Oleh:
Kelompok I
PPDH Gelombang II Tahun 2018/2019
Dosen Pembimbing:
Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi
LAPORAN KEGIATAN
PRAKTIK LAPANG KARANTINA HEWAN
DI BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS II CILEGON
(06 Januari- 17 Januari 2020)
Oleh:
Kelompok E
PPDH Gelombang II Tahun 2018/2019
Menyetujui,
Mengetahui,
Tanggal Pengesahan:
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu upaya pembangunan nasional seperti pembangunan pertanian
pada saat ini mulai diarahkan demi tercapainya ketersediaan pangan, sandang,
pakan, bahan baku industri, kesempatan berusaha, sumber devisa negara serta
penyediaan lapangan kerja. Banyak hal yang perlu dilakukan untuk menjaga
sumber daya alam pertanian baik hewan maupun tumbuhan. Pentingnya
melakukan pencegahan terhadap masuk, keluar, dan tesebarnya hama dan
penyakit hewan dan ikan serta organisme penganggu tumbuhan eksotik serta
cemaran-cemaran biologis, kimia, dan fisik yang dapat menganggu dan
membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan.
Meningkatnya lalu lintas hewan antar negara dan dari suatu area ke area lain
di dalam wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam rangka perdagangan,
pertukaran, maupun penyebarannya semakin membuka peluang bagi
kemungkinan masuk dan menyebarnya hama dan penyakit hewan yang berbahaya
atau menular yang dapat merusak sumberdaya alam hayati. Demi mencegah
masuknya hama dan penyakit hewan, ikan, dan organisme pengganggu tumbuhan
baru ke wilayah Indonesia dan mencegah penyebarannya dari satu area ke area
lain, serta mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan tertentu dari wilayah
Indonesia diperlukan adanya tindakan karantina. Tindakan karantina di Indonesia
diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan dan Tumbuhan (Morais 2013) dan saat ini telah diperbarui dalam Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Tindakan karantina diatur oleh suatu Badan yang disebut Badan Karantina
Pertanian (Barantan) dan dilaksanakan oleh pejabat karantina yang berwenang.
Karantina merupakan garda terdepan yang dibentuk oleh pemerintah di bawah
Kementerian Pertanian untuk mengawasi lalu lintas hewan dan tumbuhan di
Indonesia, baik dari luar negeri ke Indonesia maupun antar wilayah di Indonesia.
Pejabat karantina bertugas dalam melakukan perkarantinaan pertanian dalam
rangka mencegah pemasukan, pengeluaran dan penyebaran hama dan penyakit
hewan karantina (HPHK) dan organisme penganggu tumbuhan karantina (OPTK).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2000 Pasal 16 ayat 5
bahwa dokter hewan karantina juga berwenang menerbitkan sertifikat kesehatan
hewan dan sertifikat pembebasan terhadap media pembawa. Hal ini menjadikan
karantina dan ruang lingkupnya menjadi salah satu pengetahuan yang sangat
penting bagi mahasiswa kedokteran hewan. Praktik kerja lapang profesi yang
dilakukan di BKP Kelas II Cilegon ini diharapkan dapat memberikan wawasan,
pengalaman, dan keterampilan bagi mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter
Hewan (PPDH).
Tujuan
Manfaat
Manfaat dari kegiatan praktik kerja lapang profesi ini, diharapkan mahasiswa
PPDH FKH IPB dapat menambah wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman serta mampu mengetahui lingkup kerja dokter hewan karantina.
METODE PELAKSANAAN
Kegiatan praktik kerja lapang karantina di Balai Karantina Pertanian Kelas II
Cilegon dilakukan berdasarkan jadwal yang ditetapkan. Kegiatan piket pagi dimulai
pukul 07.30–16.30 WIB, sedangkan piket malam dimulai pukul 19.30–07.30 WIB.
Kegiatan yang dilakukan diantaranya:
1. Penyampaian materi dan diskusi dengan dokter hewan dan paramedik BKP Kelas
II Cilegon;
2. Mengikuti kegiatan pelayanan harian karantina seperti pemeriksaan dokumen,
pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel, termasuk kegiatan piket malam di
BKP Kelas II Cilegon;
3. Mengikuti kegiatan pengujian di laboratorium.
4. Mengikuti kegiatan kunjungan wilayah kerja ke Pelabuhan Bojonegara,
Pelabuhan Cigading dan Pelabuhan Merak.
PEMBAHASAN
Visi
Visi dari BKP Kelas II Cilegon adalah menjadi unit pelaksana teknis yang
tangguh dan terpercaya dalam pemberian pelayanan karantina hewan dan
tumbuhan serta keamanan hewani dan nabati.
