Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telah sejak awal abad 19 ketika paradigma neoklasik mendominasi gagasan ilmu
ekonomi hingga kini. Asumsi dasar dari aliran ini ialah keyakinannya bahwa manusia pada
dasarnya adalah homo-economicus. Manusia pada dasarnya adalah ‘rasional’ dan
‘egois’/individualis’. Ini berarti tiap individu memiliki kemampuan untuk menentukan tujuan
pribadinya sendiri sekaligus tahu cara yang paling efisien untuk mewujudkan tujuannya itu.
Tujuan itu dikatakan rasional jika mampu mendatangkan kebahagiaan terbesar bagi individu
tersebut. Cara mencapai tujuan disebut rasional jika dengan pengorbanan sekecel-kecilnya
namun membawa manfaat sebesar-besarnya. Menurut kaum neoklasik, satu-satunya
mekanisme terbaik untuk mempertemukan kepentingan tiap individu yang rasional-egoistis
ini adalah pasar. Disini, individu dapat mempertukarkan (membeli) apa yang dia perlukan
dengan menjual apa yang dimiliki. Sisi permintaan dan penawaran terhadap suatu kebutuhan
akan menghasilkan harga yang rasional. Sampai sini, individu baik sebagai pembeli maupun
penjual akan sama-sama diuntungkan oleh harga rasional itu. Maka, jika mekanisme pasar
dibiarkan sendiri (invisible hand), masyarakat secara keseluruhan akan diuntungkan.
Pendekatan-pendekatan ekonomi dengan berbagai cara digambarkan sebagai
“ekonomi politik baru” dimana ekonomi dahadapkan dengan “pilihan rasional” dan “pilihan
publik” yang mewakili argumentasi para pendukung ekonomi. Satu pembenaran dalam
pendekatan ini adalah bahwa ekonomi harus berhadapan dengan pengertian “pengambilan
keputusan non pasar”, yang utamanya berarti kegiatan-kegiatan pemerintah. Meningkatnya
intervensi pemerintah dalam pasar-pasar ekonomi menyiratkan bahwa para ekonom harus
memperluas agenda mereka dengan menyertakan pengujian proses-proses barang-barang
publik diproduksi dan didistribusi, maupun dampak pemerintah terhadap pasar. Ekspansi
semacam ini melibatkan setidaknya dalam perspektif ekonomi politik baru, pengamatan
system politik itu sendiri sebagai analog sebuah pasar. Dalam kalimat William C. Mitchell,
sistem-sistem politik hendaknya dipandang tidak hanya sebagai mekanisme-mekanisme
pilihan pengambilan keputusan-keputusan ekonomi yang berdampak pada ekonomi pribadi,
namun juga sebagai hak ekonomi-ekonomi sendiri untuk membuat keputusan-keputusan
tentang anggaran atau produksi dan distribusi barang dan jasa publik.

1
Pilihan publik terlibat dengan eksplorasi sifat-sifat kesejahteraan sosial atau fungsi-
fungsi sosial. Berfokus pada masalah penggabungan preferensi-preferensi individu untuk
memaksimalkan fungsi kesejahteraan sosial, atau untuk memuaskan sekumpulan kriteria
normatif, yaitu, pada masalah negara sosial seperti apa yang semestinya dipilih, berdasarkan
preferensi-preferensi individual para pemberi suara. Ciri lain pendekatan ini adalah
penekanan pada penilaian dan penjelasan rasionalitas keputusan-keputusan, apakah oleh
individu ataupun oleh pemerintah. Meskipun tidak menyangkal kemungkinan adanya
kepentingan-kepentingan kolektif (atau tindakan-tindakan kolektif), pendekatan ini
(sebagaimana dalam pandangan Smith) melihat sebagai hasil pengejaran kepentingan-
kepentingan individu. Pendekatan ini tidak menyangkal keberadaan politik, namun berasumsi
bahwa perilaku politik dan institusi-institusi dapat dianalisis sebagai anolog dari perilaku
ekonomi dan institusi-institusi pasar. Oleh sebab itu, pentingnya Pilihan Publik atau Public
Choice maka kelompok kami mengangkat tema yang berjudul “Public Choice” untuk melihat
lebih dalam bagaimana public choice itu berdampak pada kegiatan ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, beberapa hal yang menjadi rumusan masalah
sebagai dasar pembahasan makalah ini, yaitu:

1. Latar belakang mengenai tentang pengertian public choice?


2. Bagaimana perkembangan public choice sampai saat sekarang ini?
3. Bagaimana presfektif dalam public choice?
4. Kasus-kasus apa saja yang terjadi dalam public choice?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah di atas, antara lain:

1. Mengetahui latar belakang public choice,


2. Mengetahui perkembangan public choice sampai saat sekarang ini,
3. Mengetahui cara presfektif/kerjan public choice dalam masyarakat,
4. Mengetahui beberapa kasus-kasus public choice yang terjadi sampai saat sekarang ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Public Choice Menurut Beberapa Ahli


