Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Pajak merupakan sumber penerimaan terbesar di Indonesia dan sangat penting bagi
kelangsungan pembangunan negara. Penerimaan negara akan meningkat seiring dengan
meningkatnya perekonomian dan taraf hidup suatu bangs. Oleh karena itu dibutuhkan
peran serta masyarakat dalam bentuk kesadaran dan kepedulian untuk membayar
pajak.

Dalam postur APBN tahun 2019 Kementrian Keuangan Republik Indonesia tahun 2019 di
proyeksikan sebesar Rp 2.165,1 triliun. Jumlah berasal dari penerimaan perpajakan
sebesar Rp 1.786,4 triliun. Dan selebihnya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak
dan Hibah. (www.kemenkeu.go.id/apbn2019)

Penerimaan Negara dari sektor pajak ini dapat digunakan untuk mendanai
pembangunan Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Agar
tercapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Maka
dibutuhkan juga peran serta masyarakat dalam bentuk kesadaran kepedulian untuk
membayar pajak. Mengingat pentingnya peranan pajak, maka pemerintah dalam hal ini
Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan
penerimaan pajak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui reformasi peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.

Salah satu langkah yang diambil oleh Direktorat Jendral Pajak adalah dengan melakukan
reformasi dalam bidang perpajakan (tax reform), dimana dalam repormasi perpajakan
tahun 1983 sistem pemungutan telah mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu
perubahan dari official assessment system menjadi self assessment system. Berbeda
dengan official assessment system, dalam self assessment system, Wajib Pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajaknya

Hal tersebut tentu meletakkan tanggung jawab yang lebih besar kepada Wajib Pajak
untuk melaksanakan kepercayaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu,
pemerintah terus memberikan pengertian kepada masyarakat tentang betapa
pentingnya kesadaran dan pemahaman mengenai pajak bagi kelangsungan
pembangunan nasional dan pembiayaan negara.

Apabila masyarakat mengerti tentang manfaat dan fungsi dari pajak, maka masyarakat
sadar akan pajak dan tidak akan lagi di temukan Wajib Pajak yang tidak melaksanakan
kewajiban perpajakannya. Akan tetapi dalam kenyataannya, terdapat cukup banyak
masyarakat yang dengan sengaja melakukan kecurangan-kecurangan dan melalaikan
kewajibannya dalam melaksanakan pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga
menyebabkan timbulnya tunggakan pajak.

Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi


utang pajak dan penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan
menjual barang yang telah disita berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000.

Tindakan penagihan yang berpotensi memberikan pencairan tunggakan pajak antara


lain melalui penagihan pajak aktif yang dilakukan oleh juru sita pajak. Penagihan pajak
aktif dimulai dengan diterbitkannya Surat Teguran yang dikirimkan ke Wajib Pajak yang
mempunyai hutang pajak dan tidak membayar pajak dalam waktu tujuh setelah
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Surat Teguran yang
dikirim bertujuan untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak agar membayar
hutang pajaknya. Jika dalam waktu 21 hari wajib pajak tidak membayar hutang
pajaknya, mak langkah selanjutnya adalah akan diterbitkan surat paksa (pertiwi,2014).
Hal ini penting karena penagihan pajak yang efektif akan memberikan kontribusi yang
besar dalam pencapaian penerimaan pajak yang optimal.

Dengan melihat pentingnya penagihan pajak aktif dalam mengurangi tunggakan Wajib
Pajak, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian yang berfokus untuk
menganalisa pelaksanaan penagihan pajak aktif di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Penelitian ini dikembangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Implementasi
Penagihan Pajak Aktif Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Dalam Mengurangi
Tunggakan Wajib Pajak di KPP

B. Ruang Lingkup Penelitian

Membatasi pembahasan dari permasalahan kedalam satu ruang lingkup sangat penting.
Hal ini ditunjukan agar dalam pembahasan permasalahan ini dapat lebih terfokus dan
terarah sehingga dapat diambil hasil pembahasan yang baik. Dengan demikian
pembahasan dibatasi hanya pada bagaimana implementasi penagihan pajak dengan
Surat Paksa dan Surat Teguran dalam mengurangi tunggakan pajak di kpp

C. Pernyataan Penelitian
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa
terhadap tunggakan wajib pajak ?
2. Bagaimana kontribusi penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa terhadap
tunggakan wajib pajak ?
3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan terhadap penagihan pajak aktif?

D. Tujuan penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian , maka dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis pelaksanaan penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat
paksa terhadap tunggakan wajib pajak ?
2. Untuk mengetahui kontribusi penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat
paksa terhadap tunggakan wajib pajak ?
3. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan terhadap penagihan
pajak aktif?
E. Manfaat Penelitian
1. Aspek Akademisi
Agar dapat bermanfaat bagi mahasiswa atau mahasiswi dan dapat menambah wawasan
pengetahuan dibidang pajak khususnya yang berhubungan dengan penagihan pajak yang
dilakukan di KPP
2. Aspek Praktisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi
tentang Tunggakan Pajak yang diterima melalui penagihan pajak di KPP
3. Aspek Kebijakan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak dan
Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas hasil kinerja serta menjadi bahan
pertimbangan untuk mengambil keputusan yang lebih akurat sehingga kinerja dapat
berjalan sesuai yang diharapkan

BAB II
KAJIAN LITERATUR
A. Penelitian terdahulu
Penagihan pajak masih menjadi topik yang menarik untuk dibahas dalam penelitian oleh
mahasiswa dibidang Akuntansi atau Perpajakan. Telah banyak sebelumnya penulis
terdahulu yang membahas hal yang sama berkaitan dengan Penagihan Pajak,
diantaranya sebagai berikut :