Misi
Misi BKP Kelas II Cilegon antara lain melindungi kelestarian sumber daya
alam hayati hewan dan tumbuhan dari masuk keluar dan tersebarnya Hama dan
Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan
Karantina (OPTK), mendukung terwujudnya keamanan pangan, memberikan
jaminan kesehatan terhadap media pembawa yang dilalulintaskan, memfasilitasi
perdagangan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan akses pasar
komoditas pertanian, dan meningkatkan citra karantina dan kualitas layanan
publik dan sistem manajemen anti penyuapan.
Stuktur Organisasi
PEJABAT
FUNGSIONAL
Wilayah Kerja
BKP Kelas II Cilegon memiliki tujuh wilayah pengawasan lalu lintas
masuk dan keluar media pembawa. Ketujuh wilayah kerja tersebut, yaitu:
8
Landasan Hukum
BKP Kelas II Cilegon menjalankan tugas dan fungsi karantina berdasarkan
landasan hukum karantina yang berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia.
Landasan hukum yang berlaku yaitu
1. Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan,
Ikan, dan Tumbuhan.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina
Hewan.
3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/KPTS/PD.630/9/2009 tentang
Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina,
Penggolongan dan K lasifikasi Media Pembawa.
4. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.
34/Permentan/Kr.120/5/2019 tentang dokumen karantina hewan.
5. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.
70/Permentan/Kr.100/12/2015 tentang Instalasi Karantina Hewan.
9
6. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2016 Jenis dan Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian
Pertanian.
7. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.
44/Permentan/OT.140/3/2014 tentang perubahan atas peraturan menteri
pertanian nomor 94/permentan/OT.140/12/2011 tentang tempat
pemasukan dan pengeluaran media pembawa hama penyakit hewan
karantina dan organisme pengganggu tumbuhan karantina.
8. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.
22/Permentan/OT.140/4/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Karantina Pertanian.
Tempat Spraying
Salah satu bentuk biosecurity yang disediakan BKP Kelas II Cilegon yaitu
fasilitas spraying. Spraying dilakukan untuk media pembawa HPAI dan media
pembawa ASF yang akan dilalulintaskan. Media pembawa HPAI antara lain
unggas dan telur tetas. Media pembawa ASF adalah babi. Angkutan yang
1
1
membawa unggas, telur tetas dan babi akan melewati tempat spraying untuk
dilakukan penyemprotan dengan disinfektan. Desinfektan yang saat ini digunakan
di BKP Kelas II Cilegon adalah Alkyldimethil Benzyl Amonium Klorida 10%
untuk unggas dan telur tetas, serta Pentapotasium bis (Peroksimono sulfat 1%)
untuk babi.
cukup, berada di lokasi bebas banjir, memiliki sistem drainase yang baik,
memiliki akses jalan kendaraan roda empat atau lebih, adanya fasilitas bongkar
muat, lokasi jauh dari area peternakan (khusus untuk instalasi karantina bagi
hewan).
Persyaratan bangunan antara lain berpagar kuat dan rapat, mempunyai
sirkulasi udara yang sehat, atap bangunan terbuat dari asbes genteng atau
sejenisnya, konstruksi memperhatikan keselamatan dan keamanan petugas,
mempunyai papan nama instalasi karantina, serta mudah dibersihkan atau
disucihamakan. Selain itu, instalasi karantina harus menyediakan kandang isolasi,
gudang pakan, tempat tindakan pemeriksaaan, pengamatan, perlakuan,
pemusnahan, lantai kuat dan licin dengan kemiringan 2o–4o, memenuhi
keselamatan hewan, aman dari gangguan lingkungan, serta memenuhi kebutuhan
dasar fisik, psikologis hewan dan lingkungan yang memenuhi animal welfare.
Instalasi karantina untuk BAH dan HBAH antara lain memiliki fasilitas dan
gudang atau tempat penyimpanan dan dapat menjamin produk didalamnya tidak
mengalami perubahan fisik, mutu, serta memeperhatikan aspek keamanan pangan
dan kehalalan bagi yang dipersyaratkan.
Persyaratan peralatan yang perlu dipenuhi adalah memiliki alat
komunikasi dan penerangan listrik; tersedia sarana untuk melakukan tindakan
karantina; sarana terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan, dan disucihamakan; dan bagi hewan harus tersedia tempat pakan dan
minum yang cukup sesuai kapasitas kandang. Persyaratan sarana pendukung yang
perlu dipenuhi yaitu memiliki fasilitas pengolahan limbah; konstruksi dan sarana
pendukung lain terbuat dari bahan yang kuat, tidak korosif, mudah dibersihkan
dan disucihamakan; dan bagi BAH dan HBAH harus tersedia tempat pemeriksaan
organoleptik.