Teori pilihan publik ini awalnya muncul pada tahun 50an. Menurut Samuelson dan
Nordhaus mengemukakan bahwa teori pilihan public merupakan salah satu cabang ilmu
ekonomi yang mempelajari bagaimana pemerintah membuat keputusan yang terkait dengan
public. Kemudian teori ini mendapat perhatian ketika James Buchanan mengembangkan
teori pilihan publik. James Buchanan mengemukakan bahwa teori pilihan public adalah
sebuah perspektif untuk bidang sosial politik yang muncul dari pengembangan dan penerapan
perangkat dan metode ilmu ekonomi. Intinya pilihan publik adalah “the economic study of
non market decision making”. Teori pilihan public ini dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pendekatan Catalaxy,yaitu ekonomi sebagai ilmu pertukaran. Para pelaku politik
menawarkan berbagai kebijakan public kepada masyarakat. Pembeli kebijakan public ini
adalah masyarakat pemilih yang akan memilih kebijakan yang benar-benar dapat mewakili
kebutuhan mereka.
2. Home Economicus (konsep manusia ekonomi), Konsep ini mengemukakan bahwa
manusia cenderung memaksimalkan manfaat utilitas untuk dirinya karena dihadapkan
pada kelangkaan sumber daya. Dalam pasar politik, politisi sebagai pelaku
memaksimalkan kepuasan pribadi yang dimotivasi oleh banyak factor seperti gaji ,reputasi
public, kekuasaan dan ruang untuk mengontrol birokrasi. Sementara para pemilih akan
mengontrol suara untuk mendapatkan kebijakan yang diinginkan.
Berdasarkan dari kedua aspek tersebut dapat dikatakan bahwa para pelaku politik
merupakan supply dan demandnya merupakan masyarakat. Jika kita mengemukakan
mengenai teori pilihan public maka kita akan menyinggung ilmu ekonomi dan ilmu politik,
karena pada dasarnya teori pilihan public merupakan alat atau metode yang dikembangkan ke
dalam teori ekonomi dan akan diaplikasikan ke sektor politik atau pemerintahan. Dalam teori
ini menjelaskan bagaimana proses pengambilan keputusan dalam penentuan pilihan
kebijakan publik yang paling efektif. Teori pilihan publik ini mendeskripsikan bahwa secara
tipikal, ahli ekonomi politik melihat bahwa dalam wujud demokrasi, yang memberi ruang
untuk saling melakukan pertukaran diantara masyarakat, partai politik, pemerintah dan
birokrat.

3
Teori pilihan publik membantu pemerintah dalam memberikan kerangka atau
penjelasan mengenai bagaimana pemerintah mengambil keputusan. Sehingga dapat
membantu mempelajari perilaku anggota politik sebahai petunjuk untuk mengambil
keputusan public dalam penentuan pemilihan kebijakan public yang paling efektif.
Teori pilihan publik sebagian berasal dari literatur-literatur tentang keuangan negara
yang dikembangkan tahun 50-an oleh Musgrave & Peacock (Classics in the Theory of Public
Finance, 1958); Musgrave (The Theory of Public Finance, 1959); dan sebagian dari
kontribusi Kenneth Arrow (Social Choice and Individual Values, 1951); Anthony Downs (An
Economics Theory of Democracy, 1957); James Buchanan & Gordon Tullock (The Rational
Peasant, 1978). Teori-teori Olson (The Logic of Collective Action, 1965); dan Popkins (The
Rational Peasant, 1978). Teori-teori tersebut oleh pakar-pakar ekonomi dikembangkan lebih
lanjut menjadi Teori Publik. Tujuannya adalah untuk membantu pakar-pakar politik
memfasilitasi konseptualisasi berbagai teori politik sebagai masalah-masalah aksi kolektif.
Menurut Didik J. Rachbini pilihan publik adalah penerapan metode-metode ekonomi
terhadap bidang politik dengan dua masalah pokok yaitu masalah tindakan kolektif dan
masalah mengorganisasikan preperensi. Sedangkan politik diartikan sebagai seni bagaimana
sistem pemerintahan dilaksanakan. Public choice adalah pengambilan keputusan secara
bersama-sama/kolektif yang dilihat dari prespektif ekonomi untuk menjelaskan fenomena
social-politik. Dalam teori public choice ada beberapa unsure penting yang harus di
perhatikan yaitu supply-demand (pertukaran) dan kelembagaan.
Menurut Samuelson & Nordhaus (1995), teori pilihan publik adalah salah satu cabang
ilmu ekonomi yang memepelajari bagaimana pemerintah membuat keputusan yang terkait
dengan kepentingan masyarakat (publik). Lebih jelas, Samuelson & Nordhaus
mendefinisikan teori pilihan publik sebagai berikut: “Public Choice Theory asks about ‘how’,
‘what’, and ‘for whom’ of the public sectors just as supply and demand theory examines
choices for the private.
Definisi yang lebih sederhana diberikan oleh Caporaso & Levine (1993), yang
mengartikan pilihan publik sebagai aplikasi metode-metode ekonomi terhadap politik.
Definisi tersebut sesuai dengan pendapat Buchanan (1984) yang mengatakan bahwa teori
pilihan publik menggunakan alat-alat dan metode-metode yang sudah dikembangkan hingga
tingkat analisa canggih ke dalam teori-teori ekonomi dan diaplikasikan ke sektor politik atau
pemerintahan, ke ilmu politik atau ke ekonomi publik.

4
Pengertian secara umum public choice adalah sebuah perspektif untuk bidang politik
yang muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi
terhadap proses pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non pasar (non
market phenomena). Tetapi diakui bahwa keterangan pendek ini tidak cukup memberi
deskripsi yang lengkap karena untuk mencapai suatu perspektif bagi politik seperti ini
diperlukan pendekatan ekonomi tertentu. PC adalah sebuah perspektif untuk bidang politik
yang muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi
terhadapa proses pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non pasar (non
market phenomena). Tetapi diakui bahwa keterangan pendek ini tidak cukup memberi
deskripsi yang lengkap karena untuk mencapai suatu perspektif bagi politik seperti ini
diperlukan pendekatan ekonomi tertentu.

