Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

METODELOGI ILMU POLITIK

PENDEKATAN THEORY RATIONAL CHOICE

Dosen Pembimbing

(Reski Yanti Nurdin S.IP.,MA.)

Di susun Oleh :

Tritia Kurniati 30600119047

Muh. Teguh Setyadi 30600119051

Astri nugrayanti 30600119040

Muh khalil Gibran 30600119053

PRODI ILMU POLITIK

FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sejak pertama kali digelar pada tanggal 29 september 1955 Pemilihan umum (pemilu)
sebagai salah satu konsep dasar demokrasi, Pemilu dianggap lebih cocok oleh masyarakat
karena langsung memberikan mereka ruang dalam memilih pemimpinnya berbeda dengan
sistem sebelumnya dipilih langsung oleh pemerintah/parlemen.

Dalam Undang- Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintah
Daerah, dengan pelaksanaan pemilihan langsung kepala daerah (pilkada). Masyarakat antusias
dengan ini karena mereka dapat memilih pemimpin daerahnya sendiri, mereka dapat
mengekspresikan hak – hak mereka bukan hanya pada pemilihan kepala negara saja, tetapi juga
daerahnya. Nilai pemilihan langsung kepala daerah adalah dengan kebebasan mayarakat dalam
mengenal tokoh lebih dekat, dan di anggap mampu memilah pemimpin seperti apa yang
cocokuntuk memimpin daerahnya 5 tahun ke depan.

Paradigma pilkada langsung yang menempatkan rakyat sebagai “Raja” dalam prosesnya
telah menghadirkan analisis yang menarik tentang prospek demokratisasi di tingkat local. Disatu
diharapkan aspek – aspek positif muncul,seperti partisipasi masyarakat, kebebasan memilih,
akuntabilitas pemerintahan dan lain lain. Namun di sisi lain Aspek negatifnya, yang sangat sulit
dihindarkan seperti permainan politik uang (Money politik), konflik dan kekerasan politik, serta
black campaign (kampanye hitam) dari tim kampanye dari salah satu kandidat calon pemimpin
demi memenangkan pertarungan politik pilkada tersebut1

Seiring berjalannya waktu, proses pemilu pun dinamis, sulit diterka dan diprediksi,
tentunya menjadi tantangan senidri bagi partai politik dalam mendapatkan dukungan dari pemilih
, misalkan Golongan Putih atau biasa disebut Golput, pasca reformasi, Golput semakin
meningkat dan tidak terkendali. Apa penyebabnya, hingga cara untuk menekan angka golput,
selalu menarik untuk diperbincangkan. Kebijakan kebijakan pemerintah seperti apa yang telah
dilakukan? Semua akan kami bahas menggunakan metode Rational Choice.
1
Syah firdaus (Paradigma Rational Choice dalam menelaah fenomena golput dan perilaku pemilih di Indonesia)
Sebagaimana yang telah kita ketahui, hakikat teori rational choice ini adalah memusatkan
perhatian pada individu dalam pemerintahan dan pembuatan keputusan pemerintah .
Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan-keputusan itu
adalah tujuan mayarakat, dapat pula menyangkut kebijakan kebijakan umum. Joyce mitchel
mengatakan “politik adalah pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan umum untuk
masyarakat selanjutnya” . Begitupun perihal, pilihan rasional individu dan kelompok,
masyarakat dan negara dalam Golongan putih atau Golput.

Keputusan pilihan Rational choice akan kami jelaskan di Bab Analisis.

Adapun, metode penelitian yang penulis gunakan adalah diskripif kualitatif sementara, teori
yang dipakai adalah rational choice .

