perkarantinaan serta memberikan gambaran mengenai dokumen, alur administratif


dan sistem informasi yang digunakan balai karantina.

Manfaat
Manfaat dari kegiatan praktik kerja lapang profesi ini, diharapkan mahasiswa
PPDH FKH IPB dapat menambah wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman serta mampu mengetahui lingkup kerja dokter hewan karantina.

TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN

Kegiatan praktik lapang dilaksanakan di Balai Karantina Pertanian Kelas II


Cilegon Jl. Raya Transit Cikuasa Pantai Merak, Kota Cilegon, Provinsi Banten
dan berlangsung pada tanggal 06 Januari – 17 Januari 2020.

METODE PELAKSANAAN
Kegiatan praktik kerja lapang karantina di Balai Karantina Pertanian Kelas II
Cilegon dilakukan berdasarkan jadwal yang ditetapkan. Kegiatan piket pagi dimulai
pukul 07.30–16.30 WIB, sedangkan piket malam dimulai pukul 19.30–07.30 WIB.
Kegiatan yang dilakukan diantaranya:
1. Penyampaian materi dan diskusi dengan dokter hewan dan paramedik BKP Kelas
II Cilegon;
2. Mengikuti kegiatan pelayanan harian karantina seperti pemeriksaan dokumen,
pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel, termasuk kegiatan piket malam di
BKP Kelas II Cilegon;
3. Mengikuti kegiatan pengujian di laboratorium.
4. Mengikuti kegiatan kunjungan wilayah kerja ke Pelabuhan Bojonegara,
Pelabuhan Cigading dan Pelabuhan Merak.

PEMBAHASAN

Profil Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon


BKP Kelas II Cilegon merupakan salah satu unit pelaksana teknis Badan
Karantina Pertanian yang berlokasi di Jalan Raya Transit Cikuasa Pantai Merak,
Cilegon, Banten. BKP Kelas II Cilegon merupakan gabungan dari dua unit
Stasiun Karantina, yaitu Stasiun Karantina Hewan Kelas II Merak dan Stasiun
Karantina Tumbuhan Kelas II Merak. BKP Kelas II Cilegon memiliki tugas untuk
pelayanan operasional karantina hewan dan tumbuhan, pengujian laboratorium,
pengawasan dan penyidikan.
7

Visi
Visi dari BKP Kelas II Cilegon adalah menjadi unit pelaksana teknis yang
tangguh dan terpercaya dalam pemberian pelayanan karantina hewan dan
tumbuhan serta keamanan hewani dan nabati.

Misi
Misi BKP Kelas II Cilegon antara lain melindungi kelestarian sumber daya
alam hayati hewan dan tumbuhan dari masuk keluar dan tersebarnya Hama dan
Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan
Karantina (OPTK), mendukung terwujudnya keamanan pangan, memberikan
jaminan kesehatan terhadap media pembawa yang dilalulintaskan, memfasilitasi
perdagangan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan akses pasar
komoditas pertanian, dan meningkatkan citra karantina dan kualitas layanan
publik dan sistem manajemen anti penyuapan.

Stuktur Organisasi

PEJABAT
FUNGSIONAL

Wilayah Kerja
BKP Kelas II Cilegon memiliki tujuh wilayah pengawasan lalu lintas
masuk dan keluar media pembawa. Ketujuh wilayah kerja tersebut, yaitu:
8

Gambar 1 peta wilayah kerja Balai Karantina Pertanian kkelas II Cilegon

1. Pelabuhan Merak Mas: media pembawa HPHK dan OPTK yang


dilalulintaskan umumnya komoditas ekspor, impor, dan domestik;
2. Pelabuhan Ciwandan: media pembawa HPHK dan OPTK yang
dilalulintaskan umumnya komoditas ekspor, impor, dan domestik;
3. Pelabuhan Labuhan, media pembawa HPHK dan OPTK yang
dilalulintaskan umumnya domestik/ antar area; dan
4. Pelabuhan Penyeberangan Merak: media pembawa HPHK dan OPTK
yang dilalulintaskan umumnya domestik/ antar area;
5. Pelabuhan Karangantu media pembawa HPHK dan OPTK yang
dilalulintaskan umumnya domestik/ antar area.
6. Pelabuhan Cigading: media pembawa HPHK dan OPTK yang
dilalulintaskan umumnya komoditas ekspor, impor, dan domestik.
7. Pelabuhan Bojonegara: media pembawa HPHK dan OPTK yang
dilalulintaskan umumnya komoditas domestik/ antar area, namun juga
dapat mencangkup komoditas ekspor dan impor.

Landasan Hukum
BKP Kelas II Cilegon menjalankan tugas dan fungsi karantina berdasarkan
landasan hukum karantina yang berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia.
Landasan hukum yang berlaku yaitu
1. Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan,
Ikan, dan Tumbuhan.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina
Hewan.
3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/KPTS/PD.630/9/2009 tentang
Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina,
Penggolongan dan K lasifikasi Media Pembawa.
4. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.
34/Permentan/Kr.120/5/2019 tentang dokumen karantina hewan.
5. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.
70/Permentan/Kr.100/12/2015 tentang Instalasi Karantina Hewan.
9

6. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2016 Jenis dan Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian
Pertanian.
7. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.
44/Permentan/OT.140/3/2014 tentang perubahan atas peraturan menteri
pertanian nomor 94/permentan/OT.140/12/2011 tentang tempat
pemasukan dan pengeluaran media pembawa hama penyakit hewan
karantina dan organisme pengganggu tumbuhan karantina.
8. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.
22/Permentan/OT.140/4/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Karantina Pertanian.

Sarana Prasarana BKP Kelas II Cilegon

Gedung Pelayanan Terpadu


Pelayanan jasa karantina hewan dan tumbuhan bertempat di gedung
pelayanan terpadu. Gedung pelayanan terpadu diperuntukan bagi pengguna jasa
karantina yang akan melalulintaskan media pembawa masuk ataupun keluar pulau.
Media pembawa tersebut antara lain hewan, tumbuhan, bahan asal hewan (BAH),
hasil bahan asal hewan (HBAH), dan benda lain seperti pakan dan vaksin. Gedung
pelayanan terdiri dari loket administrasi untuk karantina hewan, loket administrasi
untuk karantina tumbuhan, loket untuk pembayaran administrasi, ruang menyusui
dan ibu hamil, ruang pengawasan internal, serta ruang tunggu. Fasilitas yang
tersedia antara lain perpustakaan, fasilitas minum, fasilitas untuk individu
berkebutuhan khusus, serta toilet. Manajemen pelayanan yang diterapkan BKP
Kelas II Cilegon merupakan sistem manajemen terintegrasi yang terdiri dari
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015 dan menerapkan standar pelayanan
publik (SPP), SMAP (Sistem Manajemen Anti Penyuapan) ISO 37001:2016,
sistem Pengendalian Internal (SPI), dan zona integritas.

Gambar 2 Ruang Pelayanan

Pemeriksaan Fisik dan Pengambilan contoh


Pemeriksaaan fisik merupakan salah satu prosedur yang dilakukan setelah
pemeriksaan dokumen. Pemerikasaan fisik juga diikuti dengan pemeriksaan alat
angkut media pembawa. Apabila pengujian lanjutan dibutuhkan, maka akan
dilakukan pengambilan contoh untuk media pembawa dan diuji di laboratorium.
Pemeriksaan fisik dan pengambilan contoh bertempat di instalasi karantina.
1
0

Gambar 3 Instalasi Karantina hewan dan tempat pemeriksaan fisik dan


pengambilan contoh

Laboratorium Karantina Hewan


Laboratorium karantina hewan tersedia sebagai tempat pemeriksaan
sampel yang didapat dari media pembawa sebelum dilalulintaskan. BKP Kelas II
Cilegon memiliki fasilitas laboratorium karantina hewan yang memadai untuk
pengujian ELISA Rabies, RBT Brucellosis, HA HI AI, TPC dan PCR AI.
Pengujian tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan
HPHK media pembawa. Hasil pengujian akan menentukan status dari media
pembawa tersebut untuk dapat atau tidak dilalulintaskan. Laboratorium karantina
hewan terakreditasi oleh SNI ISO 17025.2017 sebagai laboratorium pengujian.