2.2 Perkembangan Public Choice


Pada decade 1980-an literature politik dipenuhi tulisan-tulisan tentang rational choice
atau public choice yang menjelaskan hubungan antara ekonomi dan politik melalui
paradigma antara ekonomi klasik public choice (tabel) :

Variabel Ekonom kllasik Publik Choice


Supplier Produsen, pengusaha, Politis, parpol, birokrasi, pemerintah
distributor
Demander Konsumen Pemilih (voters)
Jenis Komoditas Komoditas individu Komoditi public (publicgoods)
(privategoods)
Alat transaksi Uang Suara (voters)

Jenis transaksi Voluntarytransaction Politic as exchange


(sukarela)

Samuel Popskin menjelaskan bahwa public choice dapat dipakai juga sebagai studi
terhadap institusi-institusi ekonomi non-pasar dan pelunasan dari metodologi ekonomi mikro
terhadap -institusi non-pasar tersebut dalam tatanan non-pasar. Artinya public choice menjadi
jembatan antara ekonomi (dalam menerapkan model-model rasional dari individu-individu
yang terlibat didalam pasar) dengan ilmuan sosial lain yang mempunyai asumsi ekonomi
tentang alokasi sumber daya yang terbatas tetapi tidak aplikatif terhadap studinya untuk
institusi-institusi pedesaan.

5
2.3 Ruang Lingkup Public Choice
Public Choice merupakan metode-metode ekonomi terhadap bidang politik dengan 2
masalah pokok:
a) masalah tindakan kolektif ( collectiveaction), dan
b) masalah mengagregasikan preferensi.
Ilmu ekonomi terlahir untuk mengatur atau memberikan arah yang tepat dalam
pengalokasian sumber-sumber ekonomi yang langka dan politik dipakai untuk menyiasati
bagaimana suatu sistem pemerintahan dilaksanakan sebagai suatuart/seni. Jika negara
memiliki sumberdaya ekonomi yang tak terbatas , maka ilmu ekonomi dan ilmu politiktidak
diperlukan lagi untuk mengatur pengalokasiannya dalam mewujudkan sistem pemerintahan
dan kekuasaan. Namun, jika sumberdayanya terbatas maka ada beberapa cara untuk
mengaturnya antara lain :
a. Altruisme adalah pola alokasi sumberdaya ekonomi atas dasar sistem dan hubungan
pemberian. Artinya ada keterlibatan moral atau emosional : karena rasa kemanusiaan ,
persahabatan dan sebagainya . Sebagai contoh , bantuan bencana kepada yang terkena
musibah di daerah-daerah. Bantuan tersebut yang merupakan komoditas individu berubah
atau bergeser menjadi komoditas publik dalam proses distribusinya.
b. Anarkhi adalah suatu sistem tanpa hukum atau aturan . Jadi , suatu komoditas publik
yang terbatas dimanfaatkan oleh sekelompok orang tertentu tanpa batasan dan aturan yang
jelas dan pemanfaatannya bersifat anarkhi.
c. Pasar (Market) adalah suatu konsep kontroversial sebagai medium pertukaran atau
transaksi berbagai hal. Sumberdaya ekonomi dapat menjadi suatumarket karena adanya
voluntarisme.
d. Pemerintah dan birokrasi adalah lembaga yang mampu membuat aturan, menerapkan
dan mengenakan sanksi-sanksi tertentu dan mampu menyelesaikan masalah -masalah
kompleks seperti kegagalan pasar dan dampak eksternalitas. Sumberdaya ekonomi yang
terbatas akan mampu dikelola oleh pemerintah dengan birokrasinya sehingga masalah-
masalah ekonomi yang terjadi di lapangan dapat dieliminir.

2.4 Perspektif Public Choice


James Buchanan (ekonomi hadiah nobel) menerangkan konsep public choice tidak
sebagai teori yang sempit, melainkan sebagai perspektif. Public choice adalah perspektif
untuk bidang politik yang muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode
ilmu ekonomi terhadap proses pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non-

