Respiratory Distress
Kegagalan pernapasan merupakan kondisi tidak mampunya sistem pernapasan
dalam melakukan pertukaran gas, yaitu oksigenasi dan atau eliminasi karbon dioksida
(Roussos dan Koutsoukou 2003) Hilangnya fungsi pernapasan merupakan gejala
yang menunjukan kondisi gawat darurat. Hal penting yang dapat dilakukan dalam
menangani gagal pernapasan adalah lokalisasi lesio. Lesio pernapasan dapat dibagi
menjadi 4, yaitu saluran pernapasan atas, saluran pernapasan bawah, penyakit
parenkimal, dan penyakit ruang pleura (Drobatz et al. 2019). Penyebab utama
kegagalan jantung seringkali berasal dari abnormalitas anatomi, kolaps saluran
pernapasan, edema pulmonum, infeksi, dan trauma.
Cardiopulmonary Arrest
Keadaan cardiopulmonary arrest yaitu berhentinya fungsi pernapasan dan
sirkulasi secara tiba-tiba. Keadaan ini akan menyebabkan proses transportasi oksigen
dan pengeluaran karbon dioksida dari jaringan. Kejadian kardiak arrest dan respiratori
arrest dapat terjadi secara bersamaan. Namun, respiratori arrest yang terjadi lebih
dahulu akan diikuti oleh kardiak arrest dengan cepat apabila tidak dilakukan
pengembalian fungsi respirasi.
Cardiopulmonary resuscitation (CPR) merupakan tindakan yang dilakukan
untuk mengembalikan fungsi jantung dan paru-paru ke dalam ritme normal sehigga
sirkulasi tubuh kembali membaik. CPR meliputi tiga hal yaitu basic life support
(BLS), advanced life support (ALS), dan post-resuscitation monitoring and support.
Mekanisme tahapan CPR dapat dilihat pada Gambar 3. Prosedur BLS yaitu prosedur
yang bertujuan menjaga proses ventilasi, jantung, dan perfusi cerebral pada pasien
yang terdiri dari manajemen jalur oksigen, pernapasan, dan sirkulasi.
Teknik penekanan pada rongga dada dilakukan pada prosedur BLS (Gambar
4). Teknik ini harus cepa dilakukan bila pasien mengalami CPA dan tidak boleh
dihentikan kecuali saat penggantian operator. Tujuan dari dilakukkannya penekanan
rongga dada yaitu memaksimalkan perfusi organ vital dengan memaksimalkan
tekanan dan frekuensi penekanan yaitu sekitar 100-120 kali/menit dengan kedalaman
tekanan 25-33% dari lebar thoraks. Manajemen ventilasi dapat menggunakan
endotracheal intubation sehingga oksigen dapat langsung disalurkan ke organ
respirasi. ALS merupakan prosedur setelah BLS dilakukan. Prosedur ini meliputi
terapi obat (vasopresi, inotropik positif, dan antikolinergik), terapi cairan untuk
memperbaiki abnormalitas volume, elektrolit, dan metabolik asam.