Tabel II.1
Penelitian terdahulu

No Nama Judul Penelitian Masalah Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian
1 Afke Marellu Analisis Pencairan tunggakan
2017 efektifitas pajak menggunakan surat
penagihan pajak teguran dan surat paksa
aktif dengan di KPP Pratama Tahuna
surat teguran tingkat efektivitas masih
dan surat paksa tergolong kurang.
terhadap
pencairan
tunggakan pajak
di KPP Pratama
Tahuna
2 Tingkan Analisis Penagihan pajak Penagihan pajak masih
Larosa Ursula efektivitas dengan tergolong tidak efektif.
Walewangko pencairan tindakan Hal ini disebabkan masih
2016 tunggakan pajak penyitaan terdapat kesulitan
aktif dengan melalui maupun kendala-kendala
tindakan penerbitan yang harus dihadapi yaitu
penyitaan Surat Perintah system pencairan, alamat
terhadap Melakukan Wajib Pajak yang kurang
tunggakan pajak penyitaan pada jelas di Kota Ambon
di KPP Pratama KPP Pratama
Ambon Ambon
3 Paul Filmon EFEKTIVITAS menganalisis Beberapa hal yang
Nalle 2017 PENAGIHAN proses menyebabkan tidak
PAJAK DENGAN penagihan pajak seluruh Surat Paksa yang
SURAT yang tidak diterbitkan dilunasi oleh
TEGURAN DAN hanya berfokus Penanggung Pajak,
SURAT PAKSA pada angka sehingga penagihan pajak
TERHADAP penagihan dengan Surat Paksa
PENERIMAAN melainkan juga berjalan tidak efektif,
PAJAK pada ant.ara lain: Surat Paksa
serangkaian tidak dapat disampaikan
proses dan karena petugas pos tidak
kendala atas menemukan alamat
penagihan yang wajib pajak yang
dilakukan dimaksud karena
berda.sarkan alamatnya berubah.
Undang-Undang Kurangnya kesadaran
Penagihan Pajak penanggung pajak dalam
dengan Surat pembayaran tunggakan
Teguran dan pajak lewat Surat Paksa.
Surat Paksa
yang menjadi
dasar dalam
melaksanakan
tindakan
penagihan.

B. Kajian Pustaka
1. Administrasi Publik dan Administrasi Perpajakan
a. Administrasi Publik
Harbani Pasolong (2014; 8) mendefinisikan administrasi public adalah.
“Administrasi Publik adalah pekerjaan terencana yang dilakukan oleh
sekelompok orang dalam bekerjasama untuk mencapai tujuan atas dasar
efektif,efisien, dan rasional.
Menurut Amin Ibrahim (2013: 15), mengatakan. “Administrasi Publik adalah
keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dan
suatu negara dalam usaha mencapai tujuan negara”.
John M. Pfifneer dan Robert V. Presthus dalam Harbani Pasolong (2014: 4).
Dalam bukunya Metode Penelitian Administrasi Publik, adalah :
1) Meliputi implementasi kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan oleh
badan-badan perwakilan politik.
2) Koordinasi usaha-usaha perseorangan dan kelompok untuk melaksanakan
kebijakan pemerintah. Hal ini meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah.
3) Suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan
pemerintah, pengarahan kecakapan dan Teknik yang tidak terhingga
jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang.
Felix A. Nigro dan L. Loyd G Nigro dalam harbani Pasolong (2014: 21) dalam
bukunya Metode Penelitian Administrasi Publik mendefinisikan administrasi
public adalah :
1) Suatu kerjasama sekelompok dalam lingkungan pemerintahan
2) Meliputi tiga cabang pemerintahan eksekutif,legislative, dan serta
hubungan di antara mereka
3) Mempunyai peranan penting dengan berbagai macam kelompok swasta
dan perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat.
4) Sangat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok swasta dan
perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat.
5) Dalam beberapa hal berbeda pada penempatan pengertian dengan
administrasi perseorangan.
Dari berbagai definisi administrasi public diatas, dapat disimpulkan
bahwa administrasi public merupakan kegiatan kerjasama terencana
yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan adanya pembagian kerja
yang jelas dan berlangsung secara berkesinambungan demi tercapainya
suatu tujuan yang ditetapkan atas dasar efektif, efisien dan rasional.
b. Administrasi Perpajakan
Menurut Nurmantu (2013: 7), bahwa Administrasi Pajak dalam arti sempit
adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-
hak wajib pajak, baik pemerintahan dan pelayanan tersebut dilakukan di kantor
fiscus maupun di kantor Wajib Pajak. Yang termasuk dalam kegiatan
penatausahaan adalah :
1) Pencatatan (Recording)
2) Penggolongan (Classifiying)
3) Penyimpanan (Filling)
4) Pelayanan (Serving)
5) Menghitung dan Memperkirakan (Assesing)
6) Memeriksa (Auditing)
7) Menagih (Collecting)
Sedangkan dalam arti yang luas, lebih lanjut Nurmantu (2013:8)
menyatakan bahwa pengertian administrasi pajak dapat di lihat dari
perspektif berikut
1) Fungsi
Administrasi Pajak sebagai fungsi meliputi fungsi perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan.

2) Sistem
Administrasi pajak sebagai suatu sistem adalah seperangkat unsur-unsur
yang saling berkaitan yang berfungsi Bersama sama untuk mencapai tujuan
atau menyelasaikan suata tugas tertentu
3) Lembaga
Administrasi pajak dapat di lihat sebagai suatu lemabaga yaitu sebagai
salah satu direktorat jendral pajak pada Departemen Keungan Republik
Indonesia, yang terwujud pada adanya kantor-kantor mulai dari Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dari Bangunan, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan
Potensi Perpajakan, Kantor Pemerikasaan dan Penyidikan Pajak.

Pengertian secara sempit dan luas diatas, Sophar Lumbanturuan (2014:19)


dalam ensiklopedia perpajakan mengartikan bahwa administrasi perpajakan (Tax administration) adalah
cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak”.

2. Pengertian Pajak

Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban kenegaraan yang
merupakan saran serta peran masyarakat dalam pembiyaan Negara dan pembangunan
Nasional. Dalam hal ini pajak dipungut oleh Negara untuk menjalankan roda
pemerintahan demi menjamin kelangsungan hidup serta meningkatkan mutu kehidupan
bangsa Indonesia Oleh karena itu sangat penting kita mengetahui beberapa pengertian
tentang pajak yang di kemumukan oleh para ahli dalam bidang perpajakan yang
memberikan pengertian yang berbeda namun pada inti dan tujuannya tetep sama.

Pengertian Pajak menurut Rochmat Soemitro, yang di kutip dari buku Wirawan B Ilyas
Richard Burton (2016:6) pajak adalah

“iuran rakyat kepada kas Negara Berdesarkan undang-undang (yang dapat


dipaksakan ) dengan tidak mendapatan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditujukan dan yang digunakan untuk mebayar pengeluaran umum”

Sedangkan menurut S.I. djajadiningrat yang dikutip dari buku Siti Resmi (2017:1 ) Pajak
adalah “Suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara
yang disebabkan suatu keadaan kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara
langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum”.

3. Pengelompokan Pajak
Menurut Siti Resmi (2017:7 ) pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa
kelompok menurut golongan, sifat dan Lembaga pemungutannya. Pengelompokan
ini memudahkan pemahaman dan praktek perpajakan di masyarakat.
Pengelompokan tersebut yaitu :
a. Menurut golongannya
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak-
pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan
kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) dan penyerahan barang atau jasa.
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkat atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak
2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya. Tanpa
memperhatikan Keadaan dari Wajib Pajaknya.
c. Menurut Lembaga Pemungutannya dan pengelolaannya, adalah sebagai berikut
:
1) Pajak Pusat , yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

4. Fungsi Pajak
Menurut Thomas Sumarsan (2013:5 ) Pajak mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan bernegara. Khususnya di dalam pelaksanaan
pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan
hal tersebut maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
a. Fungsi Budgeter (Sumber Keuangan Negara)
Fungsi Budgeter yaitu fungsi yang letaknya di sektor public, yakni untuk
mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang
yang berlaku pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara, baik itu pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Apabila
ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi
pemerintah.
Fungsi ini juga tercermin dalam asas efficiency atau asas financial,, yaitu
menekankan pada pemasukan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran yang
sekecil-kecilnya dari suatu penyelenggaraan perpajakan. Namun, rumusan ini
dianggap terlalu berlebihan karena mengumpulkan uang “sebanyak-banyaknya”
ke kas negara tanpa memperhatikan ekses undang-undang perpajakan yang
berlaku. Bahasa yang lebih tepat untuk fungsi budgeter ini adalah suatu fungsi
dalam mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara
optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.
b. Fungsi Regulerend (Pengatur)
Fungsi Regulerend, disebut juga fungsi tambahan, yaitu suatu fungsi dalam
mana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu. Disebut sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai
plengkap dari fungsi utama pajak, yakni fungsi budgeter. Fungi Regulerend ini
menyatakan pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan.
Fungsi Budgeter merupakan fungsi utama perpajakan, tetapi sesungguhnya
kedua fungsi pajak diatas merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi
dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Walaupun pajak berfungsi sebagai
pendapatan negara, namun harus pula dipertimbangkan dampaknya pada
masyarakat. Demikian sebaiknya, apabila fungsi mengatur dibidang social,
ekonomi, maupun bidang lainnya, harus juga mempertimbangkan pengaruhnya
terhadap penerimaan negara.
5. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam pemungutan pajak terdapat beberapa system pemungutan yang dikutip dari
buku Siti Resmi (2017: 10), yaitu :
a. Official Assessment System
Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak . ciri-cirinya sebagai berikut :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada Wwajib
Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak bersifat pasif
3) Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan Pajak oleh fiscus
b. Self Assessment system
Adalah suatu system pemungutan pajak yang berwenang kepada Wajib Pajak
untuk menentukkan sendiri besarnya pajak yang terhutang. Ciri-cirinya adalah
sebagai berikut :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada Wajib
Pajak sendiri
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
pajak terhutang
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi’
c. With Holding System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang pemungutan
pajak kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib
Pajak. Ciri-cirinya yaitu wewenang menentukan besarnya pajak yang terhutang
ada pada pihak ketiga, pihak selain fiscus dan Wajib Pajak.

6. Syarat Pemungutan Pajak


Agar dalam pemungutan pajak tidak menimbulkan berbagai hambatan dari
masyarakat untuk mau dan mampu membayar pajak. Waluyo (2013: 13) dalam
pungutannya harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
a. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hokum, yakni mencapai keadilan undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata. Serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaanya yakni
dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak.
b. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
membebankan jaminan hokum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara
maupun warganya.
c. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehinggs tidak menimbulkan keresuan perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finanil)
Sesuai fungsi budgeter, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga
lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. System Pemungutan Pajak Harus Sederhana.
System pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undnag perpajakan yang baru.
7. Hambatan Pemungutan Pajak
Menurut merdiasmo (2013:8 ) terdapat hambatan terhadap pemungutan pajak
dapat dikelompokan menjadi :
a. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan membayar pajak, disebabkan oleh
1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
2) System perpajakn yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat
3) System control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik
b. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada fiscus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya
anatara lain sebagai berikut :
a. Tax Avoidance, usaha meringankan pajak dengan tidak melanggar undang-
undang.
b. Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan melanggar undang-
undang (menggelapkan pajak)
8. Tarif pajak
Terdapat dua hal penting dalam menghitung pajak terutang Wajib Pajak, yakni tarif
pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak adalah tarif untuk menghitung
besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar), tarif pajak dapat dinyatakan
dalam angkat atau presentase tertentu.
Ditinjau dari struktur tarif yang berhubungan dengan pola presentase tarif pajak,
terdapat empat jenis tarif pajak dikutip dari buku Harjo, Dwikora (2019:39 ) yakni :
a. Tarif pajak tetap
Tarif pajak tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka tertentu yang tetap
(sama besarnya) terhadap berapapun besarnya jumlah dasar pengenaan pajak.
Aplikasi tarif pajak ini di Indonesia adalah pengenaan Bea Materai, berapapun
Tarmaterai sebesar Rp. 3.000,-. Bea materai sebesar Rp. 6.000,- akan dikenakan
pada dokumen-dokumen atau surat perjanjian tertentu yang ditetapkan dalam
peraturan tentang Bea Materai.
b. Tarif Pajak Secara Proporsional
Tarif pajak ini sering juga disebut sebagai Tarif Pajak Sebanding, yakni suatu tarif
pajak berupa suatu presentase tertentu yang tetap terhadap berapapun
besarnya jumlah dasar pengenaan pajak. Semakin besar dasar pengenaan
pajaknya akan semakin besar terutang pajaknya dengan kenaikan yang
sebanding atau secara proporsional.
Aplikasi tarif pajak ini di Indonesia antara lain diterapkan dalam menghitung
terutang PPN (10%), PPh Pasal 26 (20%), PPh Pasal 23 (2%), PPh Badan (25%),
dan beberapa objek pajak yang lain.
c. Tarif pajak secara progresif
Di beberapa literatur tarif pajak ini di sebut juga tarif pajak meningkat, yaitu
berupa tarif pajak yang nilai presentasenya akan meningkat apabila besarnya
dasar pengenaan pajaknya meningkat (semakin besar). Tarif Progresif dibagi
menjadi beberapa tarif , yaitu :
1) Tarif Pajak Progresif Progresif
Kondisi dimana semakin meningkat dasar pengenaan pajaknya akan
semakin meningkat presentase tarif pajaknya dan kenaikan presentase
tersebut juga semakin meningkat. Tarif ini pernah diterapkan di Indonesia
pada tahun 1995-2000 dalam menghitung pajak penghasilan.
Contoh aplikasi jenis tarif ini adalah sebagai berikut :
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Kenaikan
Pajak % Tarif
Pajak
1 Sampai dengan Rp.25.000.000,- 10% 0%
2 Di atas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- 15% 5%
3 Di atas Rp.50.000.000,- 30% 15%