Gambar 4 Laboratorium Karantina Hewan

Laboratorium karantina hewan terdiri dari ruang preparasi serologi, ruang


ELISA reader, ruang sterilisasi dan destruksi, ruang inkubasi mikrobiologi, ruang
parasitologi, ruang pre PCR, master mix, ruang preparasi mikrobiologi, dan ruang
alat dan bahan. Laboratorium karantina hewan juga dilengkapi dengan beberapa
fasilitas ELISA reader, Real Time-PCR, biological safety cabinet (BSC), dan
sentrifuge.

Tempat Spraying
Salah satu bentuk biosecurity yang disediakan BKP Kelas II Cilegon yaitu
fasilitas spraying. Spraying dilakukan untuk media pembawa HPAI dan media
pembawa ASF yang akan dilalulintaskan. Media pembawa HPAI antara lain
unggas dan telur tetas. Media pembawa ASF adalah babi. Angkutan yang
1
1

membawa unggas, telur tetas dan babi akan melewati tempat spraying untuk
dilakukan penyemprotan dengan disinfektan. Desinfektan yang saat ini digunakan
di BKP Kelas II Cilegon adalah Alkyldimethil Benzyl Amonium Klorida 10%
untuk unggas dan telur tetas, serta Pentapotasium bis (Peroksimono sulfat 1%)
untuk babi.

Gambar 5 Tempat spraying

Instalasi Karantina Hewan


Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No 70 tahun 2015, dijelaskan
bahwa instalasi karantina hewan merupakan sebuah bangunan berikut peralatan
dan lahan serta sarana pendukung yang diperlakukan sebagai tempat untuk
melakukan tindakan karantina. Tindakan karantina dilakukan untuk mencegah
HPHK masuk, tersebar, dan/atau keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia.
Tindakan karantina berupa pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan,
penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan.
Permentan No 70 tahun 2015, dalam Bab II pasal 5 menyebutkan beberapa
jenis instalasi karantina, yaitu instalasi sementara, instalasi permanen, instalasi
pasca masuk, instalasi pasca masuk permanen, instalasi pengamanan maksimum,
dan instalasi di Negara asal dan/atau di Negara transit. BKP Kelas II Cilegon
memiliki satu instalasi karantina permanen. Instalasi karantina tersebut digunakan
untuk media pembawa yang memiliki resiko tinggi, memerlukan tindakan
karantina intensif, memerlukan perlakuan tertentu, dan memerlukan tindakan
karantina lebih lanjut.
Instalasi karantina terdiri dari lahan, bangunan, peralatan, dan sarana
pendukung. Pendirian instalasi karantina dapat terlaksana setelah kelengkapan
persyaratan administrasi. Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi antara lain
akta pendirian perusahaan dan perubahannya untuk badan usaha, atau kartu
identitas untuk perorangan, izin gangguan lingkungan kecuali yang berlokasi di
kawasan industri, rekomendasi lokasi dari dinas kabupaten/kota yang membidangi
fungsi kesehatan hewan, serta pernyataan penguasaan lahan dan bangunan serta
tidak berstatus sengketa.
Persyaratan teknis yang berupa persyaratan lahan, bangunan, peralatan,
dan sarana pendukung disesuaikan dengan jenis media pembawa, resiko
penyebaran HPHK, kesejahteraan hewan, atau keamanan produk melalui kajian
resiko, dan sosial budaya dan lingkungan. Lahan yang memiliki sumber air yang
1
2

cukup, berada di lokasi bebas banjir, memiliki sistem drainase yang baik,
memiliki akses jalan kendaraan roda empat atau lebih, adanya fasilitas bongkar
muat, lokasi jauh dari area peternakan (khusus untuk instalasi karantina bagi
hewan).
Persyaratan bangunan antara lain berpagar kuat dan rapat, mempunyai
sirkulasi udara yang sehat, atap bangunan terbuat dari asbes genteng atau
sejenisnya, konstruksi memperhatikan keselamatan dan keamanan petugas,
mempunyai papan nama instalasi karantina, serta mudah dibersihkan atau
disucihamakan. Selain itu, instalasi karantina harus menyediakan kandang isolasi,
gudang pakan, tempat tindakan pemeriksaaan, pengamatan, perlakuan,
pemusnahan, lantai kuat dan licin dengan kemiringan 2o–4o, memenuhi
keselamatan hewan, aman dari gangguan lingkungan, serta memenuhi kebutuhan
dasar fisik, psikologis hewan dan lingkungan yang memenuhi animal welfare.
Instalasi karantina untuk BAH dan HBAH antara lain memiliki fasilitas dan
gudang atau tempat penyimpanan dan dapat menjamin produk didalamnya tidak
mengalami perubahan fisik, mutu, serta memeperhatikan aspek keamanan pangan
dan kehalalan bagi yang dipersyaratkan.
Persyaratan peralatan yang perlu dipenuhi adalah memiliki alat
komunikasi dan penerangan listrik; tersedia sarana untuk melakukan tindakan
karantina; sarana terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan, dan disucihamakan; dan bagi hewan harus tersedia tempat pakan dan
minum yang cukup sesuai kapasitas kandang. Persyaratan sarana pendukung yang
perlu dipenuhi yaitu memiliki fasilitas pengolahan limbah; konstruksi dan sarana
pendukung lain terbuat dari bahan yang kuat, tidak korosif, mudah dibersihkan
dan disucihamakan; dan bagi BAH dan HBAH harus tersedia tempat pemeriksaan
organoleptik.
Instalasi karantina hewan di BKP Kelas II Cilegon memiliki satu instalasi
karantina hewan yang terdiri atas kandang karantina untuk ruminansia besar,
hewan kecil seperti kucing dan anjing, serta insenerator. Insenerator digunakan
untuk memusnahkan media pembawa yang tertular Hama Penyakit Hewan
Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK).

Gambar 6 Intalasi karantina Gambar 7 Instalasi karantina


(depan) (kandang)

Gedung Arsip
Dokumen-dokumen selama kegiataan operasional karantina, baik
karantina hewan maupun karatina tumbuhan disimpan sebagai arsip. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2012 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.
1
3

43 tahun 2009 tentang kearsipan, akan dilakukan pemusnahan arsip inaktif.


Pemusnahan arsip inaktif dilakukan untuk efisiensi kerja, efektivitas kerja, dan
untuk penyelamatan informasi dari pihak yang tidak berhak untuk mengetahuinya.
Arsip inaktif yang dimusnahkan adalah arsip yang frekuensi penggunaanya telah
menurun dan telah selesai digunakan untuk pertanggung jawaban administratif.

Gambar 8 Gedung Arsip

Ruang Lingkup Karantina Hewan


Tugas Karantina
Karantina hewan, ikan dan tumbuhan berdasarkan UU No 16 Tahun 1992
bertugas untuk mencegah masuk, tersebar dan keluarnya hama dan penyakit
hewan karantina (HPHK), hama dan penyakit ikan karantina (HPIK) serta
organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari suatu area ke area lain
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dari luar negeri ke dalam
negeri atau sebaliknya. Pada peraturan perundang-undangan baru, yaitu UU No 21
Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan didefinisikan karantia
sebagai sebuah sistem pencegahan masuk, tersebar dan keluarnya HPHK, HPIK
dan OPTK, serta mengawasi dan/atau mengendalikan pangan dan pakan yang
tidak sesuai standar keamanan dan mutu, agensia hayati, jenis asing invasif,
produk rekayasa genetik (PRG), tumbuhan dan satwa liar, tumbuhan dan satwa
langka serta sumber daya genetik (SDG) dari suatu area ke area lain dalam wiayah
NKRI dan dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya. Pengertian karantina
sebagai sebuah sistem yang mengendalikan dan mengawasi lebih banyak media
pembawa membutuhkan kerjasama yang terkoordinasi dan terintegrasi lintas
lembaga sehingga pada pasal 8 UU Nomor 21 tahun 2019 kerjasama ini
direalisasikan dengan pembentukan sebuah badan.