Instalasi karantina hewan di BKP Kelas II Cilegon memiliki satu instalasi
karantina hewan yang terdiri atas kandang karantina untuk ruminansia besar,
hewan kecil seperti kucing dan anjing, serta insenerator. Insenerator digunakan
untuk memusnahkan media pembawa yang tertular Hama Penyakit Hewan
Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK).
Gedung Arsip
Dokumen-dokumen selama kegiataan operasional karantina, baik
karantina hewan maupun karatina tumbuhan disimpan sebagai arsip. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2012 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.
1
3
2. Bahan Asal Hewan (BAH) merupakan bahan yang berasal dari hewan
yang dapat diolah lebih lanjut. Bahan asal hewan diklasifikasikan menjadi
BAH pangan dan BAH non pangan/non pakan. BAH pangan antara lain
daging, susu, telur konsumsi, madu/bahan yang diperoleh dari hewan
ternak lebah, sarang burung, dan jeroan untuk konsumsi. Sedangkan BAH
non pangan/ non pakan antara lain kulit hewan besar dari sapi dan kerbau,
kulit hewan kecil dari domba, kambing, dan babi, kulit satwa/reptil, kulit
unggas dari burung unta, telur bibit/tunas/SPF, bahan reproduksi (semen,
ova, embrio, sel hidup), BAH berupa tulang, kuku, tanduk, bulu, dan
ikutannya yang belum diolah lebih lanjut, BAH berupa tepung tulang,
tepung darah, tepung daging, tepung bulu, tepung kulit telur.
3. Hasil Bahan Asal Hewan (HBAH) merupakan bahan asal hewan yang
telah diolah. HBAH berupa hasil olahan daging (dendeng, sosis, bakso,
abon, daging asap, patties,dan lain-lain), hasil olahan susu (keju, youghurt,
mentega, dll), hasil olahan telur (telur asin, tepung telur), hasil olahan
bahan asal hewan lainnya seperti krupuk kulit, kikil, cingur, lemak, dan
gelatin.
4. Media Pembawa Lain diklasifikasikan menjadi pakan hewan ternak dan
pakan hewan kesayangan. Pakan hewan dapat berupa hewan, BAH,
HBAH, ikan, tumbuhan yang dipakai sebagai pakan hewan. Pakan hewan
ternak meliputi konsentrat, hay, silase, dan cubes meal, sedangkan pakan
hewan kesayangan meliputi cicak, ulat, cacing, kadal, dan pet food.
5. Benda Lain adalah media pembawa yang bukan tergolong hewan, BAH,
dan HBAH yang mempunyai potensi penyebaran penyakit. Benda lain
yang tergolong sebagai media pembawa HPHK antara lain bahan biologik
(vaksin, sera, hormon, obat hewan), bahan diagnostik (antigen, media
pertumbuhan).
6. Alat Angkut adalah alat angkutan dan sarana yang dipergunakan untuk
mengangkut yang langsung berhubungan dengan media pembawa. Alat
angkut diklasifikasikan menjadi alat angkut seperti alat angkut udara
(pesawat udara), alat angkut perairan (kapal, tongkang, perahu), dan alat
angkut darat (truck, kereta api) dan kemasan seperti peti kemas, kotak
hewan, kandang hewan, ruang pendingin (cold storage).
Tindakan Karantina
Undang-Undang No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan Bab III Pasal 9 Ayat 1 menyatakan bahwa, setiap media pembawa
hama dan penyakit hewan karantina yang dimasukkan, dibawa atau dikirim dari
suatu area ke area lain di dalam dan/ atau dikeluarkan dari wilayah negara
Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina. Pasal 10 UU tersebut yang juga
tertuang dalam UU No 21 Tahun 2019 Pasal 16 disebutkan terdapat 8 tindakan
karantina yang dilakukan oleh Pejabat Karantina, yaitu pemeriksaan, pengasingan,
pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.
Semua tindakan karantina ini dilaksanakan di Instalasi Karantina Hewan.
1. Pemeriksaan
Tindakan pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan
kebenaran isi dokumen serta untuk mendeteksi HPHK, status kesehatan, dan
sanitasi media pembawa, atau kelayakan sarana prasarana karantina dan alat
1
6
keterangan untuk benda lain, beserta sertifikat pelepasan bagi media pembawa
hewan dan produk hewan yang masuk antar area.
Dokumen-Dokumen Karantina
Dokumen karantina diatur dalam Permentan Nomor 17 tahun 2017 tentang
dokumen karantina hewan. Penerbitan dokumen karantina dimaksudkan untuk
tertib administrasi pelaksanaan tindaka karantina. Pelaksanaan tindakan karantina
membutuhkan Dokumen Karantina dan Dokumen Lain. Dokumen Karantina
diterbitkan oleh petugas karantina, kepala UPT atau pejabat yang ditunjuk,
pemilik media pembawa dan penanggung jawab alat angkut. Berikut Jenis
Dokumen Karantina pada Tabel 1.
dikeluarkan dan dari satu area ke area lainnya di wilayah negara Republik
Indonesia wajib memenuhi persyaratan karantina. Kemudian persyaratan ini
dijabarkan lebih rinci dalam PP No 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan.
Undang-Undang No 21 Tahun 2019 Pasal 33 menjelaskan bahwa setiap orang
yang memasukkan Media Pembawa ke dalam wilayah NKRI wajib:
Melengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal bagi hewan, produk
hewan, ikan, produk ikan, tumbuhan, dan/atau produk tumbuhan
Memasukkan Media Pembawa melalui tempat pemasukan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat
Melaporkan dan meyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina
di Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk
keperluan tindakan Karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian.
Rincian persyaratan karantina dijabarkan dalam PP No 82 Tahun 2000 Bab
II tentang Persyaratan Karantina yang mengacu pada Undang-Undang No 16
Tahun 1992.
Domestik Masuk dan Keluar
Media pembawa yang masuk dan keluar dari suatu area ke area lain di
dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan karantina
sesuai dengan PP No 82 Bab II pasal 3 yaitu:
a. Dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter hewan
karantina dari tempat pengeluaran dan tempat transit
b. Dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media
pembawa yang tergolong benda lain
c. Melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah
ditetapkan dan
d. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat
pemasukan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam huruf c
untuk tindakan karantina
Dokumen persyaratan karantina untuk pemasukan media pembawa antar
daerah adalah KH 11 (Sertifikat Kesehatan Hewan) atau KH 12 (Sertifikat
Sanitasi Produk Hewan) atau KH 13 (Surat Keterangan Untuk Benda Lain ) yang
diterbitkan oleh UPT pengeluaran media pembawa. Dokumen persyaratan
karantina untuk pengeluaran media pembawa antar daerah dapat dilihat pada
Tabel 2.
5 Total Plate Count (TPC) Metode Total Plate Count Total Plate Count (TPC)
(TPC) merupakan suatu dimaksudkan untuk
pengujian yang digunakan menunjukkan jumlah
untuk menentukan daya mikroba yang terdapat
simpan suatu produk, dalamsuatu produk dengan
ditinjau dari besar kecilnya cara menghitung koloni
tingkat cemaran bakteri yang ditumbuhkan
mikroorganisme pada pada media agar (SNI
produk tersebut (Semesta 2897:2008).
2011).
6 Identifikasi Spesies Mendeteksi secara Protein yang terkandung
kualitatif konten spesies dalam daging/olahannya
dalam daging mentah, akan bereaksi secara
olahan mentah dan enzimatis membentuk
campuran (Neogen 2013). perubahan warna yang
nantinya akan diukur
absorbansinya (Neogen
2013)
2
4
SIMPULAN
Karantina Hewan BKP Kelas II Cilegon menjalankan tugas dan fungsi
untuk mencegah masuk, tersebar dan keluarnya HPHK dengan mencakup 7
wilayah kerja. Pelaksanaan tindakan karantina hewan oleh medik dan paramedik
veteriner dilakukan berdasarkan landasan hukum yang telah ditetapkan. Kegiatan
praktik lapang mahasiswa PPDH yang diikuti di BKP Kelas II Cilegon
memberikan pengetahuan dan pengalaman teknis dalam tindakan karantina.
SARAN
1. Perlu adanya uji tambahan pada laboratorium karantina seperti uji CFT
untuk peneguhan diagnosa.
2. Perlu dilakukannya perbaikan instalasi karantina seperti tempat pakan dan
air minum dan fasilitas pengolah limbah
3. Perlu adanya jadwal rutin petugas karantina di setiap wilayah kerja
DAFTAR PUSTAKA
[OIE] Office International des Epizooties. 2009. Bovine Brucellosis. Manual of
Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals. Paris. 4(3): 564–
567.
[Pusvetma] Pusat Veteriner Farma. 2018. Kit Elisa Rabies [Internet]. [diakses
pada 2020 Januari 13]. Tersedia pada:
http://pusvetma.ditjenpkh.pertanian.go.id/main.php?page=detail_produk&i
i=28#.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI Nomor 2897 tentang Metode
pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil
olahannya. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019 tentang
Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Jakarta (ID): Presiden Republik
Indoensia. hlm 1 – 66.
Neogen. 2013. F.A.S.T protocol [Internet]. [diakses pada 2019 April 15]. Tersedia
pada: https://foodsafety.neogen.com/pdf/procedures/biokitsspeciesid-
fast_pro.pdf.
Qiagen. 2017. Influenza A RT-PCR Kit Handbook. Jerman (DE): QIAGEN
Leipzig GmbH, Deutscher Platz 5b.
Lin AV. 2015. Indirect ELISA. Methods Mol Biol. 1318:51-9.
3
2