BAB II
Pembahasan Teori

Kerangka Teori Rational choice “sebuah prespektif dan perangkat analisis dalam ilmu
politik”

1. Pengertian Teori Rational Choice

a) Rational Choice (Pilihan Rasional)


Teori Rational Choice secara umum melihat suatu pilihan secara rasional kepada
kalkulasi untung dan rugi. Apa pilihan yang terbaik di antara banyak pilihan yang
ada. Hal ini utamanya dilakukan dalam rangka hubungan kerja sama, berusaha
mencari solusi yang terbaik diantara alternatif – alternatif yang ada. Terutama dalam
bidang ekonomi, dalam suatu hubungan kerjasama masing – masing pihak akan
mengkalkulasikan untung – rugi dalam mengambil keputusan.
b) Rational Coice menurut Charles W. Kegley .
Menurut Charles W. Kegley dan Shanon Blanston, Teori Rational Choice
merupakan teori yang memuat prosedur dalam proses pembuatan keputusan yang
didahului dengan proses pendefinisian berdasarkan situasi yang ada dengan
pertimbangan mengambil opsi terbaik dari segala alternative ada demi mencapai
hasil yang paling optimal, Sedangkan menurut Andrew T Guzman, bahwa
kepentingan suatu negara akan mendorong suatu tindakan rasional untuk berusaha
mencari keuntungan yang sebesar – besarnya bagi kepentingan negara dengan cara
mengidentifikasi kondisi yang ada tanpa memikirkan kepentingan negara lain. Dalam
usaha optimalisasi alternative – alternative pilihan, didahului dengan proses
pengabilan keputusan berdasarkan pertimbangan kondisi yang ada.

2. Penerapan teori rational choice dalam ilmu politik salah satunya adalah untuk
menjelaskan perilaku memilih, suatu masyarakat terhadap tokoh atau partai tertentu
dalam konteks pemilu. Teori pilihan rasional sangat cocok untuk menjelaskan variasi
perilaku memilih pada suatu kelompok yang secara psikologis memiliki persamaan
karakteristik. Pergeseran pilihan dari satu pemilu ke pemilu yang lain dari orang yang
sama dan status sosial yang sama tidak dapat dijelaskan melalui pendekatan
sosiologis maupun psikologis. Dua pendekatan terakhir tersebut menempatkan
pemilih pada situasi dimana mereka tidak mempunyai kehendak bebas karena ruang
geraknya ditentukan oleh posisi individu dalam lapisan sosialnya.

3. Teori pengambilan keputusan (Decision Making) berdasarkan Theory rational


choice

Setiap proses membentuk kebijakan umum atau kebijakan pemerintah adalah


hasil dari suatu proses pengambilan keputusan, yaitu memilih beberapa alternatif yang
akhirnya ditetapkan sebagau kebijakan pemerintah. Menurut george R.tarrey dan
brinvloe, dasar-dasar pendekatan dari pengambilan keputusan yang dapat digunakan
yaitu, Intuisi, pengalaman,fakta, wewenang dan terakhir logika rasional.
Teori decision making dalam menggunakan pendekatan theory rationa choice,
adalah teori logika/rasional adalah pengambilan keputusan yang berdasarkan logika ialah
suatu studi yang rasional terhadap semua unsur pada setiap sisi dalam proses
pengambilan keputusan. Pada keputusan yang berdasarkan rasional , keputusan yang
dihasilkan bersifat objektif, logis lebih transparan , konsisiten untuk memaksimumkan
hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu , sehingga dapat dikatakan mendekati
kebenaran atau sesuai dengap apa yang diinginkan.

4. Teori Rational Choice (Ekonomi dan Politik)

Buchanan (1972) menjelaskan bahwa teori pilihan rasional adalah teori ekonomi
neo klasik yang diterapkan pada sektor publik yang mencoba menjembatani antara
ekonomi mikro dan politik dengan melihat tindakan warga, politisi dan pelayanan publik
sebagai analogi terhadap kepentingan pribadi dan konsumen. Adam smith menjelaskan
bahwa “ orang-orang bertindak untuk mengejar kepentingan mereka , melalui
mekanisme “ the invisible hand” sehingga menghasilkan keuntungan kolektif yang
memberi manfaat pada seluruh masyarakat. Ada dua asumsi kunci teori pilihan rasional
1. Individu yang rata rata tertarik untuk memaksimalkan kegunaan . hal ini berarti
preferensi individunya. Akan mengarah pada pilihan pilihan yang dapat memaksimalkan
keuntungan dan memaksimalkan biaya.
2. Hanya individu yang melihat keputusan, bukan kolektif. Hal tersebut dikenal sebagai
metodologis individualisme dan menanggap bahwa keputusan kolektif adalah agregasi
dari pilihan individu.