Jenis dan Penggolongan Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK)


Hama dan penyakit hewan karantina (HPHK) merupakan penyakit yang
belum terdapat dan/atau telah terdapat hanya di area tertentu di wilayah NKRI
yang dalam waktu relatif cepat dapat mewabah dan merugikan sosioekonomi serta
membahayakan kesehatan masyarkat. Penentuan dan penggolongan jenis HPHK
ini dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang tercantum dalam Keputusan Menteri
Pertanian No 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-jenis Hama
Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa.
1
4

Hama dan penyakit hewan karantina golongan I merupakan jenis hama


dan penyakit hewan yang belum ada atau sudah terdapat di suatu area di NKRI
tetapi berubah sifat. Hama dan penyakit hewan golongan ini memiliki sifat dan
potensi penyebaran penyakit yang serius dan cepat, belum diketahui cara
penanganannya, membahayakan kesehatan masyarakat, menimbulkan dampak
sosial yang meresahkan masyarakat, dan menimbulkan kerugian ekonomi.
Sedangkan hama dan penyakit hewan karantina golongan II merupakan jenis
HPHK golongan I yang sudah berubah sifat sehingga tidak berpotensi
menyebarkan penyakit yang serius dan cepat, sudah diketahui cara
penanganannya, tidak menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi, dan sudah
terdapat di suatu area dalam wilayah Indonesia.
Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan I berjumlah 65
jenis dan golongan II berjumlah 56 jenis. Hama penyakit hewan karantina yang
menjadi prioritas atau perhatian utama di BKP Kelas II Cilegon yaitu Highly
Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dengan media pembawa unggas; brucelosis
akibat Brucella abortus dengan media pembawa sapi, kerbau, kambing dan
domba, jembrana dengan media pembawa sapi bali; anthrax dengan media
pembawa sapi dan kerbau, rabies dengan media pembawa anjing, kucing dan HPR
lainnya, dan parasit darah pada media pembawa kuda. Penentuan HPHK prioritas
ini dilakukan berdasarkan pertimbangan lalu lintas hewan yang sering melewati
BKP Kelas II Cilegon. Rincian HPHK Golongan I dan Golongan II dapat dilihat
pada Lampiran 1.

Jenis dan Penggolongan Media Pembawa Hama dan Penyakit Hewan


Karantina (HPHK)
Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1992 media pembawa hama penyakit
hewan karantina (HPHK) merupakan hewan, bahan asal hewan (BAH), hasil
bahan asal hewan (HBAH) dan atau benda lain yang dapat membawa hama dan
penyakit hewan karantina. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 (bab 1, pasal 1,
ayat 18) menyatakan bahwa media pembawa HPHK adalah hewan, produk hewan,
pangan, pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Satwa Liar,
Satwa Langka, dan/atau media pembawa lain yang dapat membawa HPHK.
Dalam UU No 21 tahun 2019 Bab III, Pasal 27, menyatakan bahwa penentuan
HPHK dan Media Pembawa HPHK dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang
berdasarkan hasil analisis risiko serta daerah sebarannya melalui kegiatan
pemantauan dan/atau surveilans dan memperlihatkan perlindungan sumber daya
alam hayati.
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/Pd.630/9/2009 tentang
Penggolongan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan
Klasifikasi Media Pembawa yang mengacu pada UU Nomor 16 Tahun 1992
adalah sebagai berikut:
1. Hewan
Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang
dipelihara maupun yang hidup secara liar. Hewan sebagai media pembawa
HPHK diklasifikasikan menjadi hewan ternak besar, hewan ternak kecil,
hewan ternak unggas, hewan kesayanagan, hewan percobaan/laboratorium,
hewan liar, reptil, avertebrata, amphibia, insekta, dan mamalia air.
1
5

2. Bahan Asal Hewan (BAH) merupakan bahan yang berasal dari hewan
yang dapat diolah lebih lanjut. Bahan asal hewan diklasifikasikan menjadi
BAH pangan dan BAH non pangan/non pakan. BAH pangan antara lain
daging, susu, telur konsumsi, madu/bahan yang diperoleh dari hewan
ternak lebah, sarang burung, dan jeroan untuk konsumsi. Sedangkan BAH
non pangan/ non pakan antara lain kulit hewan besar dari sapi dan kerbau,
kulit hewan kecil dari domba, kambing, dan babi, kulit satwa/reptil, kulit
unggas dari burung unta, telur bibit/tunas/SPF, bahan reproduksi (semen,
ova, embrio, sel hidup), BAH berupa tulang, kuku, tanduk, bulu, dan
ikutannya yang belum diolah lebih lanjut, BAH berupa tepung tulang,
tepung darah, tepung daging, tepung bulu, tepung kulit telur.
3. Hasil Bahan Asal Hewan (HBAH) merupakan bahan asal hewan yang
telah diolah. HBAH berupa hasil olahan daging (dendeng, sosis, bakso,
abon, daging asap, patties,dan lain-lain), hasil olahan susu (keju, youghurt,
mentega, dll), hasil olahan telur (telur asin, tepung telur), hasil olahan
bahan asal hewan lainnya seperti krupuk kulit, kikil, cingur, lemak, dan
gelatin.
4. Media Pembawa Lain diklasifikasikan menjadi pakan hewan ternak dan
pakan hewan kesayangan. Pakan hewan dapat berupa hewan, BAH,
HBAH, ikan, tumbuhan yang dipakai sebagai pakan hewan. Pakan hewan
ternak meliputi konsentrat, hay, silase, dan cubes meal, sedangkan pakan
hewan kesayangan meliputi cicak, ulat, cacing, kadal, dan pet food.
5. Benda Lain adalah media pembawa yang bukan tergolong hewan, BAH,
dan HBAH yang mempunyai potensi penyebaran penyakit. Benda lain
yang tergolong sebagai media pembawa HPHK antara lain bahan biologik
(vaksin, sera, hormon, obat hewan), bahan diagnostik (antigen, media
pertumbuhan).
6. Alat Angkut adalah alat angkutan dan sarana yang dipergunakan untuk
mengangkut yang langsung berhubungan dengan media pembawa. Alat
angkut diklasifikasikan menjadi alat angkut seperti alat angkut udara
(pesawat udara), alat angkut perairan (kapal, tongkang, perahu), dan alat
angkut darat (truck, kereta api) dan kemasan seperti peti kemas, kotak
hewan, kandang hewan, ruang pendingin (cold storage).

Tindakan Karantina
Undang-Undang No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan Bab III Pasal 9 Ayat 1 menyatakan bahwa, setiap media pembawa
hama dan penyakit hewan karantina yang dimasukkan, dibawa atau dikirim dari
suatu area ke area lain di dalam dan/ atau dikeluarkan dari wilayah negara
Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina. Pasal 10 UU tersebut yang juga
tertuang dalam UU No 21 Tahun 2019 Pasal 16 disebutkan terdapat 8 tindakan
karantina yang dilakukan oleh Pejabat Karantina, yaitu pemeriksaan, pengasingan,
pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.
Semua tindakan karantina ini dilaksanakan di Instalasi Karantina Hewan.
1. Pemeriksaan
Tindakan pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan
kebenaran isi dokumen serta untuk mendeteksi HPHK, status kesehatan, dan
sanitasi media pembawa, atau kelayakan sarana prasarana karantina dan alat
1
6