6
pasar. Buchanan menganalisa aspek terpisahdari dua elemen perspektif public choice. Aspek
pertama pendekatan “catallactics” umum pada ilmu ekonomi, sedangkan aspek kedua adalah
postulasi apa yang dikenal sebagai “homo economicus” dalam kaitannya dengan sikap
individual.
Aspek pertama adalah catallaxy atau ekonomi sebagai ilmu pertukaran. Menurut
Buchanan pengertian ilmu ekonomi bukan hanya dalam terminologi hambatan kelangkaan
sumber daya saja, tatapi juga menagaplikasikan disiplin ilmu ekonomi sesuai asalnya dengan
konsentrasi pada akar filsafat, “properties” dan lembaga pertukaran (institution of exchange).
Sehubungan dengan itu F.A Hayek mengartikan “catallaxy” sebagai pendekatan terhadap
ekonomi sebagai subyek pencarian dan gambaran perhatian langsung terhadap proses
pertukaran, perdagangan atau perjanjian terhadap kontrak. Interaksi politik adalah pertukaran
yang kompleks, oleh karena itu cara memperbaiki pasar adalah dengan memberi fasilitas
proses pertukaran dan melekukan reorganisasi aturan-aturan perdagangan, kontrak dan
“agreement”. Sedangkan untuk memperbaiki politik diperlukan reformasi aturan dan
kerangka dasar dimana permainan politik dilakukan atas dasar falsafah yang bersifat
kesukarelaan.
Aspek kedua adalah pemahaman tentang “homo economicus”, konsep yang semula
diartikan sebagai manusia yang hanya mementingkan kepuasan pribadi, diberi konotasi
sebagai maanusia yang cenderung memaksimalkan utilitas karena dihadapkan pada
keterbatasan sumberdaya yang dimilikinya. Secara teknis konsep ini digambarkan dalam
fungsi utilitas dimana individu terus berusaha untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
Bagi Buchanan, teori pilihan publik bukan metode dalam arti biasa, juga bukan
seperangkat alat analisis, melainkan sebuah perspektif untuk bidang politik. Perspektif ini
muncul dari pengembangan dan pengaplikasian seperangkat dan metode ilmu ekonomi
terhadap proses pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena-fenomena yang
bersifat nonpasar. Lebih tegas, pilihan publik adalah “the economic study of non market
decision making”. Teori pilihan publik dapat digunakan untuk mempelajari perilaku para
actor politik maupun petunjuk bagi pengambilan keputusan dalam penentuan pilihan
kebijakan publik yang paling efektif. Yang menjadi subjek dalam telaah pilihan publik adalah
pemilih, partai politik, politisi, birokrat, kelompok kepentingan, yang semuanya secara
tradisonal lebih banyak dipelajari oleh pakar-pakar politik. Dengan penalaran deduktif, ahli
ekonomi menelusuri watak dan sikap aktor negara yang diasumsikan rasional dan didasarkan
pada kepentingan pribadi dengan memaksimumkan peluang-peluang yang mungkin diperoleh
dari suatu pemilihan. Pengambilan keputusan dengan cara yang disebutkan di atas dapat

7
membuat prediksi-prediksi yang lebih pasti dan menghasilkan keputusan-keputusan politik
yang mempunyai dasar ilmiah dengan jangkauan lebih panjang ke depan. Premis dasar
pilihan publik adalah bahwa pembuat keputusan politik (pemilih, politisi, birokrat) dan
pembuat keputusan privat (konsumen, produsen, perantara) bertindak dengan cara yang sama:
mereka bertindak sesuai kepentingan pribadi. Dalam kenyataan, pembuat keputusan ekonomi
(misalnya, konsumen) dan pembuat keputusan politik (pemilih) biasanya adalah orang yang
sama. Tegasnya, orang yang membeli barang-barang keperluan sehari-hari (konsumen)
adalah orang yang juga memilih dalam sutu pemilihan.
Dalam model pemilihan publik, politik tidak dipandang sebagai arena memperoleh
kekuasaan seperti yang digunakan dalam pendekatan politik murni; melainkan lebih
dipandang sebagai arena permainan yang memungkinkan terjadinya pertukaran di antara
warga negara, partai-partai politik, pemerintah dan birokrat. Seperti halnya dalam permainan
olahraga dan permainan pasar ekonomi, permaianan dalam pasar politik juga memiliki
aturan-aturan yang harus dipatuhi dan para pemain dengan tujuan utama memenangkan
pertandingan. Aturan yang harus diikuti dalam permainan politik adalah konstitusi dan sistem
pemilihan. Ada pun yang menjadi pemain dalam pasar politik adalah para pemilih sebagai
konsumen atau pembeli barang-barang publik, dan wakil rakyat sebagai legislatif dan
politikus, yang bertindak layaknya seorang wirausahawan yang menginterpretasikan
permintaan rakyat terhadap barang-barang publik dan mencarikan jalan sekaligus
memperjuangkan agar barang-barang publik tersebut sampai pada kelompok-kelompok
pemilih yang memilih mereka dalam pemilihan.
Motif orang menjadi anggota legislatif sangat kompleks, mulai dari yang dimotivasi
oleh ideology hingga pragmatisme untuk sekedar mencari makan. Dalam teori pilihan publik,
motivasi para anggota legislatif disederhanakan menjadi “memaksimalkan kesempatan dari
pemilihan” atau “vote maximizers”, sama seperti perusahaan swasta diasumsikan sebagai
“profit maximizers”. Selain pemilih sebagai konsumen dan legislatif serta partai-partai
sebagai pemasok, kadang-kadang ikut serta juga organisasi kelompok kepentingan dalam
permainan politik. Mereka mewakili suatu kelompok masyarakat atau bisnis tertentu yang
diorganisasi untuk melobi pengambil keputusan untuk mengeluarkan kebijakan yang
mengakomodasikan kepentingan para anggotanya, apakah itu kelompok pertanian, guru,
buruh, pebisnis dan sebagainya. Kadang-kadang kelompok kepentingan ini memiliki
kekuatan politik melebihi jumlah anggotanya. Jika kelompok kepentingan menguasai badan
pengaturan dan badan legislatif, ia bisa berubah menjadi apa yang disebut “non-
representative government” (Samuelson & Nordhaus, 1995).