Heckathorn, memandang bahwa memilih itu sebagai tindakan yang bersifat rasional dimana
pilihan tersebut sangat menekankan pada prinsip efisiensi dalam mencapai tujuan dari sebuah
tindakan. Coleman memberikan gagasan mengenai teori pilihan rasional bahwa “orang orang
bertindak secara proposif menuju tujuan dengan tujuan (dan demikian dengan tindakan –
tindakan) yang dibentuk oleh nilai nilai preferensi”. Dia juga menambhkan bahwa aktor rasioanl
yang berasal dari ekonomi , dalam memilih tindakan tindakan tersebut seorang aktor akan lebih
memakasimalkan kegunaan, atau yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka.

Hubungan dengan peneliitian ini teori pilihan rasional menjelaskan bagaimana memilih
tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan
kebutuhan mereka atau dengan kata lain, memaksimalkan keuntungan dan meminimalisr biaya.
Meskipun teori ini berakar pada ilmu ekonomi, tetapi dalam perkembangnya teori ini dapat
digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada berbagai macam disiplin ilmu
termasuk didalamnya bagaimana menjelaskan sebuah pilihan tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah negara dalam perumusan kebijakan publik, misalnya akan kami jelaskan pada
pembahasan selanjutnya perihal Analisis fenomena golput di Indonesia, berdasarkan
Thory rational choice.
BABI II

ANALISIS FENOMENA GOLPUT DI INDONESIA

Memilih adalah hak, dan tidak memilih juga merupakan hak. Kalimat tersebut memang
cukup sederhana, namun mempunyai muatan substansi nilai demokratisasi yang sangat urgent.
Menggunakan hak pilih memang diatur di dalam undang – undang, tetapi tidak menggunakan
hak pilih tidak secara eksplisit dijelaskan. Tidak menggunakan hak pilih/ mencoblos, atau biasa
dikenal dengan golput. Memang masih banyak diperdebatkan pada tataran konsep. Namun
pengakuan terhadap fenomena tersebut seakan mengeliminir perdebatan tentang apa yang
disebut golput.

Pembicaraan mengenai golput nyaris tidak pernah lepas dari setiap penyelenggaraan
pemilu di Indonesia maupun di negara yang sudah maju demokrasinya. Sejak pertama kali
dideklarasikan oleh arief budiman menjelang pemilu 1971, golput menjadi istilah ngepop yang
lalu muncul saat berlangsungnya pemilu. Muncuknya golputsebagai reaksi dan sikapkritis dari
kebijakan politik penguasa orde baru tentang penyelenggaraan pemilu. Kelompok golput
menilai, pemilu yang pertama kali dilaksanakan di orde baru tersebut sudah direkayasa oleh
golkar dan ABRI sebagai pendukung utamnya, guna memenangkan pertarungan politikselama
mungkin di Indonesia.

Golput dalam penyelenggaraan pemilu adalah hal yang wajar. Asumsi golput yang paling
gampang adalah diambil dari jumlah pemilih terdaftar yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Dengan prediksi itu, maka pemilu 5 juli 2004 memang telah menorehkan catatan tersendiri.
Untuk pertama kalinya, sepanjang sejarah pemilu di Indonesia, jumlah golput mencapai lebih
dari 20 persen. Padahal, sejak pemilu 1971 hingga rezim otoriter orde baru berakhir, jumlah
golput hanya berkisaran 10 persen saja.

Menurut Ramlan Surbakti, asumsi tersebut masih bisa diperdebatkan, yang menegaskan
bahwa pemilih terdaftar yang tidak menggunakan haknya tidak bisa serta merta dikelompokkan
sebagai golput. Golput hanyalah mereka yang memang sengaja tidak mau menggunakan hak
pilihnya pada saat pemungutan siuara atau sengaja merusak suaranya. Golput harus dilakukan
sebagai sebuah kesadaran politik. Dengan pengkategorian seperti ini, tentu lebih sulit menelaah
seberapa banyak pemilij yang secara sadar memilih menjadi golput. Dengan demikian,
perhitungan mengenai jumlah golput rill pun akan semakin suliit dilakukan..