2) Tarif Pajak Progresif Tetap/Proporsional


Tarif ini disebut pula sebagai tarif pajak progresif proporsional, dimana tarif
ini mengkondisiskan adanya peningkatan presentase tertentu pada nilai
tarif pajaknyaapabila dasar pengenaan pajaknya meningkat. Perbedaan
dengan tarif pajak progresif-progresif, pada tarif ini peningkatan presentase
tarif pajaknya tetap. Tarif ini pernah diterapkan di Indonesia pada tahun
1984-1994 dalam menghitung pajak penghasilan.
Ilustrasi dari tarif ini adalah sebagai berikut :
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Kenaikan
Pajak % Tarif
Pajak
1 Sampai dengan Rp.10.000.000,- 15% 0%
2 Di atas Rp.10.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- 25% 10%
3 Di atas Rp.50.000.000,- 35% 10%
3) Tarif Pajak Progresif Degresif
Tarif pajak ini mengkondisikan presentasi tarif pajak yang meningkat seiring
dengan meningkatnya nilai dasar pengenaan pajaknya, namun peningkatan
presentasi tarif banyak yang terjadi bersifat semakin menurun. Ilustrasi dari
penerapan tarif ini adalah sebagai berikut :
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Kenaikan
Pajak % Tarif
Pajak
1 Sampai dengan Rp.100.000.000,- 15% 0%
2 Di atas Rp.100.000.000,- s/d Rp.250.000.000,- 25% 10%
3 Di atas Rp.250.000.000,- 30% 5%

d. Tarif Pajak Secara Degresif


Tarif pajak ini disebut pula tarif pajak secara menurun, yakni suatu kondisi
dimana presentasi tarif pajak akan semakin menurun apabila nilai dasar
pengenaan pajaknya semakin meningkat. Di Indonesia tarif ini pernah
diberlakukan untuk Bea Warisan, semakin tinggi warisan yang akan diterima
oleh ahli waris, maka tarif bea atau pajak atas warisan semakin kecil. Tarif ini
saat ini sudah tidak berlaku.

9. Utang Pajak
Menurut Panca Kurniawan dan Bagus (2014:1), Utang pajak adalah pajak yang masih
harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan
yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Peraturan Perundang-
undangan Perpajakan.
Sedangkan dalam bukunya Muhammad Rusjdi (2014:6 ) mengemukakan bahwa
utang pajak adalah pajakyangmasih harus dibayar termasuk sanksi administrasi
berupa utang bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan
Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa tunggakan/ utang pajak
merupakan suatu pajak yang belum dapat dibayar oleh wajib pajak dalam masa
tagihan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut waluyo (2013:19) ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang
pajak (saat pengakuan adanya utang pajak) yaitu
a. Ajaran Materil
Ajaran Materil menyatakan bahwa utang pajak timbul karenadiberlakukannya
undang-undang perpajakan. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan atau
perbuatan yang dapat menimbulkan utang pajak. Ajaran ini konsisten dengan
penerapan sell assessment system
b. Ajaran Formil
Ajaran Formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena dikeluarkannya
surat ketetepan pajak oleh fiscus (pemerintah). Ajaran ini konsisten dengan
penerapan official assessment system.
Selanjutnya, menurut waluyo (2013:19). Utang pajak akan berakhir atau
terhapus apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. Pembayaran
Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan dihapus karena
pembayaran pajak yang dilakukan ke kas Negara
b. Kompesasi
Keputusan yang ditunjukkan kepada kompensasi utang pajak dengan
tagihan seseorang diluar pajak tidak diperkenakan. Oleh karena itu,
Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa
kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang
diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasi dengan pajak-pajak
lainnya yang terutang.
c. Daluwarsa
daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk melakukan
penagihan pajak. Daluwarsa telah lampau waktu sepuluh tahun terhitung
sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun
pajak atau tahun-tahun pajak yang bersangkutan. Namun daluwarsa
penagihan pajak tertangguhkan , antara lain dapat terjadi apabila
diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.
d. Pembesasan
Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya, tetapi karna
ditiadakan. Pemabatasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok
pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi.
e. Penghapusan
Pengahpusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi
diberikannya kerena keadaan Wajib Pajak,misalnya : keadaan keuangan
Wajib Pajak.
10. Teori Implementasi
a. Pengertian impelementasi
Menurut Deddy Mulyadi dalam buku studi Kebijakan Publik dan Pelayanan
Publik (2015:12 ) implementasi adalah tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini berusaha untuk
mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta
berusaha mencapai perubahan-perubahan besar ataukecil sebagaimana yang
telah diputuskan sebelumnya.
Adapun hal-hal yang harus dipersiapkan dalam proses implementasi :
1) Penyiapan sumber daya, unit, method
2) Penerimaan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan
dijalankan
3) Penyediaan layanan, pembayaran, dan hal lain secara rutin
b. Model implementasi
1) Model Merilee S. Grindle (1980)
Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (2015:66 )
dipengaruhi oleh isi kebijakan dan lingkungan kebijakan . isi kebijakan
tersebut mencakup hal-hal berikut :
a) Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan
b) Jenis manfaat yang dihasilkan
c) Drajat perubahan yang diinginkan
d) Kedudukan pembuat kebijakan
e) Siaoa pelaksana program
f) Sumber daya yang dikerahkan
Sedangkan lingkungan kebijakan mencakup hal-hal berikut :
a) Kekuasaan, kepentingan dan strategi actor terlibat
b) Karakteristik Lembaga penguasa
c) Kepatuhan dan daya tanggap
2) Model George C. Edward III (1980)
Model implementasi kebijakan public yang dikemukakan Edward (2015:28 )
menunjukkan pada empat variable yang berperan penting dalam
pencapaian keberhasilan implementasi yaitu :
1) Komunikasi yaitu menekankan bahwa setiap kebijakan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara
pelaksana program dengan para kelompok sasaran
2) Sumber daya yaitu menekankan setiap kebijakan harus didukung oleh
sumber daya yang memadai, bsik sumber daya manusia maupun
sumber daya financial.
3) Disposisi yaitu menekankan terhadap karakteristik yang erat kepada
implementor kebijakan atau program.
4) Struktur birokrasi yaitu aspek struktur organisasi mencakup dua hal
yaitu mekanisme dan organisasi pelaksana diri.
3) Model Mazmanian dan Sabaiter (1983)
Ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
yaitu :
a) Karakteristik dari masalah
b) Karakteristik kebijakan
c) Variable lingkungan
4) Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
Ada enam variable yang mempengaruhi kinerja implementasi (2015:72 )
yaitu :
a) Standar dan sasaran kebijakan
b) Sumber daya
c) Komunikasi penguat aktivitas
d) Karakteristik agen pelaksana
e) Kondisi social,ekonomi dan politik
f) Disposisi implementor
11. Penagihan Pajak
Menurut Wirawan B.Ilyas, Rudy Suhartono (2017:57) dalam bukunya yang berjudul
perpajakan, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan
Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyandaraan,menjual barang yang telah disita.
Pelaksaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan
dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam
membayarkan hutang pajaknya, Hal ini merupakan posisi strategis dalam
meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak
tersebut dapak menyakamatkan penerimaan pajak yang tertunda kegiatan
penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyalamatkan penerimaan
Negara yang tertunda, oleh sebab uty sesksi penagihan merupakan seksi produksi
yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jendral Pajak Dalam pelaksaannya.
Penagihan pajak harus dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sehingga mempunyai kekuatan hokum baik bagi Wajib Pajak ataupun
aparatur pajak.
Menurut Andi dalam bukunya Perpajakn Indonesia (2018:51) Penagiahan pajak
adalah serangkaian tindakan agar penanggung Pajak melunasinya utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, meleksakan penyitaan, melaksanakan penyendaraan,dan menjual
barang yang telah disita.
12. Dasar Penagihan Pajak
a. Surat Tagihan Pajak (STP)
STP diterbitkan apabila pajak dalam tahub berjalan todak atau kurang bayar ,
wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda administrasi atau
bunga. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
Surat Ketetapan Pajak.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB diterbitkan terhadap wajib pajak yang nyata-nyata atau berdasarakan
Hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan kewajiban material
perpajakan.
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT dapat diterbitkan Dirjen Pajak dalam jangka waktu 10 tahun sesudah
saat terutang pajak, apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum
ditemukan data baru atau data yang semula terungkap yang menyebabkan
penambahan utang pajak yang terutang.
d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan dan Putusan Banding
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Apabila utang
pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan diatas tidak atau kurang dibayar
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, maka dapat segera
dilaksanakan tindakan penagihan aktif.
Tindakan Penagihan Pajak dilakukan apabila pajak terutang sebagaimana
tercantum di dalam Surat Ketetapan Pajak, STP, SKPKB, SKPKBT, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang
menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang bayar
setelah lewat tanggal jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan. Dalam
bidang administrasi perpajakan dikenal beberapa bentuk tindakan penagihan
yaitu penagihan pasif, penagihan aktif dan penagihan dengan surat paksa.
1) Penagihan Pasif
Penagihan Pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan
Pajak dengan cara menyampaikan himbauan kepada Wajib Pajak agar
melakukan pembayaran pajak sebelum jatuh tempo.
2) Penagihan Aktif
Penagihan Aktif ini merupakan kelanjutan dari penagihan pasif dimana
penagihan yang didasarkan pada Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), yang jatuh temponya telah ditetap[kan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan yaitu 1 bulan terhitung mulai
STP,SKPKB,SKPKBT diterbitkan.
Penagihan Aktif ini merupakan penagihan yang menjadikan fiscus berperan
aktif, dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi akan juga diikuti
dengan tindakan penerbitan Surat Teguran,Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini merupakan cara terakhir dimana
fiscus melalui juru sita pajak Negara menyampaikan atau memberitahukan
Surat Paksa, melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap
barang milik Wajib Pajak. Penagihan dengan surat paksa ini dikenal dengan
pengihan yang “keras”dalam rangka law-enforcement dibidang perpajakan.
Namun langkah ini merupakan langkah terakhir yang dilakukan oleh fiscus
apabila tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. Dalam pelaksanaan
penagihan aktif tersebut dapat dilakukan dengan empat tahap :
1. Surat teguran
Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2013:138 ) dalam buku
ketentuan umum perpajakan (KUP) menjelaskan bahwa penentuan
tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting
karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan
juga mulai timbulnya wewenang melakukan penagihan pajak.
Pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat
Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui
penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembiayaan pajak
mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali
penanggung pajak tidak menepati keputusantersebut. Penerbitan Surat
Teguran dilakukan pada Seksi Penagihan, dengan Prosedur sebagai
berikut :
Pelaksana pada Seksi Penagihan meneliti Surat ketetapan Pajak (SKP)
Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Tagihan Bea (STB) yang harus
diterbitkan Surat Teguran dalam Sistem Administrasi Perpajakan dan
meminta persetuijuan Kepala Seksi dan kemudian diteruskan kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Sistem Informasi Direktorat
Jenderal Pajak.
a. Kepala Kantor Pelayanan Ppajak memeriksa usulan penerbitan Surat
Teguran dan memberikan persetujuan penerbitan melalui Sistem
Informasi Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pelaksana melihat Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak dan
memeriksa persetujuan penerbitan Surat Teguran dan Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, mencetak Surat Teguran dan
menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
c. Kepala Seksi Penagihan meneliti, memaraf Surat Teguran dan
menugaskan kepada Pelaksana untuk menyamoaikannya kepada
Kantor Pelayanan Pajak.
d. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menandatangani Surat
Teguran dan meneruskan kepada Pelaksana untuk disampaikan
kepada Wajib Pajak.
e. Pelaksana meneliti Surat Teguran yang telah ditandatangani Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, menatausahakan dan menyampaikannya
kepada Wajib Pajak melalui Subag Umum.
2. Surat Paksa
Menurut Mardiasmo (2013:18 ) surat paksa adalah surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa
mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hokum yang sama
dengan putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai hokum
tetap.
Surat paksa di terbitkan apabila :
a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan telah diterbitkan
Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika
dan sekaligus.
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan
pembayaran pajak. Penerbitan Surat Paksa secra sah oleh pejabat
berwenang merupakan modal utama bagi pelaksanaan penagihan
pajak yang efektif, karena dengan terbitnya Surat Paksa
memberikan kewenangan kepada petugas penagihan pajak untuk
melaksanakan eksekusi langsung (parate executie) dalam penyitaan
atas barang milik Penanggung Pajak dan melakukan penjualan atau
melalui lelang atas barang-barang tersebut untuk pelunasan pajak
terutang tanpa melalui prosedur di pengadilan terlebih dahulu.
Surat Paksa diterbitkan paling cepat setelah lewat waktu 21
(dua puluh satu) hari dari penerbitan Surat Teguran, kecuali
apabila terhadap Penanggung Pajak telah diterbitkan Surat
Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa dapat segera
diterbitkan tanpa menunggu lewat tenggang waktu 21 hari sejak
saat Surat Teguran diterbitkan.
Surat Paksa harus sudah diterbitkan sebelum waktu 2 (dua)
tahun sejak tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
3. Surat Sita
Proses penagihan pajak setelah dilakukan penagihan dengan Surat
Paksa adalah melakukan penyitaan. Penyitaan menurut Muljiono
(2008:168 ), yaitu Tindakan Jurusita pajak untuk menguasai barang
penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak
menurut peraturan perundang-undangan. Tujuan dari tindakan
penyitaan sesungguhnya tidak untuk melakukan penjualan Barang Milik
Penanggung Pajak melainkan hanya untuk menguasai barang
Penanggung Pajak sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
4. Lelang
Lelang merupakan langkah selanjutnya setelah dilakukannya penyitaan
Barang Wajib Pajak dimana Wajib Pajak tidak juga melunasi utang
pajaknya sampai pada tahap penyitaan. Pengertian lelang menurut
Rusdji (2005:26 ) setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara
penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha
pengumpulan peminat atau calon pembeli. Pelelangan ini sendiri
merupakan kewenangan dari pejabat untuk melaksanakan pelelangan
secara umum melalui kantor lelang. Apabila dalam jangka waktu 14 hari
setelah tindakan penyitaan utang pajak dan atau biaya penagihan pajak
belum dilunasi, maka pejabat berwenang melaksanakan penjualan
secara lelang terhadap barang yang disita melalui kantor lelang.
Pelaksanaan Penagihan Pajak
Dalam hal pelaksanaan penagihan pajak, pelaksana yang berwenang
dalam melaksanakan penagihan pajak adalah :
1) Pejabat
Pejabat yang berwenang melaksanakan penagihan pajak pusat
antara lain Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sedangkan pejabat yang
berwenang melaksanakan penagihan pajak daerah adalah Kepala
Dinas Pendapatan Daerah Provinsi untuk penagihan pajak provinsi,
Kepala Dinas Pendapatan Daerah kabupaten untuk penagihan pajak
kabupaten, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota untuk penagihan
pajak Kota. Pejabat ini berwenang untuk mengangkat dan
memberhentikan Jurusita pajak untuk menerbitkan :
a) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
b) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
c) Surat Paksa
d) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
e) Surat Perintah Penyanderaan
f) Surat Pencabutan Sita
g) Pengumuman Lelang
h) Surat Penentuan Harga Limit
i) Pembatalan lelang dan
j) Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan pajak
2) Jurusita Pajak
Jurusita Pajak merupakan pelaksana tindakan penagihan pajak.
Jurusita Pajak pusat diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat
sedangkan Jurusita Pajak Daerah diangkat oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah.
Jurusita Pajak bertugas :
a) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
b) Memberitahukan Surat Paksa
c) Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak
berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan
d) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah
Penyanderaan
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi
dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus
diperlihatkan kepada Penanggung Pajak Dalam melaksanakan
penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa
semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain
untuk menemukan objek sita ditempat usaha, ditempat
kedudukan, atau tempat tinggal penanggung pajak, atau tempat
lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
3) Daluarsa Penagihan Pajak
Direktorat Jenderal Pajak mempunyai hak untuk melakukan
penagihan pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak
penerbita Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
serta Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding serta Putusan Peninjauan Kembali.
Adapun yang menjadi tujuan dari pengaturan hak Direktorat
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun adalah untuk
memberikan kepastian hokum kapan utang pajak tidak dapat
ditagih lagi, sehingga UU KUP mengatur mengenai daluarsa
penagihan, hak negara untuk melakukan penagihan utang pajak
termasuk bunga,denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak tidak
lagi dapat dilakukan.
4) Pencairan Tunggakan Pajak
Pengertian disini mengandung dua pengertian dimana sampai
dengan lunas atau bahkan sudah tidak dapat dilakukan penagihan
lagi dengan kata lain dihapuskan. Sedangkan pengertian lunas
memiliki dua pengertian yakni dengan cara dibayar lunas, baik
dibayar dengan uang tunai maupun melalui pembukuan atau
dengan cara penjualan sita lelang atas barang-barang milik
penanggung pajak. Utang pajak diusulkan dihapuskan apabila tidak
ada lagi kemampuan penanggung pajak dalam membayar utang
pajak dan tidak adalagi objek sitanya. Pengertian pencairan
Tunggakan Pajak yang dikemukakan oleh Waluyo (2013:64 ),adalah
bahwa “Pencairan Tunggakan Pajak adalah jumlah pembayaran
tunggakan pajak yang terjadi karena :
a) Pembayaran menggunakan SS[ (Surat Setoran Pajak)
b) Pemindah Bukuan (Pbk)
c) Pengajuan permohonan pembetulan
d) Pengajuan keberatan/banding
e) Penghapusan piutang
f) Wajib pajak pindah
5) Tunggakan
Istilah tunggakan seringkali digunakan dalam bidnag perpajakan
untuk mendefinisikan jumlah utang pajak yang belum atau tidak
dilunasi sampai dengan tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud
dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP). Sedangkan pengertian secara
istilah dapat dijumpai dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (Balai
Pustaka tahun 2002) tunggakan didefinisikan sebagai angsuran
pajak yang belum dibayar.
C. Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis petautan antara
variable yang akan diteliti. Dalam (Sugiyono, 2010) mengemukakan bahwa, kerangka
berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhunungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Standar dan sasaran kebijakan berpengaruh terhadap berhasilnya implementasi.


Standar kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berupa undang-undang yang jelas
sasarannya untuk pemerintahan dan masyarakat sebagai bagian dari kebijakan public.

Sumber daya adalah factor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif.
Tanpa sumber daya kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Walaupun
isi kebijakan sudah dikomunikasikan secra jelas dan konsisten, tetapi apabila
implementor dalam hal ini petugas atau aparatur pajak kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Implementor yang menguasai
bidangnya, akan berpengaruh terhadap cara penyampaian kebijakan kepada wajib pajak
sehingga wajib pajak dapat tertarik dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

Komunikasi sebagai penguat aktivitas, komunikasi implementor atau aparatur


pajak akan berpengaruh jika implementor menyampaikan tujuan-tujuan dari kebijakan
dengan baik dan penyampaiannya sampai kepada sasaran dalam hal ini wajib pajak
maka tujuan yang dicapai akan sesuai dengan target.

Karakteristik pelaksana, karakter pelaksana juga akan mempengaruhi


bagaimana dalam bersikap terhadap wajib pajak. Sedangkan pembuat kebijakan
(pemerintah) juga mempengaruhi implementor didukung oleh fasilitas untuk
menjalankan implementasi kebijakan.

Kondisi social, ekonomi dan politik mecakup sumberdaya ekonomi lingkungan


yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Kondisi social ekonomi
dan politik wajib pajak dapat mempengaruhi dalam hal ini khususnya tentang
pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak.

Diposisi implementor, respon implementor terhadap kebijakan yang akan


mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, disamping itu implementor
juga harus paham akan kebijakan yang akan diterapkan.

Dalam penelitian ini yang menjadi variable utama adalah implementasi. Untuk
pendekatan implementasi menggunakan metode model Donal S.Van Meter dan Carl E
Van Horn. Model pendekatan ini terbagi menjadi enam, namun merujuk kdalam
penulisan ini maka penulis mengambil model pendekatan yang paling sesuai dengan
judul yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi, dan disposisi
implementor.

D. Model Konseptual

Berdasarkan uraian di atas dari kajian dan literatur dan kernagka pemikiran yang
penulis jabarkan, maka dapat dibuat model konseptual sebagai berikut :

Skema Model Konseptual


Sumber Daya

Standar dan sasaran


Kebijakan

komunikasi

Implementasi Penagihan Pajak Aktif

Karakteristik pelaksana

Diposisi

Kondisi sosial ekonomi politik

Sumber : Data di olah penulis

Model Donal S Van Meter dan Carl E. Van Horn (Deddy Mulyadi,2015:73)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian diperlukan sebuah metode, pengertian metode adalah cara atau strategi
menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan. Sedangkan
pengertian penelitian adalah penelaah atau penyelidikan mengenai sesuatu atas dasar ilmu
ilmiah.
Pengertian metode penelitian menurut Sugiono dalam bukunya
Metode penelitian Administrasi (2013:2 )
“Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut empat kata kunci yang
perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah data, tujuan dan kegunaan”.
Sedangkan pengertian Pendekatan penelitian adalah suatu cara untuk menggambarkan
rancangan penelitian meliputi prosedur atau langkah yang harus ditempuh, waktu
penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data tersebut diperoleh dan diolah atau
dianalisis. Pendekatan dalam penyususnan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif
yaitu penelitian riset yang bersifat deskriftif dari cenderung menggunakan analisis serta
lebih menonjolkan proses dan makna Menurut Sugiyono (2015:14 ), Pengertian pendekatan
kualitatif yaitu :
“Metode penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah
(natural setting) disebut juga sebagai metode ethnograpi’
Selain itu Creswell juga menambahkan bahwa salah satu karakteristik permasalahan
penelitian kualitatif yaitu berusaha menggambarkan atau menjelaskan secara lebih
mendalam suatu fenomena dan untuk mengembangkan suatu teori.
Sedangkan menurut Guba dan Lincoin (1985: 198 ) mengemukakan bahwa penelitian
kualitatif adalah “Qualitative methods are stressed within the naturalistic paradigm is
antiaquantitative but because qualitative methods come more easily to the human as
instrument”. Dengan kata lain, didalam penelitian kualitatif menekankan pada paradigma
natural karena sebagian manusia instrument utama dalam penelitian. Pengembalian data
dari informan pada penelitian kualitatif dilakukan secara berulang-ulang sampai dirasakan
jenuh atau sampai dirasakan jawaban atas yang di dapat dari informan hamper sama. Hal
tersebut diatas dikemukakan oleh Guba dan Lincoin “The iterations are repeated as often as
necessary redundancy is achieved”.
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan pebelitian, jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif adalah mebuat gambaran atau lukisan secara sistematis,
factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang
diselidiki.
Dalam penelitian deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk menggambarkan, menjelaskan dan
menguraikan yang kemudian dari hasil pembahasan tersebut dilakukan suatu analisis.
B. Fokus Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian, Teknik pengumpulan data merupakan factor penting demi keberhasilan
penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya dan
apa alat yang digunakan.
Menurut Sugiyono (2013;224 ) Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama adalah mendapatkan data. Jenis sumber data
adalah mengenai dari mana data diperoleh, apakah data diperoleh dari sumber langsung (data
primer) atau data yang diperoleh dari sumber tidak langsung (data sekunder).
Teknik pengumpulan data merupakan Teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan
data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui
angket, wawancara, pengamatan tes, dokumentasi dan sebagainya. Sedangkan instrument
pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, karena berupa
alat maka instrument dapat berupa lembar cek list, kuisiopner (angket terbuka atau tertutup),
pedoman wawancara, camera photo dan lainnya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Teknik wawancara, observasi dan
dokumentasi :
1. Wawancara
Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2012;231 ) wawancara merupakan pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan
makna dalam suatu topik tertentu. Lebih jelasnya, wawancara merupakan proses
komunikasi yang sangat menentu dalam proses penelitian. Dengan wawancara data yang
diperoleh akan lebih mendalam, karena mampu menggali pemikiran atau pendapat secara
detail. Untuk mendukung pengamatan yang penulis lakukan,penulis dapat memperoleh data
dan informasi yang lengkap. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan
pihak terkait. Metode kegiatan dilakukan dengan cara pengumpulan berita, data atau fakta
dilapangan dengan bertahap muka langsung dan proses tanya jawab pada pihak-pihak
terkait pada seksi penagihan untuk memperoleh data penunjang yang relevan.
2. Observasi
Sutrisno Hadi (Sugiyono,2013:145 ) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
psikologi. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Bungin (2007:15 ) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam
penelitian kualitatif, yaitu observasi tidak terstruktur dan observasi kelompok tidak
terstruktur. Peneliti melakukan kegiatan observasi untuk mendapatkan hasil catatan
observasi berupa perbandingan antara yang tertulis dengan yang terlihat pada keadaan
sebenarnya.
Dalam penelitian ini, kegiatan observasi dilakukan secara langsung ke lapangan. Dengan cara
mengamati, melihat, mendengarkan dan menganalisis serta mengadakan pencatatan untuk
memperoleh data yang berkaitan yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan pajak
melalui Surat Teguran dan Surat Paksa.
3. Dokumentasi menurut Sugiyono (2013:240 ) dokumen merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen bias berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari
seseorang. Sedangkan Meleong (Hardiansyah, 2010:143 ) mengemukakan dua bentuk yang
dapat dijadikan bahan dalam studi dokumentasi, yaitu harian dan dokumen resmi. Dokumen
harian terdiri dari catatan harian, surat pribadi, atau autobiografi. Sedangkan dokumen
internal dan dokumen eksternal. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dala penelitian kualitatif.
Dalam penelitian ini, data dokumentasi berupa data tertulis dengan menghimpun informasi
yang relevan terkait penagihan pajak melalui Surat Teguran dan Surat Paksa dengan
menelurusi sumber-sumber yang terkait .
D. Penentuan Informan
Dalam penelitian kualitatif, informan adalah orang yang dipandang memiliki pengetahuan atau
informasi baik karena kedudukannya sebagai orang yang berwenang pada jabatan tertentu
maupun karena kegiatannya di bidang tersebut. Dan orang-orang yang benar-benar mengetahui
atau terlibat langsung dengan focus dengan permasalahan. Tenik ini dipilih untuk penelitian
yang lebih mengutamakan kedalam data yang akurat. Dalam penelitian ini yang menjadi
informan penelitian adalah orang-orang pilihan peneliti yang di anggap terbaik dalam
memberikan infromasi yang di butuhkan kepada peneliti,yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cakung Dua. Wawancara akan penulis lakukan
dengan Kepala Seksi Penagihan dan Juru Sita Penagihan Pajak.
2. Wajib Pajak sebagai orang yang melakukan kewajiban perpajakannya.
3. Dosen dari Institut Ilmu Sosial dari Manajememn STIAMI sebagai praktisi pajak.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Moelong (2008:2) berpendapat bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
memfokuskan pada paparan kalimat. Sehingga lebih mampus memahami kondisi psikologi
manusia yang komplek (dipengaruhi oleh 43 banyak fakta) yang tidak cukup apabila hanya
diukur dengan menggunakan skala saja. Sehingga penelitian ini memerlukan peran kualitatif.
Analisa data dalam peneliti ini dilakukan secara interaktif. Menurut Sugiono (2010:246) bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai selesai. Maksudnya, dalam analisis data peneliti ikut terlibat langsung dalam
menjelaskan dan menyimpulkan data yang diperoleh dengan mengikatkan teori yang digunakan.
Miles and Huberman (Sugiyono 2006:276), mengungkapkan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
Aktivitas dalam analisis data terdiri dari:
1) Reduksi Data
Menurut Sugiono (20016:227) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok,
dan memfokuskan pada hal-hal yang penting dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gamaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencari nya bila di perlukan.
2) Penyajian Data
Mneurut Sugiono (2006:280) dalam penelitian kulitatif, penyajian data bias dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan lain sebagai.
3) Penarikan Kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data kulitatif menurut miles Hubermen (Sugiono 2006:283)
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan buktui-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apa bila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat
peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan yang kredubel.
F. Lokasi dan Jadwal Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan penulis mengambil lokasi penelitian ini dilakukan di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Cakung Dua.
b. Jadwal Penelitian
Penulis mebuat jadwal penelitian dalam menyelesaikan skripsi mulai dari pembuatan
proposal sampai dengan penyempurnaan skripsi. Agar skripsi selasai tepat waktu, maka
penulis membuat jadwal penelitian dalam bentuk Gantt Chart Secara rincian tahapan
kegiatan dapat dilihat dalam table jadwal penelitian dibawah ini.

GANTT CHART PENELITIAN

Tahun
Kegiatan
No September Oktober November Desember
Penelitian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
1 Proposal
Studi
2 Pendahuluan
Pengumpulan
3 Referensi
Penulisan
4 Bab I-III
Pengumpulan
5 Data
6 Analisis Data
Penulisan
7 Bab IV-V
Penyusunan
8 Skripsi

Anda mungkin juga menyukai