8
2.5 Perbedaan Public Choice dengan Ekonomi Murni
Ada perbedaan antara pendekatan pilihan publik dengan pendekatan ekonomi murni.
Menurut Iain McClean dalam Public Choice: An Intoduction (1987), ekonomi murni
biasanya hanya bersentuhan dengan pilihan individu untuk kasus barang swasta, katakanlah
apel, ia dapat membeli ke penjual buah-buahan atau supermarket, dengan tingkat harga apel
yang berlaku, sesuai dengan mekanisme permintaan dan penawaran. Keputusan yang diambil
pembeli apel, biasanya tidak menimbulkan eksternalitas bagi individu lain. Dalam kasus ini,
si konsumen tidak memerlukan campur tangan pemerintah untuk mengontrol pasok dan harga
apel.
Di sisi lain, ekonomi politk bersentuhan dengan barang publik. Ciri barang publik
yang paling penting adalah sifat pengkonsumsiannya yang tidak eksklusif. Oleh karena sifat
pengonsumsian barang publik yang tidak bisa dipisahkan tersebut, produsen swasta enggan
menyediakan barang publik, sebab tiap orang cenderung menjadi pembonceng. Dengan sikap
masyarakat yang cenderung bertindak sebagai pembonceng, organisasi menjadi tidak efisien,
dan biaya dalam melakukan transaksi menjadi semakin mahal. Di sinilah peran pemerintah
diharapkan mengambil alih fungsi pemasok. Jadi, berbeda dengan kasus barang swasta yang
tidak memerlukan campur tangan pemerintah, dalam kasus barang publik, kehadiran atau
campur tangan pemerintah justru merupakan suatu keharusan.
Berbedanya pilihan publik dengan ekonomi konvensional bukan dalam konsepsi
tentang individu dan kekuatan-kekuatan yang memotivasi tindakan, tetapi lebih pada kendala
dan peluang-peluang yang ditawarkan oleh politik sebagai lawan dari lingkungan pasar. Di
sini, ekonomi (sebagai pertukaran pasar, produksi dan konsumsi) dan politik (sebagai
pertukaran politik, kekuasaan dan hubungan otoritas) muncul sebagai aplikasi disbanding
sebagai masalah yang berbeda. Politik di sini merujuk pada institusi-insitusi dan proses-
proses melalui mana individu-individu mengejar preferensi mereka masing-masing.
(Caporaso & Levine, 1994)
Dengan pendekatan pilihan publik, tidak ada lagi sekat-sekat pemisah antara ekonomi
dan politik, antara pasar dan pemerintah, antara pribadi dan masyarakat publik. Dalam model
pilihan publik, ekonomi diperluas mencakup politik, pasar diperluas mencakup pemerintah,
dan pribadi diperluas menjadi masyarakat. Pendekatan perluasan seperti ini lazim disebut
dengan catallactic. Atas perluasan metodologi ekonomi ini, banyak ahli-ahli sosial yang
khawatir bahwa akhirnya ilmu ekonomi digunakan untuk menelaah segala hal yang dulu
menjadi objek kajian ilmu politik. Ini berarti bahwa orang-orang politik harus belajar pada
orang-orang ekonomi untuk membahas proses-proses politik.

9
Kekhawatiran di atas sebetulnya beralasan, sebab walau dalam pilihan publik banyak
menggunakan konsep-konsep dan metodologi ekonomi, bukan berarti telah terjadi kolonisasi
ekonomi untuk merambah ke bidang-bidang sosial, budaya dan politik. Pilihan publik justru
dikembangkan untuk mambantu pakar-pakar sosial, budaya dan terutama pakar politik dalam
mengamati dan menganalisis proses-proses politik dan keputusan-keputusan politik dengan
memanfaatkan konsep-konsep dan metodologi ekonomi yang lebih maju. Hanya saja, karena
perangkat dan metode yang digunakan untuk membahas proses-proses politik tersebut lebih
dikuasai oleh orang-orang ekonomi, wajar jika pakar-pakar ekonomi murni mengembangkan
sayapnya lebih lebar. Pemisahan ilmu ekonomi dengan ilmu politik adalah kesalahan ekonom
murni neoklasik yang tidak mau melibatkan diri dengan penataan nonpasar. Padahal asumsi-
asumsi ekonomi juga bisa diterapkan dalam penataan pemanfaatan kekayaan paradigma
ekonomi yang selama ini terfokus pada masalah kelangkaan sumber-sumber ekonomi saja ke
bidang-bidang sosial, dimulai dengan pengaplikasian konsep barter dan perdaganagn ke
dalam bidang politik.
Dalam model pasar persaingan sempurna yang dikembangkan pakar-pakar ekonomi
murni, harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Dalam proses ini,
baik konsumen maupun produsen tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk bisa
mempengaruhi harga-harga di pasar. Secara perorangan konsumen dan produsen bisa
menaikkan atau menurunkan permintaan dan penawaran mereka, tetapi karena jumlah
pembeli dan penjual di pasar sangat banyak maka tindakan perorangan tersebut tidak cukup
signifikan untuk bisa mempengaruhi harga di pasar. Pada akhirnya baik konsumen maupun
produsen bertindak sebagai price takers, menerima tingkat harga yang terbentuk di pasar.
Dalam model pasar persaingan sempurna, harga terbentuk sebagai proses interaksi sukarela
antara konsumen dan produsen.
Dengan pengaplikasian metodologi ekonomi ke politik, proses-proses dan keputusan-
keputusan politik juga akan tercapai secara sukarela. Adanya pertukaran yang terjadi secara
sukarela dalam masyarakat, sesuai pilihan publik, jelas lebih baik ketimbang model
pemaksaan kekuasaan yang selama ini melekat dalam politik. Sebagaimana diketahui, dalam
pendekatan politik tradisional, proses-proses dan pengambilan keputusan politik lebih
didominasi oleh kekuasaan yang sifatnya bukan sukarela. Karena dalam pilihan publik
proses-proses dan keputusan politik dicapai berdasarkan persetujuan sukarela, berarti dengan
menerapkan konsep-konsep ekonomi ke dalam proses-proses dan pengambilan keputusan-
keputusan politik, politik dan ilmu politik justru “lebih lembut”.
Demikianlah, berkat pilihan publik terjadi penyatuan kembali antara ilmu ekonomi dengan

10
ilmu politik. Dengan adanya perkembangan ini, diharapkan bahwa di masa yang akan datang
tidak ada lagi sekat-sekat atau kotak-kotak disiplin ilmu sosial. Ilmu-ilmu sosial yang ada
justru saling mengisi dan saling menguatkan. Jika terjadi pemisahan, ilmu sosial bisa lemah
dalam analisis, sebab banyak gejala-gejala sosial yang tidak terungkap secara saksama oleh
masing-masing kelompok.

2.6 Implikasi Penerapan Pilihan Publik

1. Perlu reformasi kelembagaan publik, yaitu reformasi aturan-aturan dan kerangka


dasar di mana proses-proses dan pengambilan keputusan berlangsung.
2. Perlu desentralisasi kekuasaan dan kewenangan politik, sebab tatanan seperti transaksi
pasar dipandang lebih baik dibanding tatanan dominasi kekuasaan.
3. Perlu dilakukan reorganisasi aturan-aturan perdagangan, kontrak dan persetujuan.

Reformasi kelembagaan publik dan desentralisasi kekuasaan, biasanya kurang disukai


oleh penguasa dan “politikus” terutama di negara berkembang. Ini yang menyebabkan
menagpa para penguasa dan politikus tersebut cenderung menolak pendekatan pilhan publik.
Kecenderungan seperti ini sangat menonjol di negara-negara yang belum atau kurang
demokratis. Hal ini ditunjukkan oleh kenyatan bahwa pendekatan pilihan publik hanya
berkembang lebih baik di negara-negara yang sudah memiliki akar demokrasi yang kuat,
sedang di negara-negara yang belum demokratis, tidak terkecuali di Indonesia, penerapannya
harus diperjuangkan lebih keras. Masalah lain dalam penerapan pilihan publik di negara-
negara berkembang ialah pada asumsi bahwa pelaku-pelaku politik juga ingin
memaksimumkan kesejahteraan sesuai prinsip kepentingan pribadi kaum klasik. Seperti
konsumen yang ingin memaksimumkan utilitas dan produsen yang memaksimumkan
keuntungan, pelaku-pelaku politik juga dianggap sebagai homo economicus yang ingin
memaksimumkan kepentingan pribadi masing-masing.Penerapan asumsi homo economicuc
dan kepentingan pribadi di negara-negara maju yang masyarakatnya sudah lebih demokratis,
tidak menjadi masalah. Seperti dijelaskan oleh tokoh klasik Adam Smith, justru upaya
mengejar kepentingan pribadi inilah yang secara tidak langsung meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, asalkan dalam upaya pencapaian tujuan pribadi tersebut mengikuti rambu-
rambu, hukum dan kelembagaan yang ada. Sedangkan ajaran tentang homo economicus dan
prinsip kepentingan pribadi, masih terkesan sangat negatif di negara-negara berkembang.

11
Pendekatan publik bisa bersifat normatif dan positif. Di satu sisi, pilihan publik
normatif terlibat dengan karakteristik-karakteristik yang diinginkan dari aturan-aturan,
prosedur-prosedur, dan institusi-institusi melalui mana pilihan kolektif diambil, sedangkan di
sisi lain, pilihan publik bersifat positif, berusaha menawarkan penjelasan-penjelasan untuk
aturan-aturan, proses-proses pilihan dan konsekuensi-konsekuensinya.

Teori pilihan publik normatif biasanya terkait dengan isu-isu desain politik, aturan-
aturan dasar politik, dan kerangka konstitusional dimana proses-proses politik berlangsung.
Teori pilihan publik normatif terkait dengan analisis tentang sifat-sifat yang diinginkan dari
sistem politik. Misalnya, pengaturan kelembagaan mana yang lebih efisien, yang lebih adil,
atau lebih responsif? Atau tipe-tipe aturan voting mana yang betul-betul mentranslasikan
preferensi individu ke keputusan politik? Struktur pemerintah yang bagaimana yang bisa
mencegah pemusatan kekuasaan? Contoh-contoh pilihan publik normatif cukup banyak,
antara lain yang dikembangkan oleh Kenneth Arrow dalam Social Choice and Individual
Value (1951) dan oleh Amartya Sen dalam Colective Choice and Social Welfare (1970).
Di sisi lain, teori pilihan publik positif tidak bicara tentang nilai-nilai, melainkan lebih fokus
pada upaya untuk menjelaskan. Dengan asumsi bahwa tiap warga bertindak atas dasar
kepentingan pribadi (dalam pengertian ekonomi), sekarang bagaimana menciptakan politik
yang bisa meraih kepentingan pribadi-pribadi tersebut. Lebih tegas, pilihan publik positif
terkait dengan upaya menjelaskan perilaku politik yang dapat diobservasi dalam istilah-istilah
pilihan secara teoritis. Yang sering dibahas dalam pilihan publik positif ialah: mengapa dan
bagaimana orang membentuk hukum atau undang-undang, membentuk institusi-institusi
politik, bergabung dengan kelompok, atau memilih?

Pendekatan penelitian aliran ekonomi politik positif lebih banyak didasarkan pada
metodologi ekonomi mikro aktor rasional. Meski lebih banyak melakukan studi tentang
keputusan-keputusan rasional dalam sebuah konteks institusi-institusi politik dan ekonomi.
Kajian mereka lebih bersifat analitikal dibandingkan pendekatan-pendekatan tradisional.
Pembahasan lebih terfokus pada regularitas empiris, dengan tujuan utama penjelasan teoritis.
Tentang tata cara kerja ekonomi politik positif dapt diikuti tulisan-tulisan Paul Milgron &
John Robert, David M. Kreps serta Horald Demsertz. Untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas tentang ekonomi politik positif, dapat dilihat artikel The Emerging Dicipline of
Political Economy oleh Peter C. Ordeshook (1994).

12
2.7 Contoh dan Analisis Kasus

Kenaikan Harga BBM ke-4 Kali Era SBY


Suhendra - detikfinance
Jumat, 21/06/2013 23:04 WIB
Halaman 1 dari 2

Jakarta -Pemerintah baru saja mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) subsidi untuk Premium dan Solar. Kenaikan harga BBM malam ini menjadi yang
keempat kalinya dilakukan pada era Presiden SBY sejak berkuasa sejak 2004 lalu.

Berdasarkan data yang dihimpun detikFinance, Jumat (21/6/2013) tercatat pada era
Pemerintahan Presiden SBY sudah ada 5 kali kebijakan yang berkaitan dengan harga
BBM subsidi. Dari lima kali kebijakan itu, ada empat kebijakan menaikkan harga BBM
subsidi dan satu kali menurunkan harga BBM....................

Kemudian semenjak Presiden SBY dilantik jadi Presiden yang kedua kalinya bersama
Wakil Presiden Boediono pada 20 Oktober 2009 sempat ada keinginan pemerintah untuk
menaikkan harga BBM pada awal 2012 namun tidak kesampaian karena ditolak DPR.
Beberapa opsi untuk menghemat anggaran subsidi BBM dengan pembatasan pembelian
BBM subsidi pun hanya sebatas rencana tanpa ada realisasi.

Pada akhirnya pada malam ini pemerintah memutuskan kenaikan harga BBM setelah
proses persetujuan paripurna DPR pada 17 Juni 2013 terkait kompensasi untuk orang
miskin dalam RAPBN-Perubahan 2013. Sejatinya pada APBN 2013, pemerintah punya
kewenangan menaikkan harga BBM tanpa persetujuan DPR.

Perubahan kenaikan harga BBM semasa pemerintahan SBY yang di mulai tahun
2005, dan beberapa kenaikan di tahun berikutnya merupakan “pilihan publik” dari pemikiran
ekonomi penguasa yang memperhitungkan anggaran negara dengan perbandingan kenaikan
harga minyak dunia. Upaya mempertahankan keterpurukan negara dari pengaruh naiknya
harga minyak dunia, akan ditantang oleh kenyataan ekonomi bahwa masyarakat Indonesia
yang secara keseluruhan roda perekonomiannya digerakkan oleh BBM. Public Choice atau
“pilihan publik” dapat menjadi sebuah konsep idiologi yang mampu mencerdas generasi
bangsa tentang apa yang benar dan salah dalam praktik kebijakan publik, maupun alasan-
alasan pembenar dari diambilnya sebuah kebijakan.

13
Politik Uang Dominasi Pelanggaran Pemilu 2014
Sunday, 11 May 2014, 19:32 WIB
http://www.republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus politik uang mendominasi pelanggaran Pemilu


Legislatif (Pileg) 2014. Kesimpulan itu terungkap dari hasil teropong pemberitaan pengamanan
pemilu yang telah dilakukan Indonesia Indicator (I2), lembaga riset berbasis piranti lunak
Artificial Intelligence (AI) untuk menganalisis indikasi politik, ekonomi, sosial di Indonesia
melalui pemberitaan (media mapping).

Direktur Komunikasi I2, Rustika Herlambang mengungkapkan, dalam dua bulan terakhir,
terdapat 14.556 pemberitaan terkait pengamanan pemilu legislatif di Indonesia. Dari data
tersebut, kata dia, terdapat sebanyak 3.318 atau 23 persen yang memuat pemberitaan
tentang pelanggaran pemilu.

"Bentuk pelanggaran yang paling banyak mendapatkan sorotan media adalah politik uang (1.716
ekspos)," ujar Rustika dalam siaran pers yang diterima ROL, Ahad (11/5). Sedangkan,
kasus penggelembungan suara (593 ekspos), pemilu ulang atau pencoblosan ulang (393 ekspos),
pelanggaran kode etik (315 ekspos), serta penghitungan ulang (301 ekspos)....Rustika
menegaskan, pelanggaran pemilu terbanyak mendapatkan sorot media adalah politik uang
(52%), penggelembungan suara (18%), pemilu ulang atau pencoblosan ulang (12%), pelanggaran
kode etik (9%), serta penghitungan ulang (9%).

"Khususnya tentang politik uang, situasi ini dibicarakan di seluruh propinsi di Indonesia. Inilah
catatan besar untuk penyelenggaraan pilpres yang lebih baik," cetus Rustika.