Sedangkan Riswandha Imawan menilai, golput adalah keputusan rasional untuk


memperhatikan adanya ketidaksesuaian antara preferensi di kelompok elit politik dengan
publiknya di bawah. Fenomena golput semestinya dianggap sebagai bagian dari koreksi dan
kritik social. Pilihan untuk menekan golput berada ditangan para elit dengan kesadaran mereka
untuk mendeteksi dan mengakomodasikan keinginan yang tumbuh di lapisan sebab dasar dalam
politik adalah trust (kepercayaan).

Riswandha juga mengutip sebagian kalangan yang berpijak pada etika dan moralitas
politik yang berpandangan bahwa pilihan untuk mencoblos seperti kepemilikan saham. Bagi
kelompok ini, ibaratnya pemilik modal, mereka yang terllibat dalam proses tentunya tidak punya
hak untuk ikiut mengubah proses yeng tengah berlangsung. Hanya saja, Riswandha
menyayangkan jika menjadi golput adalah pilihan emosional, apalagi jika langkah itu justru
dilakukan kelompok masyarakat berpendidikan. Politik tidak bisa dilihat sekedar sebagai proses
membagi bagi kursi kekuasaan.

Sementara menurut Komaruddin Hidayat, fenomena golput harus dilihat sebgaai bagian
ketika ada sekelompok orang ingin memberikan catatan bahwa mereka yang sedang
berkompetisi saat ini Not Fully ok. Secara moral, peringatan seperti itu wajar saja dilakukan.
Yang dilarang dalam undang – undang hanya mereka yang secara sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan dan menghalang- halangi seseorang yang akan menggunakan
hak pilihnya2

Urutan pengambilan keputusan menurut Charles W. Kegley terdiri dari:

 . Pengakuan dan definisi masalah

Langkah pertama yang dilakukan adalah melihat karakteristik kondisi masalah yang ada,
selanjutnya pengumpulan data informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan tindakan
2
Asgar. Sofian Munawar.Loc.Cit
suatu Negara yang disesuaikan, dalam fenomena Golput di Indonesia, kami menggunakan
metode penelitian kualitatif, analisis data yang dilakukan melalui kajian pustaka yang
berasal dari 2 sumber, buku dan jurnal.

 Menyeleksi tujuan

Identifikasi masalah di atas, selanjutnya adalah mengarahkan pada tujuan yang dikehendaki.
Hal ini akan teridentifikasi beberapa tujuan sekaligus, sehingga perlu untuk diseleksi tujuan yang
paling sesuai dengan kondisi yang ada dalam suatu negara. Pasca Reformasi seiring gelora
demokratisasi digelar,geliat golput juga semakin meningkat. Asumsi golput yang paling
gampang dari jumlah pemilih terdaftar yang tidak memiliki hak pilihnya. Naming, asumsi
tersebut masih bisa serta merta diperdebatkan, pemilih terdaftar yang tidak menggunakan
haknya tidak bisa serta merta dikelompokkan sebagai golput. Hal ini dapat diiidentifikasi
beberapa tujuan yang telah di rumuskan : Apakah itu golput? Bagaimana golput diatur di
Indonesia? Bagaimana masyarakat menanggapi fenomena ini?

 Identifikasi alternative

Dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai oleh suatu negara, akan mengarahkan pada
alternative – alternative pilihan yang dapat dibuat dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkan oleh suatu Negara. Suatu negara akan mengidentifikasi alternatif – alternatif pilihan
kebijakan yang akan dibuat oleh suatu negara. Dalam permasalahan ini, Indonesia berusaha
mengidentifikasi alternative pilihan guna pengambilan keputusan. Apakah dengan
sosialisasi kepada masyarakat golput akan meredam, Apakah dengan ditetapkan dengan
beberapa kebijakan akan mengatasi permasalahan tersebut, atau apakah dengan edukasi
pemilu semua akan membaik?