angkut. Pemeriksaan kesehatan dan sanitasi media pembawa dilakukan secara


fisik (PP No 82 Tahun 2000). Tindakan pemeriksaan yang tertuang dalam UU
21 Tahun 2019 terdiri atas pemeriksaan administratif dan kesesuaian dokumen
(kelengkapan, kebenaran, keabsahan dokumen persyaratan, kesesuaian jenis
dan jumlah Media Pembawa) serta pemeriksaan kesehatan, uji Kemanan
Pangan, uji Keamanan Pakan, uji Mutu Pangan, dan/atau Mutu Pakan.
Pemeriksaan yang dilakukan di BKP Kelas II Cilegon dilakukan terlebih
dahulu dengan pemeriksaan administratif. Pemeriksaan dilakukan terhadap
kelengkapan surat yang dipersyaratkan, kebenaran isi dokumen dan keabsahan
dokumen. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dengan mengonfirmasi isi
dokumen (jenis dan jumlah media pembawa), kondisi kesehatan hewan, suhu
alat angkut BAH dan HBAH, status sanitasi dan kelayakan alat angkut serta
nomor kepolisiannya. Selain itu dilakukan juga pengambilan sampel pada
beberapa jenis hewan pembawa HPHK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan
di laboratorium. Pengambilan sampel darah 100% pada sapi yang tidak
dilengkapi dengan dokumen bukti pemeriksaan Brucellosis di laboratorium
terakreditasi, sedangkan pengambilan sampel monitoring sebesar 10%
dilakukan pada HPR, sapi yang dilengapi hasil uji laboratorium terhadap
Brucelosis, dan pada ayam sebanyak 3-5 ekor.
2. Pengasingan
Pengasingan dilakukan apabila diperlukan untuk mendeteksi lebih lanjut
terhadap HPHK tertentu yang sifatnya memerlukan waktu yang lama, sarana
dan kondisi khusus. Pengasingan dilakukan terhadap sebagian atau seluruh
media pembawa untuk diadakan pengamatan, pemeriksaan dan perlakuan
dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan penularan HPHK. Lamanya
waktu pengasingan dipergunakan sebagai dasar penetapan masa karantina.
Masa karantina terhitung sejak media pembawa diserahkan oleh pemliknya
kepada petugas karantina sampai dengan selesainya pelaksanaan tindakan
karantina terhadap media pembawa (PP No 82 Tahun 2000).
3. Pengamatan
Pengamatan seperti yang dijelaskan dalam PP No 82 Tahun 2000
merupakan deteksi lebih lanjut HPHK dengan cara mengamati timbulnya
gejala HPHK pada media pembawa selama diasingkan dengan
mempergunakan sistem semua masuk-semua keluar. Masa pengamatan
ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri berdasarkan lamanya masa
inkubasi dan sifat subklinis penyakit serta sifat pembawa dari suatu jenis media
pembawa.
4. Perlakuan
Perlakuan merupakan tindakan untuk membebaskan dan
menyucihamakan media pembawa dari HPHK, atau tindakan lain yang bersifat
preventif, kuratif dan promotif. Perlakuan sekurang-kurangnya hanya dapat
dilakukan setelah media pembawa terlebih dahulu diperiksa secara fisik dan
dinilai tidak mengganggu proses pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya.
Tindakan perlakuan yang umumnya dilakukan di BKP Kelas II Cilegon
adalah spraying desinfektan dan pemberian sediaan suportif seperti vitamin.
Beberapa jenis media pembawa dengan risiko tinggi yang berpotensi
menularkan HPHK tertentu diberi perlakuan khusus. Media pembawa berupa
hewan babi yang masuk ke wilayah BKP Kelas II Cilegon perlu dilakukan
1
7

penyemprotan dengan larutan desinfektan berupa Pentapotassium Bis


(Peroxymono shulpate 1%) untuk mengurangi risiko tertular ASF dan media
pembawa HPAI (unggas dan telur tetas) disemprotkan dengan larutan
Akyldimethil Benzyl Amonium Chloride 10%.
5. Penahanan
Penahanan dilakukan terhadap media pembawa yang belum memenuhi
persyaratan karantina. Penahanan dilaksanakan setelah terlebih dahulu
dilakukan pemeriksan fisik terhadap media pembawa dan diduga tidak
berpotensi membawa dan menyebarkan HPHK. Selama masa penahanan dapat
dilakukan tindakan karantina lain yang bertujuan untuk mendeteksi
kemungkinan adanya HPHK dan penyakit hewan lainnya adan atau mencegah
kemungkinan penularannya, menurut pertimbangan dokter hewan karantina.
Penahanan terhadap media pembawa dilakukan apabila pemasukan
media pembawa tidak dilengkapi dengan dokumen wajib (KH 11/KH 12/KH
13) dan dokumen tambahan. Tenggang waktu untuk melengkapi dokumen
wajib adalah selama 3 hari dan dokumen tambahan selama 7 hari. Apabila
lebih dari waktu yang ditentukan maka dilakukan tindakan penolakan. Selain
itu penahanan dilakukan terhadap media pembawa yang dilalulintaskan dengan
tidak melapor kepada petugas karantina dan tidak melalui tempat pemasukan
atau pengeluaran yang ditentukan. Kasus ini merupakan tindakan pelanggaran
terhadap pasal 6 UU 16 Tahun 1996 tentang Persyaratan Karantina, sehingga
dikenakan ketentuan pidana sesuai pasal 31.
6. Penolakan
Penolakan dilakukan terhadap media pembawa yang dimasukkan ke
dalam atau dimasukkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah NKRI
apabila ternyata setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut, media
pembawa tertular HPHK tertentu, busuk, rusak, atau merupakan jenis-jenis
yang dilarang pemasukannya. Penolakan dilakukan terhadap media pembawa
dengan persyaratan yang belum dilengkapi dalam batas waktu yang ditetapkan.
Selain itu, setelah diberikan perlakuan di atas alat angkut, tidak dapat
disembuhkan dan/atau disucihamakan dari HPHK.
7. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan terhadap media pembawa yang dimasukkan ke
dalam wilayah NKRI dan atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah
NKRI, apabila ternyata setelah diturunkan dari alat angkut dan dilakukan
pemeriksaan, media pembawa tertular HPHK, media pembawa yang ditolak
tidak segera dibawa ke luar wilayah NKRI ataudari area tujuan oleh
pemiliknya dalam batas waktu yang ditentukan, setelah dilakukan pengamatan
dalam pengasingan media pembawa tertular HPHK, media pembawa tidak
dapat disembuhkan dan atau disucihamakan setelah diberi perlakuan.
8. Pembebasan
Pembebasan dilakukan terhadap media pembawa yang telah melalui
pemeriksaan dokumen maupun fisik, dan setelah dilakukan pengamatan dalam
pengasingan tidak tertular HPHK. Selain itu media pembawa dinyatakan bebas
apabila setelah diberi perlakuan dan sembuh dari HPHK, serta telah
melengkapi persyaratan dokumen yang kurang. Media pembawa yang
dinyatakan bebas akan mendapatkan sertifikat kesehatan untuk pengeluaran
media pembawa hewan, sertifikat sanitasi untuk produk hewan, surat
1
8

keterangan untuk benda lain, beserta sertifikat pelepasan bagi media pembawa
hewan dan produk hewan yang masuk antar area.

Dokumen-Dokumen Karantina
Dokumen karantina diatur dalam Permentan Nomor 17 tahun 2017 tentang
dokumen karantina hewan. Penerbitan dokumen karantina dimaksudkan untuk
tertib administrasi pelaksanaan tindaka karantina. Pelaksanaan tindakan karantina
membutuhkan Dokumen Karantina dan Dokumen Lain. Dokumen Karantina
diterbitkan oleh petugas karantina, kepala UPT atau pejabat yang ditunjuk,
pemilik media pembawa dan penanggung jawab alat angkut. Berikut Jenis
Dokumen Karantina pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis-jenis dokumen karantina