Dominannya kasus politik uang, kata dia, menjadi catatan besar terkait kualitas Pemilu Legislatif
2014. Menurut dia, terdapat banyak indikasi pelanggaran (electoral fraud) di beberapa wilayah.
"Aksi politik uang, terjadi secara masif di seluruh daerah di Indonesia.".........

Money politic adalah suatu kasus yang menjelaskan masalah jual beli suara dalam
proses politik dan kekuasaan. Ada beberapa contoh modus operandi “money politics” yaitu
operasi fajar, bujukan politik, sumbangan kas, mobilisasi dana pemilu, suka rela, dan
konsolidasi dana dalam bentuk yayasan. Sumber dana yang digunakan dalam modus operandi
“money politics” berasal dari pengusaha atau konglomerat, dari pembiayaan yang
memanfaatkan kekayaan Negara misalnya BUMN, dan dari pengeluaran pemerintah yang
legal dalam APBN. Secara meluas modus operandi “money politics” terjadi dalam berbagai
bentuk. Pertama pengusaha memberi dana untuk pemilu calon pengusaha, kedua pemberian
dana untuk memprngaruhi kebijakan pemerintah, ketiga pemberian dana kepada pejabat.
Money politik atau juga Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau
janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih
maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan
umum.Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah
bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau

14
bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang
dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan
gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka
memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.
Dasar Hukum Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi: "Barang
siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan
pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya
untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan
pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih
yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."

15
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Public choice merupakan sebuah perspektif didalam bidang politik yang timbul dari
pekembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi terhadap proses
pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non pasar. Public Choice dapat
menjadi sebuah konsep idiologi yang mampu mencerdaskan generasi bangsa tentang apa
yang benar dan salah dalam praktik kebijakan publik, maupun alasan-alasan pembenar dari
diambilnya sebuah kebijakan.karena public choice sebagai suatu praktik dalam pemerintahan
dan sector swasta untuk memajukan kehidupan bangsa dalam menetukan suatu tujuan dan
pencapaian baik secara ekonomi dan politik

Dalam aplikasinya yang merupakan salah satu kasus dari public choice adalah adanya
money politic yang merupakan suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik
agar orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun agar menjalankan haknya
dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Praktek Money Politic dilakukan dengan
cara pemberian berbentuk uang guna menarik simpati seseorang kepada pihak yang
bersangkutan. Selain pemilih sebagai konsumen dan legislatif sebagai pemasok, kadang-
kadang ikut serta organisasi kelompok kepentingan dalam permainan politik. Mereka
mewakili suatu kelompok masyarakat atau bisnis tertentu yang diorganisasi untuk melobi
pengambil keputusan untuk mengeluarkan kebijakan yang mengakomodikasikan kepentingan
para anggotanya. Kadang-kadang kelompok kepentingan ini memilih kekuatan politik
melebihi jumlah anggotanya dan terjadilah tindakan politik uang.

Begitu juga kasus kenaikan BBM pada masa SBY merupakan sebuah “pilihan publik”
dari pemikiran ekonomi penguasa yang memperhitungkan anggaran negara dengan
perbandingan kenaikan harga minyak dunia. Eksistensi upaya mempertahankan keterpurukan
negara dari pengaruh naiknya harga minyak dunia, akan ditantang oleh realitas ekonomi para
pengusaha kecil yang memakai BBM maupunmasyarakat Indonesia yang secara keseluruhan
roda perekonomiannya digerakkan oleh BBM.

16
Dengan demikian, public choice dalam aplikasinya sangat erat kaitannya dengan
masyarakatpemilih, partai politik, politisi, birokrat, kelompok kepentingan dan aturan-aturan
pemilihan umum.Semua ini biasanya dikaitkan dengan ilmu politik, tetapi pada saat ini para
ahli ekonomi politik mengembangkan pendekatan baru dengan meminjam paradigm dasar
pada ilmu ekonomi. Jadi, publicchoice bukan hanya suatu objek studi, tetapi juga sebuah cara
untuk menelaah subjek yang secaradefinitive yang di artikan sebagai the economic study of
nonmarket decision making

17
DAFTAR PUSTAKA

Mulyani. 2010. Public Choice. (Online) (http://rakilmu.blogspot.com/2010/05/public-


choice.html, diakses pada tanggal 4 Oktober 2014)

Rezkiansyah, Reza. 2011. Public Choice.(Online)


(http://rrezkiansyah.blogspot.com/2011/09/publick-choice.html, diakses pada tanggal
30 September 2014)

Yusuf, Akhyar. 2008. Teori Pilihan Publik. (Online)


(http://www.slideshare.net/IhsanFarhan/teori-pilihan-publik, diakses pada tanggal 30
September 2014)

Indradi, Syamsiar. 1986. Pengantar Ilmu Administrasi Negara. Malang: Penerbit Dharma

Islamy, M.Irfan. 2003. Dasar-Dasar Administrasi Publik dan Manajemen Publik. Malang:
Unibraw

Pasolong, Harbany. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Penerbit Alfabeta

Zauhar, Soesilo. 1992. Pengantar Ilmu Administrasi Negara. Malang: Dwi Murni Offset

Wazni. 2011. Varians Ekonomi Politik Public Choice. (Online)


(http://wazni.staff.unri.ac.id/2011/01/29/varians-ekonomi-politik-1-public-choice/,
diakses pada tanggal 30 September 2014)

18

Anda mungkin juga menyukai