 Pilihan kebijakan terbaik

Dari berbagai alternatif pilihan yang dibuat, diambil pilihan terbaik dari hitungan untung –
rugi bagi suatu Negara. Mereka akan otomatis mengambil keuntungan yang paling besar dengan
resiko yang paling sedikit rugi. Hal ini dilakukan agar kebijakan yang diambil mencapai akurasi
paling tinggi untuk mencapai keberhasilan. Pada akhirnya pilihan terbaik yang diambil oleh
Indonesia adalah dalam penetapan Undang – Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 dengan
memperhatikan pokok permasalahan yang diangkat,maka golpiut bukanlah sebuah
pilihan maupun solusi yang terbaik dalam mengambil sikap dalam pemilihan umum,
namun dasarnya golput timbul akibat kurang informasi serta kurang dewasanya pemilih
dalam mengetahui latar belakang calon pemimpin yang akan dipilih dan juga memilih
adalah hak rakyat, mereka boleh menggunakannya dan meninggalkanny. Maka golpiut
menurut UU diperbolehkan.

5. Shadow of the Future Theory

Theory rational choice Merupakan teori yang berisi tentang konsep pertimbangan keuntungan
dalam hubungan kerja sama antar negara. Konsep ini pertimbangan utama adalah keuntungan
maksimal yang bisa diraih di masa depan dibandingkan keuntungan sementara yang didapat saat
ini dalam penentuan kebijakan suatu negara. Tolak ukur dalam melakukan kerjasama adalah
mendapat keuntungan besar di masa mendatang. Konsekuensi untung dan rugi menjadi faktor
utama yang menjadi bahan pertimbangan actor pengambil kebijakan dalam hubungan kerjasama.
Teori ini memperkuat dari konsep Rational Choice bahwa setiap actor mempertimbangkan
untung dan rugi dalam hubungan kerjasam, dengan pihak lain 3. Contohnya, Fenomena Golput
di Indonesia dengan persoalan mengapa masyarakat memilih golput disebabkan oleh
beberapa alasan : pertama, banyaknya perantau yang tidak bisa pulang di berbagai
daerah ketika jadwal pemilu dilakukan, sehingga banyak warga yang bekerja di luar kota
malas untuk meninggalkan pekerjaannya, kedua, kejenuhan dari rutinitas mencoblos
dalam pemilu, kecenderungan terjadinya penggelembungan pemilih golput bisa
terkondisikan mengingat rangkaian acara politik terlalu padat sepanjang tahun. Situasi ini
membuat public jenuh dan memilih untuk melakukan aktivitas rutinnya, ketiga, tidak mau
menggunakan hak pilihnya, warga yang secara sadar tidak mau menggunakan hak
pilihnya memang tidak bisa dikaji secara kualitatif, namun secara rill mereka tidak
menggunakan haknya.

Faktor local lain seperti mobilitas masyarakat di kota besar dan buruknya cuaca
pada sejumlah tempat, juga biisa menjadi penyebab turunya tingkat paretisipasi itu.

3
Nevy rusmarina dewi “pendekatan rational choice pada reformasi ekonomi ( Doi Moi ) di Vietnam”, Jurnal
pemikiran politik islam Vol 1 No.2, 2018, Hal. 141.
Disamping itu, ketidakpedulian masyarakat terhadap keberlangsungan pemilu ditenggarai
sebagai salah satu factor signifikan dalam pilakda. Bisa iuga disebabkan oleh sosialisasi
yang tidak tuntas atau mengenai sasaran. Sementara coordinator Bidang pengawasan
panitia pengawas pemilu (panwas) Didik Supriyanto bersikukuh bahwa salah satu
penyebab naiknya golput adalah daftar pemilih yang tidak “bersih. Artinya masih ada
pemilih yang tidak dikenal atau semestinya tidak berhak memilih, tetapi tercantum daftaf
pemilih.Pertambahan jumlah penduduk pemilih pun, menurut Didik, pantas diragukan.