Kode Penerbit Surat Keterangan
Form 1 Pemilik media pembawa Laporan rencana pengeluaran atau pemasukan
media pembawa HPHK
Form 2 Penanggungjawab alat Keterangan muatan alat angkut
angkut
KH-1 Petugas karantina Berita Acara Serah Terima Media Pembawa
HPHK dan Dokumen Karantina kepada
Petugas Karantina di Tempat Pemasukan
dan/atau Tempat Pengeluaran
KH-2 Kepala UPT atau pejabat Surat Tugas Pelaksanaan Tindakan Karantina
yang ditunjuk Hewan
KH-3 Petugas karantina Laporan Pelaksanaan Tindakan Karantina
Hewan
KH-4 Petugas karantina Penolakkan Bongkar
KH-5 Petugas karantina Persetujuan Bongkar
KH-6 Petugas karantina Persetujuan Muat
KH-7 Petugas karantina Perintah Masuk Instalasi Karantina Hewan
KH-8a Petugas karantina Surat Perintah Penahanan
KH-8b Petugas karantina Berita Acara Penahanan
KH-9a Petugas karantina Surat Perintah Penolakan
KH-9b Petugas karantina Berita Acara Penolakan
KH-10a Petugas karantina Surat Perintah Pemusnahan
KH-10b Petugas karantina Berita Acara Pemusnahan
KH-11 Petugas karantina Sertifikat Kesehatan Hewan
KH-12 Petugas karantina Sertifikat Sanitasi Produk Hewan
KH-13 Petugas karantina Surat Keterangan Untuk Benda Lain
KH-14 Petugas karantina Sertifikat Pelepasan Karantina Hewan
KH-15 Petugas karantina Surat Keterangan Transit
KH-16 Petugas karantina Berita Acara Serah Terima Media Pembawa
HPHK dan Pelaksanaan Tindakan Karantina
antar Dokter Hewan Karantina
KH-17 Petugas karantina Surat Keterangan untuk Barang yang Bukan
Termasuk Media Pembawa HPHK

Persyaratan dan Alur Pelayanan Karantina Hewan


Berdasarkan Undang-Undang No 16 tahun 1992 bahwa setiap media
pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina,
atau organisme pengganggu tumbuhan karantian yang akan dimasukan,
1
9

dikeluarkan dan dari satu area ke area lainnya di wilayah negara Republik
Indonesia wajib memenuhi persyaratan karantina. Kemudian persyaratan ini
dijabarkan lebih rinci dalam PP No 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan.
Undang-Undang No 21 Tahun 2019 Pasal 33 menjelaskan bahwa setiap orang
yang memasukkan Media Pembawa ke dalam wilayah NKRI wajib:
 Melengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal bagi hewan, produk
hewan, ikan, produk ikan, tumbuhan, dan/atau produk tumbuhan
 Memasukkan Media Pembawa melalui tempat pemasukan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat
 Melaporkan dan meyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina
di Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk
keperluan tindakan Karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian.
Rincian persyaratan karantina dijabarkan dalam PP No 82 Tahun 2000 Bab
II tentang Persyaratan Karantina yang mengacu pada Undang-Undang No 16
Tahun 1992.
Domestik Masuk dan Keluar
Media pembawa yang masuk dan keluar dari suatu area ke area lain di
dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan karantina
sesuai dengan PP No 82 Bab II pasal 3 yaitu:
a. Dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter hewan
karantina dari tempat pengeluaran dan tempat transit
b. Dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media
pembawa yang tergolong benda lain
c. Melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah
ditetapkan dan
d. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat
pemasukan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam huruf c
untuk tindakan karantina
Dokumen persyaratan karantina untuk pemasukan media pembawa antar
daerah adalah KH 11 (Sertifikat Kesehatan Hewan) atau KH 12 (Sertifikat
Sanitasi Produk Hewan) atau KH 13 (Surat Keterangan Untuk Benda Lain ) yang
diterbitkan oleh UPT pengeluaran media pembawa. Dokumen persyaratan
karantina untuk pengeluaran media pembawa antar daerah dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2 Persyaratan dokumen domestik keluar


. Media pembawa Kelengkapan Dokumen
Ternak ruminansia - Surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dari
(sapi, kerbau, kambing dan daerah asal (termasuk keterangan bebas HPHK yang
domba) endemis di suatu daerah (misalnya: Anthrax,
Jembrana dan Brucelosis)
- Hasil uji laboratorium Rose Bengal Test
Anjing dan hewan pembawa - Surat keterangan kesehatan hewan dari daerah asal
rabies (HPR) lainnya - Kartu vaksin rabies (asli)
Unggas - Surat keterangan kesehatan hewan dari daerah asal
- Surat keterangan bebas Avian Influensa dalam 3
bulan terakhir
2
0

Satwa liar - Surat keterangan kesehatan hewan dari daerah asal


- Surat angkut tumbuhan dan satwa (SATA-DN) dari
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Babi - Surat keterangan kesehatan hewan dari daerah asal
- Surat keterangan bebas hog cholera
BAH/HBAH - Surat keterangan sanitasi produk hewan (SKPH)
- Surat keterangan halal (untuk produk pangan)
- Keterangan isi muatan alat angkut
Benda lain - Surat keterangan benda lain
Impor
Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon mengawasi kegiatan importasi
berupa bahan baku pakan dari tepung asal hewan. Berdasarkan PP Nomor 82
tahun 2000 pasal 2, bahwa semua media pembawa yang dimasukkan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib,
a. Dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang di negara asal dan negara transit
b. Dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa
yang tergolong benda lain
c. Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan dan
d. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan
Dokumen persyaratan karantina untuk memasukkan media pembawa ke
NKRI (impor) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Persyaratan dokumen untuk pemasukan (impor) media pembawa ke


NKRI
Jenis Surat Penerbit Surat
Sertifikat Kesehatan (Health Certificate)
Pejabat yang berwenang di negara asal dan
negara transit
Surat Keterangan Asal (Certificate of Perusahaan produsen dari negara asal
Origin) untuk benda lain
Surat Angkut Satwa Pejabat berwenang seperti Convention On
International Trade in Endangered Species
(CITES) di negara asal
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Importir
Surat Ijin Pemasukan (SIP) Kementerian Perdagangan
Surat Rekomendasi Pemasukan (SRP) Kementerian Pertanian
Certificate of Analysis (CoA) Lembaga yang terakreditasi
Invoice import/export
Bill of landing
Cargo manifest
Packing List
Surat kuasa pemilik (opsional)
Ekspor
Persyaratan kegiatan ekspor berdasarkan PP Nomor 82 tahun 2000 pasal 4
yaitu bahwa setiap media pembawa yang akan dikeluarkan dari wilayah Negara
Republik Indonesia, wajib
a. Dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter hewan
karantina di tempat pengeluaran
b. Dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa
yang tergolong benda lain
2
1

c. Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan


d. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat
pengeluaran
Dokumen persyaratan karantina untuk memasukkan media pembawa ke
NKRI (impor) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Persyaratan dokumen untuk pengeluaran (ekspor) media pembawa dari


NKRI
Jenis Surat Penerbit Surat
Surat rekomendasi pengeluaran (SRP) Kementerian Pertanian
Surat Keterangan Asal (Certificate of Perusahaan produsen dari negara asal
Origin) untuk benda lain
Surat Angkut Satwa Convention In Trade on Endangered Species
(CITES) atau Surat Angkut Tumbuhan dan
Satwa Luar Negeri (SATS-LN)
Memenuhi persyaratan lainnya yang
ditetapkan/diminta oleh Negara
pengimpor / tujuan.
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Eksportir
PPK online Eksportir
Alur prosedur pelayanan domestik keluar, domestik masuk, impor dan
ekspor ke wilayah negara Republik Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 2, 3, 4
dan 5.

Laboratorium Karantina Hewan


Laboratorium Karantina Hewan di BKP Kelas II Cilegon merupakan
sarana penunjang diagnostik dalam monitoring dan mendiagnosa hama penyakit
hewan karantina (HPHK) dari media pembawa. Laboratorium Karantina Hewan
BKP Kelas II Cilegon menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM)
Laboratorium yang berstandar SNI ISO/IEC 17025:2017. Penerapan standar ini
bertujuan untuk mencapai keseragaman hasil analisis antar laboratorium yang
mencakup sistem mutu dan teknis yang baik. Metode uji yang sudah terakreditasi
diantaranya uji Rose Bengal Test (RBT) untuk brucellosis dan uji Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA) untuk rabies.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada hewan yang keluar dari
BKP Kelas II Cilegon bersifat monitoring dan penentu. Pengujian yang bersifat
monitoring dilakukan terhadap sapi yang sudah dilengkapi dengan hasil uji
brucelosis dari laboratoriun terakreditasi, hewan anjing, ayam, domba, dan
kambing. Pengujian untuk monitoring dilakukan pada 10% dari total jumlah
hewan yang diangkut. Sedangkan pengujian yang bersifat penentu pembebasan
hewan dilakukan pada sapi yang tidak dilengkapi dengan hasil uji brucelosis dari
laboratorium terakreditasi. Pengujian dilakukan terhadap 100% ternak yang
diangkut. Sebelum melakukan pengujian terdapat standar operasional prosedur
(SOP) yang ditetapkan untuk alur pelayanan pengujian sampel yang dijelaskan
pada Gambar 9.
2
2

5. Respon tidak menyanggupi

1. Mengajukan permohonan 2. Mengisi form penerimaan 3. Mengajukan permohonan


pengujian sampel kesiapan pengujian
PPC Admin KTU MT

12. Menerima surat hasil uji 5. Respon menyanggupi 4. Respon kesiapan


pengujian
11. Surat hasil uji (ttd: kepala
balai) dan didokumentasikan 6. Penyerahan sampel

Pengelola 7. Penomoran dan pelabelan


sampel

10. Membuat sertifikat uji 8. Distribusi sampel ke penyelia


(ttd: penyelia dan MT)

Penyelia 9. Pengujian dan menuliskan


hasil uji
dan analis
Gambar 9 Prosedur pelayanan pengujian sampel di Laboratorium Karantina
Hewan

Pengujian laboratorium di BKP Kelas II Cilegon terbagi menjadi


pengujian rutin dan pengujian tidak rutin. Pengujian rutin meliputi RBT, ELISA
rabies, Hemagglutination Assay (HA) dan Hemagglutination Inhibition Assay (HI)
untuk Avian Influenza (AI). Pengujian tidak rutin meliputi uji cemaran mikroba
dengan metode Total Plate Count (TPC), uji Polymerase Chain Reaction (PCR)
AI, dan rapid test untuk identifikasi spesies daging hewan. Berikut adalah uji-uji
yang dilakukan di Laboratorium Karantina Hewan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Uji-uji di laboratorium BKP Kelas II Cilegon


No Jenis Uji Tujuan Uji Prinsip Uji
RUTIN
1 Rose Bengal Test (RBT) Mendeteksi antibodi Mereaksikan serum darah
terhadap Brucella sp. sapi dengan antigen RBT
(Sugiono 2009) lalu dihomogenisasi dan
digoyangkan hingga terjadi
proses aglutinasi (OIE 2009)
2 ELISA Rabies Mendeteksi antibodi Teknik ini menggunakan
terhadap virus Rabies enzyme linked antibody yang
secara immunoenzimatik terikat pada antigen yang
atau indirect Elisa menempel di permukaan.
(Pusvetma 2018) Penambahan substrat
bertujuan untuk
menghasilkan perubahan
warna yang berkorelasi
2
3

dengan jumlah antigen yang


ada dalam sampel (Lin
2015).
3 Haemaglutinasi dan Mendeteksi dan HA: terbentuknya ikatan
Haemaglutinasi Inhibisi menghitung titer antibodi antara perotein
(HA/HI) terhadap AI yang terdapat pada serum haemagglutinin dari virus
yang diperiksa (Hewajuli dengan reseptor permukaan
dan Dharmayanti 2008) eritrosit.
HI: mengukur level antibodi
dengan cara dilusi yang
dapat mencegah
hemaglutinasi eritrosit oleh
virus sehingga terbentuk
endapan darah (Fitrawati et
al. 2015)
TIDAK RUTIN
4 PCR AI Mendeteksi RNA dari virus Polymerase Chain Reaction
AI pada sampel yang (PCR) didasarkan pada
berasal dari unggas berupa proses amplifikasi genom
sampel swab orfaringeal, spesifik sebuah patogen.
trakea, dan kloaka, sampel Dalam RT PCR, produk
feses, atau sampel jaringan yang diamplifikasi dapat
dengan sistem Real Time- terdeteksi menggunakan
PCR (Qiagen 2017) pewarna fluoresen yang
berikatan dengan probe
oligonukleotida. Pemantauan
intensitas fluoresensi pada
RT PCR dapat dilakukan
tanpa perlu membuka
kembali tabung reaksi
sesudahnya (Qiagen 2017).

5 Total Plate Count (TPC) Metode Total Plate Count Total Plate Count (TPC)
(TPC) merupakan suatu dimaksudkan untuk
pengujian yang digunakan menunjukkan jumlah
untuk menentukan daya mikroba yang terdapat
simpan suatu produk, dalamsuatu produk dengan
ditinjau dari besar kecilnya cara menghitung koloni
tingkat cemaran bakteri yang ditumbuhkan
mikroorganisme pada pada media agar (SNI
produk tersebut (Semesta 2897:2008).
2011).
6 Identifikasi Spesies Mendeteksi secara Protein yang terkandung
kualitatif konten spesies dalam daging/olahannya
dalam daging mentah, akan bereaksi secara
olahan mentah dan enzimatis membentuk
campuran (Neogen 2013). perubahan warna yang
nantinya akan diukur
absorbansinya (Neogen
2013)
2
4

Kegiatan Pengawasan Dan Penindakan


Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon memiliki tim pengawasan dan
penindakan (wasdak) yang berfungsi menangani dan menindaklajuti pelanggaran
terhadap peraturan karantina yaitu UU No 21 Tahun 2019 mengenai Karantina
Ikan, Hewan, dan Tumbuhan. BKP Kelas II Cilegon belum memiliki seksi
kewasdakan sehingga fungsi pengawasan dan penindakan dilaksanakan oleh
pegawai fungsional karantina hewan. Tim kewasdakan terdiri dari Intelijen, Polisi
Khusus Karantina (Polsuskara), dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Polsuskara bekerja membantu pengawasan, dan pekerjaan utama penyidikan
dilakukan oleh PPNS. Dasar hukum mengenai ketentuan pidana kewasdakan
adalah UU No. 16 Tahun 1992 Pasal 31, yang bunyinya:
1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9,
Pasal 21, dan Pasal 25, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp 150 000 000,- (seratus lima puluh juta
rupiah); Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7,
Pasal 9, Pasal 21, dan Pasal 25, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp 50 000 000,- (lima puluh juta rupiah);
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah kejahatan dan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), adalah pelanggaran.
Dasar hukum mengenai ketentuan pidana telah diganti sesuai dengan
peraturan perundang-undangan baru yaitu UU No 21 Tahun 2019 bab XIII pasal
86, pasal 87, pasal 88 dan pasal 89 yang bunyinya :
 Pasal 86
Setiap orang yang :
a. Memasukkan media pembawa dengan tidak melengkapi sertifikat hewan dari
negara asal bagi hewan, produk hewan, ikan, produk ikan, tumbuhan,dan/atau
produk tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1) huruf a;
b. Memasukkan media pembawa tidak melalui tempat pemasukkan yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat
(1) huruf b;
c. Tidak melaporkan atau tidak menyerahkan media pembawa kepada pejabat
karantina di tempat pemasukan yang ditetapkan pemerintah pusat untuk
keperluan tindakan karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1) huruf c; dan/atau
d. Mentransitkan media pembawa tidak menyertakan setifikat kesehatan hewan
dari negara transit sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (4);
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dipidana
denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
 Pasal 87
Setiap orang yang :
a. Menegeluarkan media pembawa dengan tidak melengkapi sertifikat hewan dari
negara asal bagi hewan, produk hewan, ikan, produk ikan, tumbuhan,dan/atau
produk tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1) huruf a;
b. Mengeluarkan media pembawa tidak melalui tempat pengeluaran yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat
(1) huruf b; dan/atau
2
5

c. Tidak melaporkan atau tidak menyerahkan media pembawa kepada pejabat


karantina di tempat pengeluaran yang ditetapkan pemerintah pusat untuk
keperluan tindakan karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1) huruf c; dan/atau
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan dipidana denda
paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
 Pasal 88
Setiap orang yang :
a. Memasukkan atau mengeluarkan media pembawa dari suatu area ke area lain
di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak melengkapi
sertifikat kesehatan dari tempat pengeluaran yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat bagi hewan dari negara asal bagi hewan, produk hewan, ikan, produk
ikan, tumbuhan,dan/atau produk tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal
35 ayat (1) huruf a;
b. Memasukkan dan/atau mengeluarkan tidak melalui tempat pemasukan dan
tempat pengeluaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) huruf b;
c. Tidak melaporkan atau tidak menyerahkan media pembawa kepada pejabat
karantina di tempat pemasukan dan tempat pengeluaran yang ditetapkan
pemerintah pusat untuk keperluan tindakan karantina dan pengawasan dan/atau
pengendalian sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) huruf c; dan/atau
d. Mentransitkan media pembawa tidak menyertakan surat keterangan transit
sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (4);
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan dipidana denda
paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
 Pasal 89
Pemilik yang tidak menanggung segala biaya yang timbul dalam
pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan di pidana denda paling
banyak Rp.6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Tim kewasdakan memiliki tiga kerja utama yaitu preemptif, preventif dan
represif. Preemptif merupakan kegiatan sosialisasi mengenai peraturan karantina
kepada masyarakat luas. Sedangkan preventif merupakan kegiatan pencegahan
terhadap pelanggaran peraturan karantina dengan dilakukannya pengawasan ketat,
kemudian represif adalah kegiatan penegakan hukum ketika ditemukan
pelanggaran terhadap undang-undang karantina. Kegiatan preventif yang
dilakukan berupa operasi simpatik karantina, operasi patuh karantina, dan operasi
tertib karantina. Operasi simpatik karantina dilakukan dalam bentuk sosialisasi
pada masyarakat dan dapat dilakukan kapan saja. Operasi patuh dan operasi tertib
karantina bekerjasama dengan instansi- instansi terkait seperti kepolisian, BKSDA,
Imigrasi, Bea Cukai, atau bahkan jurnalis. Operasi patuh karantina dilaksanakan
pada waktu-waktu tertentu seperti saat menjelang hari besar, sedangkan operasi
tertib dapat dilakukan kapan saja.
Tim wasdak BKP Kelas II Cilegon dibawahi oleh koordinator pengawas
(korwas) dari Polda Banten. Pelanggaran yang cukup sering ditemukan oleh tim
wasdak BKP Kelas II Cilegon adalah penyelundupan daging celeng dan burung.
Setiap pelanggaran yang ditemukan akan melalui alur penyidikan yang terstruktur.
Perlu diketahui bahwa dalam penyidikan diperlukan minimal 2 alat bukti.
2
6

Alat bukti tersebut dapat berupa :


- Barang karantina / media pembawa
- Alat angkut
- Surat-menyurat terkait transportasi yang dilakukan
Alur penyidikan dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 10 Bagan alur penyidikan tindakan pidana karantina


2
7

Sistem Teknologi Informasi BKP Kelas II Cilegon


Badan Karantina Pertanian merupakan suatu badan pemerintah yang
memiliki sistem teknologi informasi yang terbuka. Sistem teknologi informasi
tersebut disebut Indonesian Quarantine Full Automatic System (IQFAST).
IQFAST bersifat online dan berfungsi untuk mempermudah memonitor kegiatan
operasional karantina pertanian serta sebagai data acuan dalam menentukan
kebijakan selanjutnya oleh pusat. Penggunaan IQFAST ini berlaku sesuai dengan
Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 1950/KPTS/KR.120/11/2017
tentang pemberlakuan inhouse system Indonesian Quarantine Full Automation
System (IQFAST) pada unit pelaksana teknis lingkup badan karantina pertanian.
Sistem informasi karantina ini telah digunakan diseluruh unit pelaksana teknis
(UPT) karantina pertanian seluruh indonesia.
IQFAST bersifat real-time sehingga saat digunakan data akan terbaca
langsung oleh pusat. Setiap pegawai karantina memiliki user dan password
masing-masing sesuai dengan tugasnya di dalam Badan Karantina. Data waktu
saat melakukan Log In dan Log Out oleh pegawai karantina dapat terbaca oleh
sistem sehingga aplikasi ini memiliki sekuritas yang tinggi. Terdapat beberapa
aplikasi pendukung IQFAST diantaranya:
1. Permohonan Pemeriksaan Karantina (PPK) Online
PPK Online digunakan oleh pengguna jasa. Pengguna jasa dapat mendaftar
dalam web dengan mudah, hanya membutuhkan bukti domisili, surat izin usaha,
KTP, dan NPWP. Website ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
mencegah penyalahgunaan ID pengguna jasa ataupun perusahaan sebagai
komitmen pemerintah dalam upaya memberikan perlindungan kepada pengguna
jasa karantina pertanian.
2. APIKH (Aplikasi Penetapan Instalasi Karantina Hewan)
Aplikasi Penetapan Instalasi Karantina Hewan (APIKH) merupakan aplikasi
berbasis website untuk layanan permohonan pengajuan penetapan IKH oleh pihak
ketiga. Permohonan serta persyaratan penetapan IKH akan dikirimkan secara online
melalui aplikasi ini. Permohonan yang masuk akan diperiksa dan diverifikasi oleh
Badan Karantina Pusat selama satu hari. Setelah itu, hasil verifikasi dikirimkan ke
UPT. Petugas fungsional UPT yang menjadi auditor akan menindaklanjuti hasil
verifikasi tersebut ke lapangan dalam waktu tiga hari. Setelah itu, pihak UPT akan
menyerahkan hasil audit berupa surat rekomendasi Kepala Bdan Karantina ke
Badan Karantina Pusat untuk dilakukan penilaian ulang selama 3 hari. Setelah SK
penetapan IKH dikeluarkan dapat diunduh oleh pemohon di aplikasi APIKH.
3. Simponi Barantan
Fungsi dari Simponi Barantan adalah membantu mengirimkan laporan
keuangan ke aplikasi kementerian keuangan. Nominal laporan keuangan tersebut
diatur dalam PP No 35 Tahun 2016 Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Pertanian. Hal ini juga diatur dalam
keputusan Kepala Badan Karantina Petanian No. 1436/KPTS/KU.030/L/10/2016
tentang tata cara pengenaan, pemungutan dan penyetoran penerimaan negara
bukan pajak yang berasal dari pelaksanaan tindakan karantina.
2
8

Kegiatan Praktik Lapang Mahasiswa PPDH FKH IPB


Penyampaian Materi dan Diskusi
Penyampaian materi disampaikan oleh medik veteriner, paramedik
veteriner, dan staff yang bertugas di BKP Kelas II Cilegon. Penyampaian materi
dan diskusi praktik lapang di BKP Kelas II Cilegon bersifat tentatif. Penyampaian
materi dan diskusi bertujuan untuk memberikan informasi dan wawasan tentang
kegiatan yang ada di karantina dalam hal adminitrasi hingga teknis serta landasan
hukum yang berlaku khususnya dibidang karantina. Materi yang diberikan dapat
dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6 Jadwal tentatif kegiatan peserta koasistensi perkarantinaan di BKP Kelas


II Cilegon
No. Hari/Tanggal Materi Pemateri
1 Senin, 6 Januari 2020 - Orientasi wilayah - Budi Suherman
- Penjelasan peraturan - Drh Fitria Sari
perundangan UU 21/2019
2 Selasa, 7 Januari - Penjelasan Peraturan - Drh Ismudiyanto
2020 Perundangan PP 82/200
3 Rabu, 8 Januari 2020 - Pengenalan dokumen - Drh Christine
karantina
4 Kamis, 9 Januari - Alur dan prosedur - Drh Lussi
2020 pengujian laboratorium KH Andriana
5 Jumat, 10 Januari - Pengenalan profil BKP - Drh Rifky Danial
2020 kelas II Cilegon M.Si
6 Sabtu, 11 Januari - Instalasi karantina hewan - Drh Basid
2020 - Penjelasan kewasdakan - Jahoras Sianturi
7 Senin, 13 Januari - Pengenalan sistem IQFAST - Afrina
2020 - Alur dan prosedur - Drh Teguh
pelayanan KH
- Pengenalan SMM ISO - Lisa
17025 - Drh Adi Prasetyo
- Penjelasan Kepmentan
3238/2009 dan Peraturan
Internasional (OIE)
8 Selasa, 14 Januari - Pengenalan sistem APIKH - Sunarko
2020

Kegiatan yang dilakukan selama di BKP kelas II Cilegon terdiri dari


pelayanan dan pengujian di laboratorium. Kegiatan pelayan berupa pemeriksaan
kelengkapan dokumen yang sudah dipersyaratkan, pemeriksaan fisik dengan cara
inspeksi media pembawa HPHK dan alat angkut. Hasil pemeriksaan fisik juga
dicocokan dengan dokumen yang diterima. Pemeriksaan fisik juga dapat diikuti
dengan pengambilan sampel contoh pada media pembawa HPHK untuk beberapa
keperluan pengujian.
Sampel contoh dari media pembawa yang diambil berupa sampel darah
ayam, anjing, sapi, domba, dan kambing. Pengambilan sampel darah ayam
diambil dari vena brachialis unutk pengujian HA HI AI dan vena saphena pada
anjing untuk pengujian titer antibodi rabies. Pengambilan sampel darah sapi di
vena jugularis dan vena coxygea, Pengambilan sampel darah kambing dan domba
2
9

di vena jugularis. Pengambilan darah sapi dan kambing digunakan untuk


pengujian Brucellosis. Jumlah sampel yang diambil 10% dari jumlah hewan yang
ada didalam alat angkut, kecuali sapi. Pengambilan sampel darah sapi diambil
100%.

Gambar 11 Pemeriksaan Dokumen Gambar 12 Pengambilan sampel darah


anjing

Gambar 13 Pengambilan sampel darah Gambar 14 Pengambilan fisik media


domba pembawa dan alat angkut

Kegiatan laboratorium yang diikuti selama di BKP Kelas II Cilegon adalah


pengujian titer antibodi pada anjing sebagai hewan pembawa rabies (HPR) dengan
kit ELISA Rabies (Enzym Link Immunosorbant Assay). Teknik ini menggunakan
enzyme-linked antibody yang terikat pada antigen yang menempel di permukaan.
Selanjutnya, substrat ditambahkan untuk menghasilkan perubahan warna yang
berkorelasi dengan jumlah antigen yang ada dalam sampel (Lin 2015).
Pengujian ELISA Rabies di BKP Kelas II Cilegon menggunakan kit dari
Pusat Veterinari Farma (Pusvetma). Prisip uji ini yaitu menilai titer antibodi
berdasarkan terbentuknya ikatan indirect antigen coating di dasar sumur
microplate dengan antibodi dari serum dan konjugat yang ditandai dengan adanya
perubahan warna setelah penambahan substrat. Nilai titer ditentukan berdasarkan
optical density (OD) yang dikonversi menjadi equivalen unit (EU). Hasil positif
ditunjukan dengan nilai ≥ 0.5 EU, sedangkan hasil negatif yaitu < 0.5 EU
(Pusvetma 2018). Hasil uji yang menunjukkan titer antibodi ≥ 0.5 EU
menunjukkan titer protektif. Hasil uji < 0.5 EU menunjukkan bahwa saat
pengujian titer antibodi, hasil belum menunjukkan titer protektif. Hal tersebut
dapat terjadi karena dimungkinkan anjing divaksin belum lebih dari dua minggu
saat diberangkatkan.
3
0

Gambar 14 Kegiatan pengujian titer antibodi Rabies

Kegiatan Wilayah Kerja


Kegiatan wilayah kerja (Wilker) dilakukan pada minggu kedua praktik
lapang. Kunjungan wilayah kerja ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lapang
dan tindakan karantina di pelabuhan. Wilayah kerja karantina di Pelabuhan
Bojonegara memiliki sarana dan prasarana yang mumpuni untuk kegiatan
komoditi impor, ekspor, dan antar area (domestik), namun saat ini, Pelabuhan
Bojonegara hanya digunakan untuk lalu lintas komoditi antar area (domestik).
Komoditi yang sering berlalu lintas di Pelabuhan Bojonegara adalah sapi
dan telur. Sebelum melakukan kunjungan, petugas BKP Kelas II Cilegon
mendapat laporan sapi masuk di Pelabuhan Bojonegara. Pada saat melakukan
kunjungan, media pembawa tersebut sudah dilalulintaskan dan belum ada
aktivitas pemasukan atau pengeluaran media pembawa lainnya yang berlangsung
di Pelabuhan Bojonegara. Oleh karena itu informasi terkait tindakan karantina di
wilayah kerja tersebut hanya diperoleh dari hasil wawancara kepada petugas
karantina yang sedang bertugas.

Gambar 15 Kunjungan Wilayah Kerja Pelabuhan Bojonegara

Gambar 16 KunjunganWilayah Kerja Pelabuhan Cigading


3
1

Kegiatan kunjungan wilayah kerja selanjutnya berlokasi di Pelabuhan


Cigading. Wilayah kerja karantina di Pelabuhan Cigading memeriksa media
pembawa HPHK dan OPTK. Kunjungan yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui lokasi wilayah kerja dari BKP Kelas II Cilegon.

SIMPULAN
Karantina Hewan BKP Kelas II Cilegon menjalankan tugas dan fungsi
untuk mencegah masuk, tersebar dan keluarnya HPHK dengan mencakup 7
wilayah kerja. Pelaksanaan tindakan karantina hewan oleh medik dan paramedik
veteriner dilakukan berdasarkan landasan hukum yang telah ditetapkan. Kegiatan
praktik lapang mahasiswa PPDH yang diikuti di BKP Kelas II Cilegon
memberikan pengetahuan dan pengalaman teknis dalam tindakan karantina.

SARAN
1. Perlu adanya uji tambahan pada laboratorium karantina seperti uji CFT
untuk peneguhan diagnosa.
2. Perlu dilakukannya perbaikan instalasi karantina seperti tempat pakan dan
air minum dan fasilitas pengolah limbah
3. Perlu adanya jadwal rutin petugas karantina di setiap wilayah kerja

DAFTAR PUSTAKA
[OIE] Office International des Epizooties. 2009. Bovine Brucellosis. Manual of
Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals. Paris. 4(3): 564–
567.
[Pusvetma] Pusat Veteriner Farma. 2018. Kit Elisa Rabies [Internet]. [diakses
pada 2020 Januari 13]. Tersedia pada:
http://pusvetma.ditjenpkh.pertanian.go.id/main.php?page=detail_produk&i
i=28#.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI Nomor 2897 tentang Metode
pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil
olahannya. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019 tentang
Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Jakarta (ID): Presiden Republik
Indoensia. hlm 1 – 66.
Neogen. 2013. F.A.S.T protocol [Internet]. [diakses pada 2019 April 15]. Tersedia
pada: https://foodsafety.neogen.com/pdf/procedures/biokitsspeciesid-
fast_pro.pdf.
Qiagen. 2017. Influenza A RT-PCR Kit Handbook. Jerman (DE): QIAGEN
Leipzig GmbH, Deutscher Platz 5b.
Lin AV. 2015. Indirect ELISA. Methods Mol Biol. 1318:51-9.
3
2

Fitrawati F, Wibowo MH, Amanu S, Sutrisno B. 2015. Isolasi dan identifikasi


Egg Drop Syndrome Virus dengan uji haemaglutinasi dan haemaglutinasi
inhibisi. Jurnal Sain Veteriner. 33(1): 59-68.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung
(ID): Alfabeta.
Hewajuli DA, Dharmayanti NIPI. 2008. Karakterisasi dan identifikasi virus Avian
Influenza (AI). WARTAZOA. 18 (2): 86 – 100.
33

Anda mungkin juga menyukai