Pada saat pengumuman legislative pada 5 Mei 2004, KPU sudah menyebutkan
mengenai sejumlah faktor yang menyebabkan tingginya jumlah pemilih terdaftar yang
tidak menggunakan hak pilihnya, factor- factor itu adalah. Pertama, adanya pemilih yeng
terdaftar lebih dari sekali di tempat berbeda. Kedua, adanya kartu pemilih yang tidak
dapat dibagikan karena pemiliknya tidak dikenali. Ketiga, adanya warga yang belum
berhak memilih tetapi diberi kartu memilih, keempat, adanya pemilih yang meninggal
dunia, kelima, adanya pemilih terdaftar yang tidak menerima kartu pemilih, keenam,
tidak datang ke TPS dan ketujuh, pemilih yang memang sengaja tidak menggunakannya.

Namun, selain beberapa hal diatas, banyak ahli yang melihat fenomena golput
sebagai model hubungan elit massa yang tidak harmonis. Ada yang melihat golput terjadi
karena rakyat merasa kurangdihargai oleh parpol, yang mengusung calon pemimpin
dalam pilkada. Ini didasari oleh anggapan bahwa penyelenggaraan pilkada hanya bersifat
procedural. Demokrasi yang terjadi pun, demokrasi procedural. Secara substansial bukan
untuk pemberdayaan dan pendidikan politik rakyat, tetapi hanya dimanfaatkan untuk
memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, dimana orientasinya hanyalah status social,
ekonomi dan politik.4

BAB III
4
Syah Firdaus, paradigm Rational Choice dalam menelaah fenomena golput dan perilaku pemilih di Indonesia,
jurnal ilmu politik dan pemerintahan, Vol. 1 Nomor 2, Januari 2013,hlm.165-184.
PENUTUP

Kesimpulan

Theory rational choice Merupakan teori yang berisi tentang konsep pertimbangan
keuntungan dalam hubungan kerja sama antar negara. Konsep ini pertimbangan utama adalah
keuntungan maksimal yang bisa diraih di masa depan dibandingkan keuntungan sementara yang
didapat saat ini dalam penentuan kebijakan suatu negara. Tolak ukur dalam melakukan
kerjasama adalah mendapat keuntungan besar di masa mendatang. Konsekuensi untung dan rugi
menjadi faktor utama yang menjadi bahan pertimbangan actor pengambil kebijakan dalam
hubungan kerjasama. Teori ini memperkuat dari konsep Rational Choice bahwa setiap actor
mempertimbangkan untung dan rugi dalam hubungan kerjasama dengan pihak lain. Maka kami
menyimpulkan bahwa memang harus diakui bahwa kita belum bisa mengidentifikasikan
secara jelas, apakah golput dilakukan secara sadar maupun tidak. Dari data – data kasus
diberbagai momen pemilu hingga pilkada, data golput didapatkan bersamaan dengan
kesalahan pendataan pemilih, yang bersifat teknis administrative. Namun, angka – angka
tersebut menyadarkan kita bahwa pemimpin dalam menjalankan pemerintahan haruslah
mendapat legitimasi dari yang memimpin. Diakui atau tidaknya masih diperdebatkan atau
tidak, dan dilakukan secara sadar atau tidak, angka – angka warga yang tidak
menggunakan hak pilih maupun suara tidak sah adalah partisipasi politik. Dalam konteks
tersebut, mereka yang “masuk” dalam golput masihmempunyai hak yang sama untuk
mempengaruhi dan berpartisipasi terhadap jalannya proses pemerintahan di daerah
masing – masing hingga ada pilkada kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,Miriam. 2018. Dasar dasar Ilmu politik.Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama.

Nevy rusmarina dewi. 2018 .pendekatan rational choice pada reformasi ekonomi ( Doi Moi ) di
Vietnam. Jurnal pemikiran politik islam .1(2):1920-1926.

Tri ratna rinayuhani . 2017. Rational choice dalam kerjasama pemerintahan indonesia dengan PT
freeport indonesia, jurnal politik . 13(1): 137-150.

Syah Firdaus, paradigm Rational Choice dalam menelaah fenomena golput dan perilaku pemilih
di Indonesia, jurnal ilmu politik dan pemerintahan, Vol. 1 Nomor 2, Januari 2013,hlm.165-184.

Surbakti,Ramlan. 1992. Memahami ilmu politik. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai